“PPh 23”
Dosen Pengampu :
Dr. I Wayan Widnyana, SE.,MM
OLEH :
Kelompok 4
(Manajemen Pemasaran A Malam)
PRODI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2023
A. DEFINISI PPH 23
Pajak Penghasilan Pasal 23, merupakan pajak yang dipotong atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri (Orang
Pribadi maupun Badan), dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal,
penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang dipotong PPh
Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau Subjek
Pajak dalam negeri, Penyelenggara Kegiatan, Bentuk Usaha Tetap, atau
Perwakilan Perusahaan Luar Negeri lainnya. Umumnya, penghasilan jenis
ini terjadi saat adanya transaksi antara dua pihak, yaitu:
- Pihak penerima penghasilan (pemberi jasa) akan dikenakan PPh 23 dan
- Pihak pemberi penghasilan (penerima jasa) akan memotong, membayar
dan melaporkan PPh 23 tersebut ke kantor pajak.
B. SUBYEK PPH 23
Subjek Pajak atau Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 23
adalah Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan (sebagai WP dalam negeri),
dan Bentuk Usaha Tetap (BUT).
C. PEMOTONGAN PPH 23
Pihak Pemotong PPh 23.
1. Badan Pemerintah.
2. Subjek pajak badan dalam negeri.
3. Penyelenggara kegiatan
4. Bentuk usaha tetap
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
6. Orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri tertentu, yang ditunjuk
oleh Kepala Kantor Pajak sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal
23, yaitu :
a) akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) kecuali PPAT tersebut Camat, pengacara, dan konsultan
yang melakukan pekerjaan bebas; atau
b) Orang pribadi yang menjalankan usaha dengan menyelenggarakan
pembukuan, atas pembayaran berupa sewa.
D. OBYEK PPH 23
Secara umum, objek PPh Pasal 23 itu dikenakan dari bruto, yaitu
dihitung dari total penghasilan yang diterima dengan tarif yang bervariasi
untuk masing- masing obyek pajak. Dengan keluarnya Peraturan Menteri
Keuangan (PMK No. 141/PMK.03/2015) yang mengatur jasa-jasa lain
sebagai objek PPh pasal 23, maka obyek PPh pasal 23 telah mengalami
perluasan obyek pajak penghasilan. Saat terutang untuk PPh Pasal 23 adalah
pada Saat dibayarkan; Saat disediakan untuk dibayarkan; dan Ketika
pembayarannya telah jatuh tempo.
Undang Undang Pajak Penghasilan yang diberlakukan per 1 Januari
2009 menetapkan bahwa penghasilan sebagai objek pajak penghasilan Ps.
23 yaitu : penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan atau telah jatuh tempo
pembayarannya oleh:
1. Badan Pemerintah
2. Subjek Pajak badan dalam negri
3. Penyelenggara kegiatan
4. Bentuk usaha tetap; atau
5. Perwakilan perusahaa luar negeri lainnya kepada wajib pajak dalam
negeri atau bentuk usaha tetap.
F. TARIF PPH 23
Ada dua jenis tarif pajak yang dikenakan pada penghasilan yang menjadi
objek PPh 23, yaitu tarif 15% dan tarif 2%. Penetapan tarif ini dibedakan
berdasarkan jenis penghasilan. Berikut adalah rincian tarif PPh 23:
JENIS PENGHASILAN TARIF
Penghasilan sehubungan dengan Penyertaan Modal
Dividen yang diterima oleh PT/BUMN/BUMD dengan
syarat kepemilikan
saham kurang dari 25%, kecuali pembagian dividen
kepada orang
pribadi yang dikenakan PPh Final; 15 %
Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena
jaminan
pengembalian utang;
Royalti;
Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang
telah dipotong
Pajak Penghasilan Pasal 21.
H. PERHITUNGAN PPH 23
Berikut beberapa contoh perhitungan PPh pasal 23:
Contoh 1 : PPh pasal 23 Umum
PT. Candra Gemilang pada tanggal 1 Agustus 2015 melakukan pembayaran
atas sewa mobil yang disewanya dari CV. Multi Jasa Rental (MJR) sebesar
Rp. 30 Juta untuk sewa mobil selama 5 bulan (Agustus 2015 s/d Desember
2015). Kedua perusahaan telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
(PKP). Diminta:
1. Hitunglah PPh pasal 23, bagimana pemungutan pajaknya?
2. Bagaimana seandainya PT. Multi Jasa Rental (MJR) belum
dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak?
3. Jika CV. Candra Gemilang (CG) belum menerima bukti potong
atas pemotongan
pajak oleh PT. Multi Jasa Rental, bagaimana jurnal CV. (CG)?
I. PEMOTONGAN PPH 23
A. Menurut KlikPajak.id, Pemotong PPh 23
1. Badan Pemerintah, Wajib Pajak Badan Dalam Negeri,
Penyelenggara Kegiatan, Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau
Perwakilan Perusahaan Luar Negeri lainnya.
2. Wajib Pajak Orang pribadi Dalam Negeri tertentu yang ditunjuk
sebagai pemotong PPh 23 oleh Direktur Jenderal Pajak melalui SE-
08/PJ.4/1995, yaitu:
Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat,
Pengacara, dan Konsultan yang melakukanpekerjaan bebas.
Orang Pribadi yang menjalankan usaha yang
menyelenggarakan pembukuan.
B. Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23
1. Wajib Pajak Badan Dalam Negeri;
2. Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Menurut Mustaqiem dalam buku Perpajakan Dalam Konteks Teori dan
Hukum Pajak Di Indonesia, hal 83. Subjek pajak atau penerima penghasilan
yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah wajib pajak dalam negeri
dan bentuk usaha tetap.
Pihak Pemotong Pajak.
1. Badan Pemerintah.
2. Subjek pajak badan dalam negeri.
3. Penyelenggara kegiatan
4. Bentuk usaha tetap
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
6. Orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri tertentu, yang
ditunjuk oleh Kepala Kantor Pajak sebagai pemotong Pajak
Penghasilan Pasal 23, yaitu :
i. akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut Camat, pengacara,
dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas; atau
ii. Orang pribadi yang menjalankan usaha dengan
menyelenggarakan pembukuan, atas pembayaran berupa
sewa.
Pemotongan pajak penghasilan oleh pihak-pihak sebagai pemotong
pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 UU Pajak Penghasilan yaitu:
terutang pada akhir bulan dilakukan pembayaran atau akhir bulan
terutangnya penghasilan bersangkutan bergantung pada peristiwa yang
terjadi terlebih dahulu.
Penghasilan yang dikecualikan dari pemotongan PPh pasal 23,
(Perpajakan, Akhmad Syarifudin, hal 109, 2018) yakni;
a. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank
b. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna
usaha dengan hak opsi
c. Deviden dari bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, BUMN,
atau BUMD, dari pernyertaan modal pada bulan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia.
d. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk
pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
e. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas
jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman
dan/atau pembiayaan.
DAFTAR PUSTAKA