Anda di halaman 1dari 9

Cara Menghitung Pajak Penghasilan

Sekarang, mari masuk dalam pokok pembahasan tentang cara menghitung Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP. Sebenarnya,
Anda cukup menyesuaikan dengan besaran PTKP yang telah ditentukan. Untuk lebih memahaminya, Anda bisa menyimak
contoh kasus berikut ini:
Tuan A yang merupakan karyawan PT. Maju sudah menikah dan memiliki seorang anak. Pasangan Tuan A tidak berpenghasilan
sendiri. Gaji pokok Tuan A per bulan adalah Rp10.000.000. Berapa besaran PPh yang harus dibayar Tuan A?
Bila kita hitung, berarti rinciannya adalah sebagai berikut:
Gaji pokok per bulan = Rp10.000.000
Pengurang:

 Biaya jabatan = 5% x Rp10.000.000 = Rp500.000


 Biaya pensiun = 1% x Rp10.000.000 = Rp100.000
 Total = Rp600.000

Penghasilan neto = Rp9.400.000/bulan; Rp112.800.000/tahun


PTKP (K 1) = Rp63.000.000
Penghasilan Kena Pajak = Rp49.800.000
PPh Terutang = 5% x Rp49.800.000 = Rp2.490.000
PPh Pasal 21 per bulan = Rp2.490.000/12 = Rp207.500
Jadi, Tuan A harus membayar PPh 21 sebesar Rp207.500 per bulan atau Rp2.490.000 setahun.
Perhitungan PPh Pasal 25
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan (tahun pajak berikutnya setelah tahun yang dilaporkan di SPT tahunan
PPh) dihitung sebesar PPh yang terutang pajak tahun lalu, yang dikurangi dengan:

 Pajak penghasilan yang dipotong sesuai Pasal 21 (yaitu sesuai tarif pasal 17 ayat (1) bagi pemilik NPWP dan tambahan
20% bagi yang tidak memiliki NPWP) dan Pasal 23 (15% berdasarkan dividen, bunga, royalti, dan hadiah – serta 2%
berdasarkan sewa dan penghasilan lain serta imbalan jasa) – serta pajak penghasilan yang dipungut sesuai pasal 22
(pungutan 100% bagi yang tidak memiliki NPWP).
 Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai pasal 24, lalu dibagi 12 atau
total bulan dalam pajak masa setahun.

Baca juga: Tentang PPh Pasal 28

Tarif PPh Pasal 25


Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh adalah:

 Sampai Rp 50.000.000 = 5%
 Rp 50.000.000 – Rp 250.000.000 = 15%
 Rp 250.000.000 – Rp 500.000.000 = 25%
 Di atas Rp 500.000.000 = 30%

Pembayaran angsuran PPh 25 untuk wajib pajak badan yaitu = Penghasilan Kena Pajak (PKP) x 25% (Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf
b UU PPh).

Jenis Pembayaran PPh Pasal 25


Terdapat dua jenis pembayaran angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP), yaitu:

 Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (WP – OPSPT), yaitu pekerja bebas atau karyawan, yang tidak
memiliki usaha sendiri. PPh 25 bagi OPSPT = Penghasilan Kena Pajak (PKP) x Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh (12
bulan).
 Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP – OPPT), yaitu yang melakukan usaha penjualan barang, baik grosir
maupun eceran, serta jasa – dengan satu atau lebih tempat usaha. PPh 25 bagi OPPT = 0.75% x omzet bulanan tiap
masing-masing tempat usaha.

. Objek Pajak PPh Pribadi Pasal 21

Apa saja objek PPh Pribadi Pasal 21?

Tidak semua objek penghasilan dipotong PPh 21.

Berikut adalah objek PPh Pasal 21 dan objek penghasilan yang tidak dipotong PPh 21 berapa persen sebagaimana diatur
dalam UU PPh:

1. Penghasilan yang Dipotong PPh Pribadi Pasal 21

 Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun
tidak teratur.
 Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan
sejenisnya.

 Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang
diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua,
dan pembayaran lain sejenis.

 Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah
borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan.

 Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama
dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan.

 Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium,
hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.

Baca Juga : Aturan Pajak Karyawan Magang dan Cara Menghitung Pajak Pegawai Magang
2. Penghasilan yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21

 Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan,
asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.

 Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun diberikan oleh Wajib Pajak atau
Pemerintah, termasuk Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi kerja, termasuk yang ditanggung oleh
Pemerintah, merupakan penerimaan.

 Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan,
iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau Badan
penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja.

 Zakat yang diterima oleh Orang Pribadi yang berhak dari Badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh
Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara
pihak-pihak yang bersangkutan.

 Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (3) huruf l UU PPh.

d. Tarif PPh 21 atau Pribadi Terbaru di RUU HPP Berapa Persen?

Tarif pajak yang dimuat pada PPh Pasal 21 dibebankan kepada Wajib Pajak yang telah berpenghasilan.

Namun, sebelumnya Sobat Klikpajak harus mengetahui terlebih dahulu tentang besaran Penghasilan Kena Pajak (PKP) PPh
Pasal 21 yang diatur dalam peraturan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Penghasilan Kena Pajak PPh Pribadi Pasal 21 ini nantinya akan dikalikan dengan tarif progresif PPh Orang Pribadi PPh 21
untuk mengetahui besar Pajak Penghasilannya.

Seperti yang sudah disinggung di atas, tarif PPh Pribadi atau PPh 21 bertambah satu lapis dan layer penghasilan yang
dikenakan PPh Pribadi juga mengalami perubahan.

1. Penghasilan Kena Pajak (PKP)

Menurut Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015 Penghasilan Kena Pajak adalah pegawai tetap dan
penerima pensiun berkala dikenakan PKP sebesar Penghasilan Netto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
terbaru.
Sementara pegawai tidak tetap dikenakan PKP sebesar Penghasilan Bruto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
terbaru.

Sedangkan untuk pegawai yang termuat dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015 Pasal 3 huruf c,
dikenakan sebesar 50% atas PKP dari jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP dalam satu bulan.

2. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP ) merupakan pendapatan yang tidak dikenai Pajak Penghasilan seperti yang termuat
dalam PPh Pasal 21.

Menurut DJP, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dijelaskan sebagai pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan dasar Wajib
Pajak beserta keluarga, dalam satu tahun.

Maka tidak termasuk dalam PPh Pasal 21. Singkatnya pph 21 yang dikenakan berapa persen nilainya setelah dikurangi PTKP
ini.

Seperti diketahui, besar PTKP dapat berubah sewaktu-waktu melalui peraturan pelaksana perundang-undangan perpajakan.

Perubahan besar PTKP terakhir kali pada tahun 2016 yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK.
010/2016.

Berdasarkan PMK 101/2016 tersebut, Wajib Pajak tidak akan dikenakan pajak penghasilan apabila penghasilan Wajib Pajak
sama dengan atau tidak lebih dari Rp54.000.000 dan tambahan besar PTKP yang disesuaikan dengan status WP.

Dalam UU HPP, besar PTKP tidak berubah, yakni:

1. Rp54.000.000 per tahun / Rp4,5 juta per bulan untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi lajang tanpa tanggungan.

2. Tambahan Rp4.500.000 untuk Wajib Pajak yang kawin.

3. Rp54.000.000 untuk istri yang memiliki jumlah penghasilan tersebut telah digabung dengan penghasilan suami.

4. Tambahan Rp4. 500.000 untuk setiap anggota keluarga kandung serta keluarga dalam garis keturunan serta anak
angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.

Juga ada dalam RUU HPP, ketahui Tax Amnesty Jilid 2 Dibuka, Begini Cara Isi Formulir Amnesti Pajak
3. Tarif Pajak Progresif PPh Pribadi Pasal 21

Berdasarkan Pasal 17 Ayat 1 UU PPh, perhitungan tarif pajak pribadi menggunakan tarif progresif dengan tarif pajak
progresif tertinggi 30%.

Dalam RUU HPP yang di dalamnya merevisi beberapa undang-undang perpajakan salah satunya UU PPh, maka tarif pajak
progresif atau PPh 21 pribadi berapa persen untuk mengetahui besaran PPh Terutang adalah sebagai berikut:

Lapisan Tarif Rentang Penghasilan Tarif Rentang Penghasilan Tarif

(UU PPh) (RUU HPP)


I 0 – Rp50 juta 5% 0 – Rp60 juta 5%

II >Rp50-250 juta 15% >Rp60 – 250 juta 15%

III >Rp250-500 juta 25% >Rp250 – 500 juta 25%

IV >Rp500 juta 30% >Rp500 juta – 5 miliar 30%

V – – >Rp5 miliar 35%

Sedangkan untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif sebesar dua kali lipat lebih tinggi daripada Wajib
Pajak yang telah memiliki NPWP.

Rumus Cara Perhitungan PPh 21 Pribadi

Perhitungan PPh 21 dilakukan dengan mengalikan tarif pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak atau jumlah bruto dari
penghasilan yang ditetapkan.

Umumnya penghasilan yang diterima atau diperoleh tersebut akan dikurangi dengan unsur pengurang yang juga ditetapkan
sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Rumus cara menghitung PPh Pribadi atau PPh 21 yang punya NPWP berapa persen sesuai bracket penghasilan kena pajak
dalam RUU HPP sebagai berikut:

PPh 21 = (Tarif PPh Pribadi x Penghasilan Kena Pajak)


Contoh:

Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp90.000.000 dan memiliki NPWP.


Maka perhitungan PPh Pribadi yang harus dipotong bagi wajib pajak yang memiliki NPWP adalah:

5% x Rp60.000.000 = Rp3.000.000

15% x Rp40.000.000 = Rp6.000.000 (+)

Jumlah PPh 21 Terutang = Rp9.000.000

Bagi pihak penerima penghasilan yang belum memiliki NPWP, perhitungan dilakukan mengalikan 120% dengan tarif PPh
Pribadi dan layer penghasilan kena pajak dalam RUU HPP, yaitu:

PPh 21 yang harus dibayar = ( Tarif PPh Pribadi x 120% x Penghasilan Kena Pajak )
Contoh:

Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp90.000.000 tapi tidak punya NPWP.

Maka perhitungan PPh Pribadi yang harus dipotong bagi wajib pajak yang tidak memiliki NPWP adalah:

5% x 120 x Rp60.000.000 = Rp3.600.000

15% x 120 x Rp40.000.000 = Rp7.200.000 (+)

Jumlah PPh 21 Terutang = Rp10.800.000

a. Contoh Perhitungan yang Bikin Bayar PPh 21 Pribadi Jadi Lebih Rendah karena RUU HPP

Karena ada penambahan bracket atau layer penghasilan kena pajak atas PPh Pribadi dalam RUU HPP, yakni dari sebelumnya
Rp50 juta menjadi Rp60 juta yang dikenakan tarif pajak progresif PPh Orang Pribadi terkecil, maka akan membuat PPh
Pribadi Pasal 21 pajak yang dibayarkan jadi lebih rendah jika menggunakan tarif PPh 21 sesuai RUU HPP dibanding jika
menggunakan ketentuan tarif PPh Pribadi dalam UU PPh.

Agar lebih jelasnya, perhatikan ilustrasi perhitungan PPh Pribadi sesuai dengan tarif dan bracket pajak penghasilan orang
pribadi yang sesuai RUU HPP berikut ini:

Pak Kelik seorang karyawan swasta yang mulai bekerja di PT AAA pada bulan Januari 2021 dengan status menikah dan
mempunyai dua orang anak.
Gaji pokok Pak Kelik sebesar Rp10.000.000 per bulan dengan tambahan tunjangan pada bulan Januari 2021 dari perusahaan
sebagai berikut:

1. Tunjangan Lembur = Rp1.000.000

2. Tunjangan Komunikasi = Rp300.000

3. Tunjangan Transportasi = Rp500.000

Selain itu, perusahaan juga mengikuti program BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan yang menimbulkan iuran yang
harus dibayarkan sebagai berikut:

1. Jaminan Kesehatan dan BPJS Kesehatan yang ditanggung Perusahaan 4% dan oleh Karyawan 1%

2. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) oleh Perusahaan 0,24%

3. Jaminan Kematian (JKM) ditanggung Perusahaan 0,3%

4. Jaminan Hari Tua (JHT) oleh Perusahaan 3,7% dan ditanggung Karyawan 2%

5. Jaminan Pensiun ditanggung Perusahaan 2% dan oleh Karyawan 1%

Maka perhitungan PPh Pribadi Pasal 21 sesuai tarif PPh 21 terbaru dalam RUU HPP adalah sebagai berikut:

Januari 2021

– Gaji Pokok = Rp10.000.000

– Tunjangan Lembur = Rp1.000.000

– Tunjangan Komunikasi = Rp300.000

– Tunjangan Transportasi = Rp500.000 (+)

Penghasilan dari pemberi kerja = Rp11.800.000

Jaminan yang dibayar oleh pemberi kerja:


– Jaminan Kesehatan (4%) = Rp472.000

– JKK (0,24%) = Rp28.320

– JKM (0,3%) = Rp35.400

– JHT (3,7%) = Rp436.600

– Jaminan Pensiun (2%) = Rp236.000 (+)

Penghasilan Bruto Per Bulan = Rp13.008.320

Pengurang:

– Biaya Jabatan (5% x Penghasilan Bruto) Maksimal Rp500.000 = Rp500.000

– Jaminan Kesehatan (1%) = Rp118.000

– JHT (2%) = Rp236.000

– Jaminan Pensiun (1%) = Rp118.000 (-)

Penghasilan Neto Per Bulan = Rp12.036.320

Penghasilan Neto Per Tahun:

– Rp12.036.320 x 12 bulan = Rp144.435.840

PTKP (K/2) = Rp67.000.000 (-)

Penghasilan Kena Pajak = Rp77.435.840


PPh Terutang:

– 5% x Rp60.000.000 = Rp3.000.000

– 15% x Rp17.435.840 = Rp2.615.376 (+)

PPh Terutang setahun = Rp5.615.376

PPh Terutang Januari 2021 = Rp5.615.376 / 12 bulan = Rp467.948

Jadi, PPh Pribadi atau PPh 21 yang harus dipotong oleh PT AAA pada bulan Januari 2021 atas gaji karyawan bernama Pak
Kelik berdasarkan tarif PPh 21 dalam RUU HPP adalah sebesar Rp467.948.

Anda mungkin juga menyukai