Anda di halaman 1dari 11

PERPAJAKAN

“PPh 23”
Dosen Pengampu :
Dr. I Wayan Widnyana, SE.,MM

OLEH :

Kelompok 4
(Manajemen Pemasaran A Malam)

Ni Putu Mira Khrisna Putri 29/2002612010625


Luh Putri Lucyana Sidartha 30/2002612010626
I Gusti Ayu Ekasari Parasita 31/2002612010627
I Gede Adhitya Junaever 32/2002612010637
I Made Bagus Saktya Pradiyana Putra 33/2002612010647

PRODI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2023
A. DEFINISI PPH 23
Pajak Penghasilan Pasal 23, merupakan pajak yang dipotong atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri (Orang
Pribadi maupun Badan), dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal,
penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang dipotong PPh
Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau Subjek
Pajak dalam negeri, Penyelenggara Kegiatan, Bentuk Usaha Tetap, atau
Perwakilan Perusahaan Luar Negeri lainnya. Umumnya, penghasilan jenis
ini terjadi saat adanya transaksi antara dua pihak, yaitu:
- Pihak penerima penghasilan (pemberi jasa) akan dikenakan PPh 23 dan
- Pihak pemberi penghasilan (penerima jasa) akan memotong, membayar
dan melaporkan PPh 23 tersebut ke kantor pajak.

B. SUBYEK PPH 23
Subjek Pajak atau Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 23
adalah Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan (sebagai WP dalam negeri),
dan Bentuk Usaha Tetap (BUT).

C. PEMOTONGAN PPH 23
Pihak Pemotong PPh 23.
1. Badan Pemerintah.
2. Subjek pajak badan dalam negeri.
3. Penyelenggara kegiatan
4. Bentuk usaha tetap
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
6. Orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri tertentu, yang ditunjuk
oleh Kepala Kantor Pajak sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal
23, yaitu :
a) akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) kecuali PPAT tersebut Camat, pengacara, dan konsultan
yang melakukan pekerjaan bebas; atau
b) Orang pribadi yang menjalankan usaha dengan menyelenggarakan
pembukuan, atas pembayaran berupa sewa.

D. OBYEK PPH 23
Secara umum, objek PPh Pasal 23 itu dikenakan dari bruto, yaitu
dihitung dari total penghasilan yang diterima dengan tarif yang bervariasi
untuk masing- masing obyek pajak. Dengan keluarnya Peraturan Menteri
Keuangan (PMK No. 141/PMK.03/2015) yang mengatur jasa-jasa lain
sebagai objek PPh pasal 23, maka obyek PPh pasal 23 telah mengalami
perluasan obyek pajak penghasilan. Saat terutang untuk PPh Pasal 23 adalah
pada Saat dibayarkan; Saat disediakan untuk dibayarkan; dan Ketika
pembayarannya telah jatuh tempo.
Undang Undang Pajak Penghasilan yang diberlakukan per 1 Januari
2009 menetapkan bahwa penghasilan sebagai objek pajak penghasilan Ps.
23 yaitu : penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan atau telah jatuh tempo
pembayarannya oleh:
1. Badan Pemerintah
2. Subjek Pajak badan dalam negri
3. Penyelenggara kegiatan
4. Bentuk usaha tetap; atau
5. Perwakilan perusahaa luar negeri lainnya kepada wajib pajak dalam
negeri atau bentuk usaha tetap.

Terhadap orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri dapat


ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai pemotong pajak.
Saat Terutangnya pajak.
Pemotongan pajak penghasilan oleh pihak-pihak sebagai pemotong pajak
sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 UU Pajak Penghasilan yaitu :
terutang pada akhir bulan dilakukan pembayaran atau akhir bulan
terutangnya penghasilan bersangkutan bergantung pada peristiwa yang
terjadi terlebih dahulu.
Obyek PPh Pasal 23 : Penghasilan Yang Dikenakan Pph Pasal 23
1. Deviden
2. Bunga termasuk premium, dikonto, dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang.
3. Royalti
4. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong
Pajak Penghasilan yaitu penghasilan yang diteriama atau diperoleh
Wajib Pajak dalam negeri orang pribadi yang berasal dari
penyelenggara kegiatan sehubungan dengan pelaksanaan suatu
kegiatan
5. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta,
kecuali sewa dari penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksudkan
dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh.
6. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, kasa
konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU PPh.
Obyek PPh Pasal 23 : Penghasilan yang dikecualikan dari pemotongan
PPh pasal 23
1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank
2. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha
dengan hak opsi
3. Deviden dari bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, atau
BUMD, dari pernyertaan modal pada bulan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia.
4. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit
penyertaan kontrak investasi kolektif.
5. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa
keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau
pembiayaan.

E. YANG TIDAK DIPOTONG PPH 23


Anda dapat melihat dibawah ini untuk mengetahui penghasilan yang
dikecualikan pemotongan PPh 23:
Non Objek Pemotongan PPh 23
1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna
usaha dengan hak opsi;
3. Dividen atau bagian laba yang diterima perseroan terbatas sebagai
Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara,
atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMN/D), dari penyertaan modal
pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat:
a. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
b. bagi perseroan terbatas, BUMN/D yang menerima dividen,
kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling
rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus
mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut.
4. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana
selama 5 tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian
izin usaha;
5. Bagian laba yang diterima anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan,
perkumpulan, firma, dan kongsi;
6. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggotanya;
7. Bunga simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan yang dibayarkan oleh koperasi
kepada anggotanya.

F. TARIF PPH 23
Ada dua jenis tarif pajak yang dikenakan pada penghasilan yang menjadi
objek PPh 23, yaitu tarif 15% dan tarif 2%. Penetapan tarif ini dibedakan
berdasarkan jenis penghasilan. Berikut adalah rincian tarif PPh 23:
JENIS PENGHASILAN TARIF
Penghasilan sehubungan dengan Penyertaan Modal
 Dividen yang diterima oleh PT/BUMN/BUMD dengan
syarat kepemilikan
saham kurang dari 25%, kecuali pembagian dividen
kepada orang
pribadi yang dikenakan PPh Final; 15 %
 Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena
jaminan
pengembalian utang;
 Royalti;
 Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang
telah dipotong
Pajak Penghasilan Pasal 21.

Penghasilan sehubungan dengan sewa dan Penyertaan Modal


 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan 2%
penggunaan harta,
kecuali sewa tanah dan/atau bangunan
Penghasilan sehubungan dengan Imbalan Jasa
 Imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, 2%
dan jasa lain yang diatur atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan,
selain jasa yang telah dipotong PPh 21.

Penghasilan atas Imbalan Jasa Lainnya (PMK No. 141/PMK.03/2015)


● Jasa penilai (appraisal); 2%
● Jasa aktuaris;
● Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
● Jasa hukum;
● Jasa arsitektur;
● Jasa perencanaan kota dan arsitektur landscape;
● Jasa perancang (design);
● Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan
gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha 2%
tetap;
● Jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan
minyak dan gas bumi (migas);
● Jasa penambangan dan jasa penunjang selain di bidang usaha
panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);
● Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
● Jasa penebangan hutan;
● Jasa pengolahan limbah;
● Jasa penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing
services);
● Jasa perantara dan/atau keagenan;
● Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang
dilakukan oleh Bursa Efek, Kustodian Sentral Efek Indonesia
(KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI);
● Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan
oleh Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI);
● Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
● Jasa mixing film;
● Jasa pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, photo, slide,
klise, banner, pamphlet, baliho dan folder;
● Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem
komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;
● Jasa pembuatan dan/atau pengelolaan website;
● Jasa internet termasuk sambungannya;
● Jasa penyimpanan, pengolahan, dan/atau penyaluran data,
informasi, dan/atau program;
● Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air,
gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib
Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan
mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi;
● Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan,
listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, dan/atau bangunan,
selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya
di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi
sebagai pengusaha konstruksi;
● Jasa perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat, laut
dan udara;

G. SAAT TERUTANG, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPH 23


 Pajak penghasilan pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannnya
pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang
bersangkutan.
 Pajak penghasilan pasal 23 harus disetorkan oleh pemotong pajak
selambatlambatnya tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan
saat terutangnya pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos Indonesia.
 Pemotong PPh Pasal 23 di wajibkan menyampaikan Surat
Pemberitahuan Masa selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak
berakhir.
 Pemotongan PPh Pasal 23 harus memberikan tanda bukti pemotong
kepada orang pribadi atau badan yang dibebani Pajak Penghasilan
yang dipotong.
 Pelaksanaan pemotong, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23
dilakukan secara desentralisasi artinya dilakukan di tempat terjadinya
pembayaran atau terutangnya penghasilan yang merupakan Objek PPh
Pasal 23, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah, pengawasan
terhadap pelaksaan pemotongan PPH Pasal 23 tersebut.

H. PERHITUNGAN PPH 23
Berikut beberapa contoh perhitungan PPh pasal 23:
Contoh 1 : PPh pasal 23 Umum
PT. Candra Gemilang pada tanggal 1 Agustus 2015 melakukan pembayaran
atas sewa mobil yang disewanya dari CV. Multi Jasa Rental (MJR) sebesar
Rp. 30 Juta untuk sewa mobil selama 5 bulan (Agustus 2015 s/d Desember
2015). Kedua perusahaan telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
(PKP). Diminta:
1. Hitunglah PPh pasal 23, bagimana pemungutan pajaknya?
2. Bagaimana seandainya PT. Multi Jasa Rental (MJR) belum
dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak?
3. Jika CV. Candra Gemilang (CG) belum menerima bukti potong
atas pemotongan
pajak oleh PT. Multi Jasa Rental, bagaimana jurnal CV. (CG)?

Penyelesaian soal dan Pembahasan


1. Perhitungan PPh pasal 23
Perhitungan PPh pasal 23 yaitu; penghasilan dari sewa mobil adalah
dikenakan dengan tarif 2 % dari jumlah bruto, yaitu: 2% x
Rp.30.000.000 = Rp.600.000,- PT. MJR selaku penyedia jasa harus
memotong PPh pasal 23 dengan tarif 2% atau sebesar Rp 600.000,-
dari pembayaran persewaan mobil tersebut, dan pemotongan pajak
tersebut merupakan kredit pajak bagi CV. CG. Sedangkan
kewajiban bagi CV. Candra Gemilang (CG) adalah memungut PPN
sebesar 10% yang merupakan Pajak Masukan bagi PT. MJR.
2. Perlakuan PPN Masukan Bagi Non PKP
Jika PT. MJR belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
(PKP), maka sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-
undangan yang berlaku tidak diperkenankan untuk memungut PPN,
sehingga tidak ada mekanisme untuk memperhitungkan kredit PPN
Masukan terhadap PPN Keluaran, dan untuk pembayaran PPN
Masukan tersebut dapat dibebankan sebagai biaya Fiskal.
3. Bukti Potong Belum Diterima
Dalam praktik pelaksanaan perpajakan, seringkali pajaknya sudah
dipotong akan tetapi bukti potongnya belum dibuat dan diserahkan
ke penerima penghasilan. Oleh karena itu perlu bagi penerima
penghasilan (CV. CG) untuk menciptakan kontrol guna mendeteksi
hal tersebut. Bentuk kontrol tersebut bisa dibuat dalam jurnal
penerimaan pembayaran sewa nya dengan mengganti UM PPh pasal
23 dengan Piutang Sewa karena Bukti Potong nya belum diterima,
setelah Bukti Potong telah diterima baru dibuat jurnal penyesuaian.
1. Hak dan Kewajiban Pemotong PPh 23:
- Memotong PPh pasal 23 yang terutang sesuai
ketentuan yang berlaku,
- Menyetorkan PPh pasal 23 yang telah dipotong ke Kas
Negara (paling lambat tgl 10 bulan berikutnya setelah
masa pajak berakhir),
- Membuat bukti potong PPh Pasal 23,
- Melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23 (paling lambat tgl
20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir),
- Menyerahkan bukti potong PPh Pasal 23 kpd penerima
penghasilan (pihak
yang dipotong PPh 23),
2. Hak dan Kewajiban Penerima penghasilan yang dipotong
PPh 23:
- Meminta bukti potong PPh pasal 23 kepada pemotong
pajak,
- Mengkreditkan PPh pasal 23 yang telah dipotong dan
melaporkannya dalam SPT Tahunan sesuai dengan
tahun pajak dilakukannya pemotongan.

I. PEMOTONGAN PPH 23
A. Menurut KlikPajak.id, Pemotong PPh 23
1. Badan Pemerintah, Wajib Pajak Badan Dalam Negeri,
Penyelenggara Kegiatan, Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau
Perwakilan Perusahaan Luar Negeri lainnya.
2. Wajib Pajak Orang pribadi Dalam Negeri tertentu yang ditunjuk
sebagai pemotong PPh 23 oleh Direktur Jenderal Pajak melalui SE-
08/PJ.4/1995, yaitu:
 Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat,
Pengacara, dan Konsultan yang melakukanpekerjaan bebas.
 Orang Pribadi yang menjalankan usaha yang
menyelenggarakan pembukuan.
B. Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23
1. Wajib Pajak Badan Dalam Negeri;
2. Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Menurut Mustaqiem dalam buku Perpajakan Dalam Konteks Teori dan
Hukum Pajak Di Indonesia, hal 83. Subjek pajak atau penerima penghasilan
yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah wajib pajak dalam negeri
dan bentuk usaha tetap.
Pihak Pemotong Pajak.
1. Badan Pemerintah.
2. Subjek pajak badan dalam negeri.
3. Penyelenggara kegiatan
4. Bentuk usaha tetap
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
6. Orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri tertentu, yang
ditunjuk oleh Kepala Kantor Pajak sebagai pemotong Pajak
Penghasilan Pasal 23, yaitu :
i. akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut Camat, pengacara,
dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas; atau
ii. Orang pribadi yang menjalankan usaha dengan
menyelenggarakan pembukuan, atas pembayaran berupa
sewa.
Pemotongan pajak penghasilan oleh pihak-pihak sebagai pemotong
pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 UU Pajak Penghasilan yaitu:
terutang pada akhir bulan dilakukan pembayaran atau akhir bulan
terutangnya penghasilan bersangkutan bergantung pada peristiwa yang
terjadi terlebih dahulu.
Penghasilan yang dikecualikan dari pemotongan PPh pasal 23,
(Perpajakan, Akhmad Syarifudin, hal 109, 2018) yakni;
a. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank
b. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna
usaha dengan hak opsi
c. Deviden dari bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, BUMN,
atau BUMD, dari pernyertaan modal pada bulan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia.
d. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk
pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
e. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas
jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman
dan/atau pembiayaan.
DAFTAR PUSTAKA

Akhmad Syarifudin, S.E.,M.Si. Buku Ajar. Perpajakan. 2018. Sekolah Tinggoi


Ilmu Ekonomi Putra Bangsa.Kebumen
Dyah Eras. Adi Nurpermana. Pajak Penghasilan Pajak. Klink Pajak id.
Mustaqiem, Dr.,SH.,M.Si. Perpajakan Dalam Konteks Teori Dan Hukum Pajak Di
Indonesia. Buku Litera Yogyakarta. Minggiran Mj. II/1378,2014.
Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai