Anda di halaman 1dari 13

ANGGOTA KELOMPOK 1:

1. Teresa Regina Larasati (142200074)


2. Elriska Tiffani (142200111)
3. Olivia Costa Vera (142200235)
4. Sabela Rahma Jaya (142200266)

BAB 7
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23
Pajak penghasilan pasal 23, adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau di
peroleh Wajib Pajak dalam negeri dan ben brntuk usaha tetap yang berasal dari modal,
penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kehiatan yang telah dipotong PPh pasal 21

A. PEMOTONGAN PPH PASAL 23


Berikut ini pihak pihak yang termasuk pemotongan PPh Pasal 23:
1. Badan pemerintah
2. Subjek pajak dalam negeri
3. Penyelenggara kegiatan
4. Bentuk usaha tetap
5. Perwajulan perusahaan di luar negeri lainnya
6. Orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Kepala
Kantor Pelayanan Pajak sebagai pemotongan PPh Pasal 23. Yaitu:
 Akuntan, arsitek, dokter, notaris, pabat pembuat akta tanah, kecuali camat,
pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas
 Orangn pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan
atas pembayaran berupa sewa

B. PENERIMA PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPH PASAL 23


Berikut termasuk penerima penghasi;an yang dipotong PPh PAsal 23. Yaitu
 Wajib Pajak dalam negeri
 Bentuk Usaha Tetap

C. PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH PASAL 23


Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 23 sesuai dengann Pasal 23 UU No. 36 Tahun
2008 yaitu:
1. Dividend
2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubung dengan jaminan
pengembalian utang
3. Royalty
4. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya yang telah dipotong Pajak Penghasilan
adalah penghasulan yang diterima atau di peroleh Wajib Pajak dalam negeri orang
pribadi yang berasar dari penyelenggara keguatan sehubungan dengan pelaksanaan
suatu kegiatan.
5. Sewa dan penghasilan lalin sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan
penghasulan lain sehubungan dengan pengunaan harta yang telah dikenai Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 2 UU PPh
6. Imbalan sehubungan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan
jasa lain selain jasa yang telah dipotong pajak penghasilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 UU PPh
Jenis jasa lain yang dikenakan PPh PAsal 23 (sesuai dengan peraturan Menteri Keuangan
Nomor 141/PMK.03/2015), meliputi:

 Jasa penilai
 Jasa aktruaris
 Jasa akuntansi, pembukuan dan atesstasi laporan keuangan
 Jasa hokum
 Jasa arsitektur
 Jasa perancang kota dan arsitek lanskap
 Jas perancang
 Jasa pengeboran dibidang penambangan mogas
 Jasa penambangan dan jasa penunjang selain di bidang usaha panas bumi dan
penambangan migas
 jasa penebangan hutan
 Jasa penjunjang di bidang penerbangan dan Bandar udara
 Jasa pengelolahan limbah
 Jasa penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli
 Jasa perantara dan/atau keagenan
 Jasa dibidang perdagangah surat surat berharga
 Jasa custodian/penyimpanan/penitipan
 Jasa pengisian suara
 Jasa mixing file
 Jasa pembuatan sarana promosi film, ilan, poster, foto
 Jasa sehubungan dengan software dan hardware atau sistem computer
 Jasa internet termasuk sambungannya
 Jasa penyimpanan, [enolahan, dan/atau penyaluran data informasi, dan/atau
program
 Jasa instalasi/pemasangan mesil, peralatan listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau
TV kabel\jasa perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat, laut, udara
 Jasa maklom
 Jasa penyelidikan an keamanan
 Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer
 Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruangan,
dan media lain untuk penyimpanan informasi, jasa pembasmian hama
 Jasa kebersihan atau cleaning service
 Jasa sedot septic tank
 Jasa pemeliharaan kolam
 Jasa catering dan tata boga
 Jasa freight forwading
 Jasa logistic
 Jasa pengurusan dokuman
 Jasa pengepakan
 Jasa loading dan unloading
 Jasa laboratorium
 Jasa pengelolaan parker
 Jasa pemanenan
 Jasa pembibitan
 Jasa dekorasi
 Jasa penerjemah
 Jasa sertifikasi
 Jasa pelayanan pelabuhan
 Jasa pelatihan dan/kursus
 Jasa pengelolaan penitipan anak
 Jasa survey
 Jasa tester
 Jasa pelatihan/kursus

D. PENGHASILAN YANG DIKECUALIKAN DARI PEMOTONGAN PPH PASAL


23
Beberapa jenis penghasilan yang tidak dikenakan potongan PPh Pasal 23 sesuai dengan
Pasal 23 ayat (4) UU No. 36 Tahun 2008, yaitu:
1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank
2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak
opsi
3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal
pada badan usaha yang didirikian dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan
syarat:
 Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan
 Bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen,
kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25%
dari jumlah modal yang disetor
4. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif
5. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi yang dibayarkan koperasi
kepada anggotanya
6. Penghasilan uang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang
berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan
E. MENGHITUNG PPH PASAL 23
PPh Pasal 23 dihitung dengan mengalikan tarif dan jumlah bruto penghasilan, yang
diformulasikan sebagai berikut.

PPh Pasal 23 = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak

Dasar Pengenaan Pajak = Jumlah Bruto Penghasilan


Tarif
Tarif PPh Pasal 23 sebagai berikut.
1. Tarif 15% (lima belas persen) dikenakan atas penghasilan berupa:
a. Dividen
b. Bunga
c. Royalti
d. Hadiah, bonus, dan penghargaan lain yang tidak dipotong PPh Pasal 21
2. Tarif 2% (dua persen) dikenakan atas penghasilan berupa:
a. Sewa
b. Imbalan jasa yang tidak dipotong PPh Pasal 21
Dasar Pengenaan Pajak
Dasar pengenaan pajak dalam PPh Pasal 23 adalah jumlah bruto penghasilan. Jumlah bruto
penghasilan adalah dividen, bunga, royalti, hadiah penghargaan, bonus, sewa, dan imbalan
atas jasa lainnya. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2015,
jumalh bruto imbalan jasa lain tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai. Selain itu, jumlah
bruto untuk imbalain lain ditentukan sebagai berikut.
1. Untuk jasa catering, jumlah bruto penghasilan adalah seluruh jumlah penghasilan dengan
nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau
telah jatuh tempo pembayarannya.
2. Untuk jasa selain jasa catering, jumlah bruto penghasilan adalah seluruh jumlah
penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk
dibayarkan atau telah jatuh tempo pembayarannya, tidak termasuk poin-poin berikut.
a. Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga
kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan berdasarkan kontrak dengan
pengguna jasa. Hal ini berlaku sepanjang disertai kontrak kerja dan daftar
pembayaran gaji, upah, dan pembayaran lain berkaitan dengan pekerjaaan.
b. Pembayaran kepada penyedia jasa atas pengadaan/pembelian barang atau material
yang berkaitan dengan jasa yang diberikan.
c. Pembayaran kepada pihak ketiga yang dibayarkan melalui penyedia jasa, terkait jasa
yang diberikan oleh penyedia jasa.
d. Pembayaran kepada penyedia jasa yang merupakan pengganti (reimbursement) atau
biaya yang telah dibayarkan penyedia jasa kepada pihak ketiga dalam rangka
pemberian jasa bersangkutan.
Menghitung PPh Pasal 23

Jenis Penghasilan Tarif Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 23


1. Deviden 15% Jumlah bruto 15% x jumlah bruto
2. Bunga
3. Royalti
4. Hadiah, bonus, dan
penghagaan lain, yang
tidak dipotong PPh
Pasal 21
5. Sewa 2% Jumlah bruto 2% x jumlah bruto
6. Imbalan jasa (tenik,
manajemen, konsultan,
jasa lain) yang tidak
dipotong PPh Pasal 21

F. CONTOH PERHITUNGAN
1. CV Andi merupakan salah satu pemegang saham PT Angkasa. Pada bulan Maret 2019
PT Angkasa membagi dividen tunai Rp1.000 per lembar. CV Andi memiliki saham pada
PT Angkasa sebanyak 5.000 lembar.
PPh Pasal 23 dihitung sebagai berikut.
Dasar Pengenaan Pajak = jumlah bruto dividen = Rp1.000 x 5.000
= Rp5.000.000
PPh Pasal 23 = 15% X Rp5.000.000
= Rp750.000
2. KJA Hakim dan Rekan memberikan jasa penyusunan internal audit pada UD Wahana.
Nilai kontrak yang disepakati adalah Rp170.000.000.
PPh Pasal 23 dihitung sebagai berikut.
Dasa Pengenaan Pajak = jumlah bruto jasa
= Rp170.000.000
PPh Pasal 23 = 2% x Rp170.000.000
= Rp3.400.000
G. PPH ATAS DIVIDEN, BUNGA, SEWA, DAN HADIAH
PPh atas Dividen
a. Dividen diterima Wajib Pajak Luar Negeri dikenakan tarif 20% (dua puluh persen)
bersifat final.
b. Dividen yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri dikenakan tarif 10%
(sepuluh pesen) bersifal final (dibahas dalam Bab 4 – PPh Pasal 17 ayat (2c)).
c. Dividen yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk Koperasi yang dividen tersebut
berasal dari cabang laba tidak dibagi dikecualikan dari pengenaan PPh (bukan objek
pajak).
d. Dividen yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk Perseroan Terbatas (PT) dan Badan
Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan syarat:
1. Dividen tersebut berasal dari cabang laba tidak dibagi, dan
2. PT dan BUMN/BUMD tersebut mempunyai kepemilikan saham pada pemberi
dividen paling rendah 25% (dua puuluh lima persen) dari jumlah modal saham
disetor, dikecualikandari pengenaan PPh (bukan objek pajak).
e. Dividen selain memenuhi ketentuan huruf a sampai d dikenakan tarif 15% (lima belas
persen) (PPh Pasal 23 bersifat tidak final).
PPh atas Bunga
a. Bunga yang diterima oleh Wajib Pajak Luar Negeri dikenakan tarif 20% (dua puluh
persen) bersifat final.
b. Bunga berupa bunga obligasi atau diskonto yang diperdagangkan di bursa efek Indonesia
dikenakan tarif 15% (lima belas persen) bersifat final (dibahas dalam Bab 4 – PPh Pasal 4
ayat (2)).
c. Bunga yang dibayarkan oleh nasabah kepada bank dikecualikan dari pengenaan PPh
(bukan objek pajak).
d. Bunga yang dibayarkan oleh bank kepada nasabah dikenakan tarif 20% (dua puluh
persen) bersifat final (dibahas dalam Bab 4 – PPh Pasal 4 ayat (2)).
e. Bunga yang diterima oleh anggota koperasi atau simpanan di koperasi dengan jumlah
tidak melebihi Rp240.000 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) sebulan dikecualikan dari
pengenaan PPh (bukan objek pajak).
f. Bunga yang diterima oleh anggota koperasi atau simpanan di koperasi dengan jumlah
melebihi Rp240.000 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) sebulan dikenakan tarif 10%
(sepuluh persen) bersifat final (dibahas dalam Bab 4 – PPh Pasal 4 ayat (2)).
g. Bunga pinjaman selain memenuhi ketentuan huruf a sampai dengan f dikenakan tarif
15% (lima belas persen) (PPh Pasal 23 bersifat tidak final).
PPh atas Sewa
a. Sewa tanah dan/atau bangunan dikenakan tarif 10% (sepuluh persen) bersifat final
(dibahas dalam Bab 4 – PPh Pasal 4 ayat (2)).
b. Sewa selain tanah dan/atau bangunan, misalnya sewa kendaraan, alat-alat berat, mesin-
mesin, dan lain-lain dikenakan tarif 15% (lima belas persen) (PPh Pasal 23 bersifat tidak
final).
PPh atas Hadiah
a. Hadiah penghargaan yang diterima oleh Wajib Pajak Luar Negeri selain Bentuk Usaha
Tetap dikenakan tarif 20% (dua puluh persen) bersifat final.
b. Hadiah undian dikenakan tarif 25% (dua puluh lima persen) bersifat final (dibahas dalam
Bab 4 – PPh Pasal 4 ayat (2)).
c. Hadiah penghargaan yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi dikenakan tarif Pasal
17 UU PPh sesuai dengan ketentuan PPh Pasal 21 (dibahas dalam Bab 5).
d. Hadiah penghargaan yang diterima oleh Wajib Pajak badan dikenakan tarif 15% (lima
belas persen) PPh Pasal 23.
H. SAAT TERUTANG, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PPH PASAL 23
1. Pajak Penghasilan Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau
pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan. Hal yang dimaksud dengan
saat terutangnya penghasilan yang bersangkutan adalah saat pembebanan sebagai biaya
oleh pemotong pajak sesuai dengan metode pembukuan yang dianutnya.
2. Pajak Penghasilan Pasal 23 harus disetorkan oleh Pemotong Pajak selambat-lambatnya
tanggal 10 (sepuluh) bulan takwin berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak ke
bank persepsi atau Kantor Pos Indonesia.
3. Pemotong PPh Pasal 23 diwajibkan mempunyai Surat Pemberitahuan Masa selambat-
lambatnya 20 (dua pulu) hari setelah Masa Pajak berakhir.
4. Pemotong PPh Pasal 23 harus memberikan tanda bukti pemotongan kepada orang pribadi
atau badan yang dibebani Pajak Penghasilan yang dipotong.
5. Pelaksanaan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23 dilakukan secara
desentralisasi, artinya dilakukan di tempat terjadinya pembayaran atau terutangnya
penghasilan yang merupakan Objek PPh Pasal 23. Hal ini dimaksudkan untuk
mempermudah pengawasan terhadap pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 23 tersebut.
Transaksi-transaksi yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 yang
pembayarannya dilakukan oleh kantor pusat, PPh Pasal 23 dipotong, disetor, dan
dilaporkan oleh kantor pusat, sedangkan objek PPh Pasal 23 yang pembayarannya
dilakukan oleh kantor cabang, misalnya sewa kantor cabang, PPh Pasal 23 dipotong,
disetor, dan dilaporkan oleh kantor cabang yang bersangkutan.
I. SURAT PEMBERITAHUAN MASA DAN BUKTI PEMOTONGAN
BAB 8
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
A. PERMOHONAN KREDIT PAJAK LUAR NEGERI
Untuk melaksanakan pengkreditan pajak luar negeri, Wajib Pajak wajib menyampaikan
permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan dilampiri :
1. Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri;
2. Foto Kopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri;
3. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri.
Penyampaian permohonan kredit pajak luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
B. PENGGABUNGAN PENGHASILAN
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam menghitung total PPh terutang dalam suatu
tahun pajak adalah menentukan Jumlah penghasilan (baik penghasilan dari dalam negeri,
maupun penghasilan dari luar negeri) yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung PPh
tersebut. Untuk penghasilan yang berasal dari luar negeri berikut ini ketentuan-ketentuan atas
penggabungan penghasilan tersebut:
1. Penghasilan yang berasal dari usaha. Penggabungan penghasilan dilakukan dalam tahun
diperolehnya penghasilan tersebut.
2. Penghasilan lainnya, seperti sewa, bunga, rotalti, dan lain-lain. Penggabungan
penghasilan dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut.
3. Penghasilan berupa dividen yang diperoleh wajib pajak dalam negeri dari penyertaan
modal sekurang-kurangnya 50% dari jumlah saham disetor atau secara bersama-sama
dengan wajib pajak dalam negeri lainnya sekurang-kurangnya 50% dari jumlah saham
disetor pada badan usaha di luar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan di Bursa
Efek. Penggabungan penghasilan dilakukan dalam tahun pajak saat dividen tersebut
diperoleh.
C. PENENTUAN SUMBER PENGHASILAN
Dalam menentukan batas jumlah pajak atas penghasilan yang dibayarkan atau terutang di
luar negeri yang boleh dikreditkan, perlu diperhatikan penentuan Sumber penghasilan
sebagai berikut:
1. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya, maka Sumber penghasilan adalah negara
tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut berkedudukan.
2. Penghasilan seperti bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta
bergerak, maka Sumber penghasilan adalah negara tempat pihak yang membayar tersebut
berada atau berkedudukan.
3. Penghasilan berupa sewa sehhubungan dengan penggunaan harta Tak Bergerak, maka
sumber penghasilan adalah negara tempat harta tersebut terletak.
4. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan, maka
penghasilan adalah negara tempat pihak yang membayar tersebut berada atau
berkedudukan.
5. Penghasilan berupa bentuk usaha tetap, maka Sumber penghasilan adalah negara tempat
bentuk usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
D. BESARNYA KREDIT PAJAK YANG DIPERBOLEHKAN
Ketentuan Kredit Pajak Luar Negeri
1. Pajak atas penghasilan yang terutang atau dibayar di luar negeri yang dapat dikreditkan
terhadap total PPh terutang di Indonesia hanya pajak yang langsung dikenakan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib pajak dari luar negeri tersebut.
2. Besarnya kredit pajak yang diperboleh adlah setinggi-tingginya sama dengan jumlah
pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah yang
dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri dan Penghasilan Kena
Pajak (PKP), atau setinggi-tingginya sama dengan pajak yang terutang atas PKP jika PKP
lebih kecil dari penghasilan luar negeri.

Penghitungan PPh Pasal 24 Jika Terjadi Kerugian Usaha Dalam Negeri.

Jika terjadi kerugian usaha di dalam negeri maka sejumlah kerugian yang diderita tersebut
dapat digabungkan atau dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima atau diperboleh
di Indonesia.

Penghitungan PPh Pasal 24 Jika Terjadi Kerugian Usaha Luar Negeri

Jika terjadi kerugian yang diderita di luar negeri maka kerugian tersebut tidak boleh
digabungkan/dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima atau diperboleh dari
Indonesia.

Penghitungan PPh Pasal 24 Jika Penghasilan Luar Negeri Berasal dari Beberapa
Negara

Jika diperboleh penghasilan luar negeri yang berasal dari beberapa negara maka besarnya
batas maksimum kredit pajak luar negeri dihitung untuk masing-masing negara.
E. PENGURANGAN/PENGEMBALIAN PPH LUAR NEGERI

Jika terjadi pengurangan atau pengembalian pajak atas penghasilan yang dibayar di luar
negeri, sehingga besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia menjadi lebih kecil
daripada besarnya penghitungan semula, maka selisihnya ditambahkan pada PPh yang
terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri pada tahun pengurangan atau
pengembalian dilakukan.

F. PEMBETULAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN KARENA PERUBAHAN


PENGHASILAN LUAR NEGERI

Terdapat kemungkinan terjadi koreksi fiscal di luar negeri yang menyebabkan penghasilan
bertambah atau berkurang:

1. Apabila terjadi koreksi fiscal luar negeri yang menyebabkan adanya tambahan
penghasilan luar negeri yang mengakibatkan pajak atas penghasilan terutang di luar
negeri lebih besar daripada yang dilaporkan dalam SPT tahunan.
2. Apabila terjadi koreksi fiscal luar negeri yang menyebabkan adanya ppenurunan
penghasilan luar negeri yang mengakibatkan pajak atas penghasilan terutang di luar
negeri lebih kecil daripada yang dilaporkan dalam SPT tahunan.

Anda mungkin juga menyukai