Anda di halaman 1dari 17

Perhitungan PPh Pasal

23/26
Perpajakan 2
Dosen Pengampu: Dr. Nella Safelia S.E.,M.Si
Kelompok 5

Nadia Putri Desiana Rahmawati


01 C1C021194
02
C1C021204

03 Sherly Sarlina 04 Sherly Wahyuna


C1C021209 C1C021222
Pajak Penghasilan
(PPh) Pasal 23
Pajak penghasilan pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Badan Usaha Tetap yang berasal dari modal,
penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21,
yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara
kegiatan. Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
a. Pemotong PPh Pasal 23
• Badan pemerintah
• Subjek pajak badan dalam negeri
• Penyelenggara kegiatan
• Bentuk Usaha Tetap
• Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
• Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor
Pelayan Pajak sebagai Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23.
b. Penerima Penghasilan Yang Dikenai (Subjek) PPh Pasal 23
Berikut ini termasuk penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23 (selanjutnya disebut Wajib
Pajak PPh Pasal 23).
• Wajib Pajak dalam negeri (orang pribadi dan badan).
• Bentuk Usaha Tetap (BUT).
c. Penghasilan Yang Dikenakan (Objek) PPh
Pasal 23
Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 23 6) Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa
(selanjutnya disebut Objek PPh Pasal 23) sesuai manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan,
dengan Pasal 23 UU No. 36 Tahun 2008, yaitu: dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong
1) Dividen Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
2) Bunga termasuk premium, diskonto, dan dalam Pasal 21 UU PPh.
imbalan sehubungan dengan jaminan Jenis jasa lain yang dikenakan PPh Pasal 23 (sesuai
pengembalian utang Peraturan Menteri Keuangan Nomor
3) Royalti 141/PMK.03/2015), diantaranya:
4) Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya • jasa penilai (appraisal)
selain kepada orang pribadi • jasa aktuaris
5) Sewa dan penghasilan lain sehubungan • Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi
dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan laporan keuangan
penghasilan lain sehubungan dengan • jasa hukum
penggunaan harta yang telah dikenai Pajak • jasa arsitektur
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (2) UU PPh
d. Penghasilan Yang Dikecualikan Dari Pemotongan PPh Pasal 23
Beberapa jenis penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 (bukan Objek PPh Pasal
23) sesuai dengan Pasal 23 ayat (4) UU No. 36 Tahun 2008, yaitu:
1. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
2. sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan sewa guna usaha dengan hak opsi;
3. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak
dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan
modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
• dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;
• bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham
memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang
disetor;
• bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya
tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk
pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
• sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
• penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa.
e. Menghitung PPh Pasal 23
Jenis Penghasilan Tarif Dasar Pengenaan PPh Pasal 23
Pajak
1.Dividen 15% Jumlah bruto 15% x jumlah bruto
2. Bunga
3. Royalti
4. Hadiah, bonus, dan
penghargaan lain,
yang tidak dipotong
PPh Pasal 21
5. Sewa 2% Jumlah bruto 2% x jumlah bruto
6.Imbalan jasa
(teknik, manajemen,
konstruksi, konsultan,
jasa lain) yang tidak
dipotong PPh Pasal 21

Contoh:
CV Andi merupakan salah satu pemegang saham PT Angkasa. Pada bulan Maret 2019 PT Angkasa
membagi dividen tunai Rp1.000 per lembar. CV Andi memiliki saham pada PT Angkasa sebanyak
5.000 lembar.
PPh Pasal 23 dihitung sebagai berikut.
Dasar pengenaan pajak = jumlah bruto dividen = Rp1.000 x 5.000 = Rp5.000.000
PPh Pasal 23= 15% x Rp5.000.000 = Rp750.000
f. PPh Atas Hadiah
Pengenaan PPh atas hadiah dibedakan sebagai berikut.
• Hadiah penghargaan yang diterima oleh Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha
Tetap dikenakan tarif 20% (dua puluh persen) bersifat final.
• Hadiah undian dikenakan tarif 25% bersifat final
• Hadiah penghargaan yang diterima Wajib Pajak orang pribadi dikenakan tarif Pasal 17
UU PPh sesuai ketentuan PPh Pasal 21
• Hadiah penghargaan yang diterima Wajib Pajak badan dikenakan tarif 15% (lima belas
persen) PPh Pasal 23.
Pajak Penghasilan
(PPh) Pasal 26
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 menganut dua sistem pengenaan pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri dari Indonesia. Dua sistem pengenaan pajak
tersebut adalah:
• pemenuhan sendiri kewajiban perpajakannya bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia;
• pemotongan oleh pihak yang wajib membayar bagi Wajib Pajak luar negeri lainnya.
Pasal 26 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mengatur tentang pemotongan atas penghasilan
yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain
bentuk usaha tetap.
1. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 26
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh Pasal 26) wajib dilakukan oleh:
a) Badan pemerintah
b) Subjek Pajak dalam negeri
c) Penyelenggara kegiatan
d) Bentuk usaha tetap
e) Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya yang melakukan pembayaran kepada Wajib Pajak
luar negeri selain bentuk usaha tetap.
2. Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 3. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 26
26 Tarif yang dikenakan adalah 20% untuk setiap
Jenis-jenis penghasilan yang wajib dipotong jenis penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 26
Pajak Penghasilan Pasal 26 (Objek PPh Pasal atau sesuai dengan persetujuan penghindaran
26) adalah: pajak berganda (P3B) antarnegara atau tax
• dividen; treaty.
• bunga termasuk premium, diskonto, dan • Tarif 20% dikenakan dari dasar pengenaan
imbalan sehubungan dengan jaminan pajak, dengan ketentuan sebagai berikut.
pengembalian utang: harta; • Tarif 20% dari penghasilan bruto;
• royalti, sewa, dan penghasilan lain • Tarif 20% dari penghasilan neto;
sehubungan dengan penggunaan • Tarif 20% dari penghasilan kena pajak
• imbalan sehubungan dengan jasa, setelah dikurangi Pajak Penghasilan.
pekerjaan, dan kegiatan;
• hadiah dan penghargaan;
• pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
• premi swap dan transaksi lindung nilai
lainnya;
• keuntungan karena pembebasan utang.
4. Penghitungan PPh Pasal 26

PPh Pasal 26 = 20% Penghasilan Bruto

Penghitungan tersebut diterapkan untuk penghasilan yang bersumber dari modal dalam bentuk:
a) Dividen
b) Bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang
c) Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
d) Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
e) Hadiah dan penghargaan
f) Pensiun dan pembayaran berkala lainnya

Contoh:
PT Perdana adalah penerbit buku cerita anak-anak. Pada bulan Maret 2016, perusahaan
membayarkan royalti sebesar Rp100.000.000 kepada Akira Toriyama sebagai pengarang buku
cerita anak-anak DRAGON BALL Akira Toriyama adalah Wajib Pajak luar negeri. PPh Pasal 26
yang dipotong oleh PT Perdana adalah:
20% x Rp100.000.000 = Rp20.000.000
PPh Pasal 26 = 20% x Penghasilan Neto
         Penghasilan Neto  = Perkiraan Penghasilan Neto X Penghasilan Bruto

Penghitungan tersebut diterapkan untuk:


a) penghasilan dari penjualan harta di Indonesia
b) premi asuransi dan reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar
negeri.
Besarnya perkiraan penghasilan neto dihitung berdasarkan kondisi sebagai berikut:
 Untuk premi yang dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri:
PPh Pasal 26 = 20% x Penghasilan neto
20% x (50% x Penghasilan bruto)
10% x Penghasilan bruto
10% x Jumlah premi yang dibayar
 Untuk premi yang dibayar perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada
perusahaan asuransi di luar negeri:
PPh Pasal 26 = 20% x Penghasilan neto
20% x (10% Penghasilan bruto)
2% x Penghasilan bruto.
2% x Jumlah premi yang dibayar
 Untuk premi yang dibayar perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada
perusahaan asuransi di luar negeri:
PPh Pasal 26 = 20% x Penghasilan neto
20% x (5% Penghasilan bruto)
1% x Penghasilan bruto
1% x Jumlah premi yang dibayar
Contoh:
PT Ananda merupakan perusahaan persewaan gedung kantor. Pada tahun 2016, perusahaan
mengasuransikan bangunan bertingkat ke perusahaan asuransi di luar negeri Building Life Inc.
Premi yang dibayar oleh PT Ananda kepada Building Life Inc. sebesar Rp1.000.000.000.
PPh Pasal 26 yang dipotong oleh PT Ananda adalah:
20% x 50% x Rp1.000.000.000 = Rp100.000.000
PPh Pasal 26 = 20% x (Penghasilan Kena Pajak - PPh Terutang)
Contoh:
Suatu bentuk usaha tetap di Indonesia memperoleh Penghasilan Kena Pajak sebesar
Rp17.500.000.000.PPh Pasal 26 dihitung sebagai berikut:
Penghasilan Kena Pajak Rp17.500.000.000
PPh terutang: 25% x Rp17.500.000.000 Rp 4.375.000.000 (-)
Penghasilan setelah dikurangi pajak Rp13.125.000.000
PPh Pasal 26 yang terutang:
20% x Rp13.125.000.000 Rp 2.625.000.000
Jika penghasilan setelah dikurangi pajak tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, atas
penghasilan sebesar Rp13.125.000 tidak dipotong PPh Pasal 26.
5. Sifat Pemotongan/Pemungutan PPh Pasal 26
Pemotongan pajak atas penghasilan Wajib Pajak luar negeri adalah bersifat final, tetapi atas penghasilan
berikut ini pemotongan pajaknya tidak besifat final sehingga potongan pajak tersebut dapat dikreditkan
dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Berikut ini penghasilan penghasilan yang
dimaksud (pemotongannya tidak bersifat final).
• Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia
yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia.
• Penghasilan berupa dividen;
• Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak
dalam negeri atau bentuk usaha tetap.
6. Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 26
Ketentuan yang berkaitan dengan penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 26 adalah:
• Pajak Penghasilan Pasal 26 yang telah dipotong harus disetorkan selambat-lambatnya tanggal 10 bulan
takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
• Pemotong PPh Pasal 26 diwajibkan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa selambat-
lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
• Pemotong PPh Pasal 26 harus memberikan tanda bukti pemotongan PPh Pasal 26 kepada orang pribadi
atau badan yang dibebani membayar Pajak Penghasilan yang dipotong
• Pemotongan PPh Pasal 26 atas penghasilan berupa Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak
dari semua bentuk usaha tetap di Indonesia, terutang dan harus dibayar lunas selambat-lambatnya
tanggal 25 (dua puluh lima) bulan ketiga setelah tahun pajak atau bagian tahun pajak berakhir, sebelum
Surat Pemberitahuan Tahunan disampaikan.
TERIMAKASI
H

Anda mungkin juga menyukai