OLEH :
UNIVERSITAS UDAYANA
1
PTKP 2018 Dan Pasal 24
PTKP 2018
Berdasarkan aturan PTKP 2018, pendapatan sampai batas Rp4.500.000 per bulan
dibebaskan dari Pajak Penghasilan (PPh).
Meski begitu, wajib pajak tetap harus melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT)
PPh. Ketentuan ini berlaku hingga wajib pajak memperoleh status Non-Efektif (NE) dari
Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan jumlah pendapatan wajib pajak
pribadi yang dibebaskan dari PPh Pasal 21. Pembebasan tersebut didasarkan pada ambang batas
tarif PTKP. Jika penghasilan tahunan melebihi ambang batas, wajib pajak harus membayar PPh.
Penetapan tarif PTKP 2018 didasarkan pada PMK No. 101/PMK.010/2016 yang dikeluarkan
oleh menteri keuangan. Sementara cara perhitungannya diuraikan secara detail melalui Peraturan
Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016.
Untuk penetapan penghasilan pegawai penerima upah mingguan, harian, atau berstatus tidak
tetap, diatur dalam PMK No. 102/PMK.010/2016.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016, berikut tarif PTKP yang
ditetapkan untuk tahun 2016.
2
PTKP istri yang pendapatannya digabung dengan suami sebanyak Rp54.000.000.
Tambahan maksimal 3 orang untuk tanggungan keluarga sedarah dalam satu garis
keturunan, semenda, atau anak angkat, sejumlah Rp4.500.000.
Keluarga sedarah yang dimaksud dalam ketentuan keempat, yakni orang tua kandung dan anak.
Sementara saudara kandung termasuk kategori keluarga sedarah dalam satu garis keturunan.
Untuk keluarga semenda, terdiri dari mertua, anak tiri, dan ipar.
Kesimpulannya, maksimal tiga orang dalam aturan keempat bisa dibebaskan dari pajak atau
berhak memperoleh PTKP. Biaya hidup anggota keluarga yang disebutkan menjadi tanggungan
wajib pajak seutuhnya apabila:
Sebagai acuan, berikut tabel PTKP 2018 yang disesuaikan dengan PMK No.101/PMK.010/2016.
Kesimpulannya, Raka harus membayar pajak sejumlah Rp145.000 setiap bulan. Pajak bisa
dibayarkan sendiri ke KPP atau dipotong langsung dari perusahaan.
Di tahun berikutnya, Raka menikah dan memiliki satu orang anak. Istri Raka tidak bekerja dan
berpenghasilan. Sementara pendapatan Raka mengalami kenaikan menjadi Rp8.800.000.
Berarti sekarang status Raka adalah K/1 (kawin: memiliki 1 tanggungan). Maka tarif PTKP Raka
menjadi Rp63.000.000 per tahun dengan simulasi perhitungan berikut ini.
4
Gaji bersih per bulan : Rp8.800.000–(Rp440.000 + Rp200.000) = Rp 8.160.000
Gaji bersih per tahun : Rp8.160.000 x 12 = Rp97.920.000
Jadi, setelah Raka menikah dan memiliki satu tanggungan, ia harus membayar pajak sebesar
Rp145.500 setiap bulan.
Itulah contoh penerapan tarif PTKP untuk menghitung PPh. Jika Anda ingin mendapatkan hasil
perhitungan PPh 21 dengan mudah, cepat dan praktis, gunakan aplikasi PPh Pasal 21 milik
OnlinePajak. Fitur ini akan selalu menyesuaikan perhitungan pajaknya dengan kebijakan terbaru.
Dapatkan aplikasinya gratis hanya dengan mendaftar.
Pada dasarnya PPh Pasal 24 mengatur tentang besarnya kredit pajak yang dapat diperhitungkan
atas pemotongan pajak/ pajak yang dibayar/ pajak yang terutang di luar negeri. Hal ini sesuai
dengan ayat 1 dan 2 Pasal 24 UU PPh :
1. Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang
berdasarkan Undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama.
5
2. Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar pajak penghasilan
yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang
terutang berdasarkan Undang-undang ini.
Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut :
1. Untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut
(accrual basis).
2. Untuk penghasilan berupa dividen, dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen
tersebut ( 650/KMK.04/1994 Jo SE - 22/PJ.4/1995 Jo SE - 35/PJ.4/1995
3. Untuk penghasilan lainnya, dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut
(cash basis).
Penghasilan yang boleh diperhitungkan/ dikreditkan tersebut antara lain penghasilan dari luar
negeri berupa :
a. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan
sekuritas lainnya;
b. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak;
c. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak;
d. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
e. Penghasilan BUT luar negeri;
f. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta
dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;
g. Keuntungan karena pengalihan harta tetap;
h. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap.
B. Batas maksimum kredit pajak luar negeri (KPLN) diambil yang terendah dari ketiga
unsur berikut:
1. Jumlah Pajak yang dibayar / terutang di luar negeri.
2. (Penghasilan Luar Negeri : Seluruh Penghasilan Kena Pajak) x PPh atas seluruh yang
dikenakan tariff pasal 17.
3. Jumlah PPh terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak, dalam hal penghasilan kena
pajaknya lebih kecil dari penghasilan luar negerinya.
Catatan:
6
1. Jika Pajak Penghasilan Luar Negeri yang diminta untuk dikreditkan itu ternyata dikembalikan
maka jumlah pajak yang terutang menurut undang-undang ini harus ditambah dengan jumlah
tersebut pada tahun pengembalian tersebut dilakukan.
2. Jika Penghasilan Luar Negeri berasal dari beberapa negara maka jumlah maksimum KPLN
dihitung untuk masing-masing negara.
3. Untuk kerugian yang diderita di luar negeri tidak diperhitungkan dalam menghitung
penghasilan kena pajak. Penghasilan dari Luar Negeri untuk tahun-tahun berikutnya dapat
dikompensasikan dengan kerugiaan tersebut.
4. Dalam hal pajak dibayarkan di luar negeri lebih besar dari kredit pajak yang diperkenankan
(PPh Pasal 24), maka kelebihan tersebut tidak dapat:
- Diminta Kembali.
- Di Kompensasikan.
- Sebagai Pengurang Penghasilan.
C. Cara mencari pajak penghasilan pasal 24 yang dapat dikreditkan di dalam negeri
1. Cari Penghasilan Kena Pajak (PKP)
PKP = PNDN(Penghasilan Netto Dalam Negeri) + PNLN (Penghasilan Netto Luar Negeri).
Catatan:
- Jika DN (Dalam Negeri) rugi diperhitungkan sebagai pengurang dalam menghitung PKP.
- Jika LN (Luar Negeri) rugi tidak diperhitungkan sebagai pengurang dalam menghitung PKP
(diabaikan).
2. Cari Pajak Penghasilan Terutang (PPh Terutang) Dari Penghasilan Kena Pajak (PKP).
3. Cari Pajak yang telah dibayar di Luar Negeri (%Pjk yang dikenakan di Luar Negeri x
Besarnya penghasilan di Luar Negeri).
4. Cari Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN):
KPLN = Penghasilan Luar Negeri x PPh terutang Penghasilan Kena Pajak.
5. Bandingkan antara Pajak yang telah dibayar di Luar Negeri (poin 3) dengan kredit Pajak Luar
Negeri (poin 4), lalu pilih yang terendah.
6. Jumlahkan poin 5 untuk mencari besarnya PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan.
Catatan : Jika PKP < PNLN dicari sampai langkah ke dua.
7
Contoh Kasus:
PT. Seventeen yang berlokasi di Jakarta, selama tahun 2009 memperoleh penghasilan baik dari
usahanya dari dalam negeri ataupun beberapa cabangnya yang berada di luar negeri. Penghasilan
Netto dari dalam negeri Rp 150.000.000.000 sedangkan usahanya di luar negeri, seperti Jepang
memperoleh penghasilan Rp 300.000.000 dan di Korea memperoleh penghasilan Rp
400.000.000 sedangkan di China mengalami rugi Rp 100.000.000. Pajak yang telah dibayar
diluar negeri sebesar 25% untuk Jepang, 30% untuk Korea dan 20% untuk China. Berapa PPh
Pasal 24 yang diperkenankan untuk dikreditkan dengan pajak penghasilan yang harus dibayar di
dalam negeri?
2. Mencari Pajak Penghasilan Terutang dari jumlah PKP Sebesar Rp 850.000.000:
28% x Rp 850.000.000 = Rp 238.000.000
3. Mencari Pajak Yang Telah Dibayar Atas Penghasilan Di Luar Negeri:
- Jepang : 25% x 300.000.000 = Rp 75.000.000
- Korea : 30% x 400.000.000 = Rp 120.000.000
5. PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan di Indonesia atas penghasilan di Jepang sebesar:
Rp 75.000.000 (Pilih yang terendah)
PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan di Indonesia atas penghasilan di Korea sebesar:
8
Rp 112.000.000 (Pilih yang terendah)
Contoh Kasus :
Penghitungan PPh Pasal 24 kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut :
a. l = Rp. 100.000.000,00
a
b
a
d
i
n
e
g
a
r
a
b. l = Rp. 750.000.000,00
a
b
a
9
d
i
n
e
g
a
r
a
c. J = Rp. 850.000.000,00
u
m
l
a
h
p
e
n
g
h
a
s
i
l
a
n
l
u
10
a
r
n
e
g
e
r
i
a. Untuk negara X =
11
b. Untuk negara Y =
Rp. 750.000.000,00 X Rp. 156.250.000,00 =
Rp.1.250.000.000,00 Rp.93.750.000
12
kepadanya dikenakan bunga sebesar 2% sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung
sejak saat penyampaian SPT terakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena pembetulan
SPT tersebut.
2. Apabila karena pembetulan SPT tersebut, menyebabkan penghasilan dan pajak atas
penghasilan yang terutang di luar negeri menjadi lebih kecil daripada yang dilaporkan dalam
SPT tahunan, sehingga pajak di luar negeri lebih di bayar, yang akan mengakibatkan pajak
penghasilan yang terutang di Indonesia menjadi lebih kecil, sehingga pajak penghasilan menjadi
lebih dibayar. Atas kelebihan bayar pajak tersebut dapat dikembalikan kepada wajib pajak
setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.
Hal yang paling mendasar PPh Pasal 24 ini adalah adanya batas maksimum yang boleh
dikreditkan seperti yang tercantum dalam ayat 2 Pasal 24 UU PPH seperti tersebut di atas.
1. Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung Penghasilan
Kena Pajak di Indonesia.
2. Mekanisme Pengkreditan PPh yang Dibayar di Luar Negeri (164/KMK.03/2002)
3. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dapat dikreditkan dengan Pajak
Penghasilan yang terutang di Indonesia.
4. Pengkreditan PPh yang dibayar di Luar Negeri (PPh Pasal 24) dilakukan dalam tahun pajak
digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia.
5. Jumlah PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan maksimum sebesar jumlah yang lebih rendah di
antara PPh yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dan jumlah yang dihitung menurut
perbandingan antara penghasilan dari luar negeri dan seluruh Penghasilan Kena Pajak, atau
maksimum sebesar PPh yang terutang atas seluruh Penghasilan Kena Pajak dalam hal di dalam
negeri mengalami kerugian (Penghasilan dari LN lebih besar dari jumlah Penghasilan Kena
Pajak).
6. Apabila penghasilan dari luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan PPh
Pasal 24 dilakukan untuk masing-masing negara.
7. Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang dikenakan PPh Final (Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2000) dan/atau penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri (Pasal 8 ayat (1
dan 4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000) tidak dapat digabungkan dengan penghasilan
lainnya, baik yang diperoleh dari Dalam Negeri maupun dari Luar Negeri.
13
8. Dalam hal jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi PPh Pasal 24 yang
dapat dikreditkan, kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan di tahun berikutnya, tidak boleh
dibebankan sebagai biaya, dan tidak dapat direstitusi.
9. Untuk melaksanakan prengkreditan PPh Luar Negeri, wajib pajak wajib menyampaikan
permohonan ke KPP bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh, dilampiri dengan ;
- Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri.
- Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri.
- Dokumen pembayaran PPh di luar negeri.
Atas permohonan wajib pajak, Kepala KPP dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian
lampiran-lampiran di atas, karena alasan-alasan di luar kekuasaan wajib pajak.
10. Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, wajib pajak
harus melakukan pembetulan SPT Tahunan yang bersangkutan dengan melampirkan dokumen-
dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut.
11. Apabila karena pembetulan SPT tersebut menyebabkan PPh kurang dibayar, maka atas
kekurangan bayar tersebut tidak dikenakan sanksi bunga.
12. Apabila karena pembetulan SPT tersebut menyebabkan lebih bayar, maka atas kelebihan
tersebut dapat dikembalikan kepada wajib pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak
lainnya.
14