Anda di halaman 1dari 16

PENGELOMPOKAN DAN JENIS PAJAK DI INDONESIA

DOSEN PENGAMPU:
Dr. I Wayan Widnyana,SE.,MM

OLEH:
PEMASARAN A MALAM
KELOMPOK 9

1. I Kadek Agus Widiarta (2002612010607)


2. I Gede Wahyu Pratama (2002612010609)
3. I Putu Joey Fanny Hardiwijaya (2002612010610)
4. I Nyoman Nesa Nirta Ardiana (2002612010611)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI MANAJEMEN
UNIVERSITAS MAHASARASWATI
2023

1
1.1 Mengenal Berbagai Pengelompokan dan Jenis Pajak di Indonesia

Pajak adalah sebagai sumber utama pendapatan sebuah negara. Mungkin untuk
Anda yang kuliah mengambil jurusan akuntansi atau perpajakan, pasti mempelajari mata
kuliah ini, ya perpajakan. Definisi umum dari berbagai jenis pajak adalah iuran yang
rakyat berikan kepada negara berdasarkan undang-undang, sehingga dapat dipaksakan,
dan tidak mendapat balas jasa secara langsung. Jadi untuk Anda warga negara yang bijak
pasti tidak pernah terlambat bayar pajak.

Pajak di Indonesia sendiri terdiri dari berbagai macam penggolongan, jenis, dan
macamnya biasanya dibedakan berdasarkan pungutan dan pengelolaannya. Tentunya
Anda perlu mengetahui ini, karena ada uang yang Anda setorkan untuk kemajuan negara
dan mengetahui peruntukannya. Terlebih jika Anda memiliki usaha dan harus
menghitung pajak dari setiap laporan keuangan Anda.

1.2 Jenis Pajak Menurut Lembaga Pemungutan

Pajak menurut lembaga pemungutan terbagi menjadi 2 jenis pajak yaitu adalah
Pajak pusat yang biasanya dikelola oleh pemerintah pusat dalam hal ini adalah Direktorat
jendral pajak yang dibawah naungan Kementrian keuangan. Yang kedua adalah pajak
daerah. Pajak daerah adalah jenis pajak yang dipungut dan dikelola oleh dinas pendapatan
daerah.
Contoh dari Pajak pusat adalah sebagai berikut:

1. Pajak Penghasilan (PPh)


2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
4. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
5. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
6. Bea Materai.

Sedangkan unttuk Pajak daerah adalah sebagai berikut:

1. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)


2. Pajak Hotel dan Restoran
3. Pajak Hiburan dan tontonan
4. Pajak Reklame
5. Pajak Penerangan Jalan
6. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)

1.3 Jenis Pajak Menurut Sifatnya

2
Untuk pajak menurut siftanya juga menjadi terbagi 2 jenis pajak, yaitu pajak
subyektif dan pajak objektif, untuk perbedaannya adalah:

1. Pajak Subyektif
Pajak Subyektif ( Pajak yang Bersifat Perorangan ) yaitu jenis pajak yang dalam
pengenaannya memperhatikan keadaan atau kondisi pribadi wajib pajak ( status
kawin atau tidak kawin, mempunyai tanggungan keluarga atau tidak ). Jadi pada
dasarnya setiap orang yang menghuni wilayah di Indonesia memiliki kewajiban untuk
membayar pajak tersebut. Mulai dari anak kecil hingga orang dewasa. Sementara bagi
warga negara asing yang tinggal di Indonesia dikenakan wajib pajak jika memiliki
keterikatan ekonomis dengan Indonesia, Contohnya jika WNA tersebut memiliki
usaha di Indonesia maka akan dikenakan wajib pajak. Contoh pajak subyektif adalah
Pajak Penghasilan (PPh)

2. Pajak objektif
Pajak Obyektif ( Pajak yang Bersifat Kebendaan ) yaitu jenis pajak yang dalam
pengenaannya hanya memperhatikan sifat obyek pajaknya saja, tanpa memperhatikan
keadaan atau kondisi diri wajib pajak. Lebih tepatnya pajak objektif dikenakan pada
seorang warga negara Indonesia jika penghasilan yang dimiliki sudah memenuhi
syarat sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Ada beberapa golongan warga negara Indonesia yang terkena wajib pajak jenis
ini. Pertama, adalah mereka yang menggunakan benda atau alat yang menurut ketentuan
dikenai pajak. Kedua, pajak yang diambil terkait kekayaan yang dimiliki, kepemilikan
barang-barang mewah dan pemakaiannya. dan yang terakhir adalah jika seseorang
melakukan pemindahan harta dari Indonesia ke suatu negara lain, maka aktivitas tersebut
akan dikenai wajib pajak. Untuk contoh pajak objektif sendiri adalah : Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM)

1.4 Jenis Pajak Menurut Golongannya

Pengelompokan jenis pajak menurut golongan dibagi menjadi dua yaitu pajak
langsung dan pajak tidak langsung, berikut penjelasannya :

1. Pajak Langsung
Jenis pajak langsung adalah pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh
wajib pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Dengan
kata lain, pajak langsung harus dibayar sendiri oleh wajib pajak bersangkutan. Pajak
langsung biasanya melekat pada orang pribadi si wajib pajak, sehingga hak dan
kewajibannya tidak dapat dialihkan ke pihak lain. Pajak yang termasuk dalam pajak
langsung di antaranya adalah pajak:

a. Pajak penghasilan (PPh).


b. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
c. Pajak Kendaraan Bermotor.

2. Pajak tidak langsung

3
Jenis ajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan atau digeser
kepada pihak lain. Dengan kata lain, pembayarannya dapat diwakilkan kepada pihak
lain. Pajak tidak langsung tidak memiliki surat ketetapan pajak, sehingga
pengenaannya tidak dilakukan secara berkala melainkan dikaitkan dengan tindakan
perbuatan atas kejadian.

Ada tiga unsur untuk mengenali pajak tidak langsung:

1. Penanggung jawab pajak yaitu orang yang secara formal yuridis diharuskan
melunasi pajak, bila padanya terdapat faktor atau kejadian yang menimbulkan sebab
untuk dikenakan pajak.
2. Penanggung pajak yaitu orang yang dalam faktanya memikul beban pajak.
3. Pemikul beban pajak, yakni orang yang menurut maksud pembuat undang-undang
harus memikul beban pajak.

Pajak yang termasuk pajak tidak langsung di antaranya:

a. Pajak Pertambahan Nilai (PPN).


b. Pajak bea masuk.
c. Pajak ekspor.

1.5 Usaha dan Pajak

Pajak yang berlaku di Indonesia terdiri dari berbagai macam dan peruntukan.
Contohnya jika Anda membeli barang online dari luar negeri anda dikenakan pajak bea
masuk, atau jika Anda menggunakan kendaraan bermotor Anda akan dikenakan pajak
kendaraan bermotor. Hal inipun berlaku jika Anda memiliki usaha, pelaporan pajak
adalah kewajiban yang harus dilakukan setiap perusahaan, mulai dari PPN, PPh21,
ePPh23, dan lain lain. Tentunya ini akan memakan waktu jika dilakukan dengan manual.
Anda bisa mencoba software pencatatan keuangan yang sudah terbukti dan sudah teruji
contohnya adalah Accurate. Software akuntansi yang sudah sesuai dengan standar
akuntansi di Indonesia dan memiliki sistem otomatis untuk penghitungan pajak yang
berlaku di Indonesia. Terbukti sudah 20 tahun melayani banyak perusahaan besar dan
UKM dan terus melakukan inovasi sesuai perubahan yang terus berkembang.

1.6 Jenis-Jenis Objek Pajak Penghasilan

Objek Pajak Penghasilan sendiri ada beberapa jenis-jenis, yaitu:


1. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa, kecuali
ditentukan lain oleh Undang-Undang PPh :
- Semua pembayaran atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan, seperti ;
upah, gaji, premi asuransi kesehatan yang dibayar oleh pemberi kerja, atau
imbalan dalam bentuk lainnya merupakan objek pajak.
- Pengertian imbalan dalam bentuk lainnya termasuk imbalan dalam bentuk
natura yang diberikan oleh non subjek pajak penghasilan.
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan:
- Meliputi hadiah dari undian, pekerjaan, dan kegiatan seperti: hadiah undian
tabungan, hadiah pertandingan olah raga, dan sebagainya.

4
- Yang dimaksud penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungan
dengan kegiatan tertentu, misalnya imbalan yang diterima sehubungan dengan
penemuan benda-benda purbakala.
3. Penghasilan dari Usaha/Laba usaha
4. Keuntungan penjualan atau pengalihan harta (capital gain), termasuk:
- Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutu an, dan
badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
- Dalam hal terjadi pengalihan harta sebagai pengganti saham atau penyertaan
modal, keuntungan berupa selisih antara harga pasar dari harta yang diserahkan
dan nilai bukunya merupakan penghasilan.
- Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau
anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya
- Apabila Wajib Pajak menjual harta dengan harga yang lebih tinggi dari nilai
sisa buku atau lebih tinggi dari harga atau nilai perolehan, selisih harga tersebut
merupakan keuntungan. Dalam hal penjualan harta tersebut terjadi antara
badan usaha dan pemegang sahamnya, harga jual yang dipakai sebagai dasar
untuk penghitungan keuntungan dari penjualan tersebut adalah harga pasar.
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya
dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.
6. Bunga, termasuk premium, diskonto, dan jaminan karena pengembalian utang
:
- Premium terjadi apabila obligasi dijual di atas nilai nominalnya. Sedangkan
diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya.
- Premium tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi,
sedangkan diskonto merupakan penghasilan bagi pihak yang membeli obligasi.
7. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, yaitu terdiri dari:
- Pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama
dan dalam bentuk apapun
- Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang
disetor
- Pemberian saham bonus tanpa penyetoran, termasuk saham bonus dari
kapitalisasi agio saham, kecuali : apabila jumlah nilai nominal saham yang
dimilikinya setelah pembagian saham bonus tersebut tidak melebihi jumlah
setoran modalnya
- Pembagian laba dalam bentuk saham (dividen saham)
- Pencatatan tambahan modal tanpa penyetoran, kecuali yang berasal dari
kapitalisasi selisih lebih revaluasi aktiva tetap
- Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh
pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang
bersangkutan
- Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetor, jika
dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika
pembayaran kembali tersebut akibat dari pengecilan modal (statuter) y ang
dilakukan secara sah
- Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima
sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut
- Bagian laba sehubungan dengan kepemilikan obligasi
- Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis

5
- Pembagian sisa hasil usaha kepada anggota koperasi
- Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang
dibebankan sebagai biaya perusahaan.
8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak. Royalti adalah suatu jumlah yang
dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan apa pun, baik dilakukan
secara berkala maupun tidak.
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. Dalam
pengertian sewa termasuk imbalan yang diterima atau diperoleh dengan nama
dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan penggunaan harta gerak atau
harta tak gerak, misalnya sewa mobil, sewa kantor, sewa rumah, dan sewa
Gudang
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran secara berkala, misalnya alimentasi
atau tunjangan seumur hidup yang dibayar secara berulang-ulang dalam
jangka waktu tertentu.
11. Keuntungan karena pembebasan utang.
12. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
14. Premi asuransi yang diterima atau diperoleh perusahaan asuransi dari para
peserta asuransi (pemegang polis).
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
16. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak
17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
19. Surplus Bank Indonesia.
Surplus Bank Indonesia yang merupakan objek Pajak Penghasilan adalah
surplus Bank Indonesia menurut laporan keuangan audit setelah dilakukan
penyesuaian atau koreksi fiskal sesuai dengan Undang-Undang PPh dengan
memperhatikan karakteristik Bank Indonesia. Laporan keuangan audit
merupakan hasil audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Penyesuaian atau koreksi fiskal sesuai dengan Undang-Undang PPh dengan
memperhatikan karakteristik Bank Indonesia, dilakukan atas:
- pengakuan keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing;
- pengakuan biaya penyisihan aktiva; dan
- pengakuan biaya penurunan nilai aktiva secara langsung; dan
- penyusutan aktiva tetap.

1.7 Pengertian dan Jenis Subjek Pajak

Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang dikenakan pajak sesuai dengan
ketetapan yang telah diatur oleh Undang-Undang. Namun, setiap subjek pajak memiliki
kewajiban yang berbeda dalam membayar dan melapor pajak. Begitupun juga dengan hak
yang diperoleh oleh setiap subjek pajak berbeda-beda. Oleh karena itu, agar Anda dapat
lebih memahami tentang subjek pajak beserta jenis dan ketentuannya, silakan simak
informasi di bawah ini.

6
1.8 Pengertian Subjek Pajak
Secara singkatnya, subjek pajak merupakan orang atau badan yang dikenakan
pajak oleh negara. Subjek pajak ini dibagi menjadi 4 kategori yaitu pribadi, badan,
warisan yang belum dibagi, dan badan usaha tetap. Berikut ini ketentuan yang berlaku
untuk masing-masing kategori:
Orang pribadi: Bagi seluruh WNI atau WNA yang tinggal di Indonesia maupun
di luar negeri, namun memiliki pendapatan dari Indonesia maka mereka akan
diberlakukan pajak orang pribadi.
Badan: Bagi seluruh badan yang berdiri dan berkembang di Indonesia masuk ke
dalam ketentuan subjek pajak badan, terkecuali untuk badan yang bersifat non-komersial
dan juga yang mendapatkan biaya dari APBN/APBD.
Warisan yang belum terbagi: Bagi seluruh pewaris yang akan membagi dan menurunkan
warisannya, maka pewaris wajib mendaftarkan harta bendanya dan membayarkan pajak
sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk subjek pajak dengan kategori warisan yang
belum terbagi.
Bentuk usaha tetap: Bagi seluruh kantor, gedung, pabrik, bengkel, gudang, dan
lainnya yang didirikan oleh WNI maupun WNA yang bertempat tinggal di Indonesia,
maka mereka akan dikenakan pajak bentuk usaha tetapi

1.9 Jenis Subjek Pajak

Ada 2 jenis subjek pajak yang ada di Indonesia yaitu subjek pajak dalam negeri
dan subjek pajak luar negeri. Adapun penjelasan kedua jenis subjek pajak ini adalah:

1. Dalam Negeri
Seluruh aktivitas bisnis yang dilakukan di Indonesia termasuk ke dalam subjek
pajak dalam negeri. Subjek pajak ini berlaku untuk seluruh WNI serta seluruh
WNA yang juga tinggal di Indonesia. Pajak dalam negeri juga berlaku untuk
badan dan badan usaha tetap yang berdiri di Indonesia sesuai dengan ketentuan
yang berlaku pada penjelasan sebelumnya.
2. Luar Negeri
Banyak dari masyarakat Indonesia yang masih mempertanyakan seputar pajak
luar negeri apabila mereka merupakan WNI yang tinggal di luar Indonesia, apakah
mereka akan tetap dikenakan pajak dari Indonesia?

Bagi subjek pajak luar negeri, apabila mereka tidak melakukan aktivitas ekonomi
atau mendapatkan penghasilan dari Indonesia, maka subjek pajak ini tidak akan
dikenakan pajak dalam negeri melainkan sesuai dengan peraturan perpajakan di negara
tempat mereka tinggal.

1.10 Perbedaan Subjek Pajak Dalam Negeri dan Luar Negeri\

Secara garis besarnya, perbedaan subjek pajak dalam negeri dan luar negeri adalah
sebagai berikut:

7
1. Subjek pajak dalam negeri akan dikenakan pajak untuk setiap aktivitas ekonomi
yang dilakukan di Indonesia sementara subjek pajak luar negeri hanya akan
dikenakan pajak atas penghasilan yang didapat dari Indonesia.
2. Pengenaan pajak penghasilan bagi subjek pajak dalam negeri akan dikenakan
sesuai penghasilan neto sedangkan pengenaan pajak penghasilan subjek luar
negeri akan dikenakan sesuai penghasilan bruto.
3. Subjek pajak dalam negeri wajib melaporkan SPT atau Surat Pemberitahuan
Tahunan mengenai pajak penghasilan yang diperoleh selama satu tahun pajak dan
untuk subjek pajak luar negeri mereka tidak perlu menyampaikan SPT
dikarenakan pemotongan pajak yang mereka terima sudah bersifat final.

1.11 Hak-hak Wajib Pajak

Setidaknya ada total enam belas hak dan kewajiban Wajib Pajak berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Berikut hak-hak Wajib Pajak yang
bisa Anda dapatkan:
1. Hak dalam hal Wajib Pajak dilakukan pemeriksaan
Anda berhak untuk melihat tanda pengenal pemeriksa, meminta su rat perintah
pemeriksaan, menerima penjelasan terkait maksud dan tujuan pemeriksaan,
meminta detail perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT, serta hadir saat
pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan.
2. Hak mengajukan keberatan, banding, dan peninjauan kembali
Apabila Wajib Pajak tidak setuju dengan surat ketetapan pajak dari Ditjen Pajak,
maka dapat mengajukan keberatan. Wajib Pajak juga berhak mengajukan banding
hingga peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
3. Hak atas kelebihan pembayaran pajak
Jika Anda membayar pajak dengan jumlah lebih banyak dari seharusnya, maka
Anda berhak menerima kelebihan bayarnya. Caranya adalah mengirimkan surat
permohonan ke Kepala Kantor Pajak Pratama (KPP) atau melalui Surat
Pemberitahuan (SP).
4. Hak pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak
Bagi Anda yang termasuk Wajib Pajak patuh, maka berhak mendapat
pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dalam waktu minimal
satu bulan untuk PPN dan tiga bulan untuk PPh terhitung sejak surat permohonan
diterima Ditjen Pajak.
5. Hak untuk pengangsuran atau penundaan pembayaran
Pada kondisi-kondisi tertentu, Wajib Pajak bisa meminta permohonan
pengangsuran atau penundaan untuk membayar pajak sesuai dengan ketentuan
peraturan perpajakan di Indonesia.
6. Hak kerahasiaan
Hak dan kewajiban Wajib Pajak juga menyangkut perlindungan kerahasiaan atas
semua informasi yang Anda sampaikan kepada Ditjen Pajak terkait kepentingan
perpajakan. Hal-hal yang dilindungi mencakup data dari pihak ketiga yang
sifatnya rahasia.

8
7. Hak pengurangan pajak bumi dan bangunan (PBB)
Apabila terjadi kondisi tertentu, misalnya kerusakan bumi dan bangunan akibat
bencana alam, Wajib Pajak berhak mengajukan pengurangan pajak terutang PBB.
8. Hak penundaan pelaporan SPT tahunan
Wajib Pajak dapat mengajukan perpanjangan atau penundaan penyampaian SPT
Tahunan PPh Orang Pribadi maupun PPh badan dengan alasan atau kondisi
tertentu.
9. Hak pembebasan pajak
Wajib Pajak berhak mengajukan permohonan pembebasan pemungutan atau
pemotongan Pajak Penghasilan dengan alasan atau kondisi tertentu.
10. Hak pengurangan PPh Pasal 25
Wajib Pajak dapat meminta permohonan pengurangan jumlah angsuran PPh Pasal
25 dengan kondisi tertentu.
11. Hak mendapatkan insentif perpajakan
Sejumlah kegiatan atau Barang Kena Pajak (BKP) berhak atas fasilitas
pembebasan PPN, di antaranya buku-buku, pesawat udara, kereta api, kapal laut,
serta perlengkapan TNI/Polri yang diimpor atau diserahkan di area pabean oleh
Wajib Pajak tertentu.
12. Hak mendapatkan pajak ditanggung pemerintah
Khusus pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai menggunakan hibah atau
dana pinjaman luar negeri, PPh terutang atas penghasilan konsultan, kontraktor,
dan supplier utama ditanggung pemerintah.

1.12 Berbagai kewajiban Wajib Pajak

Di samping berhak melakukan berbagai hal di atas, Wajib Pajak juga harus
mematuhi berbagai kewajiban perpajakan. Berikut ini di antaranya:
1. Kewajiban mendaftarkan diri
Salah satu hak dan kewajiban Wajib Pajak yang utama adalah mendaftarkan diri
untuk mendapat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Hal ini bisa dilakukan di
KP2KP atau KPP. Bisa juga secara online melalui ereg.pajak.go.id atau aplikasi
pajak online Ayo Pajak yang telah diawasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
2. Kewajiban memberi data
Data yang dimaksud adalah informasi orang pribadi atau badan yang dapat
menunjukkan kegiatan/usaha, penghasilan dan/atau kekayaan, peredaran usaha,
termasuk informasi terkait transaksi keuangan dan lalu lintas devisa, nasabah
debitur, kartu kredit, hingga laporan keuangan dan/atau laporan kegiatan usaha
yang disampaikan kepada instansi lain di luar Ditjen Pajak.
3. Kewajiban pembayaran, pelaporan, pemungutan/pemotongan pajak
Wajib Pajak harus menghitung, membayar, dan melaporkan pajak terutangnya
sendiri. Anda bisa melakukan hal ini secara mudah dan praktis melalui platform
Ayo Pajak.
4. Kewajiban pemeriksaan

9
Contoh kewajiban yang dimaksud adalah memenuhi panggilan untuk menghadiri
pemeriksaan, memberikan izin untuk memasuki ruangan atau tempat yang dinilai
perlu, dan memberikan keterangan jika dibutuhkan.

1. 13 Hak dan kewajiban Fiskus

Fiskus merupakan pegawai pemerintah yang diberikan tanggung-jawab atau


wewenang khusus untuk melakukan penagihan dan pengelolaan pajak. Dengan adanya
fiskus, Wajib Pajak akan lebih mudah dalam menjalankan hak dan kewajiban
perpajakannya. Sebab, walaupun layanan perpajakan sudah semakin canggih namun
masih banyak Wajib Pajak yang merasa kesulitan dalam menggunakannya sehingga
peran fiskus akan menjadi sangat penting.

Seorang fiskus memiliki tugas dan wewenang yang harus dilakukan, antara lain:

1. Membuat Surat Penetapan Pajak.


2. Membuat Surat Tagihan Pajak.
3. Membuat Keputusan Tentang Pajak.
4. Audit Pajak.
5. Mengeksekusi Penyegelan.
6. Melantik Pejabat Perpajakan.

Tak hanya itu, seorang fiskus juga memiliki hak-hak berikut ini:

1. Berhak menerbitkan NPWP dan melakukan pengukuhan pada PKP secara


jabatan.
2. Berhak menerbitkan surat tagihan pajak.
3. Berhak melakukan pemeriksaan dan penyegelan.
4. Berhak melakukan penyidikan.
5. Berhak untuk menerbitkan surat paksa dan melakukan penyitaan.

Terkait dengan kewajibannya, seorang fiskus memiliki 2 kewajiban yaitu:

1. Kewajiban Umum
Mengedukasi masyarakat terutama Wajib Pajak agar lebih memahami hak dan
kewajiban perpajakan.

2. Kewajiban Khusus
– Membuat NPWP sementara dengan batas waktu 3 hari setelah formulir
pendaftaran telah diterima.
– Membuat NPWP sementara dengan batas waktu 3 bulan setelah formulir
pendaftaran telah diterima.
– Membuat surat keputusan pengukuhan bagi PKP dengan batas waktu 7 hari
setelah formulir pendaftaran telah diterima.
– Membuat surat keputusan kelebihan pajak dengan batas waktu 1 bulan setelah
surat pengajuan diterima.
– Membuat surat perintah membayar kelebihan pajak dengan batas waktu 1 bulan
setelah surat pengajuan diterima.

10
– Membuat surat keputusan angsuran atau penundaan bayar pajak dengan batas
waktu 3 bulan.
– Membuat surat keputusan pengurangan angsuran PPh dengan batas waktu 10 hari
setelelah diajukan Wajib Pajak.
– Membuat surat keputusan atas keberatan dengan batas waktu 3 bulan setelah
pengajuan diterima.
– Membuat keputusan terkait pengurangan, penghapusan denda/suku bunga, dan
pembatalan ketetapan pajak dengan batas waktu 3 bulan setelah pengajuan
diterima.
– Tidak mengungkapkan data Wajib Pajak yang bersifat rahasia.

1.14 Teori Pendukung Pemungutan Pajak

Pemerintah atau negara melakukan pemungutan pajak ada dasarnya, atau teori
yang mendukung. Berikut teori-teori yang mendukung pemungutan pajak.

1. Teori Asuransi Pembayaran pajak menurut teori asuransi di ibaratkan


seperti pembayaran premi karena mendapat jaminan dari negara.
Negara bertugas melindungi orang dan/atau warganya dengan segala
kepentingan, yaitu keselamatan dan keamanan jiwa serta harta
bendanya. Akan tetapi, teori ini sudah banyak ditentang oleh beberapa
para pakar. Alasan para pakar menentang teori ini adalah: (a) jika ada
timbul kerugian tidak ada pergantian secara langsung dari negara, (2)
antara pembayaran jumlah pajak dan jasa yang diberikan oleh negara
tidak terdapat hubungan langsung.
2. Teori Kepentingan. Pembagian beban pajak kepada negara
didasarkan pada “kepentingan” atau “perlindungan” masing-masing
orang. Oleh karena itu, semakin besar “kepentingan” seseorang
terhadap negara, maka semakin besar pula pajak yang harus dibayar
3. Teori Daya pikul. Beban pajak untuk semua orang harus sama
beratnya. Hal ini mengandung makna bahwa pajak harus di bayarkan
sesuai dengan “daya pikul” masing-masing orang. Pendekatan untuk
mengukur daya pikul ada dua yaitu (1) unsur objektif, yaitu dengan
melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh
seseorang, (2) unsur subjektif, yaitu dengan memperhatikan besarnya
kebutuhan materiil yang harus dipenuhi. So, mungkin sama-sama
berpenghasilan Rp10.000.000, namun pembayaran pajak
penghasilannya. Penghasilan sama, namun juga harus melihat jumlah
tanggungan (misal status kawin dan jumlah tanggungannya).
4. Teori Bakti. teori ini secara sederhana menyatakan bahwa warga
negara membayar pajak karena baktinya kepada negara. Teori bakti
disebut juga teori kewajiban mutlak
5. Teori Asas Daya Beli. Teori ini berpendapat bahwa fungsi
pemungutan pajak adalah mengambil daya beli dari rumah tangga

11
masyarakat untuk rumah tangga negara, kemudian menyalurkan
kembali ke masyarakat dengan maksud untuk memelihara kehidupan
masyarakat dan untuk membawa ke arah tertentu (misal
kesejahteraan).

1.15 Asas Pemungutan Pajak di Indonesia

Di Indonesia, ada 7 asas pemungutan pajak Indonesia yang berlaku, yaitu sebagai berikut:

1. Asas Yuridis Asas pemungutan pajak yang pertama yaitu asas yuridis. Asas
yuridis merupakan pemungutan pajak yang sudah ditetapkan oleh Undang-
Undang yang berlaku. Adapun Undang-Undang yang termasuk ke dalam asas
yuridis ini adalah:
a. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB)
b. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Aturan dan Prosedur
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
c. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan (BPHTB)
d. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang
Berlaku di Indonesia
e. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan (KUP)
f. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh)
g. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa, serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah
2. Asas Ekonomi
Ekonomi merupakan salah satu asas penentu yang sangat penting dalam
pemungutan pajak. Pajak yang dipungut akan digunakan untuk meningkatkan
perekonomian negara dan masyarakat. Namun, nominal pemungutan pajak juga
tidak boleh memberatkan masyarakat karena dapat membuat perekonomian
negara turun.
3. Asas Finansial
Setiap individu pastinya memiliki tingkat pendapatan yang berbeda-beda. Faktor
inilah yang dijadikan sebagai dasar pengenaan pajak secara adil. Tentunya bagi
Wajib Pajak yang berpenghasilan lebih besar akan memiliki beban pajak yang
lebih besar bagi Wajib Pajak yang berpenghasilan menengah ke bawah.
4. Asas Sumber

12
Sumber penghasilan Wajib Pajak atau wajib usaha termasuk ke dalam asas
pemungutan pajak. Jadi, apabila seorang Wajib Pajak memiliki penghasilan di
luar negeri, maka mereka tidak akan dikenakan pajak di Indonesia. Namun apabila
penghasilan tersebut digunakan di Indonesia, maka individu tersebut wajib
membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5. Asas Wilayah
Hampir mirip dengan asas sumber, namun asas ini melihat pengenaan pajak dari
faktor tempat tinggal. Bagi WNI yang bertempat tinggal di Indonesia, maka
mereka wajib membayar pajak. Jika WNI tersebut tinggal di luar negeri, maka
mereka harus mematuhi peraturan perpajakan negara yang ditinggali.

Hal ini berlaku untuk WNA atau Warga Negara Asing yang memiliki aset atau
objek pajak di Indonesia, maka WNA tersebut akan diberlakukan sesuai peraturan
pajak yang telah ditetapkan.
6. Asas Kebangsaan
Mengikuti asas pada poin sebelumnya, untuk warga negara yang lahir di Indonesia
maupun warga negara asing yang sudah tinggal lebih dari jangka waktu 12 bulan,
maka mereka juga akan dimasukkan ke dalam daftar Wajib Pajak di Indonesia.
7. Asas Umum
Asas terakhir adalah asas umum yang berarti pemungutan pajak diambil dari
objek pajak atau Wajib Pajak secara umum dengan porsi yang sama rata. Contoh
dari faktor asas umum yang kita lihat sehari-hari adalah fasilitas umum, jalan raya,
sarana transportasi, dan lainnya.

1.15 Definisi Hukum Pajak


Peraturan mengenai pajak, yang meliputi subjek, objek, jenis, cara pemungutan,
dan sanksi (tax law).
Otoritas Jasa Keuangan

Hukum pajak adalah hukum yang bersifat public dalam mengatur hubungan
negara dan orang/badan hukum yang wajib untuk membayar pajak. Selain itu, hukum
pajak diartikan sebagai keseluruhan dari peraturan-peraturan yang mencakup tentang
kewenangan pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkan
kembali kepada masyarakat melalui uang/kas negara.

1.16 Fungsi Hukum Pajak


Hukum pajak berfungsi sebagai acuan dalam menciptakan sistem pemungutan
pajak yang berlandaskan keadilan, efisien, serta diatur sejelas-jelasnya dalam Undang-
Undang tentang hukum pajak tersebut.

13
Berfungsi sebagai sumber yang menjelaskan tentang siapa subjek dan objek yang perlu
atau tidaknya dijadikan sumber pemungutan pajak demi meningkatkan potensi pajak
secara keseluruhan.

1.17 Macam-macam Hukum Pajak


Hukum Pajak Formal
1. Hukum pajak yang memuat adanya ketentuan-ketentuan dalam mewujudkan
hukum pajak material menjadi kenyataan. Hukum pajak formal memuat tata cara atau
prosedur penetapan jumlah utang pajak, hak-hak fiskus untuk mengadakan evaluasi.
Hukum pajak formal juga menentukan kewajiban wajib pajak untuk mengadakan
pembukuan, serta prosedur pengajuan surat keberatan maupun banding. Contoh hukum
pajak formal adalah Tata Cara Perpajakan
2. Hukum Pajak Material
Hukum pajak yang memuat tentang ketentuan-ketentuan terhadap keadaan yang
dikenai pajak (objek pajak), siapa yang akan dikenakan pajak (subjek pajak) dan siapa
yang dikecualikan dengan pajak serta berapa jumlah yang harus dibayar (tarif pajak).
Contoh hukum pajak material adalah Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan
Nilai (PPN).

Jenis-Jenis Tarif Pajak


Ada beberapa jenis tarif pajak dan setiap jenis pajak pun memiliki nilai tarif yang
berbeda-beda.

Apa saja jenis-jenis tarif pajak ini, berikut penjelasan lengkapnya:


a. Tarif Pajak Proporsional
Tarif pajak proporsional merupakan tarif yang persentasenya tetap meski terjadi
perubahan terhadap dasar pengenaan pajak.

Dengan begitu, seberapa besarnya jumlah objek pajak, persentasenya akan tetap.
Contohnya adalah PPN yang persentasenya 10% dan tarif PBB dengan tarif 0,5%.
b. Tarif Pajak Tetap
Tarif pajak tetap atau yang nama lainnya tarif pajak regresif adalah tarif pajak yang
nominalnya tetap tanpa memerhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan
pajaknya (tidak berubah-ubah).

Tarif pajak tetap juga dapat diartikan sebagai tarif pajak yang akan selalu sama sesuai
dengan peraturan yang berlaku. Contohnya, Bea Meterai dengan nilai Rp3000 dan
Rp6000.
Tapi, tarif bea meterai ini mulai 2021 berlaku meterai elektronik. Bea meterai terbaru
naik menjadi Rp10.000 dan merupakan single tarif.
c. Tarif Pajak Progresif

14
Jenis tarif pajak progresif ini, persentase tarifnya semakin besar mengikuti besaran
nilai objek yang dikenai pajak.
Artinya, semakin besar nilai objek pajak, maka semakin besar pula tarifnya.

Tarif pajak progresif ini dipecah lagi menjadi tiga, yaitu:


1. Tarif progresif-progresif
Tarif progresif-progresif adalah jenis tarif progresif yang kenaikan persentasenya
semakin besar atau persentase akan naik sebanding dengan dasar pengenaan
pajaknya.
Di Indonesia, tarif pajak progresif ini diberlakukan untuk PPh WP individu (pribadi)
yakni:
Penghasilan kena pajak (gaji) sampai Rp50.000.000, tarif pajaknya 5%
Penghasilan kena pajak lebih dari Rp50.000.000 – Rp250.000.000, tarif pajaknya
15%
Penghasilan kena pajak lebih dari Rp250.000.000 – Rp500.000.000, tarif pajakya
25%
Penghasilan kena pajak di atas Rp500.000.000, tarif pajaknya 30%

2. Tarif pajak progresif-tetap


Tarif progresif-tetap adalah jenis tarif progresif yang kenaikan persentasenya tetap.

3. Tarif progresif-degresif
Tarif progresif-degresif adalah jenis tarif progresif yang kenaikan persentasenya
semakin menurun (degresif).

d. Tarif Pajak Degresif


Tarif pajak degresif ini kebalikan dari tarif pajak progresif.
Tarif pajak degresif adalah nilai persentasenya semakin kecil jika nilai objek yang
dikenai pajak semakin besar. Atau, persentase tarif pajak akan semakin rendah ketika
dasar pengenaan pajaknya semakin meningkat. Dengan begitu apabila persentasenya
semakin kecil, jumlah pajak terutang tidak ikut mengecil. Akan tetapi, bisa jadi lebih
besar karena jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya semakin besar.

Ada tiga jenis tarif pajak degresif, yaitu:


1.Tarif Degresif-Degresif
Tarif pajak degresif-degresif adalah jenis tarif degresif yang penurunan persentase
tarifnya semakin kecil.
2.Tarif Degresif-Tetap
Tarif pajak degresif-tetap adalah jenis tarif degresif yang penurunan persentasenya
tetap.
3.Tarif Degresif-Progresif

15
Tarif pajak degresif-progresif adalah jenis tarif degresif yang penurunan persentase
tarifnya makin besar.

e. Tarif Pajak Ad Valorem


Tarif pajak ad valorem adalah tarif dengan persentase khusus yang dikenakan
pada harga suatu barang. Untuk memudahkan pemahaman tarif pajak ad valorem ini,
berikut contohnya:
Perusahaan AAA mengimpor barang sebanyak 100 unit komputer dengan harga per
unit Rp10 juta. Jika tarif bea masuk impor barang tersebut 20%, maka nilai bea
masuk yang harus dibayarkan adalah:
Nilai barang impor = Jumlah Unit x Harga Per Unit
= 100 x Rp10.000.000
= Rp1.000.000.000
Bea Masuk =Tarif Bea Masuk x Nilai Barang Impor
= 20% x Rp1.000.000.000
= Rp200.000.000

f. Tarif Pajak Spesifik


Seperti namanya, tarif pajak spesifik adalah tarif pajak dengan jumlah tertentu dan
dikenakan pada suatu barang atau jenis barang tertentu.
Contoh kasus,
PT. AAA di Indonesia mengimpor mobil sedan dari Amerika Serikat sebanyak 100
unit. Apabila harga satu mobil tersebut Rp100.000.000 dan tarif bea masuk atas impor
barang Rp20.000.000 per unit, maka jumlah bea masuk yang harus dibayarkan oleh
perusahaan tersebut sebagai berikut:
Jumlah mobil yang diimpor: 100 unit
Tarif bea masuk Rp20.000.000
Jumlah bea masuk yang harus dibayarkan
= Tarif Bea Masuk Per Unit x Jumlah Mobil
= Rp10.000.000 x 100
= Rp1.000.000.000

16

Anda mungkin juga menyukai