Anda di halaman 1dari 11

PAJAK :PPh, PBB, PPN,PPnBM, Bea Materai

Pengertian Lebih Lanjut PPh 21

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015, PPh 21 adalah pajak atas
penghasilan berupa gaji, upah honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya dengan nama dan
dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan
oleh orang pribadi sebagai subjek pajak dalam negeri.

Sebagai tambahan informasi, bahwa peraturan tentang tarif PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)
saat ini tidak berbeda dengan peraturan PTKP tahun 2016 silam. Sehingga perhitungan PPh 21 tahun
ini masih merujuk pada peraturan PTKP yang ditetapkan tahun 2016 tersebut.

Peserta Wajib Pajak PPh 21

Sebelum mengetahui tentang tarif pajak PPh Pasal 21, mari kita pahami dahulu siapa saja peserta
yang harus melakukan wajib pajak PPh Pasal 21 menurut Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No.
PER-32/PJ/2015 Pasal 3.

1. Pegawai;

2. Penerima uang pesangon, pensiun, atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari
tua, termasuk ahli warisnya juga merupakan peserta wajib pajak PPh

3. Wajib pajak PPh 21 kategori bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan pemberian jasa,

4. Wajib pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya
dalam suatu kegiatan

5.  Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada
perusahaan yang sama

6.  Mantan pegawai; dan/atau


7.  Wajib pajak PPh Pasal 21 kategori peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain:

Penghasilan Kena Pajak (PKP)

Menurut Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015 Penghasilan Kena Pajak adalah
pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dikenakan PKP sebesar Penghasilan Netto dikurangi
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terbaru. Sementara pegawai tidak tetap dikenakan PKP
sebesar Penghasilan Bruto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terbaru.

Sedangkan untuk pegawai yang termuat dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-
32/PJ/2015 Pasal 3 huruf c, dikenakan sebesar 50% atas PKP dari jumlah penghasilan bruto dikurangi
PTKP dalam satu bulan.

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan pendapatan yang tidak dikenai Pajak Penghasilan
seperti yang termuat dalam PPh Pasal 21. Menurut Direktorat Jenderal Pajak, Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP) dijelaskan sebagai pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan dasar Wajib Pajak beserta
keluarga, dalam satu tahun. Maka tidak termasuk dalam PPh Pasal 21.

Berdasarkan PMK No. 101/PMK. 010/2016, Wajib Pajak tidak akan dikenakan pajak penghasilan
apabila penghasilan Wajib Pajak sama dengan atau tidak lebih dari Rp54.000.000,-. Objek
Penghasilan Tidak Kena Pajak dipaparkan sebagai berikut.

1. Rp54.000.000,- untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi.


2. Rp4.500.000,- tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin.
3. Rp54.000.000,- untuk istri yang memiliki jumlah penghasilan tersebut telah digabung dengan
penghasilan suami.
4. Rp4. 500.000,- tambahan untuk setiap anggota keluarga kandung serta keluarga dalam garis
keturunan serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk
setiap keluarga.

Tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21

Berdasarkan Pasal 17 Ayat 1 UU PPh, perhitungan tarif pajak pribadi menggunakan tarif progresif
sebagai berikut:

1. Penghasilan sampai dengan Rp50.000.000 per tahun dikenakan tarif pajak sebesar 5%.
2. Penghasilan Rp50.000.000,- sampai dengan Rp250.000.000,- per tahun dikenakan tarif pajak
sebesar 15%.
3. Penghasilan Rp250.000.000,- sampai Rp500.000.000,- per tahun dikenakan tarif sebesar 25%.
4. Penghasilan di atas Rp500.000.000,- per tahun dikenakan tarif pajak sebesar 30%.
Sedangkan untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif sebesar 20% lebih tinggi
daripada Wajib Pajak yang telah memiliki NPWP.

Contoh Perhitungan PPh 21

1. Penghasilan Tetap

Satria adalah seorang karyawan swasta yang mulai bekerja di PT Harapan Kreasi pada bulan Januari
2019 dengan status menikah dan mempunyai dua orang anak. Gaji pokok Satria adalah sebesar
Rp10.000.000 per bulan dengan tambahan tunjangan pada bulan Januari 2018 dari perusahaan sebagai
berikut:

1. Tunjangan Lembur = Rp1.000.000


2. Tunjangan Komunikasi = Rp300.000
3. Tunjangan Transport Rp500.000

Selain itu, perusahaan juga mengikuti program BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan yang
menimbulkan iuran yang harus dibayarkan sebagai berikut:

1. Jaminan Kesehatan oleh Perusahaan 4% dan oleh Karyawan 1%


2. Jaminan Kecelakaan Kerja oleh Perusahaan 0,24%
3. Jaminan Kematian oleh Perusahaan 0,3%
4. Jaminan Hari Tua oleh Perusahaan 3,7% dan oleh Karyawan 2%
5. Jaminan Pensiun oleh Perusahaan 2% dan oleh Karyawan 1%

Maka perhitungan PPh Pasal 21 sebagai berikut:

Januari 2019

1. Gaji Pokok = Rp10.000.000


2. Tunjangan Lembur = Rp1.000.000
3. Tunjangan Komunikasi  = Rp300.000
4. Tunjangan Transport = Rp500.000

Penghasilan dari Pemberi Kerja per Bulan  = Rp11.800.000

Jaminan yang dibayar oleh pemberi kerja:

1. Jaminan Kesehatan (4%) = Rp320.000


2. Jaminan Kecelakaan Kerja (0,24%) = Rp24.000
3. Jaminan Kematian (0,3%) = Rp30.000
4. Penghasilan Bruto per Bulan = Rp12.174.000

Pengurang:

1. Biaya Jabatan (5% x Ph. Bruto)  = Rp500.000


2. Jaminan Hari Tua o/ Karyawan (2%) = Rp200.000
3. Jaminan Pensiun o/ Karyawan (1%) = Rp77.035

 Penghasilan Netto per Bulan = Rp11.396.965


Penghasilan Netto per Tahun = Rp136.763.580
Ph. Tidak Kena Pajak (PTKP) K/2 = Rp67.500.000
Ph. Kena Pajak (PKP) =  Rp69.263.000
 Ph. Kena Pajak (PKP) - pembulatan ke ribuan terdekat
PPh 21 Terutang setahun (12 bulan) = Rp5.389.450
PPh 21 Terutang Januari 2018 =  Rp449.120,83
 
Berarti  PPh 21 yang harus dipotong oleh PT Harapan Kreasi pada bulan Januari 2018 adalah
sebesar Rp449.120,83.

2. Penghasilan Tidak Tetap

Tania adalah seorang freelancer dengan status belum menikah dan sudah memiliki NPWP.
Penghasilannya adalah Rp2.000.000 per minggu. Maka akan diakumulasikan sebulan yaitu
Rp8.000.000. Perhitungan pajak Tania yang gajinya dibayarkan secara mingguan adalah sebagai
berikut:

Rp2.000.000 x 4 = Rp8.000.000,-.

Penghasilan bruto = Rp8.000.000,-.

Biaya Jabatan = 5% x Rp8.000.000 =  Rp400.000,-.

Penghasilan neto sebulan = Rp7.600.000,-.

Penghasilan neto setahun = 12 x Rp7.600.000 =  Rp91.200.000,-.

PTKP setahun untuk Wajib Pajak Tidak Kawin adalah Rp54.000.000 = Rp91.200.000 –
Rp54.000.000,-.

Penghasilan Kena Pajak setahun = Rp37.200.000,-.

PPh Pasal 21 terutang 5% x Rp37.200.000 =  Rp1.860.000,-.

Maka PPh Pasal 21 dalam satu bulan yang dikenakan pada penghasilan Tania adalah  Rp38.750,-.

Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB )


Pajak Bumi dan Bangunan adalah pungutan atas tanah dan bangunan yang muncul karena
adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi bagi seseorang atau badan yang
memiliki suatu hak atasnya, atau memperoleh manfaat dari padanya.

Contoh objek bumi:


 Sawah.
 Ladang.
 Kebun.
 Tanah.
 Pekarangan.
 Tambang.
Contoh objek bangunan:

 Rumah tinggal.
 Bangunan usaha.
 Gedung bertingkat.
 Pusat perbelanjaan.
 Pagar mewah.
 Kolam renang.
 Jalan tol.

Subjek Pajak Bumi dan Bangunan

Subjek PBB adalah orang pribadi dan badan yang secara nyata memiliki hal-hal berikut ini:

 Mempunyai hak atas bumi.


 Memperoleh manfaat atas bumi.
 Memiliki bangunan.
 Menguasai bangunan.
 Memperoleh manfaat atas bangunan.

Tidak Termasuk Objek Pajak Bumi dan Bangunan


Ternyata, tidak semua objek bumi bangunan bisa dikenakan PBB. Terdapat juga objek pajak
yang tidak dapat dikenakan PBB. Namun, objek pajak tersebut harus memiliki kriteria
tertentu yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi
dan Bangunan. Berikut ini daftar kriteria tersebut:

 Objek pajak tersebut digunakan semata-mata untuk kepentingan umum dibidang


ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
 Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan hal
tersebut.
 Objek pajak  merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, tanah penggemkbalaan yang dikuasai suatu desa, dan tanah negara yang
belum dibebani suatu hak.
 Objek pajak digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsultan berdasarkan asas
perlakuan timbal balik.
 Objek pajak digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh menteri keuangan.

Undang-Undang yang Mengatur Pajak Bumi dan Bangunan


Pungutan atas PBB didasarkan pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

Kemudian, sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak dan
Retribusi Daerah, maka kewenangan dalam pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor
Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) telah diserahkan ke pemerintah kabupaten/kota.

Sedangkan, untuk PBB sektor Pertambangan, Perhutanan, dan Perkebunan (PBB P3) masih
di bawah wewenang pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Tarif Pajak Bumi dan Bangunan

Tarif pajak bumi dan bangunan yang berlaku sejak dahulu hingga saat ini masih sama, yakni
sebesar 0,5%.

Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak

NJOPTKP merupakan batas Nilai Jual Objek Pajak atas bumi dan bangunan yang tidak kena
pajak. Besarnya NJOPTKP di masing-masing wilayah memang berbeda-beda. Namun,
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 201/KMK.04/2000 ditetapkan, NJOPTKP
untuk setiap daerah di kabupaten/kota setinggi-tingginya senilai Rp12.000.000 dengan
memperhatikan ketentuan sebagai berikut:

1. Setiap wajib pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak 1 kali dalam 1


Tahun Pajak.
2. Jika wajib pajak memiliki lebih dari 1 objek pajak, maka yang bisa atau mendapat
pengurangan NJOPTKP hanya 1 objek pajak yang nilainya paling besar dan tidak bisa
digabungkan dengan objek pajak lainnya yang wajib pajak miliki.

Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)

Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) merupakan dasar penghitungan PBB. NJKP juga dikenal
sebagai assessment value atau nilai jual objek yang akan dimasukan dalam perhitungan pajak
terutang. Artinya, NJKP merupakan bagian dari NJOP.

Dalam KMK Nomor 201/KMK.04/2000, terdapat ketentuan persentase NJKP sudah


ditetapkan oleh pemerintah. Berikut ini rinciannya:

 Objek pajak perkebunan sebesar 40%.


 Objek pajak pertambangan sebesar 40%.
 Objek pajak kehutanan sebesar 40%
 Objek pajak lainnya seperti Pedesaan dan Perkotaan dilihat dari nilai NJOP-nya, yakni:

Jika NJOP-nya > Rp1.000.000.000,00, persentase NJKP sebesar 40%.


Sedangkan, jika NJOP-nya < Rp1.000.000.000,00, persentase NJKP sebesar 20%.
CONTOH PERHITUNGAN PBB
Pak Amin memiliki rumah seluas 50 meter persegi yang berdiri di atas sebidang
tanah seluas 100 meter persegi. Diketahui harga bangunan tersebut adalah
Rp500.000, sedangkan harga tanah tersebut adalah Rp1.000.000. Jadi berapakah
PBB yang harus dibayarkan oleh Pak Amin?

Begini tahapannya:

1. Hitung terlebih dahulu nilai bangunan dan tanahnya:

Bangunan= 50 x Rp500.000 = Rp25.000.000


Tanah= 100 x Rp 1.000.000 = Rp100.000.000

2. Hitung NJOP-nya dengan menjumlahkan nilai bangunan dan tanah:

Nilai Bangunan: Rp25.000.000


Nilai Tanah:   Rp100.000.000
--------------------------------------- +
          Rp 125.000.000

3. Setelah diketahui NJOP-nya, kita bisa langsung menghitung PBB-nya:

NJKP= 20% x Rp125.000.000 = Rp25.000.000


PBB= 0,5% x Rp 25.000.000 = Rp125.000

Demikian cara menghitung PBB, bagaimana? Mudah bukan? Kalian bisa mencoba


mempraktikkannya di rumah.

Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


Apa itu PPN? Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah pungutan yang dibebankan atas
transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau wajib pajak
badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Jadi, yang berkewajiban memungut, menyetor dan melaporkan PPN adalah para
Pedagang/Penjual. Namun, pihak yang berkewajiban membayar PPN adalah Konsumen
Akhir.

Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai)

Yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau biasa disebut dengan Objek PPN adalah:

 Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah
Pabean yang dilakukan oleh pengusaha
 Impor Barang Kena Pajak
 Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean
 Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
 Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan Ekspor Jasa Kena Pajak
oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Kini Anda dapat menuntaskan pelaporan PPN Anda melalui OnlinePajak, aplikasi pajak
yang mempermudah dan menghemat waktu Anda secara signifikan.

Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai)

Tarif PPN menurut ketentuan Undang-Undang No.42 tahun 2009 pasal 7 :

1. Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah 10% (sepuluh persen).


2. Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:
o Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud
o Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
o Ekspor Jasa Kena Pajak
3. Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berubah menjadi paling rendah
5% (lima persen) dan paling tinggi sebesar 15% (lima belas persen) sebagaimana
diatur oleh Peraturan Pemerintah.

Contoh Soal (contoh kasus) PPN dan Cara Menghitungnya

Contoh PPN 1
PT. Gragas merupakan PKP (Pengusaha Kena Pajak ) yang menjual elektronik di Palembang. Selama Agustus 2016,
PT Gragas melakukan berbagai transaksi sebagai berikut:

1. Penjualan secara langsung kepada konsumen sebesar Rp1.600.000.000.


2. Penyerahan BKP, yakni barang elektronik kepada Pemerintah Kota Palembang sebesar Rp660.000.000.
Harga tersebut sudah termasuk PPN.
3. PT. Gragas juga membangun sebuah gudang elektronik seluar 500m2 di kawasan pergudangan sendiri
dengan biaya sebesar Rp550.000.000.
4. Menyumbang ke sebuah yayasan panti jompo 1 buah televisi dengan harga Rp2.000.000 termasuk
keuntungan Rp200.000.
Selain transaksi di atas, terdapat tambahan transaksi selama bulan Agustus sebagai berikut:

1. Membeli sebuah mobil box untuk mengangkut barang dengan harga Rp550.000.000 dan harga tersebut
sudah termasuk PPN.
Dari transaksi-transaksi yang terjadi di atas, maka hitunglah PPN dari transaksi tersebut? Dan berapa total PPN yang
disetorkan?

Jawab:

PPN dan PPnBM setiap transaksi contoh PPN di atas adalah sebagai berikut. 

Transaksi pertama:

PPN = 10% x Rp1.600.000.000 = Rp160.000.000 (pajak keluaran/penjualan)

Transaksi kedua:

DPP = 100/110 x Rp660.000.000 = Rp600.000.000

PPN = 10% x Rp600.000.000 = Rp60.000.000 (pajak keluaran/penjualan)


Transaksi ketiga:

DPP = 20% x Rp550.000.000 = Rp110.000.000

PPN = 10% x Rp110.000.000 = Rp100.000.000 (pajak keluaran)

Transaksi keempat:

DPP = Rp2.000.000 – Rp200.000 = Rp1.800.000 (pajak keluaran)

Transaksi tambahan:

DPP = 100/110 x Rp550.000.000 = Rp500.000.000

PPN = 10% x Rp500.000.000 = Rp50.000.000 (pajak masukan)

Total PPN yang harus disetorkan:

PPN keluaranya:

Transaksi pertama + transaksi kedua + transaksi ketiga + transaksi keempat

Rp160.000.000 + Rp60.000.000 + Rp100.000.000 + Rp1.800.000 = Rp321.800.000

PPN masukannya:

Rp50.000.000

Cara menghitung PPN yang harus disetorkan: Pajak keluaran – pajak masukan

Rp321.800.000 – Rp50.000.000 = Rp271.800.000

Jadi, total PPn yang perlu PT. Gragas setorkan atas transaksi yang dilakukan selama Agustus 2016 tersebut adalah
sebesar Rp271.800.000.

Contoh PPN 2
Toko Samson menjual kulkas sebanyak 20 kulkas dengan harga satuannya sebesar Rp6.000.000. Lalu, berapakah PPN
terutang toko Samson yang wajib disetorkan?

Jawab:

Total DPP atas penjualan 20 kulkas: 20 x Rp6.000.000 = Rp120.000.000

PPN = 10% x Rp120.000.000 = Rp12.000.000

Jadi, PPN terutang yang wajib disetorkan Toko Samson adalah sebesar Rp12.000.000.

Pengertian Pajak Penjualan Atas Barang Mewah


( PPnBM )
Berdasarkan undang-undang yang berlaku di Indonesia, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) merupakan
pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk
menghasilkan atau mengimpor barang tersebut dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah


Barang-barang yang tergolong mewah dan harus dikenai PPnBM ialah:

 Barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok


 Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
 Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi
 Barang yang dikonsumsi hanya untuk menunjukkan status atau kelas sosial

Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah


Menurut Pasal 8 Undang-Undang No. 42 Tahun 2009, tarif pajak penjualan atas barang mewah ditetapkan paling
rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi sebesar 200% (dua ratus persen). Jika pengusaha melakukan ekspor
Barang Kena Pajak yang tergolong mewah maka akan dikenai pajak dengan tarif sebesar 0% (nol persen).

Rumus Perhitungan PPnBM dan PPN di Indonesia


Untuk melakukan perhitungan PPnBM, sebelumnya kita harus mengetahui terlebih dahulu tentang tarif PPN dan
PPnBM di Indonesia. Tarif PPN saat ini sebesar 10% yang meliputi:

 Ekspor BKP berwujud.


 Ekspor BKP tidak berwujud.
 Ekspor JKP.
Sedangkan untuk PPnBM, tarifnya diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori yaitu:

1. Tarif 10% untuk kendaraan bermotor kategori tertentu, alat rumah tangga, hunian mewah, alat pendingin,
televisi, minuman non-alkohol.
2. Tarif 20% untuk kendaraan bermotor kategori tertentu, peralatan olahraga impor, berbagai jenis permadani,
alat fotografi dan barang sanitary.
3. Tarif 25% untuk kendaraan bermotor berat dan berbahan bakar solar, misalnya minibus, combi, pick up.
4. Tarif 35% untuk minuman bebas alkohol, batu kristal, barang berbahan kulit impor, barang pecah belah, bus.
Nah, setelah mengetahui tarif PPN dan PPnBm di atas, selanjutnya mari kita mempelajari cara perhitungan
PPnBM. Salah satu rumus mudah untuk menghitung PPN adalah:

PPN = Tarif PPN x (Harga Barang – PPnBM)


Untuk memudahkan pemahaman wajib pajak mengenai jenis pajak satu ini, mari kita lihat beberapa contoh soal di
bawah ini:

Contoh 1

Bapak Ahmad merupakan seorang pengusaha di bidang produksi film, pada suatu saat beliau membeli sebuah
mobil sport mewah dengan harga Rp900.000.000. Berdasarkan DPP, mobil tersebut terkena tarif PPnBM sebesar
40%. Lalu, berapakah nilai uang yang harus dibayarkan Bapak Ahmad untuk membawa masuk mobilnya ke
Indonesia?

PPN = Tarif PPN x (Harga Barang – PPnBM)


PPN = 10% x (Rp900.000.000 – (Rp900.000.000 x 40%))
PPN = 10% x (Rp900.000.000 – 360.000.000)
PPN = 10% x Rp540.000.000 =Rp54.000.0000
Berarti total harga mobil yang harus dibayarkan Bapak Ahmad adalah:

Harga Mobil + PPN + PPnBM = Rp1.314.000.000

Contoh 2

PT Irsyadin Jaya merupakan sebuah perusahaan yang memproduksi berbagai macam barang elektronik mewah seperti
AC dan lemari pendingin. Barang yang diproduksi di sini termasuk dalam kategori barang mewah dengan tarif
PPnBM sebesar 20%.

Pada bulan Desember tahun 2017, PT Irsyadin Jaya menjual lemari pendingin ke Toko Ahmad dengan sebanyak 30
unit dengan harga jual per barang sekitar Rp6.000.000. Lalu, berapakah nilai PPN dan PPnBm yang harus dipungut
dan dibayarkan PT Irsyadin Jaya ke pemerintah?

PPN = Tarif PPN x (harga barang – PPNBM)


PPN = 10% x ((30 x Rp6.000.000) – (harga barang total x 40%))
PPN = 10 % x (Rp180.000.000 – (Rp180.000.000 x 40%))
PPN = 10% x 108.000.000 = Rp10.800.000

Artinya, total pajak yang harus dibayar PT Irsyadin Jaya adalah Rp10.800.000.

Bagaimana rumus dan contoh soal perhitungan PPnBM di atas? Mudah dipahami, bukan? Setelah memahami PPN
dan PPnBM, pembayaran dan pelaporan pajaknya jadi lebih mudah dipahami.

Mulai 2021, Pemerintah Tetapkan Tarif Bea Meterai


Rp10 Ribu
Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyelenggarakan
sosialisasi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai melalui
media telekonferensi di Kantor Pusat Direktorat jenderal Pajak, Jakarta (Selasa,
10/11). 

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga


Saksama dalam sambutannya mengatakan bahwa salah satu pengaturan yang baru
dalam regulasi bea meterai adalah skema penunjukan pemungut bea meterai dan
penerbitan bea meterai elektronik. Menurutnya, aturan terkait tata cara kedua aspek
tersebut diperlukan sebagai bentuk kepastian hukum.

Penyesuaian selanjutnya adalah pada tarif dan batasan nilai dokumen yang dikenai
bea meterai. Tarif bea meterai dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 hanya
berlaku satu tarif yaitu Rp10.000,00 dan batasan nilai dokumen yang memuat jumlah
uang di atas Rp5.000.000,00. Kebijakan ini merupakan bentuk pemihakan
pemerintah, termasuk kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Anda mungkin juga menyukai