Anda di halaman 1dari 35

Pajak penghasilan

Maria Emelia Retno. K


 Pajak Penghasilan merupakan :
 Pajak langsung  menjadi tanggungan wajib pajak yang bersangkutan.
 Pajak pusat  dipungut oleh pusat (Ditjen Pajak).

 Peraturan Pemungutan Pajak Sistem Lama yang diganti :


1. Ordonansi Pajak Peseroan 1925  pengenaan pajak atas penghasilan dari badan-
badan.
2. Ordonansi Pajak Pendapatan 1944  pengenaan pajak atas penghasilan dari
orang pribadi (pegawai/karyawan, pemberi kerja).
3. UU Pajak Atas Bunga, Deviden dan Royalty 1970.
4. UU No.8/1967 jo PP No.11/1967  pengenaan pajak atas penghasilan terutama
laba usaha yang dipungut oleh pihak lain (MPO) dan pembayaran oleh wajib pajak
sendiri (MPS).
 Penyederhanaan dalam peraturan PPh :
 Tujuannya : mempermudah masyarakat dalam mempelajari, memahami dan
mematuhinya.
 Penyederhanaan meliputi : struktur pajak, jenis-jenis pajak, tarif dan cara
pemenuhan kewajiban pajak.

 Pajak Penghasilan dikenakan terhadap :


Subjek Pajak adalah orang yang dituju oleh undang-undang untuk dikenakan pajak.
Pajak Penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan
yang diperoleh dalam tahun pajak.

 Subjek Pajak Penghasilan :


1. Orang pribadi atau Warisan yang belum terbagi.
2. Badan dalam bentuk apapun - (PT, CV, BUMN, Persekutuan, Perkumpulan, Firma
Kongsi, Koperasi, Yayasan, Lembaga Dana Pensiun, Bentuk Usaha Tetap lainnya).
3. Bentuk Usaha Tetap (BUT).

 Subjek Pajak dibagi menjadi dua, yaitu :


1. Subjek Pajak Dalam Negeri :
 Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi wajib pajak apabila telah menerima
penghasilan yang besarnya melebihi PTKP.
 Subjek pajak badan dalam negeri menjadi wajib pajak sejak saat didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia.

 Subjek pajak dalam negeri tersebut yaitu :


1. Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari
dalam 12 bulan.
2. Orang pribadi yang dalam tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat ber-
tempat tinggal di Indonesia. (Apabila seseorang mempunyai niat untuk bertempat
tinggal di Indonesia ditimbang menurut keadaan).
3. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
4. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

2. Subjek Pajak Luar Negeri :


 Subjek pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan sekaligus menjadi wajib
pajak karena menerima penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau menerima
penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui BUT di Indonesia.

 Subjek pajak luar negeri tersebut yaitu :


1. Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183
hari dalam 12 bulan.
2. Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang :
 menjalankan usaha atau kegiatannya melalui BUT di Indonesia.
 menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak melalui BUT di
Indonesia.

 Perbedaan yang penting antara wajib pajak dalam negeri dan wajib pajak luar
negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain :
a. Wajib pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau
diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, sedangkan wajib pajak luar
negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan
di Indonesia.
b. Wajib pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan netto dengan tarif
umum, sedangkan wajib pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan
bruto dengan tarif pajak sepadan.
c. Wajib pajak dalam negeri wajib menyampaikan SPT PPh sebagai sarana untuk
menetapkan pajak yang terutang dalam tahun pajak ybs, sedangkan wajib pajak
luar negeri tidak wajib menyampaikan SPT PPh karena kewajiban pajaknya
dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.

 Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan tempat tinggal


seseorang atau tempat kedudukan badan adalah :
a. Domisili.
b. Alamat tempat tinggal.
c. Tempat tinggal keluarga.
d. Tempat menjalankan usaha pokok.

 Bentuk Usaha Tetap (BUT) :


Bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi luar negeri atau badan luar negeri
untuk melakukan usaha atau kegiatan di Indonesia yang dapat berupa :
a. Tempat kedudukan manajemen.
b. Cabang perusahaan.
c. Kantor perwakilan.
d. Gedung kantor.
e. Pabrik.
f. Bengkel.
g. Pertambangan dan penggalian sumber alam di wilayah kerja pengeboran untuk
pertambangan.
h. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan atau kehutanan.
i. Proyek konstruksi, instalasi atau proyek perakitan.
j. Pemberian jasa yang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
k. Agen yang kedudukannya tidak bebas.
l. Agen dari asuransi luar negeri yang menerima/menanggung risiko di Indonesia.
p. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa atau
digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik.

 Kewajiban Pajak Subjektif  dilihat dari :


1. Subjek Pajak Dalam Negeri :
a. Orang pribadi :
 dimulai : sejak dilahirkan atau bertempat tinggal atau berada di Indonesia.
 berakhir : saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selamanya.

b. Badan :
 dimulai : saat didirikan atau berkedudukan di Indonesia.
 berakhir : saat dibubarkan atau tidak lagi berkedudukan di Indonesia

c. Warisan yang belum terbagi :


1. yang berbentuk non BUT :
 dimulai : saat timbulnya warisan.
 berakhir : saat warisan selesai dibagi.

2. yang berbentuk BUT :


 dimulai : saat melakukan usaha melalui BUT di Indonesia.
 berakhir : saat tidak lagi menjalankan usaha di Indonesia.

2. Subjek Pajak Luar Negeri :


 dimulai : saat mempunyai penghasilan di Indonesia.
 berakhir : saat tidak lagi mempunyai penghasilan di Indonesia.

 Tidak termasuk Subjek Pajak :


a. Badan Perwakilan negara asing.
b. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing dan
orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bersama-
sama mereka dengan syarat :
 Bukan WNI dan tidak mempunyai penghasilan lain di luar jabatannya.
 Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik (resiprositas).

c. Organisasi internasional yang ditetapkan oleh Men.Keu. dengan syarat


 Tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan di Indonesia.

d. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Men.Keu dengan


syarat :
 bukan WNI
 tidak memperoleh penghasilan lain di Indonesia.
 Wajib Pajak : pihak yang telah mempunyai kewajiban pajak subjektif dan kewajiban
pajak objektif, yang termasuk di dalamnya :
Orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan ditentukan melakukan kewajiban perpajakan termasuk pemungut atau
pemotong pajak tertentu.

 Kewajiban Perpajakan dalam PPh :


1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP.
2. Meminta, mengisi, menandatangani dan menyampaikan surat pemberitahuan
kepada Dirjen Pajak.
3. Menyelenggarakan pembukuan/catatan yang memadai untuk dapat menghitung
pajak.
4. Menghitung, menyetorkan dan melaporkan jumlah pajak menurut cara yang
ditetapkan.
5. Memberikan keterangan dan memperlihatkan catatan, buku dan dokumen lainnya
bila diminta oleh Dirjen Pajak.

 UU PPh menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas,
yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh wajib pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan
untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak tersebut  Objek Pajak
Penghasilan.

 Menurut UU No.7/2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP),


objek pajak penghasilan adalah : setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari
luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
 Penghasilan dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada
wajib pajak dapat dikelompokkan menjadi :
1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas.
2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan.
3. Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak.
4. Penghasilan lain, contoh : pembebasan utang dan hadiah/undian

 Objek Pajak Penghasilan dapat dirinci sebagai berikut :


a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa.
b. Hadiah dari undian/pekerjaan/kegiatan dan penghargaan.
c. Laba usaha.
d. Keuntungan karena penjualan/pengalihan harta.
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak.
f. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan krn jaminan pengembalian utang.
g. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun.
h. Royalti.
i. Sewa dan penghasilan lain.
j. Penerimaan pembayaran berkala.
k. Keuntungan karena pembebasan utang.
l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
n. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
o. Iuran yang diterima perkumpulan sepanjang iuran tersebut ditentukan berdasarkan
volume usaha.
p. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak.
q. penghasilan dari usaha berbasis syariah.
r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
s. Surplus Bank Indonesia.

 Penghasilan tertentu pengenaan pajaknya diatur khusus dengan Peraturan


Pemerintah, yaitu :
a. Bunga deposito.
b. Tabungan-tabungan lainnya.
c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa.
d. Penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan/bangunan.
e. Penghasilan tertentu lainnya.

 Berikut ini merupakan beberapa contoh (tambahan) penghasilan yang di dalam


perundang-undangan tidak disebutkan, yaitu :
a. Ganti rugi yang diterima karena pelanggaran hak.
b. Ganti rugi karena pencemaran nama baik atau penghinaan.
c. Pertambahan harta dari hasil perbuatan yang bertentangan dengan hukum (ilegal),
misalnya korupsi, komisi yang menjadi hak negara, uang sogok, hasil curian,
penyelundupan, perjudian.
d. Memperoleh harta karun.
e. Hadiah perkawinan, ulang tahun dan promosi.

 Penghasilan yang Tidak termasuk Objek Pajak :


a. 1. Bantuan atau sumbangan.
2. Harta hibahan yang diterima oleh :
- Keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat.
- Badan keagamaan, badan sosial, pengusaha kecil termasuk koperasi yang
ditetapkan oleh MenKeu yg tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan atau penguasaan pihak-pihak yang bersangkutan.
b. Warisan.
c. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham
atau penyertaan modal.
d. Imbalan dalam bentuk natura dan atau kenikmatan.
e. Pembayaran klaim dari perusahaan asuransi.
f. Dividen/bagian laba yang diterima PT, Koperasi, yayasan atau organisasi sejenis,
BUMN/BUMD, dari modal pada badan yang didirikan di Indonesia.
g. Iuran yang didapat dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh MenKeu
dan penghasilan dari modal yang ditanamkan dalam bidang tertentu yang
ditetapkan MenKeu.
h. Bagian laba yang diterima anggota dari badan usaha yang modalnya tidak terbagi
atas saham.
i. Bunga obligasi yang diterima perusahaan Reksa Dana.
j. Bagian laba yang diterima perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari
badan pasangan usaha dengan syarat badan pasangan usaha tersebut adalah :
- Pengusaha kecil, menengah atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor
usaha tertentu.
- Sahamnya tidak dijual di bursa efek di Indonesia.

 Biaya atau beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dapat dibagi 2
golongan, yaitu :
a. Biaya/beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 tahun.
b. Biaya/beban yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun

 Biaya yang diperbolehkan mengurangi penghasilan, antara lain :


1. Biaya utk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan.
2. Penyusutan.
3. Iuran kepada dana pensiun.
4. Kerugian yang diderita karena penjualan atau pengalihan barang atau hak yang
dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan.
5. Sisa hasil usaha koperasi sehubungan dengan kegiatan usaha hanya dari dan
untuk anggota.
6. Kompensasi kerugian.
7. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk perorangan.

 Pengurangan yang tidak diperbolehkan pada penghasilan :


1. Pembayaran deviden.
2. Pembentukan dana cadangan.
3. Premi asuransi (jiwa, kesehatan).
4. Pemberian kenikmatan.
5. Pembayaran yang melebihi kewajaran.
6. Harta yang dihibahkan, bantuan dan warisan.
7. Biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pribadi.
8. Sumbangan.
9. Biaya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun.

 Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan (DPP) :


 Secara umum DPP adalah nilai berupa uang yang dijadikan dasar untuk
menghitung pajak terutang.
 Untuk wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menjadi DPP
adalah Penghasilan Kena Pajak (PKP).
 Untuk wajib pajak luar negeri, DPP-nya adalah Penghasilan Bruto.

 Besarnya DPP tersebut adalah :


 Wajib pajak Badan = Penghasilan Netto.
 Wajib pajak orang pribadi = Penghasilan Netto – PTKP

 Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) :


 Peraturan pajak tidak akan memajaki subjek pajak yang penghasilannya dianggap
hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok.
 UU menetapkan sejumlah pengurangan dari penghasilan sebelum Penghasilan
Kena Pajak dihitung.

 Penghitungan jumlah pengurangan tersebut didasarkan atas jumlah keluarga yang


menjadi tanggungan wajib pajak (w.p), yaitu :
1. Wajib pajak sendiri.
2. Isteri (jika ada).
3. Maksimal 3 orang anggota keluarga.
 Berdasarkan UU No.7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
ditetapkan Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)  Besarnya PTKP
tersebut adalah :
 Rp.54.000.000,-  untuk diri wajib pajak.
 Rp. 4.500.000,-  tambahan untuk wajib pajak kawin.
 Rp.54.000.000,-  tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung
dengan penghasilan suami.
 Rp. 4.500.000,-  tambahan untuk setiap anggota keluarga maks.3 orang

 Tanggungan yang dapat diperhitungkan dalam menghitung PTKP wajib pajak orang
pribadi harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Merupakan anggota keluarga sedarah atau keluarga semenda dalam garis
keturunan lurus satu derajat, baik ke atas maupun ke bawah.
2. Anggota keluarga tersebut tidak memperoleh penghasilan dan menjadi tanggungan
sepenuhnya wajib pajak.
3. Anak yang belum dewasa, berumur kurang dari 18 tahun dan belum pernah
menikah, meskipun telah memiliki penghasilan sendiri.
4. Untuk anak angkat yang dapat diperhitungkan dalam PTKP adalah anak angkat
yang belum dewasa dan menjadi tanggungan sepenuhnya wajib pajak.

 Penghasilan anak yang belum dewasa :


 Penghasilan anak yang belum dewasa darimana pun sumber penghasilannya dan
apa pun sifat pekerjaannya digabung dengan penghasilan orangtuanya dalam tahun
pajak yang sama.
 Apabila seorang anak yang belum dewasa, yang orangtuanya telah berpisah,
menerima atau memperoleh penghasilan, maka pengenaan pajaknya digabungkan
dengan penghasilan ayah atau ibunya berdasarkan keadaan sebenarnya.
 Diterapkannya penghitungan PTKP adalah :
a. di awal tahun pajak atau
b. awal bagian tahun pajak.
Besarnya PTKP ini disesuaikan dengan faktor penyesuaian dan ditetapkan dengan
Keputusan Men.Keu.

 Berdasarkan UU No.7/2021 (UU HPP) dlm Pasal 17 ayat (1) butir a ditetapkan tarif
pajak atas penghasilan kena pajak bagi orang pribadi dalam negeri  Tarif Pajak :
Lapisan Tarif Pajak
s.d.Rp.60juta 5%
diatas Rp.60 juta s.d Rp.250 juta 15%
di atas Rp.250 juta s.d Rp.500 juta 25%
di atas Rp.500 juta s.d Rp.5 milyar 30%
di atas Rp.5 milyar 35%
 Dengan Kep.Men.Keu, tarif tertinggi dapat diturunkan menjadi serendah-rendahnya
25%. Lapisan Penghasilan Kena Pajak (PKP) tersebut dapat diubah dengan
Keputusan Men.Keu.

 Pelunasan Pajak  dapat dilakukan melalui :


1. Pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak lain.
2. Pembayaran oleh wajib pajak sendiri.

 Pelunasan ini dilakukan setiap bulan atau masa lain yang ditetapkan oleh Men.Keu.
Pelunasan ini merupakan angsuran pajak dan boleh dikreditkan terhadap PPh yang
terhutang untuk tahun pajak yang bersangkutan kecuali pembayaran yang bersifat
final.
Contoh :
Ahmad seorang wajib pajak berstatus kawin dan mempunyai 2 orang anak serta
menanggung seorang keponakannya. Ahmad menerima penghasilan dari pekerjaannya
sebagai karyawan PT. Sejahtera dalam tahun 2022 sebesar Rp.950.000.000 (sembilan
ratus lima puluh juta rupiah). Sebagai karyawan PT. Sejahtera, Ahmad diperbolehkan
menempati rumah yang telah dibayar sewanya oleh PT. Sejahtera sebesar Rp
75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah) pertahunnya. Selain itu, Ahmad mendapat
tunjangan bensin sebesar Rp.1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah) perbulannya
yang diterimanya secara tunai.
Soal :
a. Berapa orang dan siapa saja tanggungan tuan Ahmad?
b. Berapa besar PTKP tuan Ahmad?
c. Berapa DPP/PKP tuan Ahmad?
d. Berapa besar hutang pajak penghasilan Ahmad?
Pajak Penghasilan Pasal 21

 Konsep Dasar Pajak Penghasilan Pasal 21 :


Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima/diperoleh wajib pajak
orang pribadi dlm negeri sehubungan dgn pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan

 Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 antara lain :


a. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi atau badan, baik merupakan pusat
maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dgn nama apa pun sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.
b. Bendahara atau pemegang kas Pemerintah (pusat atau daerah), termasuk institusi
TNI/POLRI, instansi atau lembaga Pemerintah lainnya dan Kedutaan Besar Indone-
sia di luar negeri yang membayarkan gaji, upah, tunjangan dan pembayaran lain
dengan nama apapun sehubungan pekerjaan atau jabatan dan kegiatan.
c. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan
lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.
d. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan
yang membayar :
1. Honorarium/pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan/atau
kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak Dalam
Negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak
untuk dan atas namanya sendiri, bukan atas nama persekutuannya.
2. Honorarium/pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan
jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak Luar Negeri.
3. Honorarium/imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan magang
e. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan Pemerintah, organisasi yang bersifat
nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang
menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah atau
penghargaan kepada wajib pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan
suatu kegiatan.

 Hak Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 :


Apabila dalam suatu bulan terjadi kelebihan penyetoran pajak atas PPh Pasal 21 yang
terutang, oleh Pemotong PPh Pasal 21, maka kelebihan penyetoran tersebut dapat
diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang pada bulan berikutnya melalui Surat
Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21.

 Kewajiban Pemotong PPh Pasal 21 :


1. Kewajiban melakukan pemotongan PPh Pasal 21.
2. Kewajiban membuat bukti potong.
3. Kewajiban menyetor dan melaporkan.

 Kewajiban Pajak Subjektif dan PTKP :


 Untuk menghitung PPh Pasal 21 yang terutang dalam satu bulan, terlebih dahulu
harus dihitung jumlah penghasilan netto setahun atau disetahunkan  hal ini perlu
dilakukan karena PTKP khususnya untuk penghitungan PPh Pasal 21 terutang
pegawai tetap tidak mengenal istilah PTKP perbulan  maksudnya apabila ada
pegawai tetap yang dalam tahun pajak tersebut hanya menerima penghasilan
selama tiga bulan saja, maka PTKP-nya tetap dihitung satu tahun.

 Setelah itu, baru dikurangi dengan PTKP setahun lalu dihitung PPh Pasal 21
terutangnya dengan menggunakan tarif Pasal 17 UU HPP.
 Pada akhirnya, PPh Pasal 21 terutang setahun tetap harus disesuaikan kembali
dengan jumlah bulan sebenarnya utk memperoleh PPh Pasal 21 terutang sebulan.

 Pada umumnya kondisi subjektif pegawai tetap dapat dirinci sebagai berikut :
1. Pegawai tetap WNI/Lokal yang kewajiban pajak subjektif dan objektifnya sudah ada
pada awal tahun. Pegawai yang termasuk dalam kategori ini adalah :
a. Pegawai tetap yang bekerja satu tahun penuh.
b. Pegawai tetap yang berhenti bekerja dalam tahun berjalan.
c. Pegawai tetap yang dipindahkan ke kantor pusat atau cabang lainnya.
d. Pegawai tetap pindahan dari pusat atau cabang lainnya dari pemberi kerja yang
sama atau pindahan dari pemberi kerja/perusahaan yang berbeda yang membawa
Formulir 1721 A1 dari pemberi kerja/perusahaan yang lama.
2. Pegawai tetap WNI/Lokal yang kewajiban pajak subjektif sudah ada pada awal
tahun namun kewajiban pajak objektifnya baru ada setelah awal tahun.
3. Pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektif dan objektif baru ada setelah awal
tahun, atau kewajiban pajak subjektifnya berakhir sebelum akhir tahun pajak.

 Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21 :


Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21, diantaranya sebagai berikut :
a. Pegawai.
b. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua,
termasuk ahli warisnya.
c. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi :
1. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan,
arsitek,dokter, konsultan, notaris, penilai.
2. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film/sinetron, bintang
iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, penari, pemahat, pelu-
kis, dan seniman lainnya.
3. Olahragawan, dan lain sebagainya.
d. Peserta kegiatan yang menerima penghasilan sehubungan dengan keikut-
sertaannya dalam suatu kegiatan,antara lain :
1. Peserta perlombaan dalam segala bidang, misalnya perlombaan olahraga, seni,
iptek, dan perlombaan lainnya.
2. Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan atau kunjungan kerja.
3. Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan
tertentu.
4. Peserta pendidikan, pelatihan dan magang.
5. Peserta kegiatan lainnya.

Hak Penerima Penghasilan : menerima bukti pemotongan PPh Pasal 21 dari


pemotong.
 Kewajiban penerima penghasilan :
1. Mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP.
2. Menyerahkan surat pernyataan kepada Pemotong Pajak yang menyatakan jumlah
tanggungan keluarga pada permulaan tahun takwim.
3. Mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan.
4. Menyerahkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 kepada :
- Pemotong pajak kantor cabang baru atau tempat kerja baru dalam hal ybs
dipindahtugaskan atau pindah kerja.
- Pemotong pajak dana pensiun dalam hal ybs mulai menerima pensiun dalam
tahun berjalan.

Anda mungkin juga menyukai