Anda di halaman 1dari 3

Tirta Amelia Putri

A031201033

PERPAJAKAN INTERNASIONAL

Yuridiksi Pemajakan: yuridiksi domisi, yuridiksi sumber, kewajiban pajak


WPDN dan WPLN, dimensi internasional dan keringanan pajak berganda

1. Pengantar Yuridiksi
Yuridiksi adalah hak pemajakan suatu negara terhadap yang diterima atau
diperoleh oleh warga negaranya baik yang bersumber dari dalam negeri dan
luar negeri maupun oleh warga negara asing yang bersumber dari dalam
negeri.
Yuridiksi Pemajakan ada 2 yaitu :
1) Yuridiksi Domisili : yaitu hak pemajakan yang didasarkan kepada siapa
yang memperoleh penghasilan (berorientasi hanya pada subjek pajak).
2) Yuridiksi Sumber : yaitu hak pemajakan yang didasarkan kepada objek
penghasilan tersebut berada atau diperoleh (sumber penghasilan berada/
terletak di Indonesia, berorientasi kepada objek pajak).
2. Kewajiban Subjek Pajak dalam dan luar neger
Kewajiban subjektif merupakan kapan seseorang atau badan dapat
disebut sebagai subjek Pajak Penghasilan ((PPh). Sesuai dengan definisi UU
PPh 1984, PPh merupakan pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Dengan
kata lain, seseorang atau badan akan dikenakan PPh jika telah memenuhi
syarat subjektif (kriteria subjek pajaknya) dan syarat objektif (kriteria objek
pajaknya).
• Kewajiban Subjek Pajak Dalam Negeri
Untuk orang pribadi yang merupakan Subjek Pajak Dalam
Negeri, kewajiban subjektifnya dimulai pada saat dia dilahirkan,
berada atau mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia
dan berakhir pada saat dia meninggal dunia atau meninggalkan
Indonesia untuk selama-lamanya.
Dengan demikian, seorang bayi yang dilahirkan di
Indonesia, secara Undang-Undang telah memenuhi kewajiban
subjektif. Namun karena belum memiliki penghasilan belum
memiliki kewajiban objektif sehingga belum dapat ditetapkan
sebagai wajib pajak.
Sedangkan untuk Badan sebagai subjek pajak dalam negeri,
kewajiban subjektifnya dimulai pada saat didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia, dan akan berakhir pada saat badan tersebut
dibubarkan atau tidak berdomisili lagi di Indonesia. Ketika suatu
badan didirikan di Indonesia, pada saat itu juga telah muncul
kewajiban subjektif PPh-nya. Begitupun, ketika suatu badan
berdomisili di Indonesia, ketika itu juga badan tersebut telah
memiliki kewajiban subjektif. Untuk Bentuk Usaha Tetap (BUT),
kewajiban subjektifnya timbul sejak BUT tersebut didirikan dan
menjalankan kegiatan di Indonesia, dan berakhir sejak BUT tersebut
dibubarkan atau tidak menjalankan kegiatan lagi di Indonesia.
• Kewajiban Subjek Pajak Luar Negeri
Untuk subjek pajak luar negeri, baik orang pribadi maupun
badan, kewajiban subjektifnya dimulai ketika menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia dan berakhir sampai dengan
orang pribadi atau badan tersebut tidak lagi menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Dengan kata lain, untuk subjek pajak luar negeri, penentuan
saat dimulainya kewajiban subjektif adalah pada saat timbulnya
hubungan ekonomis subjek pajak luar negeri dengan Indonesia, di
mana hubungan ekonomis ini dilihat dari perolehan atau penerimaan
penghasilan dari sumber penghasilan di Indonesia.
3. Dimensi Internasional
Dimensi pajak internasional cukup luas meliputi aturan pajak internasioanl
yang sudah ada dalam Undang-Undang pajak Indonesia, atauran perpajakan
yang ada di UU. Pajak Negara lain yang bersinggungan serta persetujuan
penghindaran pajak yang telah dibuat Indonesia dengan negara lain.
Transaksi transnasional dapat berupa :
- Transaksi keluar dari/outbound transactions
Merujuk kepada perlakuan perpajakan atas penghasilan yang diperoleh
atau diterima WPDN dari menjalankan usaha/melakukan kegiatan) atau dari
investasi diluar Indonesia.
Atas transaksi keluar, Indonesia mengenakan pajak berdasarkan yurisdiksi
domisili.
- Transaksi masuk ke/inbound transactions
Penghasilan dari usaha dan kegiatan yang dikenakan pajak berdasarkan
kriteria ambang batas (BUT).
Penghasilan WPLN dari investasi di Indonesia dikenakan pajak
berdasarkan sistem pemotongan (withholding system) dengan basis bruto
dan tarif proporsional (20%) atau sesuai dengan tarif P3B yang berlaku.
4. Keringanan Pajak berganda
UU PPh mengatur bahwa penghasilan yang diterima WPDN dikenakan
pajak yang menggunakan prinsip World Wide Income yaitu pajak
penghasilan di Indonesia dikenakan atas penghasila yang diperoleh di
Indonesia maupun luar Indonesia. Oleh karena itu bisa menimbulkan pajak
berganda internasional, karena WPDN yang memperoleh penghasila di luar
negeri telag dikenakan pajak sesuai ketentuan pajak di negara tempar
penghasilan tersebut diperoleh. Untuk itu Indonesia memberikan keringan
dalam bentuk kredit pajak luar negeri (PPh Pasal 24).

Sumber;

Pohan, C. A. (2019). Pedoman Lengkap Pajak Internasional Ed. Revisi. Gramedia Pustaka
Utama.

Anda mungkin juga menyukai