Anda di halaman 1dari 16

Dasar Teori Pemungutan Pajak, Yurisdiksi

Pemungutan Pajak, Stelsel Pemungutan Pajak,


Penggolongan Jenis Pajak serta Sistem
Pemungutan Pajak

Disusun Oleh:
1. Ni Luh Putu Tika Widianti (1907531171)
2. I Gusti Ayu Intan Satwika Pramesti (1907531244)

Fakultas Ekonomi dan Bisnis


Tahun Ajaran 2020
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Karena
berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas kelompok dengan materi
mengenai Dasar Teori Pemungutan Pajak,Yurisdiksi Pemungutan Pajak, Stelsel
Pemungutan Pajak, Penggolongan Jenis Pajak Sistem Pemungutan Pajak yang
ditugaskan oleh dosen mata kuliah Perpajakan 1 FEB Universitas Udayana 2020.
Adapun pembuatan paper ini sebagai salah satu penugasan yang untuk memenuhi
nilai mata kuliah yang bersangkutan..

Melalui pembuatan paper ini diharapkan kami sebagai mahasiswa


Program Studi Akuntansi Universitas Udayana tahun 2020 memiliki dan
memahami gambaran mengenai materi mengenai Dasar Teori Pemungutan
Pajak,Yurisdiksi Pemungutan Pajak, Stelsel Pemungutan Pajak, Penggolongan
Jenis Pajak, Sistem Pemungutan Pajak karena materi tersebut merupakan hal
penting yang harus dipahami dalam mempelajari Perpajakan yang akan dipelajari
dan diterapkan dalam kehidupan sehari - hari.

Selanjutnya kami mengucapkan terimakasih yang sebanyak – banyaknya


kepada segenap pihak yang telah memberikan dukungan, baik berupa doa,
bantuan maupun dorongan dan beragam pengalaman selama pembuatan paper ini
hingga selesai.

Denpasar, 5 Februari 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................. iii
BAB 1........................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................. 1
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................... 1
BAB II.......................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN...................................................................................................... 2
1. TEORI DASAR PEMUNGUTAN PAJAK...................................................2
a. Teori Asuransi............................................................................................... 2
b. Teori Kepentingan.........................................................................................2
c. Teori Gaya Pikul............................................................................................ 3
d. Teori Gaya Beli............................................................................................. 3
e. Teori Bakti..................................................................................................... 3
2. YURISDIKSI PEMUNGUTAN PAJAK.......................................................4
a. Asas Tempat Tinggal atau Asas Domisili......................................................4
b. Asas Kebangsaan........................................................................................... 4
c. Asas Sumber.................................................................................................. 5
3. STELSEL PEMUNGUTAN PAJAK.............................................................5
a. Riel stelsel atau stelsel nyata.........................................................................5
b. Fictieve atau stelsel fiktif...............................................................................5
c. Stelsel campuran............................................................................................ 6
4. JENIS- JENIS PAJAK.................................................................................... 6
a. Menurut Sifatnya........................................................................................... 6
b. Menurut Sasaran/ Objeknya...........................................................................7
c. Menurut Lembaga Pemungutnya...................................................................7
5. SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK................................................................9
a. Official Assessment System..........................................................................9
b. Semiself Assessment System.......................................................................10
c. Self Assessment System..............................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..................................................Error! Bookmark not defined.
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh
yang wajib membayarnya menurut peraturan perundang-undangan dengan tidak
mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjukkan dan yang gunanya
adalah untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum berhubungan dengan
tugas negara menyelenggarakan pemerintahan.

Sebagai salah satu perangkat pendukung yang menunjang agar tercapai


keberhasilan pembangunan serta meraih peluang lainnya adalah hukum. Salah
satu bagian yang disoroti adalah hukum pajak. Hukum pajak ini yang sering
disebut dengan hukum fiskal yaitu keseluruhan dari peraturan – peraturan yang
meliputi kewenangan pemerintah untuk memungut pajak. Dengan kata
memungut, terlihat adanya kegiatan mengambil kekayaan seseorang dan
mengerahkan kembali kepada masyarakat melalui kas Negara.

Untuk lebih memahami masalah pemungutan pajak dan pembagian pajak,


pada makalah ini akan kami uraikan masalah-masalah pokok yang meliputi teori
pemungutan pajak, yuridiksi pemungutan pajak, stelsel pemungutan pajak,
penggolongan jenis pajak, sistem pemungutan pajak.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana teori dasar pemungutan pajak ?
2. Bagaimana yuridiksi pemungutan pajak?
3. Apa saja stelsel pemungutan pajak?
4. Apa saja penggolongan jenis pajak?
5. Bagaimna sistem pemungutan pajak?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui teori dasar pemungutan pajak
2. Mengetahui yuridiksi pemungutan pajak
3. Mengetahui stelsel pemungutan pajak
4. Mengetahui jenis – jenis pajak
5. Mengetahui sistem pemungutan pajak
BAB II

PEMBAHASAN

1. TEORI DASAR PEMUNGUTAN PAJAK


Teori – teori dalam pemungutan pajak yaitu
a. Teori Asuransi
Teori asuransi diartikan dengan suatu kepentingan
masyarakat(seseorang) yang harus dilindungi oleh negara. Masyarakat
seakan mempertanggungkan keselamatan dan keamanan jiwanya kepada
negara. Dengan adanya kepentingan dari masyarakat itu sendiri, maka
masyarakat harus membayar “premi’ kepada negara.
Teori asuransi ini hanya memberi landasan, karena pada dasarnya
teori ini tidak tepat untuk melandasi adanya pemungutan pajak. Premi
kurang tepat bila diartikan sama dengan pajak karena premi dalam teori in
seharusnya sama dengan retribusi yang kontra-pretasinya dapat dirasakan
secara langsung oleh pemberi premi. Sementara pengertian pajak adalah
pungutan wajib yang dibayar rakyat untuk negara dan akan digunakan
untuk kepentingan pemerintah dan masyarakat umum. Rakyat yang
membayar pajak tidak akan langsung merasakan manfaat dari pajak
secara langsung, karena pajak digunakan untuk kepentingan umum, bukan
untuk kepentingan pribadi.

b. Teori Kepentingan
Teori kepentingan diartikan sebagai negara yang melindungi
kepentingan harta benda dan jiwa warga negara dengan memperhatikan
pembagian beban pajak yang harus dipungut dari seluruh penduduknya.
Segala biaya atau pengeluaran yang akan dikeluarkan oleh negara
dibebankan kepada seluruh warga berdsarkan kepentingan dari warga
negara yang ada. Warga negara yang memiliki harta yang banyak,
membayar pajak lebih besar kepada negara untuk melindungi kepentingan
dari warga negara yang bersangkutan. Dengan demikian sebaliknya, bagi
warga negara yang memiliki harta benda sedikit membayar pajak lebih
sedikit kepada negara untuk melindungi kepentingan warga negara
tersebut
Teori kepentingan kurang tepat bila digunakan sebagai landasan
teori untuk pemungutan pajak karena seharusnya kepentingan warga
negara memiliki harta yang sedikit secara sosial kepentingannya lebih
banyak dan seharusnya membayar pajak lebih banyak, namun hal tersebut
tentunya tidak mungkin sehingga teori kepentingan sebagai landasan
pemungutan pajak kurang tepat diterapkan.
c. Teori Gaya Pikul
Dasar teori ini adalah asas keadilan, yaitu setiap orang yang
dikenakan pajak harus sama beratnya. Pajak yang harus dibayar adalah
menurut gaya pikul seseorang yang ukuannya adalah besarnya
penghasilan dan besarnya pengeluaran yang dilakukan. Mr.A.J. Caren
Stuart menyamakan asas gaya pikul dengan sebuah jembatan dengan
menjelaskan bahwa yang pertama harus dipikul adalah bobot jembatan itu
sendiri baru kemudian dibebankan dengan beban yang lain. Artinya
bahwa yang harus dipenuhi dalam kehidupan seseorang tidak dimasukkan
dalam pengertian gaya pikul. Kekuatan untuk membayar pajak harus
diakukan setelah kebutuhan primer seseorang telah terpenuhi. Kebutuhan
primer ini merupakan asas minimum bagi kehidupan seseorang. Jika telah
terpenuhi, barulah pembayaran pajak dilakukan.
Sesuai dengan pendapat dari Sininghae Damste bahwa gaya pikul
ditentukan berdasarkan beberapa komponen, yaitu penghasilan, kekayaan,
dan susunan keluarga wajib pajak. Prof. De.Langen menjelaskan gaya
pikul dalam pengertian bahwa kekuatan seseorang untuk membayar uang
kepada negara adalah setelah dikurangi dengan minimum kehidupan.
Gaya pikul ini juga diakui dan diikuti oleh para sarjan karena lebih
menekankan pada unsur kemampuan dan keadilan.

d. Teori Gaya Beli


Teori ini menekankan bahwa pembyaran pajak yang dilakukan
kepada negara dimaksudkan untuk memelihara masyarakat dalam negara
yang bersangkutan. Gaya beli suatu rumah tangga dalam masyarakat
adalah sama dengan gaya beli suatu rumah tangga negara. Pembayarn
pajak yang dilakukan kepada negara lebih ditekankan kepada fungsi
mengatur dari pajak agar masyarakat tetap eksis. Menurut Prof. Adriani,
teor gaya beli ini akan berlaku sepanjang masa terhadap masyarakat yang
menganut sistem sosialisme maupun masyarakat yang menganut
liberalisme.

e. Teori Bakti
Teori ini menekankan pada paham organische staatsleer yang
mengajarkan bahwa karenasifat negara sebagai suatu organisasi atau
perkumpulan dari individu-individu maka timbul hak mutlak negara untuk
memungut pajak.
Melihat sejarah terbentuknya suatu negara , maka teori bakti ini
bisa dikatakan sebagai adanaya perjanjian dalam masyarakat untuk
membentuk negara dan menyerahkan sebagaian kekuasaannya kepada
negara untuk memimpin masyarakat. Karena adanya kepercayaan yang
dierikan masyarakat kepada negara, maka pembayaran pajak yang
dilakukan kepada negara merupakan bakti dari masyarakat kepada negara,
kare anegaralah yang bertugas menyelenggarakan kepentingan
masyarakatnya.

2. YURISDIKSI PEMUNGUTAN PAJAK


Yuridiksi pemungutan pajak merupakan salah satu cara pemungutan pajak
yang didasarkan pada tempat tinggal seseorang atau berdasarkan kebangsaan
seseorang atau berdasarkan sumber dimana penghasilan diperoleh. Yuridiksi
yang dimaksud adalah batas kewenangan yang dapat dilakukan oleh suatu
negara dalam memungut pajak terhadap warga negaranya, agar
pemungutannya tidak menjadi berulang- ulang yang bisa memberatkan orang
yang dikenakan pajak.
a. Asas Tempat Tinggal atau Asas Domisili
Merupakan suatu asas pemungutan pajak berdasarkan tempat
tingga atau domisili seseorang. Suatu negara hanya dapat memungut
pajak terhadap semua orang yang berdomisili atau bertempat tinggal di
negara yang bersangkutan tas seluruh penghasilan dimanpun diperoleh,
tanpa memperhatikan apakah orang yang bertempat tinggal tersebut
warga negaranya atau warga negara asing.
Seseorang akan dianggap sebagai subjek pajak dari suatu negara
apabila telah berdiam diri selama waktu yang ditentukan dalam undang –
undang pajak negara yang bersangkutan. Di Indonesia undang – undang
yang mengatur pajak negara yaitu UU No. 36 Tahun 2008 (UU PPh)
menyebutkan definisi subjek pajak dalam negeri. Isi dari Undang-
Undang tersebut yaitu Subjek pajak dalam negeri adalah orang pribadi
yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia lebih dari
183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Jumlah tersebut tidak harus
berturut-turut, tetapi ditentukan oleh jumlah hari berada di Indonesia
dalam jangka waktu 12 bulan sejak kedatangannya ke Indonesia.

b. Asas Kebangsaan
Merupakan suatu asas pemungutan pajak yang didasarkan pada
kebangsaan suatu negara. Suatu negara akan memungut pajak kepada
setiap orang yang mempunyai kebangsaan atas negara yang bersangkutan
meskipun orang tersebut tidak bertempat tinggal di negara yang
bersangkutan.
Undang – Undang PPh tidak menganut asas kebangsaan
berdasarkan pasal 2 ayat (4) UU PPh menyebutkan bahwa orang pribadi
yang tidak bertemat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 hari disebut sebagai subjek pajak luar negeri. Dalam
Peraturan Dirjen Pajak No. 2/PJ/2009 diatur bahwa pekerja Indonesia di
luar negeri adalah subjek pajak luar negeri, dan atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh pekerja Indonesia di luar negeri, tidak dikenai PPh
di Indonesia.

c. Asas Sumber
Merupakan suatu asas pemungutan pajak yang didasarkan pada
sumber atau tempat penghasilan berada. Apabila suatu sumber
penghasilan berada di suatau negara maka negara tersebut berhak
memungut pajak kepada setiap orang yang memperoleh penghasilan dari
tempat atau sumber penghasilan tersebut berada.
Misalnya Mr. A adalah warga negara Malaysia dan bertempat
tinggal di Malaysia memperoleh penghasilan betupa deviden dari
perusahaan yang berada di Indonesia, maka Indonesia berhak
mengenakan pajak terhadap Mr.A. Berdasarkan Pasal 26 UU PPh
menegaskan bahwa atas penghasilan berupa deviden yang dibayarkan
kepada wajib pajak luar negeri dipootong pajak dengan tarif sebesar 20%
oleh pihak yang membayarkan.

3. STELSEL PEMUNGUTAN PAJAK


Dalam pemungutan pajak khususnya pajak penghasilan dikenal 3 macam
stelsel pajak yaitu:
a. Riel stelsel atau stelsel nyata
Menurut stelsel nyata pengenaan pajak didasarkan pada objek atau
penghasilan yang sungguh – sungguh diperoleh dalam setiap tahun pajak
atau periode pajak. Dengan demikian besarnya pajak baru dapat dihitung
pada akhir tahun atau periode pajak, karena penghasilan riil baru dapat
diketahui setelah tahun pajak atau peiode pajak berakhir.

Kelemahan dari stelsel nyata adalah pemungutan pajak baru dapat


dilakukan pada akhir tahun pajak/ periode pajak, padahal pemerintah
membutuhkan penerimaan pajak ini untuk membiayai pengeluaran
sepanjang tahun dan tidak hanya pada akhir tahun saja.

Kelebihan dari stelsel nyata adalah besarnya pajak yang dipungut sesuai
dengan besarnya pajak yang sesungguhnya terutang karena pemungutan
pajak dilakukan setelah tutup buku sehingga penghasilan yang
sesungguhnya telah diketahui.

b. Fictieve atau stelsel fiktif


Menurut stelsel fiktif yang yang jugadisebut stelsel anggapan, pengenaan
pajak didasaran pada suatu anggapan (fiksi). Anggapan yang dimaksud
disini dapat bermacam – macam jalan pikirannya tergantung peraturan
perpajakan yang berlaku. Anggapan ersebut dapat berupa anggaran
pendapatan tahun berjalan atau diasumsikan penghasilan tahun pajak
berjalan sama dengan penghasilan tahun pajak yang lalu.

Kelemahan dari stelsel fiktif adalah besarnya pajak yang dipungut belum
tentu sesuai dengan besarnya pajak yang sesungguhnya terutang karena
pemungutan pajak dilakukan berdarakan suatu anggapan bukan
penghasilan yang sesungguhnya.

Kelebihan stelsel fiktif adalah pemungutan pajak dapat dilakukan pada


awal tahun pajak/ periode pajak, karena berdasarkan pada suatu anggapan
sehingga penerimaan pajak oleh pemerintah ini untuk membiayai
pengeluaran sepanjang tahun dan tdak hanya pada akhir tahun saja.

c. Stelsel campuran
Stelsel campuran merupakan kombinasi antara stelsel riil dan stelsel fiktif.
Pada awal tahun pajak atau periode pajak perhitungan pajak
menggunakan stelsel fiktif dan pada akhir tahun atau akhir periode
dihitung kembali berdasarkan stelsel riil.

Kelemahan stelsel campuran adalah adanya tambhan pekerjaan


administrasi karena penghitungan pajak dilakukan dua kali yaitu pada
awal dan akhir tahun pajak atau periode pajak.

Kelebihan dari stelsel campuran adalah pemungutan pajak sudah dapat


dilakukan pada awal tahun pajak / periode pajak dan besarnya pajak yang
dipungut sesuai dengan besarnya pajak yang sesungguhnya terutang
karena dilakukan penghitungan kembali pada akhir periode pajak setelah
penghasilan yang sesungguhnya diketahui.

4. JENIS- JENIS PAJAK


Jenis – jenis pajak yang dapat dikenakan dapat digolongkan dalam 3
golongan yaitu:
a. Menurut Sifatnya
Menurut sifatnya pajak dibagi menjadi 2 jenis yaitu
1. Pajak Langsung adalah pajak- pajak yang bebannya harus dipikul
sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang
lain serta dikenakan secara berulang- ulang pada waktu – waktu
tertentu, misalnya PPh.
2. Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang bebannya dapat
dilimpahkan kepada orang lain dan hanya dikenakan pada hal – hal
tertentu atau perisrtiwa- peristiwa tertentu saja, misalnya PPN.

b. Menurut Sasaran/ Objeknya


Menurut sasarannya jenis – jenis pajak dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Pajak Subjektif adalah jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-
tama memperhatikan keadaan pribadi wajib pajaknya. Setelah
diketahui keadaan subjeknya barulah diperhatikan keadaan objeknya
sesuai gaya pikul apakah dapat dikenakan pajak atau tidak, misalnya
PPh.
2. Pajak Objektif adalah jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-
tama memperhatikan / melihat objeknya, berupa keadaan perbuatan
ata peristiwa yang menyebabkan timbulnyakewajiban membayar
pajak. Setelah diketahui objeknya barulah dicari subjeknya yang
mempunyai hubungan hukum dengan objek yang telah diketahui,
misalnya PPN.

c. Menurut Lembaga Pemungutnya


Menurut lembaga pemungutnya, jenis pajak dapat dibagi 2 yaitu:
1. Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang
dalam pelaksanaannya dilakukan oleh departemen keuangan
Direktorat Jenderal Pajak. Hasil dari pemungutan pajak pusat
dikumpulkan dan dimasukkan sebagai bagian dari penerimaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Jenis pajak pusat yang dikelola oleh Departemen Dirjen Pajak adalah
sebagai berikut:
a. PPh
b. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak penjualan atas Barang Mewah
c. Pajak Bumi dan Bangunan
d. Pajak/ Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
e. Bea Materai

2. Pajak dan Retribusi Daerah. Pajak Daerah adalah kontribusi wajib


kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak
mendapatkan imbalan seacara langsung dan digunakan untuk
keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Jenis pajak daerah ini dibagi atas pajak yang dikelola oleh daerah
provinsi dan pajak yang dikelola oleh kabupaten atau kota.
Jenis pajak yang dikeloal provinsi adalah sebagai berikut:
a. Pajak Kendaraan Bermotor
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
d. Pajak Air Permukaan
e. Pajak Rokok

Sedangkan jenis pajak yang dikelola daerah kabupaten atau kota


adalah:

a. Pajak Hotel
b. Pajak Restoran
c. Pajak Hiburan
d. Pajak Reklame
e. Pajak Penerangan Jalan
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
g. Pajak Parkir
h. Pajak Air Tanah
i. Pajak Sarang Burung Walet
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa


atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

Retribusi Daerah ini dibedak menjadi 3 jenis objek retribusi yaitu :

A. Retribusi Jasa Umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta
dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan yang diatur dalam Pasal
110 UU No. 28 Tahun 2009. Yang termasuk dalam jenis retribusi umum
yaitu:
a. Retribusi Pelayanan Kesehatan
b. Retribusi Pelayanan Persampahan atau Kebersihan
c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta
Catatan Sipil
d. Reribusi Biaya Pemakaman
e. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum
f. Retribusi Pelayanan Pasar
g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor
h. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran
i. Retribusi Penggantian Cetak Peta
j. Retribusi Penyediaan atau Penyedotan Kakus
k. Retribusi Pengolahan Limbah Cair
l. Retribusi Pelayanan Tera/ Tera Ulang
m. Retribusi Pelayanan Pendidikan
n. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi

B. Retribusi Jasa Usaha adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah
dengan menganut prinsip - prinsip komersial karena pada dasarnya dapat
pula disediakan oleh sektor swasta dan diatur dalam pasal 127 UU No. 28
Tahun 2009.Yang termasuk dalam retribusi jasa usaha yaitu:
a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
b. Retribusi Pasar Grosir ataau Pertokoan
c. Retribusi Tempat Pelelangan
d. Retribusi Terminal
e. Retribusi Tempat Khusus Parkir
f. Retribusi Tempat Pengianapan / Pesanggrahan/ Villa
g. Retribusi Rumah Potong Hewan
h. Retribusi Pelayanan Kepelabuhan
i. Retribusi Penyebrangan di Air
j. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga
k. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah

C. Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam


rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan
untuk pembinaan, pengaturan , pengendalian, dan pengawasan atas
kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, saran
prasarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan
menjaga kelestarian lingkungan. Jenis Retribusi Perizinan Tertentu diatur
dalam Pasal 141 UU No. 28 Tahun 2008. Yang termasuk dalam retribusi
perizinan tertentu yaitu :
a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol
c. Retribusi Izin Gangguan
d. Retribusi Izin Trayek
e. Retribusi Izin Usaha Perikanan

5. SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK


Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi 4 macam yaitu:
a. Official Assessment System
Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memeberi wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan
besarnya pajak yang harus dibayar wajib pajak. Dengan sistem ini
masyarakat besifat pasif dan menunggu dikeluarkannya suatu ketetapan
pajak oleh fiskus. Besarnya utang pajak seseorang baru diketahui setelah
adanya surat keteapan pajak. Dalam pelaksanaan Official Assessment
System fiskus mengeleuarkan “Surat Ketetapan Sementara” pada awal
tahun, yang kemudian dikeluarkan lagi “Surat Ketetapan Pajak
Rampung” pada akhir tahun untuk menentukan besarnya utang pajak yang
sesungguhnya terutang. Pelaksanaan Official Assessment System telah
berakhir pada tahun 1967 dengan diundangkannya UU No. 8 Tahun 1967
tentang Perubahan dan Penyempurnaan Tata Cara Pemungutan Pajak
Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932, dan Pajak Perseroan 1925,
dengan Tata Cara MPS dan MPO.

b. Semiself Assessment System


Semiself Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang pada fiskus dan wajib pajak untuk menentukan
besarnya pajak seseorang yang terutang. Dalam sistem ini, setiap tahun
pajak Wajib pajak menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang
untuk tahun yang berjalan yang merupakan angsuran bagi wajib pajak
yang harus disetor sendiri. Baru kemudian pada akhir tahun pajak fiskus
menentukan besarnya utang pajak yang sesungguhnya berdasarkan data
yang dilaporkan oleh wajib pajak

c. Self Assessment System


Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang penuh kepada Wajib Pajak untuk menghitung,
memperhitungkan, menyetorkan , dan melaporkan sendiri besarnya utang
pajak. Dalam sistem ini wajib pajak yang aktif sedangkan fiskus tidak
turut campur dalam penentuan besarnya pajak yang terutang seseorang,
kecuali wajib pajak melanggar ketentuannya yang berlaku. Pada tahun
1984 ditetapkan sistem Self Assessment System secara penuh dengan
diundangkannya UU No. 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan yang mulai berjalan pada 1 Januari 1984 dan masih
berlaku hingga saat ini meskipun telah mengalami perubahan dengan
diundangkannya UU No. 28 Tahun 2007.
Meskipun wajib pajak sudah melaksanakan kewajibannya sesuai dengan
sistem Self Assessment bukan berarti wajib pajak tidak dimungkinkan lagi
untu dilakukan pemeriksaan oleh dirjen pajak dan apabila diketahui tidak
melaksanakan kewajiban perpajakannya akan dikenakan sanksi
perpajakan. Ketidakbenaran pemenuhan kewajiban perpajakan tentunya
diketahui berdasarkan data yang diperoleh Dirjen Pajak dari pihak ketiga.

d. Withholding System
Withholding System adalah suatu sitem pemungutan pajak yang memberi
wewenang pada pihak ketiga untuk memotong / memungut besarnya
pajak yang terutang. Pihak ketiga yang telah ditentukan tersebut
selanjutnya menyetor dan melaporkannya kepada fiskus. Pada sistem ini,
fiskus dan wajib pajak tidak aktif. Fiskus hanya bertugas mengawasi saja
pelaksanaan pemotongan/ pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga.
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang
oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan perundang-undangan dengan
tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum berhubungan
dengan tugas negara menyelenggarakan pemerintahan.

Terdapat berbagai teori yang digunakan sebagai landasan dalam


memungut pajak kepada wajib pajak. Pajak sendiri memiliki banyak jenis dan
asas yang digunakanpun beraneka ragam. Seiring dengan perkembangan jaman,
sistem pemungutan pajak juga semakin beraneka ragam. Selain itu, pemerintah
telah memberikan batasan segala hal yang berkaitan dengan pajak di dalam
Undang – Undang perpajakan nasional.
DAFTAR PUSTAKA

(2013) W. B.Illyas, & R. Burton, Hukum Pajak Edisi 6. Jakarta Selatan: Salemba
Empat.

(2012) E. Suandy, Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai