Anda di halaman 1dari 8

RMK PERPAJAKAN II

“PPh Pasal 24”

AJAR M. ALI

A031211142

PRODI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2023
A. Pengertian PPh Pasal 24
PPh Pasal 24 (Pajak Penghasilan Pasal 24) adalah salah satu jenis pelunasan PPh dalam
tahun berjalan yang merupakan pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas
penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh WP dalam negeri boleh
dikreditkan terhadap total pajak yang terutang berdasarkan Undang-Undang PPh dalam
tahun pajak yang sama. Menurut ketentuan perpajakan, Wajib Pajak Dalam Negeri terutang
pajak atas penghasilan kena pajak yang berasal dari penghasilan yang diterima atau
diperoleh baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri (World Wide Income).
Untuk menghindari pengenaan pajak berganda dan memberikan perlakuan perpajakan
yang sama antara penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia, maka atas pajak
yang dibayar atau yang terutang dari penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar
negeri dapat dikreditkan dengan pajak yang terutang dalam tahun pajak yang sama. Kredit
pajak luar negeri ini bertujuan untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi
karena pengenaan PPh atas penggabungan penghasilan dari Dalam Negeri dan Luar Negeri.
Prosedur Permohonan
Permohonan disampaikan kepada Dirjen Pajak Ketika penyerahan SPT PPh dengan
melampirkan:
a. Laporan keuangan dari penghasilan luar negeri
b. Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak (Tax Return) yang disampaikan di luar negeri
c. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri
Penggabungan Penghasilan
1. Penggabungan penghasilan dari usaha yang dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya
penghasilan tersebut (accrual basis).
2. Penggabungan penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak yang diterimanya
penghasilan tersebut (cash basis).
3. Penggabungan penghasilan berupa dividen (Pasal 18 Ayat 2 UU PPh) yang dilakukan
dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut ditetapkan sesuai dengan
Keputusan Menteri Keuangan.
B. Pemotong PPh Pasal 24
Pihak atau subjek yang memotong pajak penghasilan jenis PPh Pasal 24 adalah wajib
pajak badan maupun orang pribadi pemberi penghasilan atau dari pengalihan harta/aset di
luar negeri.
C. Subjek dan Objek Pajak
Diatur dalam Pasal 24 ayat 3 UU PPh:
1. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham
dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau
sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan.
2. Penghasilan berupa bunga, royalti dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta
bergerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti atau
sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada.
3. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah
negara tempat harta tersebut terletak.
4. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah
negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat
kedudukan atau berada.
5. Penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
6. Penghasilan dan pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut
serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah
negara tempat lokasi penambangan berada.
7. Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap itu berada.
8. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha
tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap itu berada.
D. Tarif PPh Pasal 24
Wajib Pajak dalam negeri yang terutang pajak atas penghasilan kena pajak yang berasal
dari seluruh penghasilan termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar
negeri, maka seluruh penghasilan di dalam negeri maupun dari luar negeri tersebut harus
digabungkan.
Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut :
1. Penggabungan penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya
penghasilan tersebut (accrual basis).
2. Untuk penghasilan lainnya, dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan
tersebut (cash basis).
3. Penggabungan penghasilan berupa dividen yang diperoleh wajib pajak dalam negeri
dari penyertaan modal sekurang-kurangnya 50% dari jumlah saham disetor atau secara
bersama-sama denga wajib pajak dalam negeri lainnya sekurang-kurangnya 50% dari
jumlah saham disetor pada badan usaha di luar negeri yang sahamya tidak
diperdagangkan di bursa efek, dilakukan dalam tahun pajak di mana dividen tersebut
diperoleh. Penjelasan lebih lanjut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan
No.256/PMK.03/2008.
4. Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung
Penghasilan Kena Pajak di Indonesia.
Batas maksimum kredit pajak
Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah di antara 3 unsur/perhitungan
berikut ini:
1. Jumlah pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri.
2. (Penghasilan Luar Negeri: Seluruh Penghasilan Kena Pajak) × PPh atas seluruh yang
dikenakan tarif pasal 17.
3. Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak (dalam hal
penghasilan kena pajak adalah lebih kecil daripada penghasilan luar negeri).
Contoh:
PT Anugerah Sejahtera memperoleh penghasilan netto dalam tahun pajak 2014 sebagai
berikut:
Penghasilan dari luar negeri Rp5.000.000.000 dengan tarif pajak sebesar 35%.
Penghasilan usaha di Indonesia Rp3.000.000.000
Maka jumlah penghasilan nettonya adalah: Rp5.000.000.000 + Rp3.000.000.000 =
Rp8.000.000.000
Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/perhitungan berikut:
1. PPh terutang atau dibayar di luar negeri adalah 35% × Rp5.000.000.000 =
Rp1.750.000.000
2. (Rp5.000.000.000 ÷ Rp8.000.000.000) × Rp2.000.000.000 = Rp1.250.000.000
3. PPh terutang (menurut tarif pasal 17) = Rp8.000.000.000 × 25% = Rp2.000.000.000
Dengan demikian kredit pajak diambil diperkenankan adalah pada poin 2 sebesar
Rp1.250.000.000
E. Menghitung Pajak Terutang PPh Pasal 24
Berikut sedikit ilustrasi penghitungan PPh Pasal 24:
Katakanlah PT Fantech tahun 2019 memperoleh pendapatan neto di dalam negeri sebesar
Rp25.000.000.000 dan dari luar negeri sebesar Rp10.000.000.000. Asumsi pajak di luar
negeri sebesar 20%. Total penghasilan yang tercatat adalah sebesar Rp35.000.000.000
(Penghasilan dalam negeri + penghasilan luar negeri)
Total PPh Terutang:
25% × Rp 35.000.000.000 = Rp 8.750.000.000
PPh Maksimum yang dapat dikreditkan:
(Penghasilan Luar Negeri/Total Penghasilan) ×Total PPh Terutang
(Rp 10.000.000.000/Rp 35.000.000.000) × Rp 8.750.000.000=Rp 2.500.000.000
Jadi, PPh terutang yang sudah dibayarkan di luar negeri adalah sebesar Rp 2.500.000.000.
Perhitungan kredit pajak luar negeri
Besarnya kredit pajak adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di
luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan
Undang-undang ini. Untuk memberikan perlakuan pemajakan yang sama antara
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri dengan penghasilan yang diterima
atau diperoleh di Indonesia, maka besarnya pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri
dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia tetapi tidak boleh melebihi
besarnya pajak yang dihitung berdasarkan Undang-undang ini.
Ketentuan kredit pajak luar negeri
Berikut ini ketentuan tentang jumlah kredit pajak luar negeri diperbolehkan:
1. Pajak atas penghasilan yang terutang atau dibayar di luar negeri yang dapat dikreditkan
terhadap total PPh terutang di Indonesia hanya pajak yang langsung dikenakan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari luar negeri tersebut. Pajak
atas penghasilan yang terutang di luar negeri adalah atas penghasilan yang diperoleh
dari usaha atau pekerjaan di luar negeri, sedangkan yang dimaksud dengan pajak
penghasilan yang diperoleh di luar negeri adalah atas penghasilan dari modal dan
penghasilan lainnya di luar negeri, seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan
sebagainya.
2. Besarnya kredit pajak yang diperbolehkan adalah setinggi-tingginya sama dengan
jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi
jumlah yang dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri dan
penghasilan Kena Pajak (PKP), atau setinggi-tingginya sama dengan pajak yang
terutang atas PKP jika PKP lebih kecil dari penghasilan luar negeri (menganut Metode
Pengkreditan Pajak Terbatas atau Ordinary credit Method).
Secara ringkas, besarnya kredit luar negeri diperbolehkan (PPh Pasal 24) adalah nilai
terendah di antara tiga penghitungan berikut ini:
a. Total PPh terutang.
b. Penghasilan neto luar negeri Penghasilan kena pajak x Total PPh terutang.
c. PPh yang terutang dibayar di luar negeri.
3. Menghitung PPh Maksimum Dkreditkan di Negara A sesuai Perbandingan Penghasilan
Penghasilan luar negeri (Negara A)
× 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑃ℎ 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛
Penghasilan Kena Pajak
4. Menghitung PPh yang Dipotong atau Dibayar di Negara A
F. Kredit Pajak Luar Negeri (Lampiran Khusus 7A/7B dalam SPT Tahunan)
a. Diisi dengan rincian bukti pemotongan/pembayaran PPh yang terutang di luar negeri
dengan didukung laporan keuangan penghasilan dari luar negeri, fotokopi Surat
Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri, dan fotokopi dokumen
pembayaran pajak di luar negeri. Tata cara penghitungan agar mengacu pada Pasal 24
UU PPh jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164/KMK.03/2002 tanggal 19 April
2002.
b. Pengkreditan PPh yang terutang/dibayar di luar negeri terhadap PPh yang terutang di
Indonesia adalah mana yang lebih kecil antara jumlah yang sebenarnya atau jumlah
tertentu yang dihitung berdasarkan formula sebagai berikut:
Jumlah Penghasilan LN
× Total PPh terutang
Penghasilan kena pajak
c. Dalam hal penghasilan yang diterima/diperoleh di luar negeri berasal dari beberapa
negara, maka penghitungan kredit pajak berdasarkan formula tersebut dilakukan untuk
masing-masing negara (ordinary credit per country basis). Penghasilan kena pajak
dalam formula tersebut tidak termasuk Pajak yang bersifat final sebagaimana dimaksud
Pasal 4 ayat (2), Pasal 8 ayat (1) dan ayat (4) UU PPh.
G. Kasus
Perhitungan Kredit Pajak Luar Negeri (PPh Pasal 24)
PT Sinar Gemilang di Semarang memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2020 sebagai
berikut: Penghasilan dalam negeri Rp400.000.000 Penghasilan dari Vietnam (tarif pajak
20%) Rp200.000.000. Hitunglah PPh Pasal 24 atau kredit pajak luar negeri dari PT Sinar
Gemilang tahun 2020?
Jawab:
Perhitungan PPh Pasal 24 adalah sebagai berikut:
1. Menghitung total penghasilan kena pajak:
Penghasilan dalam negeri Rp 400.000.000
Penghasilan dari Vietnam Rp 200.000.000
Jumlah Penghasilan Neto Rp 600.000.000
2. Menghitung total PPh Terutang
Pajak terutang 25% x Rp 600.000.000 = Rp 150.000.000
3. Menghitung PPh maksimum yang dapat dikreditkan:
(Penghasilan luar negeri : total penghasilan) x total PPh terutang
(200.000.000 : 600.000.000) x 150.000.000 = 49.999.999 Rp 50.000.000
4. Menghitung PPh yang terutang atau dipotong di Luar Negeri:
20% x Rp 200.000.000 = Rp 40.000.000
Perhitungan PPh Pasal 24 Jika Terjadi Kerugian Usaha di Luar Negeri
PT Selaras Abadi pada tahun 2020 memperoleh penghasilan neto sebagai berikut:
Di Thailand memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp300.000.000 (tarif
pajak yang berlaku 40%). Di Jerman menderita kerugian sebesar Rp500.000.000 (tarif
pajak yang berlaku 25%). Di dalam negeri memperoleh laba usah sebesar Rp500.000.000
Hitunglah PPh Pasal 24 atau kredit pajak luar negeri dari PT Sinar Gemilang tahun 2020?
Jawab:
Penghitungan PPh Pasal 24 adalah sebagai berikut:
1. Menghitung total penghasilan kena pajak:
Penghasilan dalam negeri Rp 300.000.000
Penghasilan dari luar negeri Rp 500.000.000
Jumlah penghasilan neto Rp 800.000.000
2. Menghitung total PPh terutang:
Pajak terhutang 25% x Rp 800.000.000 = Rp 200.000.000
3. Menghitung PPh maksimum yang dapat dikreditkan:
(Penghasilan luar negeri : total penghasilan) x total PPh terutang
(300.000.000 : 800.000.000) x 200.000.000 = Rp 75.000.000
4. Menghitung PPh yang terutang atau dipotong di Luar Negeri:
40% x Rp 300.000.000 = Rp 120.000.000
DARTAR PUSTAKA
Abdul Halim, dkk. 2020. Perpajakan: Konsep, Aplikasi, Contoh, dan Studi Kasus,
Jakarta: Salemba Empat.
https:/universitas-pendidikan-indonesia/hukum-pajak-dan-perpajakan/pph-pasal-
24/44839518
https://news.ddtc.co.id/contoh-soal-perhitungan-pph-pasal-24-9192

Anda mungkin juga menyukai