Anda di halaman 1dari 5

A. 1.

Definisi dan Dasar Hukum Pajak Penghasilan (PPh)


a. Definisi Pajak Penghasilan (PPh)
- Pajak Penghasilan (PPh) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal
dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan.
- Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan pada subjek pajak untuk
setiap objek pajak yang diterimanya.
b. Dasar Hukum Pajak Penghasilan (PPh)
- Dasar pungutan pajak penghasilan adalah UU No. 17 Tahun 2000
Yang berisi tentang subjek pajak, objek pajak, penghasilan kena pajak (PKP), dan tarif
pajak
- Dasar hukum pengenaan Pajak Penghasilan adalah Undang-undang No. 7 Tahun 1984
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 36 Tahun 2008. Undang-
undang Pajak Penghasilan berlaku mulai tahun 1984 dan merupakan pengganti UU Pajak
Perseroan 1925, UU Pajak Pendapatan 1944, UU PDBR 1970.
2. Pengertian dan Pengelompokkan Subjek Pajak
a. Pengertian Subjek Pajak
- Subjek Pajak Penghasilan adalah orang atau badan yang dikenai pajak sesuai
dengan ketentuan.
- Subjek Pajak adalah pihak-pihak yang dikenai kewajiban untuk melaksanakan
pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya. Dapat meliputi orang rpibadi maupun badan
(perusahaan).
Subjek Pajak meliputi :
1.) Orang pribadi atau warisan yang belum dibagi.
2.) Badan, seperti Perseroan Terbatas (PT), CV, Firma, BUMN, Koperasi, Yayasan.
3.) Bentuk Usaha Tetap (BUT), yaitu tempat menjalankan usaha secara teratur yang
didirikan oleh badan / perusahaan di luar negeri.
b. Pengelompokkan Subjek Pajak
1.) Subjek Pajak Dalam Negeri
Terdiri dari :
a.) Subjek Pajak orang pribadi, yaitu :
 Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,
atau
 Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat
bertempat tinggal di Indonesia.
b.) Subjek Pajak badan, yaitu :
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu
dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria :
 Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
 Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
 Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah; dan
 Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
c.) Subjek Pajak warisan, yaitu :
Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
2.) Subjek Pajak Luar Negeri
Terdiri dari :
a.) Menjalankan Usaha
 Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan,
 Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan
b.) Tidak Menjalankan Usaha
 Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan,
 Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia
 Perbedaan Wajib Pajak Dalam Negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri
Wajib Pajak Dalam Negeri Wajib Pajak Luar Negeri
 Dikenakan pajak atas penghasilan  Dikenakan pajak hanya atas
baik yang diterima atau diperoleh penghasilan yang berasal dari
dari Indonesia dan dari luar sumber penghasilan di Indonesia.
Indonesia.
 Dikenakan pajak berdasarkan  Dikenakan pajak berdasarkan
penghasilan netto. penghasilan bruto.
 Tarif pajak yang digunakan adalah  Tarif pajak yang digunakan adalah
tarif umum (Tarif UU PPh Pasal tarif sepadan (tarif UU PPh Pasal
17). 26).
 Wajib menyampaikan SPT.  Tidak wajib menyampaikan SPT.

3. Kewajiban Wajib Pajak Subjektif


Mulai Berakhir
Subjek Pajak Dalam Negeri Orang Subjek Pajak Dalam Negeri Orang
Pribadi : Pribadi :
 Saat dilahirkan.  Saat meninggal.
 Saat berada di Indonesia atau  Saat meninggalkan Indonesia
berniat bertempat tinggal di Indonesia. untuk selama-lamanya.
Subjek Pajak Dalam Negeri Badan : Subjek Pajak Dalam Negeri Badan :
 Saat didirikan atau bertempat  Saat dibubarkan atau tidak lagi
kedudukan di Indonesia. bertempat kedudukan di Indonesia.
Subjek Pajak Luar Negeri Melalui Subjek Pajak Luar Negeri Melalui
BUT : BUT :
 Saat menjalankan usaha atau  Saat tidak lagi menjalankan usaha
melakukan kegiatan melalui BUT di atau melakukan kegiatan melalui BUT di
Indonesia. Indonesia.
Subjek Pajak Luar Negeri Tidak Subjek Pajak Luar Negeri Tidak
Melalui BUT : Melalui BUT :
 Saat menerima atau memperoleh  Saat tidak lagi menerima atau
penghasilan dari Indonesia. memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Warisan Belum Terbagi : Warisan Belum Terbagi :
 Saat timbulnya warisan yang  Saat warisan telah selesai
belum terbagi. dibagikan.

4. Pengecualian Subjek Pajak / Tidak Termasuk Subjek Pajak


Yang tidak termasuk subjek pajak adalah :
a.) Kantor perwakilan negara asing.
b.) Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan
orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal
bersama-sama mereka dengan syarat :
 Bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh
penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia.
 Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
c.) Organisasi internasional, dengan syarat :
 Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
 Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran
para anggota.
d.) Pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat :
 Bukan warga negara Indonesia.
 Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan di Indonesia.
5. Pengertian Objek Pajak Penghasilan
- Objek Pajak Penghasilan adalah setiap penghasilan yang diterima oleh subjek
pajak, misalnya gaji, honorarium, komisi, bonus, bunga, pensiun, hadiah dari undian, laba
usaha.
- Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.
6. Bukan Objek Pajak Penghasilan
a.) Bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat
yang berhak, sepanjang tidak dalam rangka hubungan kerja, usaha, kepemilikan atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan
b.) Harta hibahan yang diterima oleh :
- keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus atau satu derajat,
- badan keagamaan, pendidikan, sosial, pengusaha kecil, termasuk koperasi
yang ditetapkan oleh Kepmenkeu sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan pihak-pihak yang bersangkutan,
- warisan,
- harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti
saham / sebagai pengganti penyertaan modal.
c.) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan / jasa yang diterima /
diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari WP / pemerintah.
d.) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan :
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, asuransi beasiswa.
Dividen / bagian laba yang diterima / diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri,
koperasi, yayasan / organisasi yang sejenis, BUMN / BUMD, dari penyertaan modal pada
badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia syarat :
- kepemilikan saham 25% atau lebih dari jumlah modal disetor dan harus
mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham, dan
- dividen tersebut berasal dari cadangan laba ditahan (jika penerima dividen
tersebut koperasi, syaratnya hanya dividen yang berasal dari cadangan laba yang ditahan)
e.) Iuran yang diterima / diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
Menteri Keuangan baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
f.) Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang
penanaman modal tertentu yang ditetapkan Menkeu.
g.) Bagian laba yang diterima / diperoleh anggota perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham – saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi.
h.) Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 (lima)
tahun pertama sejak pendirian / pemberian ijin usaha.
i.) Penghasilan yang diterima perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari
pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha di Indonesia, dengan syarat :
merupakan perusahaan kecil, menengah, atau menjalankan kegiatan sektor usaha yang
ditetapkan Menteri Keuangan dan sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
7. Objek Pajak Penghasilan Bentuk Usaha Tetap
Menurut Pasal 5 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994
a. Penghasilan dari usaha atau kegiatan Bentuk Usaha Tetap tersebut dan dari harta yang
dimiliki atau dikuasai (Penghasilan BUT sendiri).
b. Penghasilan kantor pusatnya dari usaha atau kegiatan penjualan barang atau
pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan dijalankan / dilakukan oleh BUT di
Indonesia (penghitungan berdasarkan pendekatan force of attraction). Hal ini karena pada
hakikatnya usaha atau kegiatan kantor pusat di Indonesia tersebut termasuk dalam ruang
lingkup usaha dan kegiatan yang dapat dilakukan oleh Bentuk Usaha Tetap.
Misalnya :
o Sebuah bank di luar negeri yang memiliki cabang (Bentuk Usaha Tetap) di Indonesia,
memberikan pinjaman secara langsung tanpa melalui Bentuk Usaha Tetap kepada perusahaan
di Indonesia. Dalam hal ini, penghasilan sehubungan dengan pemberian pinjaman oleh kantor
pusat tersebut diakui sebagai penghasilan Bentuk Usaha Tetap.
o Sebuah perusahaan di luar negeri yang memiliki Bentuk Usaha Tetap di Indonesia
menjual produk yang sama dengan yang dijual oleh BUT secara langsung tanpa melalui
BUT-nya kepada pembeli di Indonesia. Dalam hal ini, penjualan yang dilakukan oleh kantor
pusat tersebut diakui sebagai penjualannya BUT di Indonesia.
c. Penghasilan berupa dividen, bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan
sehubungan dengan jaminan pengembalian utang, royalti, sewa (imbalan lainnya sehubungan
dengan penggunaan harta), imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan (kegiatan), hadiah /
penghargaan, pensiunan / pembayaran berkala lainnya, yang diterima oleh kantor pusat
(wajib pajak luar negeri) dari Indonesia, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT-nya
dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan tersebut.
o Zenith Inc. yang berkedudukan di Amerika menutup perjanjian lisensi dengan PT
Polar untuk mempergunakan merek dagang Zenith Inc. atas hak tersebut, Zenith Inc
menerima royalti dari PT Polar.
o Sehubungan dengan perjanjian tersebut, Zenith Inc. memberikan jasa manajemen
kepada PT Polar melalui BUT di Indonesia, dan dalam rangka pemasaran produk PT Polar
yang menggunakan merek Zenith Inc tersebut.
o Dalam kasus di atas, penggunaan merek dagang oleh PT Polar memiliki hubungan
efektif dengan BUT di Indonesia, sehingga penghasilan Zenith Inc yang berupa royalti
tersebut diperlakukan sebagai penghasilan BUT.

Anda mungkin juga menyukai