Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015, PPh 21 adalah pajak atas
penghasilan berupa gaji, upah honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya dengan nama dan
dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan
oleh orang pribadi sebagai subjek pajak dalam negeri.
Sebagai tambahan informasi, bahwa peraturan tentang tarif PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)
saat ini tidak berbeda dengan peraturan PTKP tahun 2016 silam. Sehingga perhitungan PPh 21 tahun
ini masih merujuk pada peraturan PTKP yang ditetapkan tahun 2016 tersebut.
Sebelum mengetahui tentang tarif pajak PPh Pasal 21, mari kita pahami dahulu siapa saja peserta
yang harus melakukan wajib pajak PPh Pasal 21 menurut Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No.
PER-32/PJ/2015 Pasal 3.
1. Pegawai;
2. Penerima uang pesangon, pensiun, atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari
tua, termasuk ahli warisnya juga merupakan peserta wajib pajak PPh
3. Wajib pajak PPh 21 kategori bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan pemberian jasa,
4. Wajib pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya
dalam suatu kegiatan
5. Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada
perusahaan yang sama
Menurut Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015 Penghasilan Kena Pajak adalah
pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dikenakan PKP sebesar Penghasilan Netto dikurangi
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terbaru. Sementara pegawai tidak tetap dikenakan PKP
sebesar Penghasilan Bruto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terbaru.
Sedangkan untuk pegawai yang termuat dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-
32/PJ/2015 Pasal 3 huruf c, dikenakan sebesar 50% atas PKP dari jumlah penghasilan bruto dikurangi
PTKP dalam satu bulan.
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan pendapatan yang tidak dikenai Pajak Penghasilan
seperti yang termuat dalam PPh Pasal 21. Menurut Direktorat Jenderal Pajak, Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP) dijelaskan sebagai pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan dasar Wajib Pajak beserta
keluarga, dalam satu tahun. Maka tidak termasuk dalam PPh Pasal 21.
Berdasarkan PMK No. 101/PMK. 010/2016, Wajib Pajak tidak akan dikenakan pajak penghasilan
apabila penghasilan Wajib Pajak sama dengan atau tidak lebih dari Rp54.000.000,-. Objek
Penghasilan Tidak Kena Pajak dipaparkan sebagai berikut.
Berdasarkan Pasal 17 Ayat 1 UU PPh, perhitungan tarif pajak pribadi menggunakan tarif progresif
sebagai berikut:
1. Penghasilan sampai dengan Rp50.000.000 per tahun dikenakan tarif pajak sebesar 5%.
2. Penghasilan Rp50.000.000,- sampai dengan Rp250.000.000,- per tahun dikenakan tarif pajak
sebesar 15%.
3. Penghasilan Rp250.000.000,- sampai Rp500.000.000,- per tahun dikenakan tarif sebesar 25%.
4. Penghasilan di atas Rp500.000.000,- per tahun dikenakan tarif pajak sebesar 30%.
Sedangkan untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif sebesar 20% lebih tinggi
daripada Wajib Pajak yang telah memiliki NPWP.
1. Penghasilan Tetap
Satria adalah seorang karyawan swasta yang mulai bekerja di PT Harapan Kreasi pada bulan Januari
2019 dengan status menikah dan mempunyai dua orang anak. Gaji pokok Satria adalah sebesar
Rp10.000.000 per bulan dengan tambahan tunjangan pada bulan Januari 2018 dari perusahaan sebagai
berikut:
Selain itu, perusahaan juga mengikuti program BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan yang
menimbulkan iuran yang harus dibayarkan sebagai berikut:
Januari 2019
Pengurang:
Tania adalah seorang freelancer dengan status belum menikah dan sudah memiliki NPWP.
Penghasilannya adalah Rp2.000.000 per minggu. Maka akan diakumulasikan sebulan yaitu
Rp8.000.000. Perhitungan pajak Tania yang gajinya dibayarkan secara mingguan adalah sebagai
berikut:
Rp2.000.000 x 4 = Rp8.000.000,-.
PTKP setahun untuk Wajib Pajak Tidak Kawin adalah Rp54.000.000 = Rp91.200.000 –
Rp54.000.000,-.
Maka PPh Pasal 21 dalam satu bulan yang dikenakan pada penghasilan Tania adalah Rp38.750,-.
Rumah tinggal.
Bangunan usaha.
Gedung bertingkat.
Pusat perbelanjaan.
Pagar mewah.
Kolam renang.
Jalan tol.
Subjek PBB adalah orang pribadi dan badan yang secara nyata memiliki hal-hal berikut ini:
Kemudian, sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak dan
Retribusi Daerah, maka kewenangan dalam pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor
Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) telah diserahkan ke pemerintah kabupaten/kota.
Sedangkan, untuk PBB sektor Pertambangan, Perhutanan, dan Perkebunan (PBB P3) masih
di bawah wewenang pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Tarif pajak bumi dan bangunan yang berlaku sejak dahulu hingga saat ini masih sama, yakni
sebesar 0,5%.
NJOPTKP merupakan batas Nilai Jual Objek Pajak atas bumi dan bangunan yang tidak kena
pajak. Besarnya NJOPTKP di masing-masing wilayah memang berbeda-beda. Namun,
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 201/KMK.04/2000 ditetapkan, NJOPTKP
untuk setiap daerah di kabupaten/kota setinggi-tingginya senilai Rp12.000.000 dengan
memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) merupakan dasar penghitungan PBB. NJKP juga dikenal
sebagai assessment value atau nilai jual objek yang akan dimasukan dalam perhitungan pajak
terutang. Artinya, NJKP merupakan bagian dari NJOP.
Begini tahapannya:
Jadi, yang berkewajiban memungut, menyetor dan melaporkan PPN adalah para
Pedagang/Penjual. Namun, pihak yang berkewajiban membayar PPN adalah Konsumen
Akhir.
Yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau biasa disebut dengan Objek PPN adalah:
Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah
Pabean yang dilakukan oleh pengusaha
Impor Barang Kena Pajak
Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean
Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan Ekspor Jasa Kena Pajak
oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Kini Anda dapat menuntaskan pelaporan PPN Anda melalui OnlinePajak, aplikasi pajak
yang mempermudah dan menghemat waktu Anda secara signifikan.
Contoh PPN 1
PT. Gragas merupakan PKP (Pengusaha Kena Pajak ) yang menjual elektronik di Palembang. Selama Agustus 2016,
PT Gragas melakukan berbagai transaksi sebagai berikut:
1. Membeli sebuah mobil box untuk mengangkut barang dengan harga Rp550.000.000 dan harga tersebut
sudah termasuk PPN.
Dari transaksi-transaksi yang terjadi di atas, maka hitunglah PPN dari transaksi tersebut? Dan berapa total PPN yang
disetorkan?
Jawab:
PPN dan PPnBM setiap transaksi contoh PPN di atas adalah sebagai berikut.
Transaksi pertama:
Transaksi kedua:
Transaksi keempat:
Transaksi tambahan:
PPN keluaranya:
PPN masukannya:
Rp50.000.000
Jadi, total PPn yang perlu PT. Gragas setorkan atas transaksi yang dilakukan selama Agustus 2016 tersebut adalah
sebesar Rp271.800.000.
Contoh PPN 2
Toko Samson menjual kulkas sebanyak 20 kulkas dengan harga satuannya sebesar Rp6.000.000. Lalu, berapakah PPN
terutang toko Samson yang wajib disetorkan?
Jawab:
Jadi, PPN terutang yang wajib disetorkan Toko Samson adalah sebesar Rp12.000.000.
1. Tarif 10% untuk kendaraan bermotor kategori tertentu, alat rumah tangga, hunian mewah, alat pendingin,
televisi, minuman non-alkohol.
2. Tarif 20% untuk kendaraan bermotor kategori tertentu, peralatan olahraga impor, berbagai jenis permadani,
alat fotografi dan barang sanitary.
3. Tarif 25% untuk kendaraan bermotor berat dan berbahan bakar solar, misalnya minibus, combi, pick up.
4. Tarif 35% untuk minuman bebas alkohol, batu kristal, barang berbahan kulit impor, barang pecah belah, bus.
Nah, setelah mengetahui tarif PPN dan PPnBm di atas, selanjutnya mari kita mempelajari cara perhitungan
PPnBM. Salah satu rumus mudah untuk menghitung PPN adalah:
Contoh 1
Bapak Ahmad merupakan seorang pengusaha di bidang produksi film, pada suatu saat beliau membeli sebuah
mobil sport mewah dengan harga Rp900.000.000. Berdasarkan DPP, mobil tersebut terkena tarif PPnBM sebesar
40%. Lalu, berapakah nilai uang yang harus dibayarkan Bapak Ahmad untuk membawa masuk mobilnya ke
Indonesia?
Contoh 2
PT Irsyadin Jaya merupakan sebuah perusahaan yang memproduksi berbagai macam barang elektronik mewah seperti
AC dan lemari pendingin. Barang yang diproduksi di sini termasuk dalam kategori barang mewah dengan tarif
PPnBM sebesar 20%.
Pada bulan Desember tahun 2017, PT Irsyadin Jaya menjual lemari pendingin ke Toko Ahmad dengan sebanyak 30
unit dengan harga jual per barang sekitar Rp6.000.000. Lalu, berapakah nilai PPN dan PPnBm yang harus dipungut
dan dibayarkan PT Irsyadin Jaya ke pemerintah?
Artinya, total pajak yang harus dibayar PT Irsyadin Jaya adalah Rp10.800.000.
Bagaimana rumus dan contoh soal perhitungan PPnBM di atas? Mudah dipahami, bukan? Setelah memahami PPN
dan PPnBM, pembayaran dan pelaporan pajaknya jadi lebih mudah dipahami.
Penyesuaian selanjutnya adalah pada tarif dan batasan nilai dokumen yang dikenai
bea meterai. Tarif bea meterai dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 hanya
berlaku satu tarif yaitu Rp10.000,00 dan batasan nilai dokumen yang memuat jumlah
uang di atas Rp5.000.000,00. Kebijakan ini merupakan bentuk pemihakan
pemerintah, termasuk kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).