Anda di halaman 1dari 8

RMK PERPAJAKAN II

“PPh Pasal 23/26 dan PPh Pasal 4 ayat (2)”

AJAR M. ALI

A031211142

PRODI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2023
Pajak Penghasilan Pasal 23

A. Pengertian PPh Pasal 23


Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan pajak penghasilan dalam tahun berjalan yang
dipotong atas penghasilan yang di terima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri dan
bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan
kegiatan selain yang telah dipotong PPh pasal 21 yang dibayarkan atau terutang oleh badan
pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap,
atau perwakilan perusahaan luar negeri yang lain.
Pemotong PPh 23
1. Badan Pemerintah, Wajib Pajak Badan Dalam Negeri, Penyelenggara Kegiatan. Bentuk
Usaha Tetap (BUT) atau Perwakilan Perusahaan Luar Negeri lainnya.
2. Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri tertentu yang ditunjuk sebagai pemotong.
PPh 23 oleh Direktur Jenderal Pajak melalui SE-08/PJ.4/1995, yaitu:
Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali PPAT
tersebut adalah Camat, Pengacara, dan Konsultan yang melakukan pekerjaan bebas. Orang
Pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan.
Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23
1. Wajib Pajak Badan Dalam Negeri (Orang pribadi dan Badan)
2. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
B. Dasar Perhitungan dan Tarif
Tarif dan Objek
1. 15% dari jumlah bruto atas:

a. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun , termasuk deviden dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi
b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang
c. Royalti
d. Hadiah penghargaan, bonus dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh pasal 21
ayat 1 huruf e Undang Undang PPh.
2. 2% dari jumlah bruto atas:
a. Sewa dan penghasilam lain sehubungan dengan penggunaan harta kecuali sewa
tanah dan/atau bangunan; dan
b. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, jasa lain selain jasa yang telah di potong PPh Pasal 21.
3. Untuk yang tidak memiliki NPWP besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi
100% dari tariff PPh Pasal 23.
Jumlah bruto sebagaimana dimaksud diatas:
a) Untuk jasa katering adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo
pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri
lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dan
b) Untuk jasa selain jasa katering adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan
dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh
tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri
lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:
1) Pembayaran gajl, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak
penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan
kontrak dengan pengguna jasa.
2) Pembayaran kepada penyedia jasa atas pengadaan/pembelian barang atau material
yang terkait dengan jasa yang diberikan.
3) Pembayaran kepada pihak ketiga yang dibayarkan melalui penyedia jasa, terkait
Jasa yang diberikan oleh penyedia jasa; dan/ atau
4) Pembayaran kepada penyedia jasa yang merupakan penggantian atas biaya yang
telah dibayarkan penyedia jasa kepada pihak ketiga dalam rangka pemberian jasa
bersangkutan.
Pengecualian pemungutan PPh Pasal 23 yaitu:
Beberapa jenis penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sesuai dengan
pasal23 Aayat (4) uu No 17 tahun 2000, yaitu:
a) Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank
b) Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak
opsi

c) Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP
dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
1) Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan
2) Bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMD, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah yang disetor
d) Dividen yang diterima orang pribadi sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 17 ayat
2c undang undang PPh
e) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan
kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif
f) SHU (sisa hasil usaha) koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya

g) Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang
berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan termasuk yang
menggunakan pembiayaan berbasis syariah.Badan usaha sebagaimana dimaksud di
atas terdiri atas;
1) perusahaan pembiayaan yang merupakan badan usaha diluar bank dan lembaga
keunagan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang
termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan dan telah memperoleh izin
usaha dari menteri keuangan.
2) Badan usaha milik Negara atau badan usaha milik daerah yang khusus didirikan
untuk memberikan sarana pembiayaan bagi usaha mikro, kecil, menengah,
koperasi, termasuk PT (Persero) permodalan nasional madani.
C. Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan
1. Pajak penghasilan pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannnya pembayaran atau
pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan.
2. Pajak penghasilan pasal 23 harus disetorkan oleh pemotong pajak selambat-lambatnya
tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak ke bank
persepsi atau Kantor Pos Indonesia.
3. Pemotong PPh Pasal 23 di wajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa
selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir dengan dilampiri:
b. Lembar ketiga SSP bukti setoran PPh pasal 23
c. Daftar bukti pemotongan PPh pasal 23
d. Lembar kedua bukti pemotongan PPh pasal 23
4. Pemotongan PPh Pasal 23 harus memberikan tanda bukti pemotong kepada orang
pribadi atau badan yang dibebani Pajak Penghasilan yang dipotong.
5. Pelaksanaan pemotong, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23 dilakukan secara
desentralisasi artinya dilakukan di tempat terjadinya pembayaran atau terutangnya
penghasilan yang merupakan Objek PPh Pasal 23, hal ini dimaksudkan untuk
mempermudah, pengawasan terhadap pelaksaan pemotongan PPh Pasal 23 tersebut.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 23 bertepatan
dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan
dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Bukti Pemotong
Pemotong Pajak harus memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada Wajib
Pajak Orang Pribadi atau badan yang telah dipotong PPh Pasal 23.
D. Perhitungan PPh Pasal 23
Perhitungan PPh 23 dilakukan dengan mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan
pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan yang ditetapkan. Proses perhitungan
tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut:
PPh 23 = Tarif Pajak x Penghasilan
Ada dua jenis tarif pajak yang dikenakan pada penghasilan yang menjadi objek PPh 23,
yaitu tarif 15% dan tarif 2%. Penetapan tarif ini dibedakan berdasarkan jenis penghasilan.
Kasus
Pada 10 Mei 2020, PT Dahlia mengumumkan akan membagikan dividen melalui Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS), dan melakukan pembayaran dividen tunai kepada PT
Melati sebesar Rp30.000.000 yang melakukan penyertaan modal sebesal 15%.
Jawab:
PPh Pasal 23 = 15% x Rp30.000.000 = Rp4.500.000
• Saat terutang = Akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Mei 2020
• Saat penyetoran = Paling lambat 10 juni 2020
• Saat pelaporan = Paling lambat 20 Juni 2020

Pajak Penghasilan Pasal 26


A. Pengertian PPh Pasal 26
Pajak Penghasilan Pasal 26 merupakan PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan
yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri selain
bentuk usaha tetap di Indonesia. Pemotong PPh Pasal 26 adalah:
a. Badan pemerintah
b. Subjek pajak badan dalam negri
c. Penyelenggaraan kegiatan
d. Badan usaha tetap (BUT)
e. Perwakilan Perusahaan luar negeri lainnya
B. Dasar Perhitungan dan Tarif
Tarif dan objek
1. 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima wajib pajak luar negeri berupa:
a. Dividen
b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengambilan
utang
c. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
e. Hadiah, penghargaan
f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
g. Premi swap dan transaksi lindung lainnya, dan/atau
h. keuntungan karena pembebasan utang
2. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa:
a. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia
b. Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui
pialang kepada prusahaan asuransi di luar negeri
3. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan atau pengalihan saham
perusahaan antara condult company atau special purpose company yang didirikan atau
bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak yang mempunyai
hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia atau BUT di Indonesia.
4. 20% (final) dari penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di
Indonesia kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
5. Tarif berdasarkan perjanjian penghindaran pajak berganda antara Indonesia dengan
negara pihak pada persetujuan.
C. Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan
1. Pajak penghasilan pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannnya pembayaran atau
pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan.
2. Pajak penghasilan pasal 26 harus disetorkan oleh pemotong pajak selambat-lambatnya
tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak ke bank
persepsi atau Kantor Pos Indonesia.
3. Pemotong PPh Pasal 26 di wajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa
selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir. Pemotongan PPh Pasal 26
harus memberikan tanda bukti pemotong kepada orang pribadi atau badan yang
dibebani Pajak Penghasilan yang dipotong.
4. Pelaksanaan pemotong, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 26 dilakukan secara
desentralisasi artinya dilakukan di tempat terjadinya pembayaran atau terutangnya
penghasilan yang merupakan Objek PPh Pasal 26, hal ini dimaksudkan untuk
mempermudah, pengawasan terhadap pelaksaan pemotongan PPh Pasal 26 tersebut.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 26 bertepatan
dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan
dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
D. Perhitungan PPh Pasal 26
Seorang atlet dari China yang ikut mengambil bagian dari perlombaan lari maraton di
Indonesia berhasil meraih juara dan memperoleh hadiah uang tunai sebesar
Rp100.000.000.
Atas penghasilan dari hadiah tersebut dikenakan PPh Pasal 26. Hitunglah PPh Pasal 26?
Jawab:
PPh Pasal 26 = 20% x Rp100.000.000 = Rp 20.000.000

Maka, atas penghasilan yang diterima oleh atlet dari China tersebut akan dipotong PPh
Pasal 26 sebesar Rp20.000.000.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Icuk, dan Amin Dara.2016.Perpajakan Konsep,Aplikasi,contoh,dan studi


kasus.Edisi 2.Jakarta
https://www.studocu.com/id/document/perpajakan/perpajakan-pajak-penghasilan-pasal-
23/45713744/perpajakan-pajak-penghasilan-pasal-23.pdf

Anda mungkin juga menyukai