Anda di halaman 1dari 16

PAJAK PENGHASILAN (UMUM)

Paper ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah
“Pengantar Perpajakan”.

Dosen Pengampu :
Khoirul Umam Hasbiy, SE., Ak., MSA.

Disusun Oleh :
Asyifa Choirunnisa (213141514111045)
I Made Singgih Wasistha (213141514111056)
Adika Phalosa Adinata (213141514111150)

FAKULTAS VOKASI
PROGRAM STUDI KEUANGAN DAN PERBANKAN
BIDANG MINAT PERPAJAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FEBRUARI 2021
I. Pendahuluan
Pajak adalah iuran atau pungutan wajib yang dibayarkan rakyat untuk negara
dan akan digunakan untuk kepentingan pemerintah dan masyarakat umum. Menurut
UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan: “Pajak
adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat”.
Dalam kehidupan bernegara peran pajak sangatlah penting, pajak dapat
digunakan sebagai sumber pendapatan negara, baik dalam upaya membangun
negara, menyelenggarakan pemerintahan, biaya operasional pengeluaran, bantuan
Pendidikan dan masih banyak lagi, yang ujung-ujungnya semua digunakan untuk
kepentingan rakyat. Di saa

II. Pembahasan

A. Definisi.
Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak atau
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak.
B. Dasar Hukum.
Peraturan perundangan yang mengatur Pajak Penghasilan di Indonesia adalah UU
Nomor 7 Tahun 1983 yang telah disempurnakan dengan UU Nomor 7 Tahun 1991,
UU Nomor 10 Tahun 1994, UU Nomor 17 Tahun 2000, UU Nomor 36 Tahun 2008,
Peraturan Pemerintah , Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan,
Keputusan Direktur Jenderal Pajak dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak.
C. Subjek Pajak.
Subjek Pajak Penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk
memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan Pajak Penghasilan.
Subjek Pajak akan dikenakan Pajak Penghasilan apabila memperoleh penghasilan
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, jika memenuhi kewajiban
pajak secara objektif dan subjektif maka dapat disebut sebagai Wajib Pajak yang
tertera dalam Pasal 1 UU Nomor 28 Tahun 2007.
Pada Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2008, Subjek Pajak dikelompokkan
sebagai berikut :
1. Subjek Pajak orang pribadi.
2. Subjek Pajak warisan yang belum terbagi.
3. Subjek Pajak badan.
4. Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT)
 Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri.
Pengelompokan Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri diatur
dalam Pasal 2 Ayat 2 UU Nomor 36 Tahun 2008.
1. Subjek Pajak dalam Negeri.
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia dan/atau lebih dari
183 hari dalam 12 bulan.
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
c. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat/Pemda,
dan pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional
negara.
2. Subjek Pajak Luar Negeri.
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia dan/atau tidak
lebih dari 183 hari dalam waktu 12 bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia.
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia dan/atau tidak
lebih dari 183 hari dalam 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat memperoleh
penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha.
 Kewajiban Pajak Subjektif.
 Kewajiban pajak subjektif berarti kewajiban pajak yang melekat pada
subjeknya dan tidak dapat dilimpahkan pada orang atau pihak lain.
 Saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif untuk setiap Subjek
Pajak diuraikan dalam tabel berikut ini :
 Tidak termasuk Subjek Pajak
Tidak termasuk Subjek Pajak berdasarkan Pasal 2 UU Nomor 36 Tahun 2008,
yaitu :
1. Kantor perwakilan negara asing.
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat dari negara asing.
3. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat Indonesia menjadi
anggota organisasi tersebut.
4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana
dimaksud pada nomor 3.
5. Organisasi-organisasi internasional yang berbentuk kerja sama teknik
dan/kebudayaan.
6. Jika terdapat ketentuan perpajakan yang diatur dalam perjanjian
internasional yang berbeda dengan ketentuan perpajakan dalam UU
PPh
 Wajib Pajak Dalam Negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri
Subjek Pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila
telah memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak
Kena Pajak. Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak dalam negeri dan
Wajib Pajak luar negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya,
antara lain:
1. Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang
diperoleh dari Indonesia maupun dari luar negeri.
2. Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto
dengan tarif umum, Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan
penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan.
3. Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan SPT PPh sebagai sarana
menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak.
4. Bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
D. Objek Pajak Penghasilan.
Objek Pajak merupakan segala sesuatu (barang, jasa , kegiatan, atau keadaan) yang
dikenakan pajak. Objek PPh adalah penghasilan. Dilihat dari mengalirnya tambahan
kemampuan ekonomis kepada Wajib PPh dapat dikelompokkan menjadi :
1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas.
2. Penghasilan dari usaha kegiatan.
3. Penghasilan dari modal.
4. Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah.
 Penghasilan yang Termasuk Objek Pajak.
Berdasarkan Pasal 4 Ayat 1 UU Nomor 36 Tahun 2008, penghasilan yang termasuk
Objek Pajak adalah :
1. Penggantian/imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diperoleh.
2. Hadiah dari undian/pekerjaan/kegiatan, dan penghargaan.
3. Laba usaha.
4. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan aset.
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya
dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang.
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk deviden dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi.
8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan aset.
10.Penerimaan atau pemerolehan pembayaran berkala.
11.Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan yang telah
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
12.Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
13.Selisih lebih karena penilaian kembali aset.
14.Premi asuransi.
15.Iuran yang diterima/diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri atas
Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
16.Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak.
17.Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
18.Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam UU yang mengatur mengenai
ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
19.Surplus Bank Indonesia.
 Penghasilan yang PPh-nya bersifat Final.
Berdasarkan Pasal 4 Ayat 2 UU PPh, penghasilan berikut merupakan penghasilan
yang dikenakan PPh bersifat Final :
1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya.
2. Penghasilan berupa hadiah undian.
3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya.
4. Penghasilan dari transaksi pengalihan aset berupa tanah dan/atau bangunan,
usaha jasa konstruksi, usaha real estat, dan persewaan tanah dan/atau
bangunan.
5. Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dalam Peraturan Pemerintah,
Keputusan Menteri Keuangan, dan Peraturan Perundang-undangan
perpajakan lainnya.
 Penghasilan Tidak Termasuk Objek Pajak.
Berdasarkan Pasal 4 Ayat 3 UU Nomor 36 Tahun 2008, terhadap penghasilan-
penghasilan tertentu yang diperoleh Wajib Pajak, dikecualikan buka merupakan
Objek Pajak. Penghasilan yang tidak termasuk Objek Pajak menurut ketentuan
tersebut, yaitu :
1. a. Bantuan/sumbangan.
b. Aset hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan.
2. Warisan.
3. Aset termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan.
4. Penggantian/imbalan sehubungan dengan pekerjaan/jasa yang diperoleh
dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari WP/Pemerintah.
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi beasiswa.
6. Dividen/bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
WP dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik
daerah.
7. Iuran yang diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan menteri
keuangan.
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun.
9. Bagian laba yang diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma,
dan kongsi.
10.Penghasilan yang diperoleh perusahaan modal ventura.
11.Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur
lebih lanjut berdasarkan ketentuan PerMenKeu.
12.Sisa lebih yang diperoleh badan/lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang
pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan.
13.Bantuan/santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
kepada Wajib Pajak tertentu.
E. Objek Pajak Penghasilan Bentuk Usaha Tetap.
Berdasarkan pada pasal 5 UU Nomor 36 Tahun 2008, Objek Pajak Bentuk Usaha
Tetap, yaitu :
1. Penghasilan dari usaha/kegiatan Bentuk Usaha Tetap tersebut dan dari aset
yang dimiliki atau dikuasai oleh Bentuk Usaha Tetap.
2. Penghasilan kantor pusat dari usaha/kegiatan, penjualan barang, dan
pemberian jasa di Indonesia.
3. Penghasilan sebagaimana dalam Pasal 26 yang diperoleh oleh kantor pusat
sepanjang terdapat hubungan efektif antara Bentuk Usaha Tetap dan aset
yang memberikan penghasilan.
 Penentuan Laba Bentuk Usaha Tetap
Dalam menentukan besarnya laba suatu Bentuk Usaha Tetap, berikut hal-hal yang
perlu diperhatikan, yaitu :
1. Biaya-biaya yang berkenaan dengan penghasilan kantor pusat dari
usaha/kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia.
2. Biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan.
3. Pembayaran kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan
sebagai biaya.
4. Pembayaran sebagaimana pada nomor 3 yang diperoleh dari kantor pusat
tidak dianggap sebagai Objek Pajak.
F. Pengurangan Penghasilan.
Pajak Penghasilan dihitung dari tarif dikalikan dengan penghasilan kena pajak.
Penghasilan kena pajak bagi WP dalam negeri dan bentuk usaha ditentukan
berdasarkan penghasilan bruto dikurangi pengeluaran (disebut juga biaya/beban).
Pengeluaran yang dikurangi penghasilan bruto dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
1. Pengeluaran yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari satu tahun.
2. Pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
Dalam perpajakan pengeluaran dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Pengeluaran yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
2. Pengeluaran yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya.
 Biaya yang Diperkenankan sebagai Pengurang.
Pasal 6 Ayat 1 UU Nomor 36 Tahun 2008 menyatakan bahwa besarnya Penghasilan
Kena Pajak bagi WP dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap ditentukan berdasarkan
penghasilan bruto, dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan, termasuk :
1. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan
usaha.
2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh aset berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang
mempunyai manfaat lebih dari satu tahun.
3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menkeu.
4. Kerugian karena penjualan/pengalihan aset yang dimiliki dan digunakan
dalam perusahaan.
5. Kerugian selisih kurs mata uang asing.
6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia
7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.
8. Piutang yang nyata tidak dapat ditagih
9. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
10.Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di
Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
11.Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
12.Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
13.Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketntuannya diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
 Pajak Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
PTKP merupakan jumlah penghasilan tertentu yang tidak dikenakan pajak. Untuk
menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri, penghasilan netonya dikurangi dengan jumlah PTPK. PTKP yang
ditetapkan dalam Pasal 7 Ayat 1 UU Nomor 17 Tahun 2000 mengalami
perubahan, penyesuaian terakhir diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
No.101/PNK.010/2016 yang diberlakukan efektif tahun 2016, sebagai berikut:
 Penghasilan Tidak Kena Pajak bagi Wanita
Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan besarnya PTKP
untuk Wajib Pajak Wanita
1. Jika WP adalah wanita kawin dan suami memperoleh penghasilan, besarnya
PTKP setahun untuk dirinya sendiri, yaitu Rp 54.000.000
2. Jika WP adalah wanita kawin yang menunjukkan keterangan tertulis dari
pemerintah daerah setempat bahwa suaminya tidak memperoleh
penghasilan, besarnya PTKP setahun di samping untuk dirinya sendiri (Rp
54.000.000/tahun) juga ditambah PTKP untuk status kawin dan anggota
keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak tiga orang
masing-masing sebesar Rp 4.500.000 setahun.
3. Jika Wajib Pajak tidak kawin, maka besarnya PTKP setahun di samping untuk
dirinya sendiri (Rp 54.000.000/tahun) ditambah PTKP untuk keluarga yang
menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak tiga orang masing-masing
sebesar Rp 4.500.000 setahun.
Contoh penghitungan PTKP untuk beberapa status atau kondisi Wajib Pajak sebagai
berikut :

 Penyusutan (Depresiasi).
Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh aset berwujud yang mempunyai
masa manfaat lebih dari satu tahun harus dibebankan sebagai biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan cara
mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat aset yang
bersangkutan melalui penyusutan.
Beberapa hak yang perlu diperhatikan dalam menentukan besarnya biaya
penyusutan, yaitu :
1. Saat dimulainya penyusutan.
Penyusutan aset berwujud dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran/pada bulan
selesainya pengerjaan suatu aset sehingga penyusutan pada tahun pertama dihitung
secara prorata.
2. Metode penyusutan.
Metode penyusutan yang diperbolehkan untuk kelompok aset berwujud
dikelompokkan menjadi dua, yaitu penyusutan aset berwujud bangunan dan aset
berwujud selain bangunan.

3. Kelompok masa manfaat aset dan tarif penyusutan.


Besarnya penyusutan suatu periode dipengaruhi oleh metode yang digunakan,
besarnya harga perolehan aset berwujud, dan masa manfaat dari aset berwujud
tersebut. Masa manfaat dan tarif penyusutan aset berwujud diatur sebagai berikut :

Bangunan tidak permanen adalah bangunan yang bersifat sementara dan terbuat
dari bahan yang tidak tahan lama/bangunan yang dapat dipindah-pindahkan, yang
masa manfaatnya tidak lebih dari 10 tahun.
4. Penyusutan aset berwujud tertentu.
Terhadap aset berwujud tertentu, berikut ini penyusutan diatur secara khusus :
a. Atas biaya perolehan/pembelian telepon seluler yang dimiliki dan digunakan
untuk pegawai tertentu.
b. Atas biaya perolehan/pembelian/perbaikan besar kendaraan bus, minibus,
atau yang sejenis yang dimiliki dan digunakan perusahaan untuk antar jemput
para pegawai.
c. Atas biaya perolehan/pembelian/perbaikan besar kendaraan sedan/yang
sejenisnya yang dimiliki dan digunakan perusahaan untuk pegawai tertentu.
5. Penyusutan/amortisasi untuk penanaman modal bidang tertentu.
Untuk penanaman modal dalam bidang-bidang usaha tertentu dan/atau daerah-
daerah tertentu diberikan fasilitas terhadap percepatan penyusutan dan amortisasi.
Sesuai PP No. 1/2007 (Amandemen PP No. 148/2000), jenis usaha, tarif penyusutan,
dan amortisasi yang dipercepat adalah :
1. Jenis industri terdiri atas industri makanan lainnya; tekstil dan pakaian
jadi; bubur kertas, kertas, dan karton; bahan kimia lain; barang dari
porselen; logam dasar besi dan baja; dan lain sebagainya. Fasilitas
tersebut hanya akan diberikan kepada WP dalam negeri berbentuk
perseroan terbatas dan koperasi.
2. Tarif penyusutan dan amortisasi dipercepat, dapat dilihat sebagai
berikut

 Amortisasi
Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh aset tak berwujud dan pengeluaran
lainnya termasuk perpanjangan hak-hak atas tanah yang mempunyai masa manfaat
lebih dari satu tahun, diamortisasi dengan metode garis lurus maupun metode saldo
menurun. Pengelompokan aset tak berwujud, masa manfaat, dan tarif amortisasi
dapat dilihat sebagai berikut :
 Amortisasi di bidang penambangan minyak dan gas bumi.
Pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa
manfaat lebih dari satu tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi
diamortisasi dengan metode satuan produksi.
 Amortisasi di bidang penambangan selain minyak dan gas bumi
Pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi, hak
pengusahaan hutan, atau hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya.
 Amortisasi atas pengalihan aset tak berwujud/ Hak.
Dalam hal terdapat pengalihan aset tak berwujud/ hak, nilai sisa buku aset/hak
tersebut dibebankan sebagai kerugian, sedangkan jumlah penggantian dibukukan
sebagai penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan.
 Penentuan Nilai Perolehan
Penghitungan penyusutan/amortisasi dipengaruhi oleh metode, masa manfaat, dan
jumlah yang disusutkan atau harga perolehan. Harga perolehan dihitung dari harga
beli ditambah dengan biaya-biaya yang dikeluarkan sampai aset tersebut siap untuk
digunakan.
1. Penilaian dalam hal jual beli aset.
Harga perolehan aset bagi pihak pembeli adalah harga yang sesungguhnya dibayar
dan harga penjualan bagi pihak penjual adalah harga yang sesungguhnya diterima.
2. Penilaian dalam hal tukar menukar.
Apabila terdapat aset yang diperoleh melalui transaksi tukar menukar dengan aset
lain, nilai perolehan/nilai penjualannya adalah jumlah yang seharusnya
dikeluarkan/diterima berdasarkan harga pasar.
3. Pengalihan aset dalam rangka pengembangan usaha berupa likuidasi,
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan
usaha.
Apabila terjadi pengalihan aset seperti di atas, nilai perolehan/pengalihannya
dibedakan menjadi dua, yaitu :
a) Jumlah yang seharusnya dikeluarkan/diterima berdasarkan harga pasar.
b) Penggunaan Nilai Buku.
4. Penilaian karena Hibah, Bantuan, dan Sumbangan.
Dalam hal terjadi penyerahan aset karena sumbangan atau bantuan, hibah uang
diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh
badan keagamaan/badan pendidikan /badan sosial/pengusaha kecil.
5. Pengalihan Aset sebagai Pengganti Saham.
Permodalan suatu badan dapat dipenuhi dengan setoran tunai/pengalihan aset.

 Penilaian Persediaan dan Harga Pokok Penjualan.


Harga pokok penjualan merupakan salah satu biaya langsung yang berkaitan
dengan usaha terutama usaha dagang dan manufaktur.
 Biaya yang tidak diperkenankan sebagai pengurang ( Non-Deductible Expense)
Pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan oleh WP dapat dibedakan antara
pengeluaran yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Pada prinsipnya biaya
yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai
hubungan langsung dengan usaha untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang merupakan Objek Pajak. Berikut ini pengeluaran-pengeluaran
yang tidak diperkenankan dikurangkan dari penghasilan bruto bagi WP dalam negeri
dan bentuk usaha tetap, sesuai Pasal 9 Ayat 1 UU Nomor 36 Tahun 2008 :
1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apa pun seperti
dividen
2. Biaya yang dibebankan/dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
pemegang saham, sekutu, atau anggota.
3. Pembentukan/pemupukan dana cadangan, kecuali (PMK No.
81/PMK.03/2009 dan PMK No.219/PMK.011/2012)
4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh WP orang pribadi.
5. Penggantian/imbalan sehubungan dengan pekerjaan/jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan.
6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang
saham/kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
7. Aset yang dihibahkan, bantuan/sumbangan, dan warisan.
8. Pajak penghasilan.
9. Biaya yang dibebankan /dikeluarkan untuk kepentingan pribadi WP
atau orang yang menjadi tanggungannya.
10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau
perseroan.
11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi
pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-
undangan di bidang perpajakan.

G. Kesimpulan.

Daftar Pustaka

Resmi, Siti. 2019. Perpajakan : Teori dan Kasus. Edisi 11-Buku 1. Jakarta : Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai