Anda di halaman 1dari 37

1

PAJAK PENGHASILAN
TINJAUAN SECARA UMUM

TUJUAN PEMBELAJARAN :

 Memahami dasar hukum Pajak Penghasilan dan definisi pajak


penghasilan
 Mengidentifikasi dan memahami subyek pajak penghasilan
 Mengidentifikasi dan memahami obyek pajak penghasilan
 Memahami cara menghitung pajak penghasilan
 Memahami Tarip Pajak Penghasilan
 Memahami aturan – aturan khusus pajak penghasilan

I. DASAR HUKUM

Sesuai dengan amanat UUD 45 terutama pasal 23 ayat 2 setiap pengenaan


pajak harus didasarkan pada undang – undang perpajakan yang disusun oleh
pemerintah dan disetujui oleh rakyatnya melalui DPR. Secara kronologis
dasar hukum pajak penghasilan di Indonesia dapat dibagi ke dalam beberapa
periode berikut :

 Masa sebelum reformasi perpajakan tahun 1983 dasar hukum yang


digunakan adalah Pajak Perseroan (Ord PPs. 1925), Pajak Kekayaan
(Stb 1932), Pajak Pendapatan (Ord. PPd 1944).
 Masa setelah reformasi pajak tahun 1983, Peraturan perundangan
yang mengatur Pajak penghasilan di Indonesia adalah UU NO 7
tahun 1983 disempurnakan dengan UU NO 7 tahun 1991, UU NO 10
tahun 1991, UU NO 17 tahun 2000 dan terakhir UU NO 36 Tahun
2008 serta berbagai peraturan yang merupakan tindak lanjut UU diatas
antara lain PP, Kepres, KMK, KEP Dirjen Pajak maupun SE Dirjen
Pajak.

II. DEFINISI PAJAK PENGHASILAN

Pajak Penghasilan (PPh ) adalah pajak yang dikenakan terhadap subyek


pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak
Berdasarkan sifat/ciri- ciri prinsipnya pajak penghasilan dikategorikan
sebagai pajak subyektif. Jenis pajak ini mengandung pengertian bahwa
2

kewajiban pajak melekat pada diri subyek pajak dan tidak bisa
digeser/dilimpahkan pihak lain. Pajak Langsung Pajak Pusat

III. HIGHLIGHT PEMBELAJARAN PAJAK PENGHASILAN


(PPh)

Secara garis besar terdapat 5 pokok pembahasan pajak penghasilan :


1. Siapa yang menjadi Subyek atau dikenakan PPh
2. Apa yang menjadi obyek atau dikenakan PPh
3. Bagaimana cara menentukan atau menghitung PPh yang terutang
4. Berapa tarip yang harus digunakan untuk menghitung PPh terutang
5. Peraturan pajak lainnya yang mengatur PPh secara khusus
3

SUBYEK PAJAK PENGHASILAN

SIAPA SUBYEK PAJAK PENGHASILAN (PPh)

Subyek pajak dimaksudkan sebagai orang yang dituju oleh undang – undang
untuk dikenakan pajak yang terdiri dari :

a. Orang pribadi
Adalah mereka yng bertempat tinggal (domisili) atau berada
di Indonesia (residen) ataupun di luar Indonesia tanpa melihat
batasan umur , jenjang social ekonomi, kebangsaan atau
kewarganegaraan (comprehensive , all inclusive)
b. Warisan belum terbagi
Warisan merupakan subyek pajak yang menggantikan mereka
yang berhak (ahli waris) sampai adanya kejelasan dan
kepastian hukum siapa ahli waris nya.
c. Badan
Meliputi berbagai bentuk badan usaha seperti PT, CV,
BUMN/BUMD, yayasan, firma, koperasi organisasi dll.
d. Bentuk Usaha Tetap
BUT(Permanent Establishment) adalah istilah yang digunakan
dalam UU PPh untuk menentukan sampai seberapa jauh
tingkat partisipasi perusahaan luar negeri dalam kegiatan
ekonomi suatu Negara sehingga pantas dikenakan pajak.

Dampak Globalisasi
Dalam era global suatu Negara tidak mungkin untuk tidak berhubungan
dengan Negara lain. Sehingga UU PPh membagi 2 jenis subyek pajak yaitu :

1. Subyek Pajak Dalam Negeri

 Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada


di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan
atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di
Indonesia
 Badan yang didirikan di Indonesia dan bertempat kedudukan di
Indonesia
 Warisan belum dibagi sebagai satu kesatuan menggatikan yang
berhak
4

2. Subyek Pajak Luar Negeri

 Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau


berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka
waktu 12 bulan
 Badan yang tidak didirikan di Indonesia dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia
atau
 Badan yang menerima atau meperoleh penghasilan dari
Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau bukan dari
melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetapdi Indonesia

Saat dan berakhirnya kewajiban pajak subyektif dari seorang subyek pajak
dapat dijelaskan sbb :

Subyek Pajak Saat Mulai Saat Berakhir


Orang Pribadi/ Dalam  Dilahirkan  Saat Meninggal
Negeri  Saat berada di Indonesia  Saat meninggalkan
atau berniat tinggal di Indonesai untuk selama
Indonesia lamanya
Badan/ Dalam Negeri  Saat didirikan atau  Saat dibubarkan atau
bertempat kedudukan di tidak lagi bertempat
Indonesia kedudukan di Indonesia
BUT/ Luar Negeri  Saat menjalankan usaha  Saat tidak lagi
atau melakukan kegiatan menjalankan usaha atau
Melalui BUT di melakukan kegiatan
Indonesia melalui BUT di
Indonesia
Tidak melalui BUT/Luar Negeri  Saat memperoleh atau  Saat tidak lagi menerima
menerima penghasilan atau memperoleh
dari Indonesai penghasilan dari BUT
Warisan Belum Terbagi  Saat timbulnya warisan  Saat warisan selesai
yang belum terbagi dibagi

PERBEDAAN SUBYEK PAJAK DALAM NEGERI DAN LUAR


NEGERI

Subyek Pajak Dalam Negeri Subyek Pajak Luar Negeri


Dikenakan pajak atas penghasilan Dikenakan pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh dari yang diterima atau diperoleh dari
5

Indonesia maupun dari luar Indonesia (territorial income)


Indonesia (worldwide income)
Pajak dikenakan biasanya dengan Pajak dikenakan dengan basis
basis penghasilan neto dengan tarif penghasilan bruto dengan tarip pajak
umum sepadan (Flate rate)
Wajib Menyampaikan SPT Tidak wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan (SPT)

PENGECUALIAN SUBYEK PAJAK PENGHASILAN

Berdasarkan UU terdapat beberapa pihak yang tidak termasuk subyek pajak


antara lain :

1. Badan Perwakilan Asing


2. Pejabat perwakilan diplomatic, konsulat, pejabat-pejabat lain dari
Negara asing
3. Organisasi Internasional
4. Pejabat-Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional

Menurut UU pajak pihak pihak diatas dikecualikan untuk menjadi subyek


pajak karena alasan kelaziman international sepanjang memenuhi 2
persyaratan :

1. Tidak memperoleh penghasilan lain di Indonesia selain sebagai


pemangku jabatan diatas
2. Asas resiprositas (adanya timbal balik) , artinya Negara pengirim
memberikan perlakuan yang sama terhadap orang Indonesia, untuk
3. organisasi international Indonesia menjadi member (anggota) badan
international tersebut
4. Pejabat tersebut Bukan WNI
6

Soal Latihan

1. Wira Yudha lahir di Semarang, dan menetap di Surabaya, Sepanjang hidup ia


tidak pernah ke luar negeri
2. Singh Asraf seorang warga Negara Malaysia, yang lahir tahun 1969 ia tinggal di
Ambon. Sejak umur 6 tahun ia menetap di Thailand hingga sekarang. Pada tahun
2009 menerima penghasilan sewa rumah warisan orang tuanya di Ambon
3. Timothy lahir di Jerman tahun 1975, pada saat usia 3 tahun dia pindah ke
Indonesia bersama ortunya yang warga Negara Brunei dan menetap di Bali hinga
saat ini
4. Bachtiar beserta istri dan anak anaknya adalah WNI, Pada tahun 2015 diangkat
sebagai pegawai di Kedubes RI di Amerika Serikat
5. David Beckam warga Negara Inggris selama hidupnya menetap di London
6. Wintoro adalah seorang mahasiswa Indonesia yang kuliah di Australia selama 2
tahun(tahun 2015). Sambil kuliah dia bekerja. Tahun 2017 ia kembali Ke
Indonesia
7. PT Mahesa didirikan dan bertempat kedudukan di Semarang
8. PT Queen Ltd bertempat kedudukan di Hongkong, mempunyai saham pada
perusahaan di Indonesia
9. PT King domisili China bergerak di bidang perdagangan punya agen di Jakarta
10. Gaston Castano Warga Negara Argentina dikontrak 1 Musim Kompetisi oleh
PSIS dimulai bulan Maret sd Juli
11. Abdullah adalah dubes Qatar untuk Indonesia yang diminta untuk mengajar
Bahasa Arab di Salah satu Universitas dan mendapat honor bulanan
Tentukan status SP Diatas apakah tergolong SP DN, BUT, SP LN, Bukan SP alasan ?

OBYEK PAJAK PENGHASILAN

APA OBYEK PAJAK PENGHASILAN (PPh)


7

Dalam perpajakan yang dimaksud dengan obyek pajak adalah apa yang
dikenakan pajak. Secara tegas disebutkan dalam undang – undang yang
menjadi obyek untuk dikenakan PPh adalah : Penghasilan ( Pasal 4 ayat 1
UU PPh)

Pengertian Penghasilan :
 Setiap tambahan kemampuan ekonomis
 yang diterima atau diperoleh wajib pajak
 baik berasal dari Indonesia mapun dari luar Indonesia
 yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib
pajak
 dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Berdasarkan pengertian penghasilan tersebut diatas, dapat ditarik


kesimpulan bahwa secara umum semua penghasilan dikenakan PPh kecuali
yang dinyatakan sebagai penghasilan yang tidak dikenakan PPh menurut
Undang-undang PPh.

Dalam Praktek nya Undang - Undang Pajak Penghasilan membagi


penghasilan ke dalam 3 kelompok yaitu :
1. Penghasilan yang merupakan Obyek Pajak
2. Penghasilan yang merupakan pajak yang telah dipotong PPh final
3. Penghasilan Bukan Obyek Pajak

Termasuk penghasilan yang dikenakan (merupakan obyek pajak) PPh


antara lain :

a. Penghasilan atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan (gaji, upah,


honorarioum, dan lainnya )
b. Laba usaha
c. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan
d. Keuntungan penjualan atau pengalihan harta
e. Penerimaan kembali pajak yang telah dibebankan sebagai biaya
f. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan jaminan
pengembalian hutang
g. Deviden dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk deviden
pemegang polis asuransi dan pembagian SHU Koperasi
h. Royalty
i. Sewa atau penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
8

j. Penerimaan pembayaran berkala


k. Keuntungan karena pembebasan hutang s/d jumlah tetrtentu yang
ditetapkan Menteri Keuangan
l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva tetap
n. Premi asuransi
o. Iuran yang diterima perkumpulan dari anggota yang terdiri dari wajib
pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
kena pajak
q. Pengalihan Hak di Bidang Pertambangan
r. Penghasilan usaha berbasis syariah
s. Imbalan Bunga
t. Bunga Obligasi yang diterima atau diperoleh Reksa dana
u. Surplus Bank Indonesia

Dari kategori penghasilan yang termasuk obyek pajak diatas, untuk


menyederhakan, penghasilan dapat dikelompokkan berdasarkan mengalirnya
(inflow) tambahan kemampuan ekonomis kepada subyek pajak.

Penghasilan dari Penghasilan dari Penghasilan dari Modal Penghasilan Lain – lain
Pekerjaan atau Usaha atau
Pekerjaan Bebas kegiatan
 Gaji,  Laba  Keuntungan  Hadiah dari undian atau
upah, usaha karena pekerjaan atau kegiatan dan
honorariu pengalihan harta penghargaan
m atau penjualan  Penerimaan kembali
 Premi  Bunga termasuk pembayaran pajak yang telah
Asuransi premium dibebankan sebagai biaya
diskonto dan  Penerimaan atau perolehan
imbalan pembayaran berkala
sehubungan  Keuntungan karena pembebasan
dengan jaminan utang
pengembalian  Keuntungan karena selisih kurs
utang  Selisih lebih penilaian kemblai
 Deviden dengan aktiva tetap
nama dan  Iuran yang diterima atau
bentuk apapun diperoleh perkumpulan dari
 Royalty anggotannya
 Sewa dan  Tambahan kekayaan neto yang
Penghasilan lain berasal dari penghasilan yang
sehubungan belum dikenakan pajak
dengan
penggunaan
harta

PENGECUALIAN OBYEK PAJAK PENGHASILAN


9

Berdasarkan UU terdapat bebarapa aliran (inflow) pengahasilan yang


tidak /bukan merupakan OBYEK PAJAK PENGHASILAN

a. Bantuan / sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh Badan Amil


Zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk dan disyahkan oleh
pemerintah, serta harta hibah yang diterima oleh keluarga sedarah
dalam garis keturunan lurus satu derajat dan oleh badan keagamaan
atau badan pendidikan atau badan social atau pengusaha kecil
termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sepanjang
tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan,
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan
b. Warisan
c. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai
pengganti sahamatau penyertaan modal
d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
dalam bentuk naturaatau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah
e. Pembayaran dari asuransi kepada orang pribadi sehubngan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna dan asuransi bea siswa
f. Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, BUMD
dari penyertaan pada badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di
Indonesia dengan syarat : memiliki usaha aktif dan kepemilikan
saham diatas 25 %
g. Iuran yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang disyahkan
Menteri Keuangan
h. Penghasilan dari modal yang ditanam Dana Pensiun dalam bidang
tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan
i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham, persekutuan, perkumpulan, firma
dan kongsi
j. Bunga obligasi yang diterima Reksa Dana selama 5 tahun perteme
sejak pendidirian perusahaan atau ijin usaha
k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan Modal Ventura
berupa bagian laba dari pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha di Indonesia dengan syarat :
 Badan tersebut harus merupakan pengusaha kecil, menengah
atau yang menjalankan usaha dalam sector yang ditetapkan
Menteri Keuanagan
10

 Sahamnya tidak diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia

Penghasilan yang merupakan pajak yang telah dipotong PPh final

Dengan pertimbangan kemudahan dalam pelaksanaan pengenaan serta


mengurangi beban administrasi bagi wajib pajak maupun Dirjen Pajak
beberapa jenis pajak penghasilan diputuskan untuk dikenakan pajak final.
(Lihat Lampiran)

Soal Latihan :

Dr.Boyke (K/2 ) adalah seorang Pegawai Negeri Sipil (Kepala RSU D


Semarang) Pada tahun 2018 menerima penghasilan sebagai berikut :
1. Menerima gaji dan tunjangan dari RSUD sebesar Rp.50.000.000
2. Sebagai Dosen tidak tetap di PTS menerima honor Rp.20.000.000
3. Menerima Jasa/Honor praktek di RSUD Rp.30.000.000
4. Penghasilan Bruto Praktek di Rumah Rp.60.000.000
5. Menerima Bunga deposito dari Bank Arta Jaya Rp.25.000.000
6. Menerima Bagian Laba dari CV Mitra Apotik sebagai sekutu pasif
CV tersebut sebesar Rp. 20.000.000
7. Menerima Hadiah Sebagai Dokter Teladan Rp.5.000.000
8. Menerima Hadiah Undian dari Bank Arta Jaya Rp. 100.000.000
9. Menerima uang sewa dari rumah yang dikontrakkan Rp.6.000.000
10.Menerima Royalty dari Buku hasil karyanya Rp.5.000.000

Hitung PPh nya ? Tentukan Jenis kategori mengalirnya penghasilan yang


diterima dan kategori jenis pengenaan pajaknya

Total Penghasilan = Rp. 301.000.000 =


Penghasilan Bkn Obyek Pajak = 20.000.000
Total Penghasilan Obyek Pajak = 281.000.000
Penghasilan yg bersifat Final = 125.000.000
Penghasilan Kena Pajak = 156.000.000
PTKP (K/2) = 67.500.000
PKP (DPP) = 88.500.000
Pajak DPP X Tarip
50.000.000 X 5 % = 2.500.000
38.500.000X 15 % =5.775.000
Pph = 8.275.000
11

CARA MENGHITUNG PPH

Secara umum untuk menghitung pajak harus ditentukan dahulu Dasar


Pengenaan Pajak (DPP)
Dasar Pengenaan PPh adalah Penghasilan Kena Pajak

 Untuk usaha bentuk badan (PT, CV, Yayasan, Koperasi dll)


Penghasilan Kena Pajak = Laba Bersih / Penghasilan Neto *)
 Untuk usaha orang pribadi
Penghasilan Kena Pajak = Laba Bersih / Penghasilan Neto *)
dikurangi PTKP

*) KETERANGAN :

 Yang dimaksud laba bersih untuk menghitung PPh adalah laba


bersih menurut peraturan pajak bukan laba bersih menurut
akuntansi perusahaan
 Dalam contoh nomor 1 s/d nomor 22, untuk memudahkan
perhitungan PPh maka angka-angka dalam contoh tersebut
diasumsikan telah sesuai dengan ketentuan UU PPh

PTKP / PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK

Pajak penghasilan OP merupakan jenis pajak subyektif yang pengenaannya


harus memperhatikan keadaan pribadi subyek pajak . Ujud nyata dari hal
diatas adalah pemberian kelonggaran (batas pemajakan) dalam bentuk PTKP
yang jumlahnya dikaitkan dengan keadaan wajib pajak pada awal tahun
pajak. Jadi PTKP adalah batas penghasilan yang tidak dikenakan pajak
untuk wajib pajak orang pribadi sesuai dengan jumlah tanggungan
keluarganya

PTKP TAHUN 2007-08 Setahun Sebulan

1. Untuk diri sendiri wajib pajak : Rp 13.200.000.- Rp 1.100.000.-


12

2. Tambahan menikah/kawin Rp 1.200.000.- Rp 100.000.-

3. Tambahan tanggungan keluarga


maksimal 3 orang / anak @ : Rp 1.200.000.- Rp 100.000.-

4. Untuk isteri yang penghasilannya


digabung dengan penghasilan
suami diberi tambahan PTKP : Rp 13.200.000.-

5. Tanggungan keluarga adalah anak, anak angkat dan orang tua yang
menjadi tanggungan sepenuhnya dan tidak punya penghasilan

PTKP TAHUN 2009 Setahun Sebulan

 Untuk diri sendiri wajib pajak : Rp 15.840.000.- Rp 1.320.000.-

 Tambahan menikah/kawin : Rp 1.320.000.- Rp 110.000.-

 Tambahan tanggungan keluarga


maksimal 3 orang / anak @ : Rp 1.320.000.- Rp 110.000.-

 Untuk isteri yang penghasilannya


digabung dengan penghasilan
suami diberi tambahan PTKP : Rp 15.840.000.-

 Tanggungan keluarga adalah anggota keluarga sedarah dan semenda


dalam garis keturunan lurus terdiri dari anak, anak angkat dan orang
tua yang menjadi tanggungan sepenuhnya dan tidak punya
penghasilan

PTKP TAHUN 2016 Setahun Sebulan

 Untuk diri sendiri wajib pajak : Rp 54.000.000.- Rp 4.500.000.-

 Tambahan menikah/kawin : Rp 4.500.000.- Rp 375.000.-

 Tambahan tanggungan keluarga


maksimal 3 orang / anak @ : Rp 4.500.000.- Rp 375.000.-
13

 Untuk isteri yang penghasilannya


digabung dengan penghasilan
suami diberi tambahan PTKP : Rp 54.000.000..-

 Tanggungan keluarga adalah anggota keluarga sedarah dan semenda


dalam garis keturunan lurus terdiri dari anak, anak angkat dan orang
tua yang menjadi tanggungan sepenuhnya dan tidak punya
penghasilan

Contoh : menghitung PTKP (kondisi 1 Januari )

Soal : 1
Evan belum menikah dan bekerja di PT PLN; Hitung PTKP ? TK/0
54.000.000

Soal : 2
Tasya belum menikah menanggung 1 orang tua, 1 anak angkat, 1 adik
kandung yang masih kuliah; Hitung PTKP ? diri sendiri 54 Jt, OT 4,5 Jt AA
4,5 Jt Adik Akndung Tdk boleh 63 Jt TK/2

Soal : 3
Tanamal menikah mempunyai 2 anak; Hitung PTKP ? 67, 5 K/2

Soal : 4
Markus menikah mempunyai 4 anak; Hitung PTKP ? K/3

Soal :5
Ricardo menikah mempunyai anak 3, isterinya mempunyai usaha salon
penghasilannya digabung dengan penghasilan Ricardo ; Hitung PTKP ?
K/I/3

KK Tuan Rudy K/3 54 Jt , 4,5 72 Juta

Istri Punya Usaha Butik V


Anak Kandung Sdh bekerja X
Anak Kandung MhswV
Anak Angkat Pelajar V
Ibu mertua Menerima Pensiuan sbg janda
14

Adik Kandung Tidak bekerjaX


Paman Pensiunan X

Shinta Belum Menikah TK/1


Orang Tuanya ikut Shinta Sdh Pensiun
Adik Kandung
Anak Angkat

Shinta Menikah (TK/0) 54 Jt TK/ 0

Shinta Menikah ------- Suami tdk bekerja Sepanjanag ada surat ket dr RT
RW Kel Kecamatan K/3
Sdh punya 3 Anak

TARIP YANG DIGUNAKAN UNTUK MENGHITUNG PAJAK


PENGHASILAN

a. Tarip PPh Badan ( PT, CV, Yayasan dll )

No Penghasilan kena pajak Tarip


1 Sampai dengan Rp 50.000.000 10%
2 Diatas Rp 50.000.000 s/d Rp 100.000.000 15%
3 Diatas Rp 100.000.000 30%

Undang undang No 36/2008 mengamandemen tarip PPh badan dari


model progresif menjadi tarip tunggal/Single tariff sebesar 28 % untuk
tahun 2009 dan diturunkan menjadi 25 % mulai tahun 2010

Fasilitas pengurangan tarip PPh badan diatur dalam pasal 31 E


WP badan dam negeri dengan peredaran bruto s/ d Rp.50.000.000.000
mendapat fasilitas pengurangan tarip sebesar 50 % (14 %) yang
dikenakan pajak dari peredaran bruto s/d 4.800.00.000

Tarip PPh Orang Pribadi

No. Penghasilan kena pajak Tarip


1 Sampai dengan Rp 50.000.000 5%
2 Diatas 50 Jt sd 250 Jt 15%
15

3 Diatas Rp 250.000.000 s/d Rp 500.000.000 25 %


4 Diatas Rp 500 .000.000 30 %

Undang undang No 36/2008 mengamandemen tarip PPh OP sebagai


berikut

No. Penghasilan kena pajak Tarip


1 Sampai dengan Rp 50.000.000 5%
2 Diatas Rp 50.000.000 s/d Rp 250.000.000 15%
3 Diatas Rp 250.000.000 s/d Rp 500.000.000 25%
4 Diatas Rp 500.000.000 30%

CARA MENGHITUNG PPH :

ORANG PRIBADI:

Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) dapat dikategorikan sbb :


 WP OP Karyawan ( Dibahas saat materi PPh 21)
 WP OP Usaha Dengan Peredaran Bruto Setahun Tidak Lebih dari
Rp.4.800.000.000 (Disebut usaha kecil dan menengah)
 WP OP Usaha dengan Peredaran Bruto lebih dari Rp.4.800.000
 WP OP Pekerjaan Bebas Peredaran Bruto Tidak Lebih dari
Rp.4.800.000.000
 WP OP Pekerjaan Bebas dengan Peredaran Bruto Lebih dari
Rp.4.800.000.000

 WP OP Usaha Dengan Peredaran Bruto Setahun Tidak Lebih


dari Rp.4.800.000.000 (Disebut usaha kecil dan menengah)

Pph yang harus dibayar : Peredaran Bruto X Tarip 0,5 %


Pemotongan Pajak Bersifat Final (PP 23/2018)
Jangka Waktu Boleh menggunakan tarip 0,5 % Maks 7 Th
sejak WP terdaftar dan memperoleh NPWP

Soal 1
16

Rudi K/3 tahun 2019 memiliki data penjualan sebagai berikut ;


No Bulan Penjualan Bruto
1 Januari 350.000.000
2 Pebruari 300.000.000
3 Maret 400.000.000
4 April 250.000.000
5 Mei 150.000.000
6 Juni 250.000.000
7 Juli 100.000.000
8 Agustus 400.000.000
9 September 500.000.000
10 OKtober 600.000.000
11 Nopember 200.000.000
12 Desember 500.000.000

Hitung Pph ang harus dibayar ? (Rudi baru mulai usaha than 2019)

 WP OP Usaha dengan Peredaran Bruto lebih dari Rp.4.800.000

Jika penghasilan dari usaha lebih dari Rp.4.800.000.000 setahun maka


WP OP harus meghitung pajak menggunakan Pembukuan (Pajak
dihitung dari Laba Usaha)

Pph Terutang : Laba X Tarip PPh pasal 17 (progresip)


Bersifat Tidak Final

Soal 2

Covid Ataka telah menikah mempunyai 3 anak dalam tahun 2019 memiliki
penjualan Rp 5.100.000.000.- Harga Pokok Penjualan Rp 2.000.000.000.-
Biaya usaha Rp 1. 200.000.000.- (asumsi angka-angka tersebut sesuai UU
PPh) Hitung PPh terutang tahun 2019?

Soal 2
Lokky Doni telah menikah mempunyai 2 anak dalam tahun 2019 melakukan
penjualan Rp 3.800.000.000.- Penghasilan Istri dari Usaha Rp.
1.100.000.000 Harga Pokok Penjualan Rp 2.000.000.000.- Biaya usaha Rp
17

500.000.000.- - (asumsi angka-angka tersebut sesuai UU PPh) Hitung : PPh


terutang tahun 2019

 WP OP Pekerjaan Bebas Peredaran Bruto Tidak Lebih dari


Rp.4.800.000.000

Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas meliputi:

a.Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari


pengacara, Akuntan, Konsultan, Penilai, Arsitek, Notaris, Dokter,
Aktuaris; (PAK PANDA)
b.pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film,
bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,
peragawan/peragawati, pemain drama, dan penar

SYARAT MENGGUNAKAN NORMA PENGHITUNGAN


PENGHASILAN NETO (NPPN)

 Peredaran Usaha (Penjualan atau Penerimaan bruto) tidak


melebihi Rp. 4.800.000.000
 Pendapatan Berasal dari Pekerjaan Bebas
 Memberitahukan Kepada DJP dalam jangka waktu 3 bln
pertama dari tahun pajak yang bersangkutan
 Membuat catatan Peredaran Usaha ( Penjualan )
 PPh dihitung dari Laba Bersih berdasarkan Norma Penghasilan
Neto
 Rumus : Penghasilan Neto -= Peredaran Usaha X Persentase

PERSENTASE NORMA: (Per 17/Pj/2015)

 Angka persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto adalah angka


yang digunakan sebagai factor pengali dari peredaran usaha
 Angka Persentase NPPN dikelempokan menurut wilayah sebagai berikut
 Sepuluh ibukota propinsi yaitu Medan, Palembang, Jakarta, Bandung,
Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makasar, dan Pontianak
 Ibukota propinsi lainya
 Daerah lainnya
18

 Buku / Daftar Norma Penghasilan Neto ada di Kantor Pajak, untuk


mengetahui berapa persen ( % ) Norma suatu usaha, dapat dilihat di
lampiran Norma Penghasilan Neto
 Contoh : Dokter, Akuntan di Semarang Norma 50 %

Soal 3
Rony K /2 memiliki data sbb :
Penerimaan bruto dari praktik dokter di Semarang Rp. 4.550.000.000
Hitung Pph terutang dari Pekerjaan Bebas sebagai dokter,

Soal 4

Selain menjalankan usaha kantor akuntan publik di Jakarta, Nona Aurelia


memiliki usaha persewaan ruang kantor di kota yang sama. Sepanjang
tahun 2019, Nona Aurelia memiliki peredaran usaha dari jasa kantor
akuntan publik sebesar Rp 2 miliar. Sedangkan dari usaha persewaan
ruang kantor memperoleh sebesar Rp3 miliar. Nona Aurelia telah
menyampaikan pemberitahuan mengenai penggunaan Norma Penghitungan
kepada Direktur Jenderal Pajak 3 bulan sejak awal Tahun Pajak 2019.
Persentase penghasilan neto jasa kantor akuntan publik di kota Jakarta
adalah sesuai dengan norma KLU 69200 untuk 10 ibukota provinsi yaitu
sebesar 50%.

Hitung PPh Nona Auerela ?

 WP OP Pekerjaan Bebas dengan Peredaran Bruto Lebih dari


Rp.4.800.000.000

Dengan kondisi diatas maka penghitungan pajak terikat dengan


kewajiban melakukan pembukuan , sehingga pajak dihitung
berdasarkan laba usaha

Soal

Hotma (Pengacara) telah menikah mempunyai 1 anak dalam tahun 2019


memeproleh jasa sebagai pengacara Rp 10.000.000.000.- Biaya Usaha Rp
4.000.000.000.- (asumsi angka-angka tersebut sesuai UU PPh) Hitung PPh
terutang tahun 2019

BADAN USAHA
19

 Badan Usaha Dengan Peredaran Bruto Setahun Tidak Lebih dari


Rp.4.800.000.000 (Disebut usaha kecil dan menengah)

Berlaku tarip 0,5 % X Peredaran Bruto


Bersifat Final
Jangka Waktu PT 3 Tahun, Selain PT 4 tahun

 Badan Usaha dengan Peredaran Bruto kurang dari Rp.4.800.000


menggunakan pembukuan

Berlaku tarip Pasal 31 E UU PPH PPh 12,5 % dari Laba

 Badan Usaha dengan peredaran Bruto diatas 4, 8 M sd 50 M

Pasal 21 E UU PPh 38/2018


Penjualan sd 4,8 M mendapat keringanan tarip 50 %

 Badan Usaha dengan peredaran bruto diatas 50 M

Berlaku tarip normal 25 %

Cara menghitung Pajak Penghasilan adalah dengan mengalikan Penghasilan


Kena Pajak (PKP) X Tarip PPh

Soal : 6
PT Optimis Mandiri dalam tahun 2019 melakukan penjualan Rp
4.750.000.000.- Harga Pokok Penjualan Rp 3.500.000.000.- Biaya usaha Rp
500.000.000.- (asumsi angka-angka tersebut sesuai UU PPh) Hitung : PPh
terutang tahun 2019

Soal : 7
PT Kalinyamat dalam tahun 2019 melakukan penjualan Rp 30.000.000.000.-
Harga Pokok Penjualan Rp 15.000.000.000.- Biaya usaha Rp
12.000.000.000.- (asumsi angka-angka tersebut sesuai UU PPh) Hitung PPh
terutang tahun 2018

Soal : 7a
PT. Sriwijaya dalam tahun 2019 melakukan penjualan Rp 51.000.000.000.-
Harga Pokok Penjualan Rp 30.000.000.000.- Biaya usaha Rp
20

16.000.000.000.- (asumsi angka-angka tersebut sesuai UU PPh) Hitung :


PPh terutang tahun 2019

Soal 8
Yulianto telah menikah mempunyai 1 anak dalam tahun 2018 melakukan
penjualan Rp 1.800.000.000.- Harga Pokok Penjualan Rp 1.000.000.000.-
Biaya usaha Rp 200.000.000.- (asumsi angka-angka tersebut sesuai UU
PPh) Hitung PPh terutang tahun 2018( Dibawah 4.8 M Setahun ) maka Pph
Final 5 % * Omzet

Soal 9
Ronny Ronianto telah menikah mempunyai 3 anak dalam tahun 2018
melakukan penjualan Rp 1.800.000.000.- Harga Pokok Penjualan Rp
1.000.000.000.- Biaya usaha Rp 200.000.000.- dan isterinya menerima
penghasilan neto dari Salon sebesar Rp 50.000.000.- (asumsi angka-angka
tersebut sesuai UU PPh) Hitung : PPh terutang tahun 2018

NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO

Wajib Pajak Orang Pribadi dalam menghitung PPh dapat menggunakan


pembukuan atau menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto:

a. MENGGUNAKAN PROSENTASE TERTENTU

 Tarip 0.5 % X Peredaran Bruto 1 Bln


 Peredaran usaha tidak melebihi Rp.4.800.000.000 dalam satu
tahun pajak
 Penghasilan berasal dari usaha

b. MENGGUNAKAN PEMBUKUAN

 Menyelenggarakan buku-buku ( buku penjualan, buku


pembelian, buku kas dan buku lainnya)

 Menutup buku-buku pada akhir tahun dengan membuat Neraca


dan Daftar Laba / Rugi

 PPh dihitung dari Laba/Rugi pembukuan


21

c. MENGGUNAKAN NORMAPENGHITUNGAN PENGHASILAN


NETO (NPPN)

 Peredaran Usaha (Penjualan atau Penerimaan bruto) kurang dari


Rp 1.800.000.000.- dalam satu tahun ,untuk tahun 2018
batasan penggunaan norma adalah Rp. 4.800.000.000
 Pendapatan Berasal dari Pekerjaan Bebas
 Memberitahukan Kepada DJP dalam jangka waktu 3 bln
pertama dari tahun pajak yang bersangkutan

 Membuat catatan Peredaran Usaha ( Penjualan )

 PPh dihitung dari Laba Bersih berdasarkan Norma Penghasilan


Neto

 Rumus : Penghasilan Neto -= Peredaran Usaha X Persentase

PERSENTASE NORMA:

 Angka persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto adalah angka


yang digunakan sebagai factor pengali dari peredaran usaha
 Angka Persentase NPPN dikelempokan menurut wilayah sebagai berikut
 Sepuluh ibukota propinsi yaitu Medan, Palembang, Jakarta, Bandung,
Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makasar, dan Pontianak
 Ibukota propinsi lainya
 Daerah lainnya
 Buku / Daftar Norma Penghasilan Neto ada di Kantor Pajak, untuk
mengetahui berapa persen ( % ) Norma suatu usaha, dapat dilihat di
lampiran Norma Penghasilan Neto

Soal : 10 a

Pamungkas telah menikah mempunyai 3 anak kegiatan usaha dalam tahun


2018 adalah sebagai berikut
1. Peredaran usaha dari industri Jamu di Semarang Rp. 4. 400.000.000
2. Biaya Usaha dari Industri Jamu di Semarang Rp. 150.000.000
22

Soal 10b
Rony K /2 memiliki data sbb :
3. Penerimaan bruto dari praktik dokter di Salatiga Rp. 4.350.000.000
4. Biaya Praktek sebagai Dokter Rp.1.169.000.000
Hitung : PPh tahun 2018
a. Pamungkas memilih menggunakan pembukuan
b. Pamungkas memilih menggunakan NPPN (Lihat lampiran)

RUGI MENURUT PERPAJAKAN

1. Usaha yang memperoleh laba akan dikenakan Pajak Penghasilan atas


laba bersih usaha / penghasilan neto

2. Usaha yang mengalami kerugian tidak dikenakan pajak penghasilan,


bahkan rugi dapat dikompensasikan ( dapat dikurangkan atau dapat
diperhitungkan laba tahun berikutnya

3. Kompensasi rugi menurut perpajakan


a. Rugi dapat dikompensasikan dengan laba tahun berikutnya
b. Kompensasi rugi selama 5 tahun berturut-turut
c. Kompensasi rugi dilakukan mulai tahun berikutnya setelah
tahun menderita kerugian

4. Rugi atau sisa rugi yang telah lewat 5 tahun tidak dapat
dikompensasikan dengan laba tahun berikutnya

Soal : 11
PT Armada dalam beberapa tahun kegiatan usahanya sebagai berikut :
a. Tahun 2018 Rugi Rp 100.000.000.-
b. Tahun 2019 Rugi Rp 200.000.000.-
Hitung : PPh terutang tahun 2019

Soal : 12
PT Dermaga tahun 2019 peredaran diatas Rp.51.000.000.000 data
perpajakan sebagai berikut :
a. Tahun 2017 Rugi Rp 100.000.000.-
b. Tahun 2018 Rugi Rp 200.000.000.-
c. Tahun 2019 Laba Rp 400.000.000.-
Hitung : PPh terutang tahun 2019
23

Soal : 13
PT Air Laut beberapa tahun kegiatan penjualan di atas Rp.51.000.000.000
dan data perpajakan sbb :

a. Tahun 2013 Rugi Rp 800.000.000.-


b. Tahun 2014 Rugi Rp 200.000.000.-
c. Tahun 2015 Laba Rp 300.000.000.-
d. Tahun 2016 Rugi Rp 150.000.000.-
e. Tahun 2017 Laba Rp 200.000.000.-
f. Tahun 2018 Rugi Rp 100.000.000.-
g. Tahun 2019 Laba Rp 600.000.000.-
(Asumsi laba atau rugi tersebut telah sesuai dengan UU PPh)

Hitung :
a. Cara menghitung kompensasi rugi
b. PPh terutang pada saat PT Air Laut memperoleh laba

MENGHITUNG PPH AKHIR TAHUN (PPh Pasal 29)

1. Pada prinsipnya PPh dikenakan setiap akhir tahun berdasarkan laba


/ rugi perusahaan, karena laba kena pajak dan rugi tidak kena pajak

2. Pembayaran PPh yang akan terutang akhir tahun, wajib dibayar


atau diangsur setiap bulan dengan cara :

a. PPh yang dibayar sendiri oleh wajib pajak


( PPh yang dibayar sendiri disebut PPh Pasal 25)

b. PPh yang dibayar melalui dipotong atau dipungut pihak


lain, yaitu pada saat menerima penghasilan tertentu atau
pada saat transaksi penjualan atau pembelian tertentu :
PPh yang dipotong atau dipungut pihak lain disebut :

1. PPh Pasal 21
2. PPh Pasal 22
3. PPh Pasal 23
4. PPh Pasal 24
5. PPh Pasal 26
24

3. Pembayaran angsuran PPh yang dibayar tiap bulan disebut Kredit


Pajak

4. PPh akhir tahun (PPh Pasal 29) dihitung berdasarkan PPh terutang
dikurangi Kredit Pajak

Soal : 14
PT Sari Laut dalam tahun 2018 melakukan penjualan Rp 11.800.000.000.-
Harga Pokok Penjualan Rp 5.000.000.000.- Biaya usaha Rp 2.000.000.000.-
; PPh Pasal 25 Rp 30.000.000.- (Asumsi angka-angka tersebut sesuai UU
PPh)
Hitung : PPh Pasal 29 tahun 2018

Soal : 15
Badrun telah menikah mempunyai 3 anak dalam tahun 2018 melakukan
penjualan Rp 1.800.000.000.- Harga Pokok Penjualan Rp 1.000.000.000.-
Biaya Usaha Rp 200.000.000.- ; PPh Pasal 25 Rp 18.000.000.- (asumsi
angka-angka tersebut sesuai UU PPh)
Hitung : PPh Pasal 29 tahun 2018

Soal : 14A
PT Sari Laut dalam tahun 2018 melakukan penjualan Rp 1.800.000.000.-
Harga Pokok Penjualan Rp 1.000.000.000.- Biaya usaha Rp 200.000.000.- ;
(Penghasilan luar usaha menyewakan mesin Rp 20.000.000.- dipotong PPh
Pasal 23 Rp 400.000.-) ; (dalam jumlah penjualan Rp 800.00.000.- termasuk
penjualan ke Instansi Pemerintah Rp 100.000.000.- dipotong PPh Pasal 22
Rp 1.500.000.-) ; PPh Pasal 25 Rp 30.000.000.- (asumsi angka-angka
tersebut sesuai UU PPh)
Hitung : PPh akhir tahun (PPh Pasal 29) tahun 2018

Soal : 15A
Badrun telah menikah mempunyai 3 anak dalam tahun 2018 melakukan
penjualan Rp 1.800.000.000.- ; Harga Pokok Penjualan Rp 1.000.000.000.-
Biaya Usaha Rp 200.000.000.- ; (Penghasilan luar usaha menyewakan
mesin Rp 20.000.000.- dipotong PPh Pasal 23 Rp 400.000.-) dan
(Penghasilan gaji sebagai pegawai tidak tetap PT Sari Laut Rp 50.000.000.-
dipotong PPh Pasal 21 Rp 2.500.000.-) ; PPh Pasal 25 Rp 30.000.000.-
(asumsi angka-angka tersebut sesuai UU PPh)
Hitung : PPh Pasal 29 tahun 2018
25

MENGHITUNG PPH PASAL 25

( PPh yg harus disetor sendiri oleh perusahaan )

1. Perusahaan setiap akhir tahun menghitung PPh akhir tahun ( PPh Pasal
29) yaitu dari PPh terutang dikurangi Kredit Pajak = PPh akhir tahun
(PPh Pasal 29). Misalnya tahun 2018 PPh terutang Rp 30.000.000.-
Kredit Pajak Rp 20.000.000.- maka PPh akhir tahun (PPhPasal 29) Rp
10.000.000.-, PPh Pasal 29 harus dibayar selambat-lambatnya tanggal 30
April 2011.

2. Setelah perusahaan menghitung PPh Pasal 29 tahun 2018, maka


perusahaan harus langsung menghitung berapa PPh yang harus dibayar
sendiri / PPh Pasal 25 setiap bulan tahun berikutnya ( tahun 2019 )

3. Cara menghitung PPh Pasal 25 Secara Umum sebagai berikut :

PPh Pasal 25 = PPh terutang th lalu - PPh 21,22,23,24 th lalu

12
Soal : 16
PT Lautan Teduh dalam tahun 2018 melakukan penjualan Rp
15.800.000.000.- Harga Pokok Penjualan Rp 15.000.000.000.- Biaya usaha
Rp 400.000.000.- ; (dalam jumlah penjualan Rp 800.000.000.- termasuk
penjualan ke Instansi Pemerintah Rp 100.000.000.- dipotong PPh Pasal 22
Rp 1.500.000.-) ; PPh Pasal 25 Rp 30.000.000.- (asumsi angka-angka
tersebut sesuai UU PPh)
Hitung : a. PPh akhir tahun (PPh Pasal 29) tahun 2018
b. PPh Pasal 25 tiap bulan tahun 2019

Soal : 17
Banawi telah menikah mempunyai 3 anak dalam tahun 2018 melakukan
penjualan Rp 1.800.000.000.- ; Harga Pokok Penjualan Rp 1.000.000.000.-
Biaya Usaha Rp 200.000.000.- ; (Penghasilan gaji sebagai pegawai tidak
tetap PT Lautan Teduh Rp 50.000.000.- dipotong PPh Pasal 21 Rp
2.500.000); PPh Pasal 25 Rp 30.000.000.- (asumsi angka-angka tersebut
sesuai UU PPh)
Hitung : a. PPh akhir tahun (PPh Pasal 29) tahun 2018
26

b. PPh Pasal 25 tiap bulan tahun 2019

MENGHITUNG PPH PASAL 25 ADA RUGI TAHUN LALU

1. Rugi tahun lalu lebih kecil dari laba

 Menghitung PPh akhir tahun (PPh Pasal 29) berdasarkan PPh


terutang yang dihitung dari laba bersih – rugi

 Menghitunmg PPh Pasal 25 tiap bulan tahun berikutnya berdasarkan


PPh terutang yang dihitung dari laba bersih tidak dikurangi rugi
( tidak ada sisa rugi, rugi lebih kecil dari laba sudah habis
dikompensasikan dengan laba tahun lalu)

Soal : 18
PT Laut Asri dalam tahun 2018 melakukan penjualan Rp 1.800.000.000.- ;
Harga Pokok Penjualan Rp 1.000.000.000.- Biaya usaha Rp 200.000.000.- ;
(dalam jumlah penjualan Rp 800.000.000.- termasuk penjualan ke Instansi
Pemerintah Rp 100.000.000.- dipotong PPh Pasal 22 Rp 1.500.000.-) ;
Tahun 2017 Rugi sebesar Rp 50.000.000.- (asumsi angka-angka tersebut
sesuai UU PPh)
Hitung : a. PPh akhir tahun (PPh Pasal 29) tahun 2018
c. PPh Pasal 25 tiap bulan tahun 2019

2. Rugi tahun lalu lebih besar dari laba

 Menghitung PPh akhir tahun (PPh Pasal 29) berdasarkan PPh terutang
yang dihitung dari laba bersih – rugi (kompensasi rugi maksimal = laba)

 Menghitunmg PPh Pasal 25 tiap bulan tahun berikutnya berdasarkan PPh


terutang yang dihitung dari laba bersih dikurangi sisa rugi ( sisa rugi =
rugi tahun lalu yang belum dikompensasikan )

Soal : 19
PT Samudra dalam tahun 2018 melakukan penjualan Rp 1.800.000.000.-
Harga Pokok Penjualan Rp 1.000.000.000.- Biaya usaha Rp 200.000.000.- ;
(dalam jumlah penjualan Rp 800.000.000.- termasuk penjualan ke Instansi
Pemerintah Rp 100.000.000.- dipotong PPh Pasal 22 Rp 1.500.000.-)
27

Tahun 2017 Rugi sebesar Rp 800.000.000.- (asumsi angka-angka tersebut


sesuai UU PPh)
Hitung : a. PPh akhir tahun (PPh Pasal 29) tahun 2018
b. PPh Pasal 25 tiap bulan tahun 2019

MENGHITUNG PPH 25
ADA PENGHASILAN TIDAK TERATUR

1. Penghasilan teratur adalah penghasilan yang diterima / diperoleh tiap-tiap


tahun secara umum penghasilan dari usaha ( laba usaha )

2. Penghasilan tidak teratur adalah penghasilan yang diterima / diperoleh


tidak tiap-tiap tahun, secara umum penghasilan dari luar usaha (misalnya
penghasilan deviden, penghasilan penjualan aktiva tetap, penjualan dari
menyewakan harta)

3. Untuk menghitung PPh Pasal 25 hanya dari penghasilan teratur saja

Soal : 20
PT Rumput Laut dalam tahun 2018 melakukan penjualan Rp
1.800.000.000.- Harga Pokok Penjualan Rp 1.000.000.000.- Biaya usaha
Rp 200.000.000.- ; (Penghasilan luar usaha menyewakan mesin Rp
20.000.000.- dipotong PPh Pasal 23 Rp 400.000.- ) ; (dalam jumlah
penjualan Rp 800.000.000.- termasuk penjualan ke Instansi Pemerintah Rp
100.000.000.- dipotong PPh Pasal 22 Rp 1.500.000.-) ; PPh Pasal 25 Rp
30.00.000.- (asumsi angka-angka tersebut sesuai UU PPh)
Hitung : a. PPh akhir tahun (PPh Pasal 29) tahun 2018
b. PPh Pasal 25 tiap bulan tahun 2019

MENGHITUNG PPH PASAL 25 ADA PENGHASILAN TIDAK


TERATUR DAN ADA RUGI

1. Rugi tahun lalu lebih kecil dari laba

 Menghitung PPh akhir tahun (PPh Pasal 29) berdasarkan PPh terutang
dihitung dari ( laba bersih + penghasilan luar usaha – rugi)
28

 Menghitung PPh Pasal 25 tiap bulan tahun berikutnya berdasarkan


PPh terutang dihitung dari laba bersih tidak ditambah penghasilan
luar usaha dan tidak dikurangi sisa rugi tahun lalu (rugi sudah habis
dikompensasikan tahun lalu)

Soal : 21
PT Kuda Laut dalam tahun 2018 melakukan penjualan Rp 1.800.000.000.-
Harga Pokok Penjualan Rp 1.000.000.000.- Biaya usaha Rp 200.000.000.- ;
(Penghasilan luar usaha menyewakan mesin Rp 20.000.000.- dipotong PPh
Pasal 23 Rp 400.000.- ) ; (dalam jumlah penjualan Rp 800.000.000.-
termasuk penjualan ke Instansi Pemerintah Rp 100.000.000.- dipotong PPh
Pasal 22 Rp 1.500.000.- ) ; Tahun 2017 Rugi Rp 75.000.000.- (asumsi
angka-angka tersebut sesuai UU PPh)
Hitung : a. PPh akhir tahun (PPh Pasal 29) tahun 2018
d. PPh Pasal 25 tiap bulan tahun tahun 2019

2. Rugi tahun lalu besar dari laba

 Menghitung PPh akhir tahun (PPh Pasal 29) berdasarkan PPh terutang
dihitung dari laba bersih + penghasilan luar usaha – rugi (kompensasi
rugi maksimal = laba )

 Menghitung PPh Pasal 25 tiap bulan tahun berikutnya berdasarkan PPh


terutang dihitung dari laba bersih tidak ditambah penghasilan luar usaha
dan dikurangi sisa rugi tahun lalu (sisa rugi setelah dikompensasikan
dengan laba tahun lalu)

Soal : 22
PT Kapal Laut dalam tahun 2018 melakukan penjualan Rp 1.800.000.000.-
Harga Pokok Penjualan Rp 1.000.000.000.- Biaya usaha Rp 200.000.000.- ;
(Penghasilan luar usaha menyewakan mesin Rp 20.000.000.- dipotong PPh
Pasal 23 Rp 400.000.- ) ; (dalam jumlah penjualan Rp 800.000.000.-
termasuk penjualan ke Instansi Pemerintah Rp 100.000.000.- dipotong PPh
Pasal 22 Rp 1.500.000.- ) ; Tahun 2017 Rugi Rp 900.000.000.- (asumsi
angka-angka tersebut sesuai UU PPh)
Hitung : a. PPh akhir tahun (PPh Pasal 29) tahun 2018
b. PPh Pasal 25 tiap bulan tahun tahun 2019
29

Koreksi-Koreksi Fiskal

Sudah dijelaskan dimuka bahwa laba bersih untuk menghitung Pajak


Penghasilan adalah Laba Bersih menurut UU PPh bukan Laba Bersih
menurut akuntansi perusahaan

Laba Bersih menurut UU PPh adalah laba bersih menurut akuntansi


perusahaan ( akuntansi komersial ) yang telah disesuaikan dengan ketentuan
dalam UU PPh akan menjadi Laba Bersih menurut pajak atau disebut Laba
Bersih menurut Akuntansi Pajak.

Penyesuaian dari Laba Bersih menurut akuntansi perusahaan menjadi Laba


Bersih menurut pajak dihitung dengan cara :
 melakukan koreksi-koreksi fiskal atas penghasilan yang PPh-nya final
 penghasilan yang tidak dikenakan pajak ( penghasilan bukan sebagai
obyek Pajak Penghasilan)
 biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto atau
tidak boleh dibebankan dibebankan sebagai biaya
30

MODUL

PERPAJAKAN

HERRY LAKSITO, SE M.Adv Acc Ak. CA CACP BKP


31

PROGRAM DIII AKUNTANSI

SV UNDIP

PREPARED BY
HERRY LAKSITO , SE M Adv. Acc Ak
32

Perihal : PENGECUALIAN SEBAGAI OBJEK PAJAK ATAS KEUNTUNGAN


KARENA PEMBEBASAN UTANG DEBITUR KECIL

Tanggal Terbit : 15 Desember 2000

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 130 TAHUN 2000

TENTANG
33

PENGECUALIAN SEBAGAI OBJEK PAJAK ATAS


KEUNTUNGAN
KARENA PEMBEBASAN UTANG DEBITUR KECIL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf k Undang-


undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 17 Tahun
2000, dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Pengecualian sebagai Objek Pajak atas
Keuntungan karena Pembebasan Utang Debitur Kecil;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah


diubah dengan Perubahan Kedua
Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263)
sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3985);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGECUALIAN SEBAGAI OBJEK PAJAK ATAS


KEUNTUNGAN KARENA
PEMBEBASAN UTANG DEBITUR KECIL.

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan Utang Debitur Kecil
adalah utang usaha yang
jumlahnya tidak lebih dari Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta
rupiah), termasuk :
a. Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), yaitu kredit lunak
untuk usaha ekonomi produktif yang
diberikan kepada Keluarga Prasejahtera dan Keluarga Sejahtera I
(alasan ekonomi hasil pendataan
KS) yang telah menjadi peserta Takesra dan tergabung dalam
kegiatan kelompok Prokesra-OPPKS;
b. Kredit Usaha Tani (KUT), yaitu kredit modal kerja yang diberikan
oleh bank kepada koperasi primer
baik sebagai pelaksana (executing) maupun penyalur (channeling)
atau kepada Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) sebagai pelaksana pemberian kredit, untuk
keperluan petani yang tergabung dalam
34

kelompok tani guna membiayai usaha taninya dalam rangka


intensifikasi padi, palawija dan hortikultura;
c. Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS), yaitu kredit
yang diberikan oleh bank kepada
masyarakat untuk pemilikan rumah sangat sederhana (RSS);
d. Kredit Usaha Kecil (KUK), yaitu kredit yang diberikan kepada
nasabah usaha kecil; dan
e. Kredit kecil lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan Bank
Indonesia dalam mengembangkan usaha
kecil dan koperasi.

Pasal 2

(1) Kredit yang diberikan oleh lebih dari satu bank kepada satu
debitur yang jumlah seluruhnya tidak
melebihi Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah)
dapat dihitung sebagai Utang Debitur
Kecil dari masing-masing bank, sepanjang memenuhi kriteria Utang
Debitur Kecil.

(2) Dalam hal pemberian Utang Debitur Kecil dilakukan oleh lebih
dari satu bank kepada satu debitur yang
mengakibatkan jumlah plafon kreditnya melampaui batas maksimum
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1, maka keuntungan karena pembebasan utang yang
dikecualikan sebagai Objek Pajak adalah
jumlah sisa kredit yang diperoleh pada bank pertama ditambah
dengan jumlah sisa kredit yang
diperoleh pada bank-bank berikutnya sampai mencapai jumlah
plafon kredit keseluruhan sebesar
Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah).

(3) Apabila masih terdapat sisa kredit pada bank tersebut dan atau
bank-bank lain setelah dikurangi
dengan jumlah plafon kredit keseluruhan sebesar Rp
350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah)
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka keuntungan karena
pembebasan utang atas sisa kredit
tersebut merupakan Objek Pajak.

Pasal 3

(1) Atas penghasilan yang diperoleh debitur berupa keuntungan karena


pembebasan utang yang
merupakan Utang Debitur Kecil dari bank atau lembaga pembiayaan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1, dikecualikan sebagai Objek Pajak.

(2) Pengecualian sebagai Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat


(1) hanya dapat dinikmati yang
bersangkutan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun pajak.

Pasal 4
35

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan


Pemerintah ini ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan.

Pasal 5

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan


Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 15 Desember
2000
A.n. PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA
WAKIL PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,

ttd.

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 15 Desember 2000
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DJOHAN EFFENDI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR


235

PENJELASAN
ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 130 TAHUN 2000
36

TENTANG

PENGECUALIAN SEBAGAI OBJEK PAJAK ATAS


KEUNTUNGAN
KARENA PEMBEBASAN UTANG DEBITUR KECIL

UMUM

Dalam rangka pemberdayaan ekonomi rakyat dan pencapaian sasaran


pemerataan diperlukan program
penyediaan kredit bagi usaha kecil yang produktif yang didukung dan
dilaksanakan secara luas oleh semua
bank dan lembaga pembiayaan. Sejalan dengan perkembangan yang telah
terjadi di bidang sosial dan
ekonomi, maka untuk membantu meringankan beban pajak pengusaha kecil
yang mengalami kesulitan
keuangan dalam penyelesaian kredit yang diperoleh dari bank atau lembaga
pembiayaan, Pemerintah
menetapkan bahwa atas keuntungan karena pembebasan Utang Debitur Kecil
serta kredit kecil lainnya sampai
dengan jumlah tertentu dikecualikan sebagai Objek Pajak.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Contoh :
Ali masih mempunyai sisa Kredit UsahaKecil yang
diperoleh pertama dari Bank A sebesar
Rp 200.000.000,00 dan sisa kredit yang diperoleh
berikutnya dari Bank B sebesar
Rp 250.000.000,00, sehingga jumlah keseluruhan sisa
Kredit Usaha Kecil adalah sebesar
Rp 450.000.000,00. Oleh karena jumlah sisa keseluruhan
kredit tersebut melampaui batas
maksimum Kredit Usaha Kecil, yaitu sebesar Rp
350.000.000,00, maka yang dapat diakui
sebagai keuntungan karena pembebasan utang yang
dikecualikan sebagai Objek Pajak adalah
sisa kredit dari Bank A sebesar Rp 200.000.000,00 dan
dari Bank B hanya sebesar
Rp 150.000.000,00. Sedangkan sisa kredit dari Bank B
sebesar Rp 100.000.000,00 merupakan
penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan.
37

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 3

Keuntungan karena pembebasan utang merupakan Objek Pajak. Dengan


Peraturan Pemerintah ini,
atas keuntungan karena pembebasan utang tersebut yang diperoleh
Debitur Usaha Kecil dikecualikan
sebagai Objek Pajak hingga sebatas jumlah maksimum plafon Kredit
Usaha Kecil yang diberikan
sesuai dengan jenis kreditnya. Pengecualian ini hanya dapat
dinikmati oleh debitur yang bersangkutan
satu kali untuk satu tahun pajak.

Pasal 4

Cukup jelas

Pasal 5

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 4038

Anda mungkin juga menyukai