Anda di halaman 1dari 81

Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Bab I
Pengertian Pajak Penghasilan

Pengertian Pajak Penghasilan, sesuai dengan Pasal 1 Undang-Undang Pajak Penghasilan,


adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima dalam
tahun pajak.

Oleh karena Pajak Penghasilan melekat pada subjeknya, Pajak Penghasilan termasuk jenis
pajak subjektif. Subjek pajak akan dikenai pajak apabila dia menerima atau memperoleh
penghasilan. Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, subyek pajak yang menerima atau
memperoleh penghasilan disebut sebagai Wajib Pajak.

Wajib Pajak dikenakan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu
tahun pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak.
Tahun pajak, menurut Undang-Undang KUP, adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kelender
kecuali wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
Sedangkan bagian tahun pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) tahun pajak.

Apabila tahun pajak tidak sama dengan tahun takwim karena mengikuti tahun buku, tahun
pajak ditentukan berdasarkan tahun yang memperoleh masa 6 bulan pertama kali. Misalnya,
PT A memilih tahun pajak sesuai dengan tahun bukunya yang dimulai pada tanggal 1 April
dan berakhir pada tanggal 31 Maret. Dalam hal ini, untuk periode 1 April 2016 sampai
dengan 31 Maret 2017, tahun pajak PT A termasuk dalam tahun pajak 2016. Ini disebabkan
pada tahun 2016, tahun buku meliputi lebih dari 6 bulan, yaitu 9 bulan.

Dasar Hukum
Landasan Hukum Pajak Penghasilan di Indonesia adalah Undang-Undang ditambah
peraturan-peraturan yang mendukung di bawahnya, antara lain:
1. Peraturan Pemerintah (PP);
2. Keputusan Menteri Keuangan (KMK) / Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
3. Keputusan Dirjen Pajak (Kep.) / Peraturan Dirjen Pajak
4. Surat Edaran Dirjen Pajak (SE).
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Undang-undang yang mengatur Pajak penghasilan di Indonesia adalah Undang-Undang No.
7 Tahun 1983. Undang-Undang tersebut telah beberapa kali diubah, yaitu dengan Undang-
Undang No. 7 Tahun 1991, kemudian Undang-Undang No. 10 Tahun 1994, selanjtnya
diubah lagi dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 dan terakhir dengan Undang-
Undang No. 36 Tahun 2008. Undang-undang yang terakhir, yaitu Undang-Undang No. 36
Tahun 2008, berlaku efektif mulai 1 Januari 2009.

Soal Latihan
1. Andi adalah seorang mahasiswa yang baru saja lulus dari sebuah universitas dan tinggal
di Depok. Andi belum mendapatkan pekerjaan dan pada tahun 2016 tidak memiliki
penghasilan. Apakah status Andi, subjek, objek, atau Wajib Pajak?
2. PT Berkah memilih tahun buku sebagai tahun pajaknya. Tahun buku PT Berkah dimulai
pada tanggal 1 Agustus dan berakhir pada tanggal 31 Juli. Termasuk tahun pajak
berapakah periode 1 Agustus 2016 sampai dengan 31 Juli 2017 ?
3. Apabila PT Berkah melakukan pembukuan yang dimulai yang tanggal 1 Juli dan
berakhir pada tanggal 30 Juni, periode manakah yang termasuk dalam tahun pajak 2016?

-2-
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Bab II
Subjek Pajak

Jenis Subjek Pajak


Yang menjadi Subjek Pajak, menurut Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan
adalah:
1. Orang Pribadi dan warisan yang belum terbagi;
2. Badan;
3. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Orang Pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia
ataupun di luar Indonesia.

Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti,
menggantikan yang berhak, yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi
sebagai subjek pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang
berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan. Warisan Yang Belum Terbagi dalam
kedudukannya sebagai Subjek Pajak menggunakan NPWP dari Wajib Pajak orang pribadi
yang meninggalkan warisan tersebut. Adapun pengurusannya diwakili oleh ahli warisnya.

Menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 28 tahun 2007, yang dimaksud dengan Badan adalah
sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha
maupun tidak melakukan usaha, meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, BUMN dan BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma,
kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan usaha lainnya
termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

Bentuk usaha tetap merupakan subyek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan
dengan subyek pajak badan.

Subjek pajak, menurut Pasal 2 ayat (2) UU No. 36 Tahun 2008, dibedakan antara subjek
pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Subjek Pajak dalam negeri menjadi Wajib
Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan. Sedangkan subjek pajak luar
negeri sekaligus menjadi Wajib Pajak sehubungan dengan penghasilan yang diterima dari

-3-
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
sumber penghasilan di Indonesia atau diperoleh melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Jadi Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif
dan objektif.
Perbedaan antara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri adalah:

No. Uraian Wajib Pajak Dalam Wajib Pajak Luar Negeri


Negeri Non-BUT

1 Penghasilan yang Seluruh penghasilan, baik Penghasilan dari sumber


dikenakan pajak dari Indonesia maupun dari penghasilan di Indonesia
luar Indonesia

2 Dasar pengenaan Penghasilan neto dengan Penghasilan bruto dengan


pajak dan tarif tarif umum tarif sepadan

3 Kewajiban SPT Wajib menyampaikan SPT Tidak wajib menyampaikan


SPT

Bagi Wajib Pajak Luar Negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
BUT, pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban
perpajakan Wajib Pajak Dalam Negeri.

Subjek Pajak Dalam Negeri (Domestic Tax Payer)


Menurut Pasal 2 ayat (3) UU No. 36 Tahun 2008, subjek pajak dalam negeri adalah:
1. Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, atau
2. Orang Pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan, atau
3. Orang Pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat
untuk bertempat tinggal di Indonesia;
4. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia;
5. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

-4-
Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Subjek Pajak Luar Negeri (Foreign Tax Payer)


Subjek pajak luar negeri adalah:
1. Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, atau Orang Pribadi yang berada
di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia; dan

2. Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di
Indonesia;

3. Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, atau Orang Pribadi yang berada
di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, yang dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia; dan

4. Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.
5. WNI yang berada di luar negeri dianggap tidak bertempat tinggal di Indonesia apabila
bertempat tinggal tetap di luar negeri yang dibuktikan dengan salah satu dokumen tanda
pengenal resmi yang masih berlaku sebagai penduduk di luar negeri, yaitu1:
a. Green Card,
b. identity card,
c. student card,
d. pengesahan alamat di luar negeri pada paspor oleh Kantor Perwakilan Republik
Indonesia diluar negeri,
e. surat keterangan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia atau Kantor Perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri, atau
f. tertulis resmi di paspor oleh Kantor Imigrasi negara setempat.

Tempat Kedudukan/Tinggal Wajib Pajak Orang Pribadi (Pasal 2 ayat 6)


Penentuan tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan penting untuk
menetapkan Kantor Pelayanan Pajak mana yang mempunyai yurisdiksi pemajakan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan tersebut. Pada dasarnya

1
PER 43/PJ/2011
-5-
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditentukan menurut keadaan
yang sebenarnya. Dengan demikian penentuan tempat tinggal atau tempat kedudukan tidak
hanya didasarkan pada pertimbangan yang bersifat formal, tetapi lebih didasarkan pada
kenyataan.

Tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan dapat ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak menurut keadaan yang sebenarnya. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan
oleh Direktur Jenderal Pajak dalam menentukan tempat tinggal seseorang atau tempat
kedudukan badan tersebut, antara lain
• domisili,
• alamat tempat tinggal,
• tempat tinggal keluarga,
• tempat menjalankan usaha pokok
• atau hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan untuk memudahkan pelaksanaan
pemenuhan kewajiban pajak.

Kewajiban Pajak Subjektif


Mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif, sesuai dengan Pasal 2A UU No. 36 Tahun
2008, untuk masing-masing subjek pajak disajikan dalam tabel berikut ini:

No. Subjek Pajak Mulai Berakhir

1 Orang Pribadi a) Pada saat orang pribadi a) Pada saat meninggal dunia
Dalam Negeri dilahirkan b) Pada saat meninggalkan
b) Pada saat orang pribadi Indonesia untuk selama-
berada atau berniat untuk lamanya
bertempat tinggal di
Indonesia
2 Warisan yang Saat timbulnya warisan Saat warisan selesai dibagikan
belum terbagi
3 BUT Saat melakukan usaha/kegiatan Pada saat orang pribadi tidak
melalui BUT di Indonesia lagi menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui
BUT di Indonesia
4 Luar Negeri Pada saat Orang Pribadi atau Pada saat tidak lagi menerima
Non-BUT badan menerima atau atau memperoleh penghasilan
memperoleh penghasilan dari dari Indonesia
Indonesia

-6-
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Apabila kewajiban pajak subjektif Orang Pribadi yang bertempat tinggal atau berada di
Indonesia hanya meliputi sebagian dari tahun pajak, bagian tahun pajak tersebut
menggantikan tahun pajak.

Tidak Termasuk Subjek Pajak


Sesuai dengan Pasal 3 UU No. 36 tahun 2008, yang tidak termasuk subjek pajak adalah:
1. Kantor perwakilan negara asing;
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara
asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat:
a. Bukan Warga Negara Indonesia, dan
b. Tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau
pekerjaannya di Indonesia serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan
timbal balik;
3. Organisasi-Organisasi internasional yang tidak termasuk
Subjek Pajak Penghasilan(berdasarkan PER 166\PJ\2012) apabila memenuhi
syarat
sebagai berikut:
a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan
b. tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada
Pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.
Organisasi-Organisasi internasional yang berbentuk kerjasama teknik dan atau
kebudayaan tidak termasuk Subjek Pajak Penghasilan apabila memenuhi syarat
sebagai berikut:
a. kerjasama teknik tersebut memberi manfaat pada
Negara/Pemerintah Indonesia;
b. tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Dalam hal terdapat ketentuan perpajakan yang diatur dalam perjanjian
internasional yang berbeda dengan ketentuan perpajakan yang diatur dalam Undang-
Undang Pajak Penghasilan, perlakuan perpajakannya didasarkan Peraturan Menteri
Keuangan,selama ketentuan dalam perjanjian tersebut sampai dengan berakhirnya

-7-
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
perjanjian dimaksud, dengan syarat perjanjian tersebut telah sesuai dengan
Undang-Undang tentang Perjanjian Internasional.
4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan, dengan syarat:
a. Bukan warga Negara Indonesia
b. Tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia
5. Unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria :
a. Pembetukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
b. Pembiayaannya bersumber dari APBN atau APBD
c. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Daerah.
d. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.

Perlakuan PPh Atas Penghasilan Orang Pribadi WNI Yang Bekerja Sebagai Official
Pada Badan-badan Internasional PBB

Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak, SE - 57/PJ/2009, 25 Mei 2009


Warga Negara Indonesia yang bekerja sebagai official pada dan hanya memperoleh
penghasilan dari badan-badan internasional dari Perserikatan Bangsa-Bangsa mendapat
perlakuan perpajakan yang sama sebagaimana dinikmati oleh official dari Perserikatan
Bangsa-Bangsa, yaitu atas penghasilan yang diterima bukan merupakan objek pajak yang
dikenakan Pajak Penghasilan. Badan-badan PBB tersebut misalnya UNDP, ILO, UNICEF,
UNESCO dll.
Dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya apabila WNI tersebut hanya mendapatkan
penghasilan dari organisasi tersebut maka hanya melaporkan SPT Nihil. Jika terdapat
penghasilan selain dari organisasi tersebut, maka kewajiban perpajakannya sama dengan
WNI yang harus membayar pajak pada akhir tahun dan angsuran Pajak tiap bulan jika
kurang bayar.

-8-
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Bab III
Penghasilan (Income)

Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan
nama dan dalam bentuk apapun2.
Pengertian penghasilan dalam Undang-undang Pajak Penghasilan tidak memperhatikan
adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan
ekonomis.
Dilihat dari sumber mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak,
penghasilan dapat dikelompokkan menjadi :
a) Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas.
Contoh : gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, akuntan, pengacara
dan sebagainya.
b) Penghasilan dari usaha dan kegiatan.
c) Penghasilan dari modal yang berupa harta gerak maupun harta tak gerak,
Contoh : bunga, dividen, royalty, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak
dipergunakan untuk usaha, dan sebagainya.
d) Penghasilan lain-lain.
Contoh : Pembebasan hutang, hadiah dan sebagainya.

Objek Pajak Penghasilan (Income Tax Object)


Yang menjadi objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan. Termasuk dalam pengertian
penghasilan khusus terkait WP Orang Pribadi adalah :

a) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, premi asuransi jiwa dan asuransi kesehatan yang
dibayar pemberi kerja, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan
lain dalam Undang-undang Pajak Penghasilan. Pengertian imbalan dalam bentuk
lainnya termasuk imbalan dalam bentuk natura yang pada hakekatnya merupakan
penghasilan.

2
Pasal 4 (1)
-9-
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
b) Hadiah dari undian atau pekerjaan, atau kegiatan, dan penghargaan.
Dalam pengertian hadiah termasuk hadiah dari undian seperti undian tabungan,
pekerjaan seperti bonus prestasi, dan kegiatan, hadiah dari pertandingan olah raga dan
sebagainya. Yang dimaksud dengan penghargaan adalah imbalan yang diberikan
sehubungan dengan kegiatan tertentu, misalnya imbalan sehubungan dengan penemuan
benda-benda purba kala. Selanjutnya secara khusus penghasilan berupa hadiah dari
undian dikenakan pajak secara final.

c) Laba usaha.

d) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta (selain tanah dan
bangunan).

e) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.

Misalnya Pajak Bumi dan Bangunan yang telah dibebankan sebagai biaya karena suatu
hal dikembalikan, maka jumlah sebesar pengembalian tersebut merupakan penghasilan.

f) Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.

g) Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. Dividen
dengan kriteria tertentu sebagaimana pasal 4 (3) UU PPh tidak termasuk sebagai obyek
pajak, sedangkan dividen yang diterima oleh orang pribadi dikenakan pajak secara final
(PPh Pasal 4 ayat 2)

h) Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.

i) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.


Dalam pengertian sewa termasuk imbalan yang diterima atau diperoleh dengan nama
dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan penggunaan harta gerak atau harta tak
gerak, misalnya sewa mobil, mesin dan peralatan. Adapun atas Sewa atas tanah dan
bangunan dikenakan pajak secara final, misalnya sewa kantor, sewa gudang, dan sewa
rumah.

- 10 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
j) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
Penerimaan berupa pembayaran berkala, misalnya alimentasi atau tunjangan seumur
hidup yang dibayar secara berulang-ulang dalam waktu tertentu.

k) Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang
ditetapkan Peraturan Pemerintah 3.

l) Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.

m) Selisih lebih karena penilaian kembali (Revaluasi) aktiva.

n) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak.
Tambahan kekayaan neto pada hakekatnya merupakan akumulasi penghasilan baik yang
telah dikenakan pajak dan bukan objek pajak serta yang belum dikenakan pajak. Apabila
diketahui adanya tambahan kekayaan neto yang melebihi akumulasi penghasilan yang
telah dikenakan pajak dan yang bukan objek pajak, maka tambahan kekayaan neto
tersebut merupakan penghasilan.
o) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur
mengenai KUP.

Bukan Objek Pajak Penghasilan4 (Non Tax Object)


Yang tidak termasuk objek pajak adalah :
a) Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima
zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk
agama yang diakui di Indonesia, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial termasuk
yayasan dan koperasi atau orang pribadi yang melakukan usaha mikro dan kecil,
sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Ketentuan lebih lengkapnya diatur
dalam PMK nomor 245/PMK/2008 tanggal 31 Desember 2008.

3
PMK Nomor 245/PMK.03/2008
4
Pasal 4 (3)
- 11 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi

b) Warisan.

c) Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal.

d) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau pemerintah,
kecuali yang diberikan oleh bukan wajib pajak, wajib pajak yang dikenakan pajak secara
final atau wajib pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus.
Penerimaan dalam bentuk natura misalnya dalam bentuk beras, gula dan sebagainya, dan
imbalan dalam bentuk kenikmatan seperti penggunaan mobil, rumah, fasilitas
pengobatan dan sebagainya, bukan merupakan objek pajak.
Apabila yang memberikan imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan tersebut adalah
bukan wajib pajak dan bukan pemerintah, maka penerimaan tersebut merupakan objek
pajak. Misalnya seorang Indonesia bekerja pada perwakilan diplomatik negara asing dan
mendapat imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan, maka natura dan kenikmatan
tersebut merupakan objek pajak bagi orang tersebut.

e) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.
Hal ini selaras dengan ketentuan bahwa premi asuransi yang dibayar oleh wajib pajak
orang pribadi untuk kepentingan dirinya tidak boleh dikurangkan dalam penghitungan
Penghasilan Kena Pajak.

h).Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi.
Untuk kepentingan pengenaan pajak, badan-badan sebagaimana disebut dalam ketentuan
ini yang merupakan himpunan para anggotanya dikenakan pajak sebagai satu kesatuan,
yaitu pada tingkat badan tersebut. Oleh karena itu, bagian laba yang diterima oleh
anggota badan tersebut bukan merupakan objek pajak.

i). Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba
dari badan pasangan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia,
dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :
• merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam
sektor-sektor usaha yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan; dan
• sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
- 12 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Perusahaan modal ventura adalah suatu perusahaan yang kegiatan usahanya membiayai
badan usaha (sebagai pasangan usaha) dalam bentuk penyertaan modal untuk suatu
jangka waktu tertentu.
Perusahaan kecil dan menengah pasangan usaha perusahaan modal ventura berdasarkan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 250/KMK.04/1995 adalah perusahaan yang
penjualan bersihnya setahun tidak lebih dari Rp5.000.000.000.
j. Bea siswa yang memenuhi persyaratan tertentu dengan ketentuan diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Dalam peraturan menteri keuangan nomor 246/PMK/2008 tanggal 31 Desember 2008 jo.
154/PMK.03/2009 tanggal 30 September 2009 disebutkan bahwa beasiswa yang
dimaksud adalah beasiswa yang diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari
Wajib Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formal dan/atau
pendididikan nonformal yang dilaksanakan di dalam negeri dan/atau di luar negeri.
Beasiswa tersebut diberikan untuk membiayai biaya pendidikan yang dibayarkan ke
sekolah (tuition fee), biaya ujian, biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi
yang diambil, biaya untuk pembelian buku, dan/atau biaya hidup yang wajar sesuai
dengan daerah lokasi tempat belajar. Ketentuan ini tidak berlaku apabila penerima
beasiswa mempunyai hubungan istimewa dengan pemilik, komisaris, direksi atau
pengurus dari Wajib Pajak pemberi beasiswa.
l. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh badan penyelenggara jaminan sosial kepada
wajib pajak tertentu yang ketentuan selanjutnya diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Menteri Keuangan.

Peraturan menteri keuangan yang dimaksud adalah PMK nomor 247/PMK/2008 tanggal
31 Desember 2008. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagaimana yang dimaksud
dalam meliputi PT JAMSOSTEK, PT TASPEN, PT ASABRI, PT ASKES dan/atau
badan hukum lainnya yang dibentuk untuk menyelenggarakan Program Jaminan Sosial.
Wajib Pajak tertentu yang menerima bantuan dimaksud adalah

1) Wajib Pajak atau anggota masyarakat yang tidak mampu yaitu Wajib Pajak
dan/atau masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan sesuai dengan
kriteria dan data yang ditetapkan oleh Biro Pusat Statistik.
2) Wajib Pajak atau anggota masyarakat yang sedang mengalami bencana alam
antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan,
angin topan dan tanah longsor.

- 13 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
3) dan/atau Wajib Pajak atau anggota masyarakat yang tertimpa musibah tertimpa
kecelakaan yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya dan membahayakan atau
mengancam keselamatan jiwa.

Objek Pajak Penghasilan Final (Final Income Tax Object)


Undang-undang Pajak Penghasilan memberikan wewenang kepada pemerintah dan Menteri
Keuangan untuk mengenakan Pajak Penghasilan atas penghasilan tertentu yang bersifat
final. Ketentuan ini diberikan dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 15.
Pengertian final mengandung arti bahwa penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan
final tidak digabungkan lagi dengan penghasilan lainnya dalam SPT Pajak Penghasilan
Tahunan, dan Pajak Penghasilan yang sudah dibayar/dipotong/dipungut tidak lagi
diperhitungkan sebagai kredit pajak yang mengurangi Pajak Penghasilan terutang akhir
tahun dalam SPT Pajak Penghasilan Tahunan.
Apabila ada biaya untuk mendapatkan, memelihara dan menagih penghasilan yang
dikenakan pajak final, maka biaya tersebut tidak dapat dikurangkan lagi terhadap
penghasilan bruto dalam SPT Pajak Penghasilan Tahunan.
Beberapa objek pajak Pajak Penghasilan yang bersifat final dapat disampaikan diantaranya
adalah :
1. Penghasilan bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang
Negara dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi
orang pribadi.
2. penghasilan berupa hadiah undian.
3. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya yang diperdagangkan di bursa
efek indonesia, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada
perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
4. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, usaha jasa
konstruksi, usaha real estate dan persewaan tanah dan atau bangunan.
5. penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan peraturan pemerintah, diantaranya
adalah :
a. penghasilan berupa bunga simpanan anggota koperasi orang pribadi (PP
No.15 Tahun 2009 tanggal 9 Februari 2009)
b. Penghasilan berupa bunga obligasi (PP No.16 Tahun 2009 tanggal 9 Februari 2009)
c. Penghasilan berupa dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi
dalam negeri (PP No. 19 tahun 2008 tanggal 9 Februari 2009 Jo. 111/PMK.03/2010).

- 14 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Soal latihan
Pak Subhan adalah seorang karyawan swasta yg bukan perusahaan final dan bukan
perusahaan yang PPh nya deemed profit. Selama tahun 2016, Subhan memiliki catatan
penghasilan sebagai berikut:
1. Gaji 54.000.000
2. Tunjangan 16.000.000
3. Komisi 5.000.000
4. Fasilitas mobil dinas yg diberikan ke karyawan (nilai bila dirupiahkan)
25.000.000
5. Pendapatan dividen 3.500.000
6. Pendapatan dari klaim asuransi kesehatan 13.000.000
7. Pendapatan dari menyewakan rumah 15.000.000
8. Pendapatan dari menyewakan mobil 30.000.000
9. Pendapatan dari bunga deposito 8.000.000
10. Mendapatkan warisan dari orang tua 150.000.000
11. Mendapatkan sumbangan dari teman 2.000.000
12. Mendapatkan sumbangan dari perusahaan dalam
bentuk uang 3.000.000

Berdasarkan keterangan tersebut di atas, Saudara diminta Pak Subhan untuk membedakan
penghasilan yang merupakan objek pajak, objek pajak yang diatur khusus/dipotong secara
final, dan yang bukan objek pajak serta menghitung jumlah masing-masing.

- 15 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Bab IV

Pengurangan Penghasilan Bruto

Pengurangan yang Diperbolehkan (Deductible Expense)


Untuk menghitung Pajak Penghasilan terutang bagi Wajib Pajak Badan Dalam
Negeri, Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri, dan Bentuk Usaha Tetap, penghasilan
bruto dikurangi dengan pengurangan-pengurangan yang diperbolehkan menurut ketentuan
Undang-undang Pajak Penghasilan, yaitu biaya untuk Mendapatkan, Memelihara dan
Menagih penghasilan yang terdiri atas :
a) Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha antara
lain:
1. Biaya pembelian bahan,
2. Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa, termasuk upah, gaji, honorarium,
bonus, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang,
3. Bunga, sewa dan royalti
4. Biaya perjalanan,
5. Biaya pengolahan limbah,
6. Premi asuransi,
7. Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri
keuangan,
8. Biaya administrasi, dan
9. Pajak (PBB, PDRD dll), kecuali Pajak Penghasilan.
Biaya-biaya di atas lazim disebut biaya sehari-hari yang boleh dibebankan pada tahun
pengeluaran. Untuk dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran-pengeluaran tersebut
harus mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan,
menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak yang tidak final.
Dengan demikian, pengeluaran-pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang bukan objek pajak tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
b) Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat
lebih dari 1 (satu) tahun.

- 16 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Pengeluaran yang menurut sifatnya merupakan pembayaran di muka, misalnya sewa
untuk beberapa tahun yang dibayar sekaligus, pembebanannya dapat dilakukan melalui
alokasi. Misalnya sewa di bayar di muka dan asuransi dibayar di muka.
c) Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan.
Iuran kepada dana pensiun yang belum disahkan Menteri Keuangan tidak dapat
dibebankan sebagai biaya.
d) Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam
perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan.
Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki, tetapi tidak digunakan
dalam perusahaan, tidak dapat dibebankan sebagai biaya. Begitu pula apabila harta
tersebut dimiliki, tetapi tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan, kerugian penjualan atau pengalihannya tidak dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto dalam menghitung penghasilan kena pajak.

e) Kerugian karena selisih kurs mata uang asing.


Kerugian karena selisih kurs mata uang asing dapat disebabkan oleh:
• Fluktuasi kurs yang terjadi sehari-hari,
Kerugian selisih kurs karena sebab ini pembebananya dilakukan berdasarkan
sistem pembukuan yang dianut dan harus dilakukan secara taat asas.
• Kebijaksanaan pemerintah dalam bidang moneter.
Kerugian selisih kurs karena sebab ini dibukukan dalam perkiraan sementara di
neraca dan pembebanannya dilakukan bertahap berdasarkan realisasi mata uang
asing tersebut.
f) Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
g) Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.
Biaya yang dikeluarkan untuk keperluan beasiswa, magang, dan pelatihan dalam rangka
peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan,
dengan memperhatikan kewajaran dan kepentingan perusahaan.
h) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat:
a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada
Direktorat jenderal Pajak;
c. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi
pemerintah yang menangani piutang Negara, atau adanya perjanjian tertulis
- 17 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang
bersangkutan atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus atau
adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah diahapuskan untuk jumlah
utang tertentu; dan,
d. Syarat yang ketiga tersebut tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih
debitur kecil (pasal 4 ayat (1) huruf k).
Pelaksanaan lebih lanjut diatur dalam 105/PMK.03/2009 Jo. PMK 57/PMK.03/2010.
WP yang melakukan penghapusan piutang wajib membuat daftar piutang yang nyata-
nyata tidak dapat ditagih untuk dilampirkan dalam SPT tahunannya. Bentuk daftar
tersebut adalah sebagai berikut :
Daftar Piutang Yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih
No. Nama NPWP Alamat Jumlah piutang yang nyata-
nyata tidak dapat ditagih
1.
2.
3.
Dst.

i) Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur


dalam PP 93 Tahun 2010
j) Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia
yang ketentuannya diatur dalam PP 93 Tahun 2010
k) Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dalam PP 93 Tahun
2010
l) Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dalam PP 93 Tahun 2010
m) Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dalam PP 93
Tahun 2010.
Sumbangan yg boleh dijadikan sebagai biaya menurut aturan perpajakan sesuai nomor i)
sampai m) pelaksanaannya telah diatur dalam PP No. 93 tahun 2010, yang antara lain
mengatur :
• Sumbangan tersebut dapat berbentuk uang tunai dan/atau barang (makanan, sembako,
pakaian, obat-obatan, kendaraan, dan sebagainya), sarana-prasarana (bangunan untuk
kegiatan olahraga, poliklinik, rumah sakit, keagamaan, seni/budaya dan sebagainya).

- 18 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
• Nilai sumbangan berupa asset yang belum disusutkan adalah sebesar nilai perolehannya
(harga beli, biaya angkut dan biaya-biaya lain sampai siap digunakan), sedangkan untuk
asset yang telah disusutkan adalah sebesar nilai sisa buku fiskal.
• Nilai sumbangan produksi sendiri sebesar harga pokok penjualan, sedang sumbangan
pembangunan infrastruktur sebesar jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan (biaya IMB,
nilai kontrak pembangunan, BBN, dan sebagainya).
• Sumbangan diberikan kepada bukan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa
(Pasal 18(4) UU PPh),
• Jumlah sumbangan tidak melebihi 5% dari penghasilan neto fiskal tahun sebelumnya
• tidak menyebabkan rugi fiskal pada tahun pemberian sumbangan,
• didukung dengan bukti dan dokumen yang sah, dan
• penerima sumbangan mempunyai NPWP.
• Sumbangan bencana alam harus ada penetapan klasifikasi bencana dari Pemerintah (UU
No. 24/2007) diberikan melalui badan penanggulangan bencana atau langsung kepada
lembaga yang ditunjuk, sumbangan penelititian dan pengembangan dapat kepada LIPI,
PTN, PTS yang terakreditasi, dan lain-lain.

Selain sumbangan tersebut di atas bagi WPOP dapat membiayakan sumbangan keagamaan
yang sifatnya wajib, tetapi harus diberikan ke Badan/Lembaga yang sudah mendapat
pengesahan. Badan/Lembaga tersebut adalah 5:

1. Badan Amil Zakat Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 2001
tanggal 17 Januari 2001;
2. Lembaga Amil Zakat (LAZ) sebagai berikut:
 LAZ Dompet Dhuafa Republika berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor
439 Tahun 2001 tanggal 8 Oktober 2001;
 LAZ Yayasan Amanah Takaful berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor
440 Tahun 2001 tanggal 8 Oktober 2001;
 LAZ Pos Keadilan Peduli Umat berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor
441 Tahun 2001 tanggal 8 Oktober 2001;
 LAZ Yayasan Baitulmaal Muamalat berdasarkan Keputusan Menteri Agama
Nomor 481 Tahun 2001 tanggal 7 November 2001;
 LAZ Yayasan Dana Sosial Al Falah berdasarkan Keputusan Menteri Agama
Nomor 523 Tahun 2001 tanggal 10 Desember 2001;
 LAZ Baitul Maal Hidayatullah berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor
538 Tahun 2001 tanggal 27 Desember 2001;
 LAZ Persatuan Islam berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 552 Tahun
2001 tanggal 31 Desember 2001;
 LAZ Yayasan Baitul Maal Umat Islam PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 330 Tahun 2002 tanggal 20 Juni
2002;
 LAZ Yayasan Bangun Sejahtera Mitra Umat berdasarkan Keputusan Menteri

5
PER-33/PJ/2011 jo. PER - 15/PJ/2012
- 19 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Agama Nomor 406 Tahun 2002 tanggal 7 September 2002;
 LAZ Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Agama
Nomor 407 Tahun 2002 tanggal 17 September 2002;
 LAZ Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri
Agama Nomor 445 Tahun 2002 tanggal 6 November 2002;
 LAZ Baitul Maal wat Tamwil berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 468
Tahun 2002 tanggal 28 November 2002;
 LAZ Baituzzakah Pertamina berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 313
Tahun 2004 tanggal 24 Mei 2004;
 LAZ Dompet Peduli Umat Daarut Tauhiid (DUDT) berdasarkan Keputusan
Menteri Agama Nomor 410 Tahun 2004 tanggal 13 Oktober 2004;
 LAZ Yayasan Rumah Zakat Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Agama
Nomor 42 Tahun 2007 tanggal 7 Mei 2007;
3. Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah (LAZIS) sebagai berikut:
 LAZIS Muhammadiyah berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 457
Tahun 2002 tanggal 21 November 2002;
 LAZIS Nahdlatul Ulama (LAZIS NU) berdasarkan Keputusan Menteri Agama
Nomor 65 Tahun 2005 tanggal 16 Februari 2006;
 LAZIS Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (LAZIS IPHI) berdasarkan Keputusan
Menteri Agama Nomor 498 Tahun 2006 tanggal 31 Juli 2006;
4. Lembaga Sumbangan Agama Kristen Indonesia (LEMSAKTI) berdasarkan Keputusan
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Kementerian Agama Nomor
DJ.III/KEP/HK.00.5/290/2011 tanggal 15 Juli 2011;
5. Badan Dharma Dana Nasional Yayasan Adikara Dharma Parisad (BDDN YADP)
berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Kementerian
Agama Nomor 43 Tahun 2012 tanggal 15 Maret 2012.

n) Pemakaian Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan 6


Biaya perolehan atau pembelian telepon seluler yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan
untuk pegawai tertentu karena jabatannya atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai
biaya perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) melalui penyusutan aktiva tetap
kelompok I, sedangkan atas biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan
telepon seluler tersebut dapat dibebankan sebagai biaya rutin perusahaan sebesar 50% (lima
puluh persen).
Biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan sedan atau yang sejenis
yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau
pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen)
melalui penyusutan aktiva tetap kelompok II, sedangkan atas biaya pemeliharaan atau

6
KEP-220/PJ./2002 jo. SE-09/ PJ.42/2002
- 20 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
perbaikan rutin kendaraan tersebut dapat dibebankan sebagai biaya rutin perusahaan sebesar
50% (lima puluh persen).
Biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan bus, minibus, atau yang
sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk antar jemput para pegawai, dapat
dibebankan seluruhnya sebagai biaya perusahaan melalui penyusutan aktiva tetap kelompok
II, sedangkan atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan tersebut dapat
dibebankan seluruhnya sebagai biaya rutin perusahaan.

o) Pengeluaran/Biaya Perolehan Perangkat Lunak (Software) Komputer 7


Perangkat lunak (software) komputer adalah semua program yang dapat digunakan pada
sistem operasi komputer, dapat berupa:
1) Program aplikasi umum yaitu program yang dapat dipergunakan oleh pengguna
(users) umum untuk memproses berbagai pekerjaan dengan komputer.
2) Program aplikasi khusus yaitu program yang dirancang khusus untuk keperluan
otomatisasi sistem administrasi, pekerjaan atau kegiatan usaha tertentu, seperti di
bidang perbankan, pasar modal, perhotelan, rumah sakit atau penerbangan.

Perlakuan pajak atas pengeluaran/biaya perolehan perangkat lunak (software) komputer


sebagai berikut:
1) Atas pengeluaran/biaya perolehan dan upgrade software berupa program aplikasi
umum yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan pembebanannya dilakukan
sekaligus dalam bulan pengeluaran.
2) Dalam hal program aplikasi umum tersebut diperoleh sebagai bagian dari harga
pembelian perangkat keras komputer, maka pembebanannya sudah termasuk dalam
penyusutan perangkat keras komputer tersebut (kelompok 1).
3) Atas pengeluaran/biaya perolehan dan upgrade software berupa program aplikasi
khusus yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan pembebanannya dilakukan
melalui amortisasi harta tak berwujud kelompok 1.
4) Dalam hal pengeluaran/biaya tersebut hanya berupa upgrade program aplikasi
khusus, maka pengeluaran/biaya tersebut terlebih dahulu ditambahkan pada nilai sisa
buku fiskal yang masih ada dan amortisasinya dilakukan dengan masa manfaat
baru/penuh terhitung mulai bulan dilakukan upgrade.

7
Kep-316/PJ./2002
- 21 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Pengurang yang Tidak Diperbolehkan(Non Deductible Expense)


Untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak Dalam Negeri
dan Bentuk Usaha Tetap, tidak boleh dikurangkan:
a) Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun, seperti dividen, termasuk
dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis asuransi, dan
sisa hasil usaha koperasi;
b) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham,
sekutu, atau anggota, misalnya biaya perbaikan rumah pribadi, biaya perjalanan pribadi,
dan premi asuransi untuk kepentingan pribadi pemegang saham;
c) Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali pembentukan dan pemupukan
dan cadangan sesuai PMK No. 81/PMK.03/2009 Jo PMK No. 219/PMK.011/2012.
Selengkapnya di bahas pada modul PPh badan.
d) Premi asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, bea siswa yang dibayar oleh
wajib pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut
dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;
e) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman dan kupon
makanan bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau
kenikmatan di daerah tertentu dan pemberian dalam bentuk natura dan kenikmatan yang
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan;
f) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada
pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan yang dilakukan;
g) Harta yang dihibahkan, bantuan, sumbangan, dan warisan, jika memenuhi ketentuan
bahwa bagi yang menerimanya bukan objek pajak sesuai Pasal 4 ayat (3) huruf a dan b
Undang-undang Pajak Penghasilan, kecuali sumbangan yang dimaksud dalam pasal 6
(1) huruf I sd m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil
zakat yang dibentuk dan disyahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh
lembaga keagamaan yang dibentuk dan disyahkan oleh pemerintah yang ketentuannya
diatur dengan peraturan pemerintah.
h) Pajak Penghasilan yang terutang oleh wajib pajak yang bersangkutan;

- 22 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
i) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak atau
orang yang menjadi tanggungannya;
j) Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham,
k) Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda
yang berkenaan dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan;

Soal Latihan

Pak Didi adalah seorang pengusaha di bidang penjualan pakan ternak. Catatan keuangan
yang berhasil dikumpulkan selama tahun 2016 adalah sbb.:
Peredaran usaha 4.000.000.000
Harga Pokok Penjualan 3.000.000.000
Laba Bruto Usaha 1.000.000.000
Biaya Usaha:
Gaji dan upah 240.000.000
Sewa kantor 60.000.000
Biaya Perjalanan dinas 100.000.000
Biaya Promosi 50.000.000*)
Biaya Pajak 40.000.000
Biaya Penyusutan 80.000.000
Rugi Selisih Kurs 20.000.000
Biaya Litbang 40.000.000
Biaya Asuransi 60.000.000
Total Biaya Usaha 690.000.000
Laba Bersih Usaha 310.000.000
Keterangan tambahan yang dapat diperoleh adalah sbb:
1. Biaya sewa terdiri dari sewa kantor usaha Rp40.000.000 dan sisanya adalah uang kost
untuk karyawan yang dibayarkan oleh Pak Didi (asumsi uang kost tsb tidak menjadi
pendapatan karyawan atau tidak masuk sebagai penghasilan bruto PPh 21).
2. Dalam biaya perjalanan dinas terdapat pengambilan oleh anak Pak Didi saat pergi KKN
sebesar Rp20.000.000
3. Biaya Pajak terdiri dari PBB atas gudang usaha Rp.10.000.000 dan PPh sebesar
Rp30.000.000.
- 23 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
4. Biaya penyusutan terdiri dari penyusutan gudang usaha milik Pak Didi, sudah dihitung
secara fiskal.
5. Biaya litbang terdiri dari litbang di dalam negeri Rp10.000.000, sisanya dilakukan di
Malaysia.
6. Biaya asuransi terdiri dari asuransi untuk gudang Rp10.000.000, asuransi kesehatan
untuk karyawan Rp15.000.000, dan sisanya asuransi jiwa untuk anak dan istri Pak Didi.
*) telah dibuatkan daftar nominatif biaya promosi
Dengan memperhatikan keterangan tambahan tersebut, Saudara diminta Pak Didi untuk
melakukan koreksi fiskal dan menghitung penghasilan usaha secara fiskal.

- 24 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Bab V
Kompensasi Kerugian (Loss of Compensation)

Apabila penghasilan bruto setelah dikurangi dengan pengurangan yang


diperkenankan diperoleh kerugian, kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan
penghasilan neto atau laba fiskal selama lima tahun berturut-turut, dimulai sejak tahun
berikutnya sesudah tahun terjadinya kerugian tersebut. Misalnya, Wajib Pajak PT A
mengalami kerugian fiskal tahun pajak 2009. kerugian tersebut dapat dokompensasikan
dengan penghasilan neto atau laba fiskal tahun 2010, 2011, 2012, 2013 dan 2014. Apabila
setelah kerugian tersebut dikompensasikan sampai dengan tahun 2014 masih terdapat sisa
kerugian yang belum dikompensasikan, sisa kerugian tersebut tidak dapat lagi
dikompensasikan dengan penghasilan neto atau laba fiskal tahun 2015 atau sesudahnya.
Contoh:
PT A, dalam tahun 2009, mengalami kerugian fiskal Rp1.200.000.000. Dalam lima tahun
berikutnya, laba/rugi fiskal PT A adalah sebagai berikut:
2010 : Laba fiskal Rp200.000.000
2011 : Rugi fiskal Rp300.000.000
2012 : Laba fiskal NIHIL
2013 : Laba fiskal Rp100.000.000
2014 : Laba fiskal Rp800.000.000
Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut :
Rugi fiskal tahun 2009 Rp (1.200.000.000)
Laba fiskal tahun 2010 Rp 200.000.000 +
Sisa rugi fiskal tahun 2009 Rp (1.000.000.000)
Rugi fiskal tahun 2011 Rp ( 300.000.000)
Sisa rugi fiskal tahun 2009 Rp (1.000.000.000)
Laba fiskal tahun 2012 Rp NIHIL
Sisa rugi fiskal tahun 2009 Rp (1.000.000.000)
Laba fiskal tahun 2013 Rp 100.000.000 +
Sisa rugi fiskal tahun 2009 Rp (900.000.000)
Laba fiskal tahun 2014 Rp 800.000.000 +
Sisa rugi fiskal tahun 2009 Rp (100.000.000)

- 25 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Rugi fiskal tahun 2009 sebesar Rp100.000.000 yang masih tersisa pada akhir tahun 2014
tidak bisa dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2015, sedangkan rugi fiskal tahun 2011
sebesar Rp300.000.000 hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2015 dan
2016, karena jangka waktu 5 tahun dimulai sejak tahun 2012 sampai dengan tahun 2016.

Soal Latihan
PT Serba Usaha Mandiri mempunyai catatan laba dan rugi fiskal selama beberapa tahun
terakhir sbb:
2009 Rugi (1.200.000.000)
2010 Laba 200.000.000
2011 Rugi ( 300.000.000)
2012 Laba/Rugi nihil
2013 Laba 200.000.000
2014 Laba 700.000.000
2015 Laba 500.000.000

Hitunglah penghasilan yang dikenakan pajak pada tahun 2015.

- 26 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Bab VI
Penghasilan Tidak Kena Pajak

Penghasilan Tidak Kena Pajak Tahun 2015

Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri,
terlebih dahulu harus dikurangkan dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Besarnya
PTKP mulai Januari 2015, sesuai PMK 122/PMK.010/2015 yang mulai 1 Januari 2015,
ditetapkan sebagai berikut :

No. Jumlah (Rp) Keterangan

a. 36.000.000 Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi

b. 3.000.000 Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin

c. 36.000.000 Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung


dengan penghasilan suami

d. 3.000.000 Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga


semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang
menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang
untuk setiap keluarga.

Yang termasuk keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus adalah orang tua kakek dst,
dan anak kandung cucu dst. Yang termasuk keluarga semenda dalam garis keturunan lurus
adalah mertua dan anak tiri. Yang dimaksud dengan anggota keluarga yang menjadi
tanggungan sepenuhnya adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan
seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak.
Penerapan ketentuan di atas ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak (tanggal 1
Januari). Misalnya Wajib Pajak B pada tanggal 1 Januari 2015 berstatus kawin dengan
tanggungan satu orang anak. Apabila anak yang kedua lahir setelah tanggal 1 Januari 2015,
besarnya PTKP yang diberikan kepada Wajib pajak B untuk tahun pajak 2015 tetap dihitung
berdasarkan status kawin dengan 1 (satu) anak.

- 27 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Berikut ini disajikan tabel PTKP yang baru yang akan mulai 1 Januari 2015, berdasarkan
status perkawinan WP apabila istri WP tidak memiliki penghasilan :

No. Status Jumlah PTKP Keterangan


PTKP (Rp)

a. TK/0 36.000.000 Tidak Kawin, tidak ada tanggungan

b. K/0 39.000.000 Kawin, tidak ada tanggungan

c. K/1 42.000.000 Kawin dengan satu orang tanggungan


d. K/2 45.000.000 Kawin dengan dua orang tanggungan.
e. K/3 48.000.000 Kawin dengan tiga orang tanggungan

Berikut ini disajikan tabel PTKP yang baru yang mulai berlaku 1 Januari 2015, berdasarkan
status perkawinan WP apabila istri WP memiliki penghasilan (penghasilan tersebut bukan
semata-semata dari diperoleh satu pemberi kerja) :

No. Status Jumlah PTKP Keterangan


PTKP (Rp)

a. K/I/0 75.000.000 Kawin tidak ada tanggungan

b. K/I/1 78.000.000 Kawin dengan satu orang tanggungan


c. K/I/2 81.000.000 Kawin dengan dua orang tanggungan.
d. K/I/3 84.000.000 Kawin dengan tiga orang tanggungan

Contoh.
Tuan Salim pada tanggal 1 Januari 2015, mempunyai data keluarga sebagai berikut: seorang
istri yang bekerja pada PT Sejahtera Jaya, seorang anak kandung berumur 10 tahun,
seorang adik kandung yang berstatus pelajar SMU, seorang mertua, pensiunan Pegawai
Negeri, seorang anak tiri berumur 12 tahun dan seorang anak angkat yang menjadi
tanggungan sepenuhnya.

- 28 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Besarnya PTKP Wajib Pajak tersebut untuk tahun 2015 adalah sebagai berikut:
Jumlah (Rp) Keterangan
a. 36.000.000 Untuk Salim.
b. 3.000.000 Tambahan karena status kawin.
c. 0 Tambahan untuk penghasilan istri digabung. Dalam kasus ini
penghasilan istri tidak digabung karena semata-mata berasal dari satu
pemberi kerja dan sudah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21.
d. 9.000.000 Tanggungan tiga orang, yaitu anak kandung, anak tiri, dan anak angkat
sebesar 3 x Rp3.000.000
48.000.000 Jumlah seluruh PTKP

Penghasilan Tidak Kena Pajak Tahun 2016 - Terakhir

Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri,
terlebih dahulu harus dikurangkan dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Besarnya
PTKP mulai Januari 2016, sesuai PMK 101/PMK.010/2016 yang mulai 1 Januari 2015,
ditetapkan sebagai berikut :

No. Jumlah (Rp) Keterangan

a. 54.000.000 Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi

b. 4.500.000 Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin

c. 54.000.000 Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung


dengan penghasilan suami

d. 4.500.000 Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga


semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang
menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang
untuk setiap keluarga.

Yang termasuk keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus adalah orang tua kakek dst,
dan anak kandung cucu dst. Yang termasuk keluarga semenda dalam garis keturunan lurus
adalah mertua dan anak tiri. Yang dimaksud dengan anggota keluarga yang menjadi
- 29 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
tanggungan sepenuhnya adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan
seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak.
Penerapan ketentuan di atas ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak (tanggal 1
Januari). Misalnya Wajib Pajak B pada tanggal 1 Januari 2016 berstatus kawin dengan
tanggungan satu orang anak. Apabila anak yang kedua lahir setelah tanggal 1 Januari 2016,
besarnya PTKP yang diberikan kepada Wajib pajak B untuk tahun pajak 2016 tetap dihitung
berdasarkan status kawin dengan 1 (satu) anak.

Berikut ini disajikan tabel PTKP yang baru yang akan mulai 1 Januari 2016, berdasarkan
status perkawinan WP apabila istri WP tidak memiliki penghasilan :

No. Status Jumlah PTKP Keterangan


PTKP (Rp)

a. TK/0 54.000.000 Tidak Kawin, tidak ada tanggungan

b. K/0 58.500.000 Kawin, tidak ada tanggungan

c. K/1 63.000.000 Kawin dengan satu orang tanggungan


d. K/2 67.500.000 Kawin dengan dua orang tanggungan.
e. K/3 72.000.000 Kawin dengan tiga orang tanggungan

Berikut ini disajikan tabel PTKP yang baru yang mulai berlaku 1 Januari 2016, berdasarkan
status perkawinan WP apabila istri WP memiliki penghasilan (penghasilan tersebut bukan
semata-semata dari diperoleh satu pemberi kerja) :
No. Status Jumlah PTKP Keterangan
PTKP (Rp)

a. K/I/0 112.500.000 Kawin tidak ada tanggungan

b. K/I/1 117.000.000 Kawin dengan satu orang tanggungan


c. K/I/2 121.500.000 Kawin dengan dua orang tanggungan.
d. K/I/3 126.000.000 Kawin dengan tiga orang tanggungan

- 30 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Contoh.
Tuan Salim pada tanggal 1 Januari 2016, mempunyai data keluarga sebagai berikut: seorang
istri yang bekerja pada PT Sejahtera Jaya, seorang anak kandung berumur 10 tahun,
seorang adik kandung yang berstatus pelajar SMU, seorang mertua, pensiunan Pegawai
Negeri, seorang anak tiri berumur 12 tahun dan seorang anak angkat yang menjadi
tanggungan sepenuhnya.

Besarnya PTKP Wajib Pajak tersebut untuk tahun 2016 adalah sebagai berikut:
Jumlah (Rp) Keterangan
a. 54.000.000 Untuk Salim.
b. 4.500.000 Tambahan karena status kawin.
c. 0 Tambahan untuk penghasilan istri digabung. Dalam kasus ini
penghasilan istri tidak digabung karena semata-mata berasal dari satu
pemberi kerja dan sudah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21.
d. 13.500.000 Tanggungan tiga orang, yaitu anak kandung, anak tiri, dan anak angkat
sebesar 3 x Rp4.500.000
72.000.000 Jumlah seluruh PTKP

Soal latihan (untuk simulasi penghitungn Pajak akhir tahun WP OP dengan


penyesuaian PTKP terbaru)

1. Susunan Keluarga Pak Wahid untuk tahun pajak 2016 adalah sbb.:

No. Nama Tanggal Lahir Pekerjaan Hubungan Keluarga


1. Wahid 3-9-1975 Karyawan Kepala Keluarga
2. Salimah 4-2-1976 - Istri, tidak bekerja dan
tidak punya usaha
3. Azka 5-3-2004 Pelajar Anak Kandung
4. Yahya 6-4-2006 - Anak Kandung
5. Izzah 2-1-2013 - Anak Kandung

Tentukan status perpajakan Pak Wahid dan berapa besar PTKP-nya (Th Pajak 2016).

- 31 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
2. Susunan Keluarga Pak Ilham adalah sbb.:
No. Nama Tanggal Lahir Pekerjaan Hubungan Keluarga
1. Ilham 3-9-1976 Karyawan Kepala Keluarga
2. Badriah 4-2-1977 Pengusaha Istri
3. Barkah 5-3-1988 Mahasiswa Adik Kandung
4. Doni 6-4-1990 Mahasiswa Adik Kandung
5. Hakim 3-7-2001 Pelajar Anak Kandung
6. Rodiah 2-1-2016 - Anak Angkat
Tentukan status perpajakan Pak Ilham dan besar PTKP-nya (Th Pajak 2016).

3. Susunan Keluarga Pak Tugino adalah sbb.:


No. Nama Tanggal Lahir Pekerjaan Hubungan Keluarga
1. Tugino 3-3-1978 Karyawan Kepala Keluarga
2. Sutinah 4-2-1979 - Istri
3. Wahyu 5-3-2003 Pelajar Anak Kandung
4. Suparlan 6-4-1955 Pensiunan ABRI Mertua
5. Tugiran 3-7-1990 Mahasiswa Adik Kandung

Tentukan status perpajakan Pak Tugino dan berapa besar PTKP-nya (Th Pajak
2016).

- 32 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Bab VII
Penggabungan Penghasilan

Sistem pengenaan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan menempatkan


keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis, artinya penghasilan atau kerugian dari seluruh
anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenakan pajak dan pemenuhan
kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga.

Penghasilan Wanita Kawin8


Penghasilan atau kerugian bagi seorang wanita yang telah kawin pada awal tahun pajak
atau pada awal bagian tahun pajak dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya
dan dikenakan pajak sebagai satu kesatuan. Penggabungan tersebut tidak dilakukan dalam
hal penghasilan istri dari :
a) pekerjaan sebagai pegawai yang telah dipotong pajak oleh pemberi kerja, sesuai dengan
ketentuan (Istri mempunyai bukti potong 1721 A1/A2);
b) penghasilan istri tersebut semata-mata diperoleh dari satu pemberi kerja (Hanya satu
bukti potong 1721 A1/A2);
c) penghasilan istri tersebut berasal dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan
usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya;
d) Istri tidak mempunyai NPWP sendiri.

Syarat untuk tidak digabung tersebut harus kumulatif, artinya jika tidak terpenuhi salah
satunya, maka penghasilan istrinya harus digabung.
Contoh:
Wajib Pajak Agung, yang memperoleh penghasilan dari usaha sebesar Rp100.000.000,
mempunyai seorang istri yang menjadi pegawai dengan penghasilan sebesar Rp70.000.000.
Apabila penghasilan istri tersebut diperoleh dari satu pemberi kerja dan telah dipotong
pajak oleh pemberi kerja dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha
suami atau anggota keluarga lainnya, maka penghasilan sebesar Rp70.000.000 tidak
digabung dengan penghasilan Agung dan pengenaan pajak atas penghasilan istri tersebut
bersifat final.
Apabila selain menjadi pegawai, istri Agung juga menjalankan usaha misalnya salon
kecantikan dengan penghasilan neto sebesar Rp.80.000.000,00, seluruh penghasilan istri

8
Pasal 8 Ayat (1)
- 33 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
sebesar Rp.150.000.000,00 digabungkan dengan penghasilan Agung. Dengan demikian
Agung dikenai pajak atas penghasilan neto sebesar Rp.250.000.000,00. Pajak yang
dipotong dari penghasilan istri tidak bersifat final sehingga dapat dikreditkan dengan utang
pajak Agung.

Penghasilan Anak yang Belum Dewasa 9


Penghasilan anak yang belum dewasa digabung dengan penghasilan orang tuanya dari
manapun sumbernya dan apapun sifat pekerjaannya.
Yang dimaksud dengan anak yang belum dewasa adalah anak yang belum berumur 18 tahun
dan belum pernah menikah.
Apabila seorang anak belum dewasa, yang orang tuanya telah berpisah, menerima atau
memperoleh penghasilan, pengenaan pajaknya digabungkan dengan penghasilan ayah atau
ibunya berdasarkan keadaan sebenarnya.

Penghasilan Suami Istri Dikenakan Pajak Terpisah 10


Menyimpang dari prinsip pengenaan penggabungan penghasilan suami istri, pengenaan
Pajak Penghasilan atas penghasilan suami istri dilakukan terpisah dalam hal:
a) Suami istri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim;
Dalam hal suami istri telah hidup berpisah, penghitungan penghasilan kena pajak dan
pengenaan pajaknya dilakukan sendiri-sendiri (TIDAK ADA PENGGABUNGAN
PENGHASILAN).

b) Dikehendaki secara tertulis oleh suami istri berdasarkan perjanjian pemisahan


harta dan penghasilan (Separated Income and Property).
Apabila suami istri mengadakan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara
tertulis, penghitungan pajaknya dilakukan berdasarkan penjumlahan penghasilan neto
suami istri dan masing-masing memikul beban pajak sebanding dengan besarnya
penghasilan neto.
Contoh :
Penghasilan neto suami dari usaha Rp 100.000.000
Penghasilan neto istri dari pekerjaan Rp 70.000.000
Penghasilan neto istri dari usaha salon Rp 80.000.000
Jumlah penghasilan neto Rp250.000.000

9
Pasal 8 Ayat (4)
10
Pasal 8 Ayat (2) dan (3)
- 34 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Misalnya pajak terutang sebesar Rp.27.550.000, maka untuk masing-masing suami istri
pengenaan pajaknya sebesar :
Pajak Penghasilan terutang untuk suami :
(100.000.000/250.000.000) x Rp27.550.000 = Rp 11.020.000,00
Pajak Penghasilan terutang untuk istri :
(150.000.000/250.000.000) x Rp27.550.000 = Rp 16.530.000,00

c) Dikehendaki oleh istri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban
perpajakannya sendiri. (Istri punya NPWP sendiri)
Perlakuan Pajaknya sama dengan pada poin b.

Sehubungan dengan penggabungan penghasilan dan PTKP, dalam SPT PPh WP Orang
Pribadi disediakan 5 macam kelompok status Wajib Pajak, yaitu:
1. TK/…, untuk Wajib Pajak dengan status tidak kawin;
2. K/….., untuk Wajib Pajak dengan status kawin, dimana penghasilan istri tidak
digabungkan dengan penghasilan suami;
3. K/I/…, untuk Wajib Pajak dengan status kawin, di mana penghasilan istri
digabungkan dengan penghasilan suami;
4. HB/…., untuk Wajib Pajak dengan status hidup berpisah;
5. PH/…., untuk Wajib Pajak dengan status pisah harta.

- 35 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Soal Latihan( untuk simulasi penghitungan pajak akhir tahun WP OP dengan
penyesuaian PTKP terbaru)

1) Pak Sutarno dan istri bekerja sebagai karyawan/karyawati perusahaan swasta.


Penghasilan mereka selama tahun 2016 adalah sbb. :

No. Jenis Penghasilan Penghasilan Pak Penghasilan Bu


Sutarno Sutarno
1. Gaji 148.000.000 136.000.000
2. Tunjangan kesehatan 4.000.000 3.000.000
3. Tunjangan transport 6.000.000 5.000.000
4. Bonus 8.000.000 6.000.000
5. THR 12.000.000 8.000.000
6. Piknik dibayar perusahaan 5.000.000
7. Pembagian parcel lebaran 500.000 400.000
Perusahaan tempat Bapak Sutarno dan Ibu Sutarno telah memotong PPh Pasal 21 sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. (asumsi ibu sutarno tidak punya NPWP sendiri)
Berapa Penghasilan Kena Pajak keluarga Sutarno pada tahun 2016 apabila Bapak Sutarno
memiliki seorang anak kandung yang masih menjadi tanggungan penuh?

2) Pak Zaki bekerja sebagai karyawan pada sebuah perusahaan swasta (yang bukan bersifat
final dan deemed profit). Istri Pak Zaki bekerja sebagai pegawai di Kedutaan Besar Kuwait
(bukan subjek pajak DN) di Jakarta. Penghasilan tahun 2016 adalah sbb.:

No. Jenis Penghasilan Penghasilan Pak Zaki Penghasilan Bu Zaki


(NPWP ikut suami)
1. Gaji 148.000.000 136.000.000
2. Tunjangan kesehatan 24.000.000 33.000.000
3. Tunjangan transport 16.000.000 25.000.000
4. Bonus 8.000.000 6.000.000
5. THR 12.000.000 8.000.000
6. Piknik dibayar perusahaan 5.000.000
7. Pembagian parcel lebaran 500.000 400.000

Perusahaan tempat Pak Zaki telah memotong PPh Pasal 21 sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, sementara itu Kedutaan Besar Kuwait di Jakarta tidak memotong PPh Pasal 21
karena bukan merupakan pemotong pajak.
- 36 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Berapa Penghasilan Kena Pajak keluarga Zaki pada tahun 2016 apabila Pak Zaki memiliki
seorang anak kandung yang masih menjadi tanggungan penuh?

3) Pak Heru bekerja sebagai karyawan pada sebuah perusahaan swasta (yg bukan deemed
profit dan bukan Final). Istri Pak Heru juga bekerja sebagai karyawati di perusahaan swasta
(yang bukan final dan deemed profit) serta menjadi dosen di Universitas Indo Raya.
Penghasilan mereka selama tahun 2016 adalah sbb.:
No. Jenis Penghasilan Penghasilan Pak Penghasilan Bu Penghasilan Bu
Heru Heru (Dosen) Heru
(Karyawati)
1. Gaji 148.000.000 16.000.000 136.000.000
2. Tunjangan kesehatan 14.000.000 13.000.000
3. Tunjangan transport 1 6.000.000 1 6.000.000 15.000.000
4. Bonus 68.000.000 26.000.000
5. THR 12.000.000 12.000.000 8.000.000
6. Rekreasi dibayar perusahaan 5.000.000
7. Pembagian parcel 500.000 400.000

Penghasilan Pak Heru dan Bu Heru, baik dari perusahaan tempat mereka bekerja maupun
dari universitas telah dipotong PPh Pasal 21 sesuai dengan ketentuan.
Berapa Penghasilan Kena Pajak keluarga Heru pada tahun 2016 apabila Pak Heru memiliki
empat anak kandung yang masih menjadi tanggungan penuh?

4) Pak Momon bekerja sebagai karyawan pada sebuah perusahaan swasta (yang bukan
bersifat final atau deemed profit) dengan jumlah penghasilan Rp270.000.000. Istri Pak
Momon (tidak punya NPWP sendiri) juga bekerja sebagai karyawati di perusahaan swasta
dengan penghasilan Rp160.000.000, penghasilan istri telah dipotong di tempat dia bekerja.
Di samping sebagai karyawan, Pak Momon membuka persewaan komputer di garasi
rumahnya dengan mempekerjakan karyawan. Penghasilan bersih selama tahun 2016 dari
usaha tersebut adalah Rp120.000.000
Berapa Penghasilan Kena Pajak keluarga Momon pada tahun 2016 apabila Pak Momon
memiliki seorang anak kandung yang masih menjadi tanggungan penuh?

- 37 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
5) Pak Indra bekerja sebagai karyawan pada sebuah perusahaan swasta (bukan deemed
profit dan bukan bersifat final) dengan jumlah penghasilan selama setahun Rp170.000.000.
Istri Pak Indra juga bekerja sebagai karyawati dengan penghasilan selama setahun
Rp50.000.000. Penghasilan dari kedua perusahaan tersebut telah dipotong PPh Pasal 21
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Di samping sebagai karyawati, Istri Pak Indra membuka salon di ruko dekat rumahnya
dengan mempekerjakan beberapa karyawati. Penghasilan bersih selama tahun 2016 dari
usaha tersebut Rp24.000.000,00
Berapa Penghasilan Kena Pajak keluarga Indra pada tahun 2016 apabila pak Indra memiliki
tiga anak kandung yang masih menjadi tanggungan penuh?

6) Pak Joko bekerja sebagai karyawan pada sebuah perusahaan swasta dengan jumlah
penghasilan netto sebesar Rp170.000.000 selama setahun. Penghasilan tersebut telah
dipotong PPh Pasal 21 oleh perusahaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Istri Pak Joko
(tidak punya NPWP) membuka usaha catering dengan penghasilan bersih selama setahun
Rp130.000.000
Berapa Penghasilan Kena Pajak keluarga Joko pada tahun 2016 apabila mereka memiliki
dua anak kandung yang masih menjadi tanggungan penuh?

- 38 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Bab X
Penghasilan Kena Pajak (Taxable Income)

Penghasilan Kena Pajak merupakan dasar penghitungan untuk menentukan besarnya Pajak
Penghasilan yang terutang. Dalam Undang-undang Pajak Penghasilan, dikenal dua golongan
Wajib Pajak, yaitu Wajib Pajak Dalam Negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri.

Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri, pada dasarnya terdapat dua cara untuk menentukan
besarnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu dengan cara biasa dan penghitungan dengan
menggunakan Norma Penghitungan.

Di samping itu, terdapat cara penghitungan dengan mempergunakan Norma Penghitungan


Khusus, yang diperuntukan bagi Wajib Pajak tertentu berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan.

Dalam modul ini, akan dibahas beberapa cara perhitungan Penghasilan Kena Pajak.
a. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan usaha dan melakukan pembukuan
Peredaran usaha bruto Rp 500.000.000
Harga Pokok Penjualan 200.000.000
Laba bruto usaha Rp 300.000.000
Biaya usaha 50.000.000
Laba usaha Rp 250.000.000
Ditambah: Penyesuaian fiskal positif 15.000.000
Dikurangi: Penyesuaian fiskal negative ( 5.000.000)
Penghasilan neto dari dalam negeri dari usaha secara fiscal Rp 260.000.000
Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan 50.000.000
Penghasilan neto dalam negeri lainnya (tidak dipotong PPh 40.000.000
final)
Penghasilan neto luar negeri (sebelum dipotong pajak) 50.000.000
Jumlah seluruh penghasilan neto Rp 400.000.000
Penghasilan Tidak Kena Pajak (misalnya: status K/0-PTKP Rp 58.500.000
terbaru)
Penghasilan Kena Pajak Rp 341.500.000

- 39 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
b. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan usaha, tetapi tidak melakukan pembukuan,
sehingga menghitung penghasilan bersih dengan mempergunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto.
Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun pajak kurang dari
Rp 4.800.000.000, boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto, dengan syarat memberitahukan kepada Direktur
Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dalam tahun pajak yang
bersangkutan. Wajib Pajak tersebut tidak wajib menyelenggarakan pembukuan, tetapi
harus menyelenggarakan pencatatan sebagaimana diatur dalam Undang-undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Contoh penghitungan Penghasilan Kena Pajaknya adalah sebagai berikut :


Peredaran bruto Rp 500.000.000
Penghasilan neto (menurut norma penghitungan), misalnya 20% Rp 100.000.000
Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan 50.000.000
Penghasilan neto dalam negeri lainnya (yang tidak dipotong PPh 40.000.000
final)
Penghasilan neto luar negeri (sebelum dipotong pajak) 50.000.000
Jumlah seluruh penghasilan neto Rp 240.000.000
Penghasilan Tidak Kena Pajak (misalnya: status K/I/0-PTKP 112.500.000
terbaru)
Penghasilan Kena Pajak Rp 127.500.000

c. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan usaha


Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri yang tidak melakukan usaha/pekerjaan bebas,
perhitungan Penghasilan Kena Pajaknya dilakukan dengan perhitungan sbb.:
Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan Rp 150.000.000
Penghasilan neto dalam negeri lainnya (yang tidak dipotong PPh 40.000.000
final)
Penghasilan neto luar negeri (sebelum dipotong pajak) 50.000.000
Jumlah seluruh penghasilan neto Rp 240.000.000
Penghasilan Tidak Kena Pajak (misalnya: status K/I/1-PTKP 117.000.000
terbaru)
Penghasilan Kena Pajak Rp 123.000.000
- 40 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Bab IX
Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang

Tarif Pajak11
Tarif pajak umum diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Dalam
Negeri dan BUT untuk menghitung Pajak Penghasilan terutang dalam satu tahun pajak atau
dalam bagian tahun pajak. Tarif umum ini dibedakan untuk Wajib Pajak Badan Dalam
Negeri/BUT dan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri.

Tarif Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp.50.000.000,00 Lapisan s.d 50 juta 5%

Di atas Rp.50.000.000,00 sampai Lapisan kedua 200 juta 15%


dengan Rp.250.000.000,00

Di atas Rp.250.000.000,00 sampai Lapisan ketiga 250 juta 25%


dengan Rp.500.000.000,00

Di atas Rp.500.000.000,00 Lapisan diatas 500 juta 30%

Contoh:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak Tuan Dicky Kasidi tahun 2016 adalah Rp 600.000.000.
Jumlah PPh terutang untuk Tuan Dicky Kasidi dihitung sebagai berikut:
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 200.000.000 = Rp 30.000.000
25% x Rp 250.000.000 = Rp 62.500.000
30% x Rp 100.000.000 = Rp 30.000.000
Total PPh terutang sebesar =Rp 125.000.000
Tarif tertinggi untuk Wajib Pajak orang pribadi dapat diturunkan menjadi paling rendah
sebesar 25% yang diatur dengan Peraturan Pemerintah, namun sampai saat ini belum terbit.

11
Pasal 17
- 41 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Bab X
Pelunasan Pajak Penghasilan

Pajak Penghasilan yang diperkirakan akan terutang dalam satu tahun pajak, dilunasi dengan:
1. Pelunasan pada tahun berjalan;
2. Pelunasan pada akhir tahun pajak.

Pelunasan Pajak dalam Tahun Berjalan12


Pelunasan pajak dalam tahun berjalan terdiri atas:
a. Pelunasan melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain yang dapat dikreditkan,
terdiri dari PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 24, serta dalam hal-
hal tertentu PPh Pasal 26.
b. Pelunasan dengan cara dibayar sendiri oleh Wajib Pajak yang dapat berupa cicilan PPh
Pasal 25, STP (Surat Tagihan Pajak) PPh Pasal 25.

Mekanisme pelunasan ini dimaksudkan agar pelunasan pajak dalam tahun berjalan
mendekati jumlah pajak yang akan terutang untuk tahun yang bersangkutan.

Pada dasarnya, pelunasan pajak dalam tahun berjalan dilakukan setiap bulan, tetapi Menteri
Keuangan dapat menentukan masa lain, seperti saat dilakukannya transaksi atau saat
diperolehnya penghasilan, sehingga pelunasan dalam tahun berjalan dapat dilaksanakan
dengan baik.

Penjelasan secara sederhana atas masing-masing jenis pajak yang dipotong/dipungut atau
dibayar sendiri pada tahun berjalan adalah sbb.:
1. Pajak yang dipotong dan dipungut oleh pihak lain:
a. PPh Pasal 21
PPh Pasal 21 adalah pajak yang dipotong oleh pihak lain dari penghasilan berupa
gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam
bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan
oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 UU No. 17 Tahun 2000.

12
Pasal 20 Ayat (1) dan (2)
- 42 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
PPh Pasal 21 yang telah dipotong pihak lain tersebut, sepanjang tidak bersifat final,
dapat dikreditkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri terhadap PPh yang
terutang pada akhir tahun pajak yang bersangkutan.

b. PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 adalah pajak yang dipungut berkenaan dengan kegiatan di bidang
impor atau kegiatan usaha di bidang lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.
Bidang-bidang yang dipungut PPh Pasal 22 antara lain industri semen, rokok, bahan
bakar minyak, tepung terigu, kertas, dan industri baja. PPh Pasal 22 juga dipotong
dari penghasilan sehubungan dengan transaksi dengan Bendaharawan Pemerintah.
PPh Pasal 22 yang telah dipotong/dipungut pihak lain tersebut, sepanjang tidak
bersifat final, dapat dikreditkan terhadap PPh yang terutang pada akhir tahun pajak
yang bersangkutan.

c. PPh Pasal 23
PPh Pasal 23 adalah pajak yang dipotong dari penghasilan yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari
modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong
PPh Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh Badan Pemerintah atau Subjek
Pajak Dalam Negeri, penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan luar
negeri lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 UU No. 17 Tahun 2000.
Objek PPh Pasal 23, antara lain, penghasilan berupa dividen; bunga, termasuk
premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
royalty; hadiah, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21; sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta; imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa
manajemen, jasa konsultan, dan jasa-jasa lain sebagaimana dimaksud oleh Pasal 23
UU PPh.
PPh Pasal 23 yang telah dipotong/dipungut pihak lain tersebut, sepanjang tidak
bersifat final, dapat dikreditkan terhadap PPh yang terutang pada akhir tahun pajak
yang bersangkutan.

d. PPh Pasal 24
PPh Pasal 24 adalah pajak yang dipotong/dibayar atau terutang di luar negeri atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Dasar hukum dan contoh
perhitungannya terdapat dalam 164/KMK.03/2002.
Jumlah kredit pajak luar negeri yang boleh dikreditkan adalah:

- 43 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
- hanya atas pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh WP dari luar negeri,
- setinggi-tingginya sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar
negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah yang dihitung menurut perbandingan
antara penghasilan dari luar negeri terhadap Penghasilan Kena Pajak dikalikan
dengan pajak yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak, atau setinggi-tingginya
sama dengan pajak yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak dalam hal
Penghasilan Kena Pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri,
- kerugian di luar negeri tidak boleh digabung,
- apabila penghasilan berasal lebih dari satu negera, harus dihitung sendiri-sendiri.
Pengkreditan PPh yang dibayar/dipotong atau terutang di luar negeri tersebut dapat
dilakukan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap.
Contoh:
Pak Faisal dengan status K/3, pada tahun 2016, memiliki penghasilan sebesar
Rp272.000.000,00 yang terdiri dari penghasilan dari dalam negeri sebesar
Rp222.000.000,00 dan penghasilan dari Malaysia Rp50.000.000,00. Penghasilan di
Malaysia dipotong pajak sebesar Rp20.000.000,00. Perhitungan PPh Pasal 24 yang
dapat dikreditkan di dalam negeri adalah sbb.:
Jumlah seluruh penghasilan Rp 272.000.000,00
Penghasilan Tidak Kena Pajak Rp 72.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 200.000.000,00
Pajak Terutang (Tarif Pasal 17) Rp 25.000.000,00
Batas maksimal PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan:
Jumlah penghasilan luar negeri x Jumlah PPh terutang
Penghasilan Kena Pajak

= 50.000.000,00 x 25.000.000,00
200.000.000,00
= 6.250.000,00

Walaupun jumlah yang dipotong di Malaysia adalah sebesar Rp20.000.000, tetapi


jumlah yang dapat diperhitungkan di Indonesia adalah sebesar Rp6.250.000,00.
Dalam hal jumlah yang dipotong di Malaysia lebih kecil dari batas maksimal
tersebut, yang dapat diperhitungkan di Indonesia adalah sebesar yang benar-benar
telah dipotong.

- 44 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
e. PPh Pasal 26 ayat (5)
PPh Pasal 26 adalah PPh yang dipotong atas:
- Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang atau
pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau dilakukan
oleh bentuk usaha tetap di Indonesia,
- Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 berupa dividen; bunga
termasuk premium, diskonto, imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian
utang; royalty; sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan, hadiah dan
penghargaan; pensiun dan penghargaan berkala lainnya; premi swap dan
transaksi lindung nilai lainnya dan atau keuntungan karena pembebasan utang .
PPh Pasal 26 (5) yang dikenakan atas kedua jenis penghasilan di atas dapat
dikreditkan oleh Bentuk Usaha Tetap terhadap PPh yang terutang pada akhir tahun
pajak.
- Penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Orang Pribadi atau Badan Luar
Negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk
Usaha Tetap.
PPh Pasal 26 (5) yang dikenakan atas penghasilan di atas dapat dikreditkan oleh
Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap terhadap PPh
yang terutang pada akhir tahun pajak.

2. Pajak yang dibayar sendiri selama tahun pajak


a. PPh Pasal 25
PPh pasal 25 merupakan angsuran PPh yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
untuk setiap bulan dalam tahun berjalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25
Undang-Undang PPh.
Pembayaran PPh pasal 25 dilakukan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya
setelah berakhirnya masa pajak. Misalnya untuk masa pajak Januari, pembayaran
angsuran PPh pasal 25 harus dilakukan paling lambat pada tanggal 15 Februari.
Laporan atas pembayaran tersebut dilakukan paling lambat pada tanggal 20 setelah
dilakukan pembayaran.
Ketentuan PPh pasal 25 khusus WP Orang Pribadi terdapat dalam SE-17/1989,
dimana WP Orang Pribadi yang hanya mempunyai penghasilan dari seuhubungan
dengan pekerjaan atau pekerjaan bebas walaupun tidak mempunyai penghasilan dari
- 45 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
usaha, jika terdapat kurang bayar tetap harus membayar PPh Pasal 25. Namun
berdasarkan PMK 183/2007 WP Orang Pribadi tidak harus melaporkan SPT PPh
Pasal 25. Ini berarti WP tersebut tetap harus bayar PPh 25 tetapi tidak perlu lapor
SPT PPh pasal 25.

b. STP PPh Pasal 25


STP PPh pasal 25 merupakan PPh Pasal 25 yang ditagih dengan menggunakan Surat
Tagihan Pajak (STP) karena Wajib Pajak tidak membayar atau kurang membayar
PPh Pasal 25 pada saat jatuh tempo.
Dalam perhitungan STP, biasanya terdapat dua unsur, yaitu pokok pajak dan sanksi
administrasi. Jumlah yang dapat diperhitungkan sebagai cicilan pajak hanyalah
pokok pajaknya.

Perhitungan Pajak Akhir Tahun13


Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dan BUT, pada akhir tahun pajak dilakukan perhitungan
pajak terutang untuk tahun bersangkutan. Pajak yang terutang dikurangi dengan kredit pajak
untuk tahun pajak yang bersangkutan, baik pajak yang telah dipotong oleh pihak lain
maupun pajak yang disetor sendiri, akan menghasilkan kurang bayar atau lebih bayar.
Sebagai contoh dapat dilihat ilustrasi berikut.
Pajak Penghasilan terutang Rp 80.000.000
Kredit pajak:
- Pemotongan pajak dari pekerjaan (PPh Ps. 21) Rp 5.000.000
- Pemungutan pajak oleh pihak lain (PPh Ps. 22) 10.000.000
- Pemotongan pajak dari modal (PPh Ps. 23) 5.000.000
- Kredit pajak luar negeri (PPh Ps. 24) 15.000.000
- Dibayar sendiri oleh Wajib Pajak (PPh Ps. 25) 10.000.000
Jumlah kredit pajak 45.000.000
Jumlah PPh yang masih harus dibayar Rp 35.000.000

Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda
yang berkenaan dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan
yang berlaku, tidak boleh dikreditkan dengan pajak terutang sebagaimana dijelaskan di atas.

13
Pasal 28
- 46 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Pajak Penghasilan Lebih Bayar 14
Apabila pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak ternyata lebih kecil daripada jumlah
kredit pajak, setelah dilakukan pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan
setelah diperhitungkan dengan utang pajak berikut sanksi-sanksinya.
Sesuai dengan ketentuan Undang-undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan,
Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk berwenang untuk melakukan
pemeriksaan sebelum dilakukan pengembalian atau perhitungan kelebihan pajak.
Hal-hal yang harus dipertimbangkan sebelum dilakukan pengembalian atau perhitungan
kelebihan pajak adalah:
1. Kebenaran material tentang besarnya Pajak Penghasilan terutang,
2. Keabsahan bukti-bukti pungutan dan potongan serta bukti pembayaran pajak oleh Wajib
Pajak sendiri selama dan untuk tahun pajak yang bersangkutan.
Maksud pemeriksaan ini untuk memastikan bahwa uang yang akan dibayar kembali kepada
Wajib Pajak sebagai restitusi adalah benar merupakan hak Wajib Pajak.

Pajak Penghasilan Kurang Bayar15


Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar daripada
kredit pajak, kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi sebelum penyampaian SPT PPh
pada akhir tahun.

Soal latihan

Pak Marzuki adalah Wajib Pajak yang belum menikah dan memiliki penghasilan selama
tahun 2016 sebagai berikut:
1. Penghasilan bersih dari usaha di dalam negeri Rp250.000.000
2. Penghasilan dari pekerjaan sebagai karyawan Rp 25.000.000
3. Penghasilan dari luar negeri (sebelum dipotong pajak) Rp100.000.000

Bukti pemotongan pajak yang diperoleh terdiri dari:


1. Bukti potong PPh Pasal 21 Rp 2.300.000
2. Bukti potong pembayaran pajak di luar negeri Rp 40.000.000
Saudara diminta untuk menghitung PPh Pasal 24 Pak Marzuki.

14
Pasal 28A
15
Pasal 29
- 47 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Pak Mahendra adalah Wajib Pajak dengan status K/I/2, memiliki penghasilan selama tahun
2016 sebagai berikut:
1. Penghasilan bersih dari usaha Rp300.000.000,00
2. Penghasilan dari pekerjaan sebagai pegawai Rp 37.000.000,00
3. Penghasilan dari luar negeri (sebelum dipotong pajak) Rp150.000.000,00
Bukti pemotongan pajak yang diperoleh adalah bukti pembayaran pajak di luar negeri
sebesar Rp37.500.000. Saudara diminta untuk menghitung PPh Pasal 24 Pak Mahendra.

- 48 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Bab XI

Angsuran PPh Pasal 25 dalam Hal Tertentu

Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, PPh Pasal 25 merupakan


angsuran PPh yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam tahun
berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang PPh.
Secara umum, besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk suatu tahun pajak dihitung
sebesar PPh terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu dikurangi dengan
PPh yang dipotong/dipungut pihak lain serta PPh yang dibayar/dipotong atau terutang di
luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, 22, 23, dan 24 dibagi dua belas atau
banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut.
Dalam kasus-kasus tertentu dan bidang usaha tertentu, diperlukan perhitungan
tersendiri yang berbeda dengan perhitungan tersebut. Kasus-kasus tersebut, misalnya, dalam
hal terjadi kompensasi kerugian, terdapat penghasilan tidak teratur, terjadi lebih bayar,
terdapat penerbitan SKP dan sebagainya. Sedangkan bidang-bidang usaha tertentu,
misalnya, untuk perusahaan dengan status BUMN/BUMD, perusahaan yang bergerak dalam
bidang usaha Bank, Sewa Guna Usaha, dan sebagainya. Perhitungan PPh Pasal 25 untuk
kasus dan bidang-bidang tersebut diatur tersendiri oleh Ditjen Pajak.
Pada bab ini, akan disampaikan beberapa ketentuan mengenai besarnya angsuran
PPh Pasal 25 yang tidak bersifat umum atau kasus-kasus tertentu. Dalam Brevet B akan
dibahas juga beberapa ketentuan mengenai angsuran PPh Pasal 25 yang belum dapat dibahas
dalam Brevet A ini.

Angsuran PPh Pasal 25 untuk masa sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan
PPh
Secara umum, dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 adalah perhitungan SPT tahunan
PPh tahun sebelumnya. SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dilaporkan paling lambat pada
akhir bulan ketiga setelah berakhirnya tahun pajak (misalnya tanggal 31 Maret). Dengan
demikian, perhitungan angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan Januari dan Februari belum dapat
diketahui pada tanggal 15 Februari dan 15 Maret (saat pembayaran). Oleh karena itu, jumlah
angsuran PPh pasal 25 untuk masa tersebut besarnya sama dengan jumlah angsuran PPh
Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya (Desember).

- 49 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Angsuran PPh Pasal 25 Wajib Pajak Baru


Wajib Pajak yang baru ada pada suatu masa dalam suatu tahun pajak membutuhkan
perhitungan tersendiri untuk menentukan besarnya angsuran PPh Pasal 25. Hal ini terjadi
karena Wajib Pajak belum memiliki dasar perhitungan penghasilan dari tahun sebelumnya.
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 ditetapkan sebesar PPh yang dihitung berdasarkan
penerapan tarif umum atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi duabelas.
Penghasilan neto tersebut diperoleh dari:
1. dalam hal Wajib Pajak melakukan pembukuan, penghasilan netonya dihitung
berdasarkan pembukuan,
2. dalam hal Wajib Pajak menyelengggarakan pencatatan dan tidak melakukan pembukuan,
penghasilan netonya dihitung berdasarkan Norma Perhitungan.

Angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak yang memperoleh kompensasi kerugian
Apabila jumlah sisa kerugian habis dikompensasikan dengan penghasilan neto tahun
pajak yang bersangkutan atau dengan kata lain tahun pajak yang bersangkutan merupakan
tahun pajak terakhir untuk dapat melakukan kompensasi kerugian, angsuran bulanan PPh
Pasal 25 tahun pajak berikutnya dihitung berdasarkan PPh terutang atas penghasilan tahun
berjalan tanpa memperhitungkan lagi kompensasi kerugian.
Apabila jumlah sisa kompensasi kerugian tidak habis dikompensasikan dengan
penghasilan neto tahun berjalan, dengan kata lain tahun pajak berikutnya masih dapat
melakukan kompensasi kerugian, angsuran bulanan PPh Pasal 25 tahun pajak berikutnya
dihitung berdasarkan PPh terutang atas penghasilan tahun berjalan dengan
memperhitungkan lagi kompensasi kerugian yang masih tersisa.
Apabila sisa kompensasi masih lebih besar daripada penghasilan tahun berjalan,
angsuran PPh Pasal 25 tahun berikutnya nihil.

- 50 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Wajib Pajak Memperoleh Penghasilan Tidak Teratur.
PPh Pasal 25 tahun berikutnya dihitung berdasarkan penghasilan tahun lalu atas
penghasilan yang teratur saja.

Orang Pribadi yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (PP 46 Tahun 2013)

Pengertian
Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP yang memiliki
peredaran bruto tertentu, dikenai PPh yang bersifat final sebesar. WP Peredaran bruto
tertentu adalah WP yang menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari
jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi
Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
Peredaran bruto yang tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah) ditentukan berdasarkan peredaran bruto dari usaha seluruhnya termasuk dari usaha
cabang, tidak termasuk peredaran bruto dari :

1. jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal


2 ayat (3);
2. penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri;
3. usaha yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat
final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri;
dan
4. penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.

 Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas meliputi:

1. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan,
arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama,
dan penari;
3. olahragawan;
4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
5. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6. agen iklan;
7. pengawas atau pengelola proyek;
8. perantara;
9. petugas penjaja barang dagangan;
10. agen asuransi; dan
11. distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau penjualan
langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.

Contoh penentuan peredaran bruto:

- 51 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Rajesh merupakan pedagang tekstil yang memiliki tempat kegiatan usaha di beberapa
pasar di wilayah yang berbeda. Berdasarkan pencatatan yang dilakukan diketahui rincian
peredaran usaha di tahun 2013 adalah sebagai berikut:
a. Pasar A sebesar Rp80.000.000,00;
b. Pasar B sebesar Rp250.000.000,00;
c. Pasar C sebesar Rp400.000.000,00.
Dengan demikian peredaran bruto usaha perdagangan tekstil Rajesh sebagai dasar
pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final adalah sebesar Rp730.000.000,00
(Rp80.000.000,00 + Rp250.000.000,00 + Rp400.000.000,00).

 Tidak termasuk WP OP yang atas penghasilannya dikenai PPh Final adalah WP OP


yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya: (Pasal
2 ayat (3) PP 46 Tahun 2013)

1. menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap
maupun tidak menetap; dan
2. menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak
diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
o penjelasan terkait WP OP yang tidak termasuk WP yang atas penghasilannya
dikenai PPh Final :
 Wajib Pajak orang pribadi yang tergolong dalam ketentuan ini adalah Wajib
Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau
jasa melalui suatu tempat usaha yang dapat dibongkar pasang, termasuk yang
menggunakan gerobak, dan menggunakan tempat untuk kepentingan umum
yang menurut peraturan perundang-undangan bahwa tempat tersebut tidak
diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan, misalnya pedagang makanan
keliling, pedagang asongan, warung tenda di trotoar, dan sejenisnya.
Terhadap Wajib Pajak tersebut atas penghasilannya tidak dikenai Pajak
Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah
ini. (Penjelasan Pasal 2 ayat (3) PP 46 Tahun 2013).

BESAR TARIF, CARA PENGENAAN PPH FINAL, DAN CARA PENYETORAN

• Besarnya tarif PPh yang bersifat final adalah 1% (satu persen). (Pasal 3 ayat (1) PP
46 Tahun 2013)
o DPP yang digunakan untuk menghitung PPh yang bersifat final adalah
jumlah peredaran bruto setiap bulan. (Pasal 4 ayat (1) PP 46 Tahun 2013)
o PPh terutang = 1% (satu persen) X jumlah peredaran bruto setiap bulan,
untuk setiap tempat kegiatan usaha. (Pasal 4 ayat (2) PMK-
107/PMK.011/2013)
o Pengenaan PPh didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu)
tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan.
(Pasal 3 ayat (2) PP 46 Tahun 2013)
• Ketentuan Terkait Peredaran Bruto :
1. Dalam hal peredaran bruto kumulatif WP pada suatu bulan telah melebihi
jumlah Rp 4,8 M dalam suatu Tahun Pajak, WP tetap dikenai tarif PPh final
1% (satu persen) sampai dengan akhir Tahun Pajak yang bersangkutan.
(Pasal 3 ayat (3) PP 46 Tahun 2013)

- 52 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
2. Dalam hal peredaran bruto WP telah melebihi jumlah Rp 4,8 M pada suatu
Tahun Pajak, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WP pada Tahun
Pajak berikutnya dikenai tarif PPh berdasarkan ketentuan UU PPh. (Pasal 3
ayat (4) PP 46 Tahun 2013)

KETENTUAN TERKAIT ANGSURAN PPH PASAL 25

1. WP yang hanya menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenai PPh yang
bersifat final sesuai PP 46 Tahun 2013, tidak diwajibkan melakukan pembayaran
angsuran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 UU PPh. (Pasal 9 ayat (1)
PMK-107/PMK.011/2013)
2. Dalam hal WP selain menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenai PPh
yang bersifat final sesuai PP 46 Tahun 2013 juga menerima atau memperoleh
penghasilan yang dikenai PPh berdasarkan tarif umum UU PPh, atas penghasilan
yang dikenai PPh berdasarkan tarif umum tersebut wajib dibayar angsuran pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 UU PPh. (Pasal 9 ayat (2) PMK-
107/PMK.011/2013).

Contoh:
Bapak Rosyid yang berdomisili di Jakarta Timur dengan NPWP:57.325.452.7.008.000 dan
mempunyai toko “Laris Manis” dengan jenis usaha perdagangan eceran/grosir/ di Pasar
Kramat Jati Blok A dengan NPWP: 57.325.452.7.008.001. Peredaran usaha yang diperoleh
Bapak Rosyid selama tahun pajak 2014 sebesar Rp 4.000.000.000,-. Pada masa pajak januari
2015 sebesar Rp200 juta.Berapa PPh Pasal 25 yang harus dibayar di bulan Januari 2015?
Jawab:
- Peredaran usaha Januari 2015 Rp200.000.000,-
- Tarif PPh Final PP 46 = 1%
- PPh Pasal 25 yang terutang untuk masa Januari 2015 adalah:
Rp200.000.000,00 x 1% = Rp2.000.000,-
PPh Pasal 25 yang terutang untuk Masa Januari tersebut paling lambat dibayar pada tanggal
15 Februari 2015 dengan menggunakan SSP yang mencantumkan NPWP:
57.325.452.7.008.001 dan uraian pembayaran “setoran PPh Final PP 46”.

Orang Pribadi yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (PP 23 Tahun 2018)

Pengertian
Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP yang memiliki
peredaran bruto tertentu, dikenai PPh yang bersifat final. WP Peredaran bruto tertentu
adalah WP Orang Pribadi dan WP Badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer,
firma, atau perseroan terbatas yang menerima atau memperoleh penghasilan dari usaha,

- 53 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran
bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1
(satu) Tahun Pajak. Peredaran bruto yang tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah) ditentukan berdasarkan peredaran bruto dari usaha seluruhnya
termasuk dari usaha cabang, tidak termasuk peredaran bruto dari :
1. penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dari jasa
sehubungan dengan pekerjaan bebas;
2. penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri yang pajaknya terutang
atau telah dibayar di luar negeri;
3. penghasilan yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan
4. penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.

 Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas meliputi:


1. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, PPAT, penilai, dan aktuaris;
2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/ peragawati,
pemain drama, dan penari;
3. olahragawan;
4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
5. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6. agen iklan;
7. pengawas atau pengelola proyek;
8. perantara;
9. petugas penjaja barang dagangan;
10. agen asuransi;
11. distributor perusahaan pemasaran berjenjang atau penjualan langsung dan
kegiatan sejenis lainnya.

Tidak termasuk Wajib Pajak yang dikenai PPh Final menurut PP 23 Tahun 2018:
a. Wajib Pajak memilih untuk dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat
(1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan
(wajib menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jendera Pajak);
b. Wajib Pajak badan berbentuk persekutuan komanditer atau firma yang dibentuk oleh
beberapa Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki keahlian khusus menyerahkan jasa
sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (4);
c. Wajib Pajak badan memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan:
1. Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan; atau
2. Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan
Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan beserta
perubahan atau penggantinya; dan
- 54 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
d. Wajib Pajak berbentuk Bentuk Usaha Tetap.

Jangka waktu tertentu pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final paling lama:
a. 7 (tujuh) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi;
b. 4 (empat) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan
komanditer, atau firma; dan
c. 3 (tiga) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas.
Jangka waktu tersebut terhitung sejak:
a. Tahun Pajak Wajib Pajak terdaftar, bagi Wajib Pajak yang terdaftar sejak
berlakunya Peraturan Pemerintah ini, atau
b. Tahun Pajak berlakunya Peraturan Pemerintah ini, bagi Wajib Pajak yang telah
terdaftar sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini.

Tata cara pelunasan Pajak Penghasilan Final:


a. disetor sendiri oleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu; atau
b. dipotong atau dipungut oleh Pemotong atau Pemungut Pajak dalam hal Wajib
Pajak bersangkutan melakukan transaksi dengan pihak yang ditunjuk sebagai
Pemotong atau Pemungut Pajak.

Contoh penentuan peredaran bruto:


Rajesh merupakan pedagang tekstil yang memiliki tempat kegiatan usaha di beberapa
pasar di wilayah yang berbeda. Berdasarkan pencatatan yang dilakukan diketahui rincian
peredaran usaha di tahun 2018 adalah sebagai berikut:
a. Pasar A sebesar Rp80.000.000,00;
b. Pasar B sebesar Rp250.000.000,00;
c. Pasar C sebesar Rp400.000.000,00.
Dengan demikian peredaran bruto usaha perdagangan tekstil Rajesh sebagai dasar
pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final adalah sebesar Rp730.000.000,00
(Rp80.000.000,00 + Rp250.000.000,00 + Rp400.000.000,00).

BESAR TARIF, CARA PENGENAAN PPH FINAL, DAN CARA PENYETORAN

• Besarnya tarif PPh yang bersifat final adalah 0,5% (nol koma lima persen). (Pasal 2
ayat (2) PP 23 Tahun 2018)
o DPP yang digunakan untuk menghitung PPh yang bersifat final adalah
jumlah peredaran bruto setiap bulan. (Pasal 8 ayat (2) PP 23 Tahun 2018)
o PPh terutang = 0,5% (nol koma lima persen) X jumlah peredaran bruto setiap
bulan, untuk setiap tempat kegiatan usaha.
o Pengenaan PPh didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu)
tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan.
• Ketentuan Terkait Peredaran Bruto :
1. Dalam hal peredaran bruto kumulatif WP pada suatu bulan telah melebihi
jumlah Rp 4,8 M dalam suatu Tahun Pajak, WP tetap dikenai tarif PPh final
0,5% (nol koma lima persen) sampai dengan akhir Tahun Pajak yang
bersangkutan. (Pasal 7 ayat (1) PP 23 Tahun 2018)

- 55 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
2. Dalam hal peredaran bruto WP telah melebihi jumlah Rp 4,8 M pada suatu
Tahun Pajak, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WP pada Tahun
Pajak berikutnya dikenai tarif PPh berdasarkan ketentuan UU PPh. (Pasal 7
ayat (2) PP 23 Tahun 2018)

Contoh:
Bapak Rosyid yang berdomisili di Jakarta Timur dengan NPWP:57.325.452.7.008.000 dan
mempunyai toko “Laris Manis” dengan jenis usaha perdagangan eceran/grosir/ di Pasar
Kramat Jati Blok A dengan NPWP: 57.325.452.7.008.001. Peredaran usaha yang diperoleh
Bapak Rosyid selama tahun pajak 2014 sebesar Rp 4.000.000.000,-. Pada masa pajak Juli
2018 sebesar Rp200 juta.Berapa PPh yang harus dibayar di bulan Juli 2018?
Jawab:
- Peredaran usaha Juli 2018 Rp200.000.000,-
- Tarif PPh Final PP 23 = 0,5%
- PPh yang terutang untuk masa Juli 2018 adalah:
Rp200.000.000,00 x 0,5% = Rp1.000.000,-
PPh yang terutang untuk Masa Juli tersebut paling lambat dibayar pada tanggal 15 Agustus
2018 dengan menggunakan SSP yang mencantumkan NPWP: 57.325.452.7.008.001 dan
uraian pembayaran “setoran PPh Final PP 23”.

Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (Kasus Khusus)


Pengertian
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP OPPT) adalah Wajib Pajak orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha sebagai Pedagang Pengecer yang mempunyai 1
(satu) atau lebih tempat usaha (208/PMK.03/2009, 10 Desember 2010 Jo. PER-32/PJ./2010,
12 Juli 2010). Dengan demikian, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa mulai tanggal 10
Desember 2009 semua Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha sebagai
pedagang pengecer (pedagang eceran) adalah termasuk dalam pengertian WP OPPT.

Definisi pedagang pengecer:


“Pedagang Pengecer adalah orang pribadi yang melakukan:
a. penjualan barang baik secara grosir maupun eceran; dan/atau
b. penyerahan jasa,
melalui suatu tempat usaha.”
(Pasal 1 angka 2 Peraturan Dirjen Pajak No. PER-32/PJ./2010, tahun 2010)

- 56 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Kewajiban WP OPPT

1. Kewajiban Pendaftaran
Selain wajib mendaftarkan tempat tinggal atau domisilinya untuk memiliki NPWP, WP
OPPT juga wajib mendaftarkan setiap tempat usahanya ke Kantor Pelayanan Pajak di mana
tempat usaha itu berada, baik yang berada di satu KPP maupun berbeda KPP dengan
domisili Wajib Pajak. Dan bila dalam 1 (satu) wilayah kerja KPP terdapat lebih dari 1 (satu)
cabang usaha, maka atas semua cabang tersebut tetap harus didaftarkan, sehingga setiap
cabang akan mempunyai 1 (satu) NPWP.

2. Kewajiban Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 25 Setiap Bulan


Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk WP OPPT ditetapkan sebesar 0,75 % dari jumlah
peredaran usaha setiap bulan dari masing-masing tempat usaha tersebut (tidak final).
Pembayaran PPh Pasal 25 menggunakan SSP (surat Setoran Pajak) dan paling lambat
dilakukan pada tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan terutangnya PPh Pasal 25. SSP
dibuat setiap bulan untuk masing-masing cabang usaha/NPWP cabang.

Sesuai peraturan sebelumnya, yaitu Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-171/PJ/2002 tanggal
28 Maret 2002, bila terdapat penghasilan selain perdagangan barang-barang konsumsi di
tempat-tempat usaha yang tersebar di beberapa tempat. Besarnya angsuran tersebut adalah:
- Sebelum batas waktu penyampaian SPT tahunan, jumlah angsuran sama dengan setoran
PPh Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu,
- Setelah batas waktu penyampaian SPT tahunan, jumlah angsuran adalah hasil
perhitungan berikut:

Penghasilan Lain Neto X Besarnya angsuran yg. terutang berdasar SPT th. sebelumnya
Total Penghasilan Neto

SPT Masa PPh Pasal 25 tidak perlu dilaporkan jika:

a. SSP yang menjadi bukti pembayaran PPh Pasal 25 telah mendapat validasi dengan
NTPN (Nomor Transaksi Penerimaan Negara), dimana tanggal pelaporan adalah tanggal
validasi yang tercantum pada SSP; atau

b. Tempat tinggal WP OPPT tidak melakukan usaha sebagai Pedagang Pengecer.

- 57 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Jika SSP tidak mendapatkan validasi atau jumlah angsuran PPh Pasal 25 adalah ‘NIHIL”,
maka WP OPPT tetap harus menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25.

Contoh:
Bapak Rosyid yang berdomisili di Jakarta Timur dengan NPWP:57.000.325.452.7.008.000
dan mempunyai toko “Laris Manis” dengan jenis usaha perdagangan eceran/grosir/ di Pasar
Kramat Jati Blok A dengan NPWP: 57.000.325.452.7.008.001. Peredaran usaha yang
diperoleh Bapak Rosyid selama Apri 2016 sebesar Rp 45 juta. Berapa PPh Pasal 25 yang
harus dibayar di bulan April 2016?

Jawab:
- Peredaran usaha April 2016 Rp45.000.000,00.
- Tarif PPh Pasal 25 WP OPPT = 0.75%
- PPh Pasal 25 yang terutang untuk masa April 2016 adalah:
Rp45.000.000,00 x 0.75% = Rp337.500,00.
PPh Pasal 25 yang terutang untuk Masa April tersebut paling lambat dibayar pada tanggal
15 Mei 2016 dengan menggunakan SSP yang mencantumkan NPWP:
57.000.325.452.7.008.001 dan uraian pembayaran “setoran PPh Pasal 25 WP OPPT”.

3. Kewajiban Akhir Tahun


Seperti WP OP Lainnya, WP OPPT wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh paling lambat
tanggal 31 Maret Tahun Pajak berikutnya setelah tahun pajak berakhir. SPT Tahunan PPh
yang disampaikan wajib dilampiri dengan daftar jumlah penghasilan dan pembayaran PPh
Pasal 25 dari masing-masing tempat usaha ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal WP OPPT.

Daftar tersebut memuat:


1. Nama, NPWP dan Alamat masing-masing outlet;
2. Jumlah peredaran bruto dari perdagangan eceran; dan
3. Jumlah PPh Pasal 25 yang dibayar.

Dalam hal WP OPPT tidak menyelenggarakan pembukuan, penghasilan neto yang harus
dilaporkan dalam SPT Tahunan adalah jumlah peredaran usaha dari keseluruhan cabang

- 58 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
usaha dikalikan dengan tarif menurut norma penghitungan penghasilan neto. Sedangkan
dalam hal melakukan pembukuan, penghasilan neto yang dimaksud adalah menurut
pembukuan yang telah diselenggarakan.

Jika PPh terutang selama setahun setelah dikurangi kredit pajak (PPh Pasal 25 yang telah
dibayar) masih terdapat kekurangan pembayaran, maka kekurangan itu harus dibayar dengan
menggunakan SSP sebelum SPT Tahunan disampaikan.

Soal Latihan
a. PPh Pasal 25, Normal
Ringkasan catatan penghasilan Pak Sutarjo (TK/-) tahun 2016 adalah sbb.:
1. Penghasilan dari usaha rutin Rp250.000.000,00
2. Penghasilan dari bekerja Rp115.840.000,00
3. Penghasilan dari luar negeri Rp 50.000.000,00
Total penghasilan Rp415.840.000,00
Pajak yang telah dipotong adalah sbb.:
PPh pasal 21 Rp20.000.000,00
PPh pasal 22 Rp 5.000.000,00
PPh pasal 23 Rp15.000.000,00
PPh Pasal 24 Rp 5.000.000,00
Jumlah setoran sendiri adalah sbb.:
PPh Pasal 25 Rp12.000.000
STP PPh Pasal 25 (pokok pajaknya) Rp 2.000.000
Hitunglah perhitungan pajak yang masih harus dibayar tahun 2016 dan perhitungan PPh
Pasal 25 Tahun 2017.

b. PPh Pasal 25 dengan kompensasi pada tahun 2016, sedangkan untuk tahun 2017
tidak dapat dikompensasikan lagi
Ringkasan penghasilan Pak Muhaimin (TK/-) tahun 2016 adalah sbb.:
1. Penghasilan dari usaha rutin Rp250.000.000,00
2. Penghasilan dari bekerja Rp115.840.000,00
3. Penghasilan dari luar negeri Rp 50.000.000,00
Total penghasilan Rp415.840.000,00

- 59 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Pajak yang telah dipotong adalah:
PPh pasal 21 Rp20.000.000,00
PPh pasal 22 Rp 5.000.000,00
PPh pasal 23 Rp15.000.000,00
PPh Pasal 24 Rp 5.000.000,00
Jumlah setoran sendiri adalah:
PPh Pasal 25 Rp12.000.000,00
STP PPh Pasal 25 (pokok pajaknya) Rp 2.000.000,00
Sisa kompensasi kerugian 2005 sebesar Rp100.000.000
Hitunglah PPh yang masih harus dibayar Tahun 2016 dan perhitungan PPh Pasal 25
Tahun 2017.

c. PPh Pasal 25 dengan kompensasi pada tahun 2016, dan untuk tahun 2017 masih
dapat dikompensasikan lagi
Ringkasan penghasilan Pak Tosari (TK/-) tahun 2016 adalah:
1. Penghasilan dari usaha rutin Rp250.000.000
2. Penghasilan dari bekerja Rp115.840.000
3. Penghasilan dari luar negeri Rp 50.000.000
Total penghasilan Rp415.840.000
Pajak yang telah dipotong adalah:
PPh Pasal 21 Rp20.000.000,00
PPh pasal 22 Rp 5.000.000,00
PPh pasal 23 Rp15.000.000,00
PPh Pasal 24 Rp 5.000.000,00

Jumlah setoran sendiri adalah:


PPh Pasal 25 Rp 0
STP PPh Pasal 25 (pokok pajaknya) Rp 0
SKFLN Rp 0
Sisa kompensasi kerugian 2013 sebesar Rp102.880.000
Sisa kompensasi kerugian 2014 sebesar Rp500.000.000

- 60 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Hitunglah pajak yang masih harus dibayar Tahun 2016 dan perhitungan PPh Pasal 25
Tahun 2017.

d. PPh Pasal 25, ada penghasilan tidak teratur


Ringkasan catatan penghasilan Pak Fatwa (TK/-) tahun 2016 adalah:
1. Penghasilan dari usaha rutin Rp200.000.000
2. Penghasilan tidak teratur Rp 50.000.000
3. Penghasilan dari bekerja Rp115.840.000
4. Penghasilan dari luar negeri Rp 50.000.000
Total penghasilan Rp415.840.000
Pajak yang telah dipotong adalah:
PPh pasal 21 Rp20.000.000
PPh pasal 22 Rp 5.000.000
PPh pasal 23 Rp15.000.000
PPh Pasal 24 Rp 5.000.000
Jumlah setoran sendiri adalah:
PPh Pasal 25 Rp12.000.000
STP PPh Pasal 25 (pokok pajaknya) Rp 2.000.000
Hitunglah pajak yang masih harus dibayar tahun 2016 dan perhitungan PPh Pasal 25
tahun 2017.

- 61 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Lampiran soal-soal latihan pengisian SPT

Kasus 1

Pengisian SPT 1770 SS.

SPT 1770 SS dipergunakan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dengan penghasilan semata-
mata dari satu pemberi kerja dengan jumlah penghasilan bruto setahun sampai dengan
Rp.60.000.000,00.
Saidan adalah pegawai di sebuah perusahaan keramik di daerah Bogor dengan jabatan
driver. Penghasilan selama tahun 2016 telah dipotong pajak oleh perusahaan dengan rincian
isi formulir 1721-A1 seperti di bawah.

Nomor Urut : 233


NPWP Pemotong Pajak : 01.345.654.7.053.000
Nama Pemotong Pajak : PT Aneka Keramik
Nama Penerima Penghasilan : Saidan
NPWP Penerima Penghasilan : 17.233.435.4.418.000
Alamat Penerima Penghasilan : Jl Kurma II No.28, Kutabaru, Pasar Kemis,
Tangerang
Status, Jenis Kelamin : Menikah, Laki-laki
Jumlah Tanggungan Keluarga
Untuk perhitungan PTKP : K/2
Jabatan : Driver
Masa Perolehan Penghasilan : Januari sd Desember

Rincian Penghasilan
Penghasilan Bruto
a. Gaji Rp 44.000.000
b. Tunjangan pajak Rp 4.400.000
c. THR dan Bonus Rp 3.600.000
d. Premi asuransi dibayar perusahan Rp 750.000
Penghasilan Bruto Rp.52.750.000
Pengurangan yang diperbolehkan
a. Pengurangan biaya jabatan Rp ( 2.637.500)

- 62 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
b. Iuran Pensiun Rp ( 880.000)
Total Pengurangan Rp.( 3.517.500)

Penghasilan Bersih Rp. 49.232.500


Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP, K/2) Rp. 63.000.000
Penghasilan Kena Pajak Rp. 0
PPh terutang Rp. 0
PPh telah dipotong (oleh perusahaan) Rp. 0
Disamping data pemotongan pajak oleh perusahaan yang terdapat dalam formulir 1721-A1
sebagaimana uraian di atas, Saidan memiliki harta dan utang dengan rincian sebagai berikut:
Daftar Harta
No. Jenis Harta Tahun Harga Perolehan (Rp) Keterangan
Perolehan
1. Rumah tinggal, 2000 17.500.000 Masih kredit
Jl Kurma II No.28 BTN-
2. Sepeda Motor, Supra 2008 5.000.000 -
X Tahun 2000
3. Sepeda Evergreen 2006 350.000 -
4. HP Nokia 3110 2007 400.000 -
5. Televisi, 17 Inci 2002 1.150.000
Merk Toshiba
Jumlah 24.400.000

Daftar Kewajiban
No. Nama & Alamat Tahun Jumlah (Rp) Keterangan
Pemberi Pinjaman Peminjaman
1. PT Bank Tabungan Negara, 2000 8.150.000 Kredit Rumah
Jl. Perintis Kemerdekaan
Tangerang
2. Surya Cendana 2009 1.500.000 -
(Atasan di Kantor)
Jumlah 9.650.000

- 63 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Pengisian SPT 1770 S

SPT ini dipergunakan bagi wajib pajak yang tidak melakukan kegiatan usaha, memperoleh
penghasilan di atas Rp. 60.000.000,00 setahun

Kasus 2

Tuan Joko adalah seorang Wajib Pajak dengan data sebagai berikut:
1. Nama : Joko Sardjono
2. NPWP : 06.123.458.9-015.000
3. Alamat : Jl. Tebet Barat Luar No. 21A, Jakarta 12340
4. Jenis usaha : Karyawan PT Sinar Mutiara
5. Telepon : 021-82105251

Bapak Joko bekerja sebagai karyawan PT Sinar Mutiara, sedangkan istrinya (Nurlela)
bekerja sebagai karyawati PT Yasuntek .
Bapak Joko dan Istrinya tidak melakukan perjanjian pisah harta dan penghasilan serta
istrinya tidak menghendaki melaksanakan hak dan kewajiban pajaknya sendiri (tidak punya
NPWP sendiri).
Ringkasan penghasilan mereka dari dua pemberi kerja tersebut selama tahun 2016 adalah
sebagai berikut:

PT Sinar Mutiara PT Yasuntek (Rp)/Istri


Uraian
(Rp)/Joko Joko
No. urut dan tanggal 1721-
25 / 30-12-2016 11 / 30-12-2016
A1
NPWP Perusahaan 01.068.427.2-081.000 01.275.456.7-019.000
NPWP Sarjono & Istri 06.123.458.9-015.000 06.123.458.9-015.999

Penghasilan bruto 160.000.000 101.000.000


1. Gaji 47.500.000 72.000.000
2. Tunjangan kesehatan 4.000.000 6.000.000
3. Tunjangan transport 2.000.000 5.000.000
4. Bonus 4.000.000 6.000.000
5. THR 2.500.000 12.000.000
Pengurangan 8.620.000 6.490.000
1. Biaya jabatan 1 2.675.000 4.150.000
- 64 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
2. Biaya jabatan 2 325.000 900.000
2. Iuran pensiun 5.620.000 1.440.000
Penghasilan neto 151.380.000 94.510.000
PTKP (K/2) 67.500.000 54.000.000
Penghasilan Kena Pajak 83.880.000 40.510.000
PPh terutang 7.582000 2.025.500
PPh yang telah dipotong 7.582.000 2.025.500

Data harta dan kewajiban Bapak Joko adalah sebagai berikut:


Data harta:
No. Jenis Harta Tahun Harga Perolehan Keterangan
Perolehan (Rp)
1. Rumah tinggal 2003 100.000.000 No. SHM xxx
2. Mobil kijang 2006 175.000.000 No. BPKB xxx
3. Sepeda motor 2009 10.000.000 No. BPKB xxx
Jumlah 285.000.000

Data kewajiban:
No. Nama dan Alamat Kreditur Tahun Jumlah (Rp) Keterangan
Peminjaman
1. PT Bank Danamon, 2003 60.000.000
Jl. Merdeka 40, Tangerang

2. BMT Al Jadidah, Karawaci, 2006 100.000.000


Tangerang
Jumlah 160.000.000

Daftar susunan anggota keluarga sebagai berikut :

NO. Nama Tgl Lahir Hubungan Keluarga Pekerjaan


1. Nurlela 12-Des-77 Istri Karyawan
Swasta
2. Ibrohim 02-Jan-03 Anak Pelajar
3. Karta 08-Jul-06 Anak Pelajar
4. Mimin 02-Jan-16 Anak -

- 65 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Berdasarkan data di atas, Saudara diminta untuk membantu mengisi SPT PPh Orang Pribadi
atas nama Joko Sarjono untuk tahun pajak 2016.

Kasus 3

Bapak Ismail adalah seorang Wajib Pajak dengan data sebagai berikut:
1. Nama : Ismail
2. NPWP : 07.234.457.9-017.000
3. Alamat : Jl. Pasar Minggu 21A, Jati Padang, Pasar Minggu
Jakarta 12340
4. Jenis usaha : Karyawan Swasta
5. Telepon : 021-79905221

Tuan Ismail bekerja sebagai Direktur pada PT Bumi Sejahtera dan PT Moda Sentosa,
sedangkan istrinya bekerja sebagai Direktur pada Rumah Sakit Mitra Sehat dan Rumah
Sehat Keluarga Bugar. Ringkasan penghasilan mereka selama tahun 2016 adalah sebagai
berikut:

Ismail Sutiyah
Uraian
PT Bumi PT Moda RS Mitra RS Keluarga
Sejahtera Sentosa Sehat Bugar

NPWP Suami/Istri 07.234.457.9-017.000 54.567.888.0-017.000

Penghasilan bruto 260.000.000 146.000.000 101.000.000 95.000.000

1. Gaji 131.000.000 120.000.000 72.000.000 72.000.000

2. Tunjangan kesehatan 24.000.000 - 6.000.000 -

3. Tunjangan transport 9.000.000 6.000.000 5.000.000 5.000.000

4. Bonus 48.000.000 - 6.000.000 6.000.000

5. THR 48.000.000 20.000.000 12.000.000 12.000.000

Pengurangan 8.620.000 8.400.000 6.490.000 6.190.000

1. Biaya jabatan 6.000.000 6.000.000 5.050.000 4.750.000

- 66 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi

2. Iuran pension 2.620.000 2.400.000 1.440.000 1.440.000

Penghasilan neto 251.380.000 137.600.000 94.510.000 88.810.000

Penghasilan Tidak Kena 63.000.000 63.000.000 54.000.000 54.000.000


Pajak

Penghasilan Kena Pajak 188.380.000 74.600.000 40.510.000 34.810.000

PPh terutang 23.257.000 6.190.000 2.025.500 1.740.500

PPh yang telah dipotong 23.257.000 6.190.000 2.025.500 1.740.500

No. dan tanggal 1721-A1 1 / 31-12- 2/ 31-12- 3 / 31-12- 4 / 31-12-


2016 2016 2016 2016

NPWP Perusahaan 01.235.677.7- 01.456.752.4- 01.275.456.7- 01.273.156.7-


019.000 019.000 019.000 019.000

Selain penghasilan sebagai karyawan, Tuan Ismail memiliki penghasilan lain sebagai
berikut:
1. Bunga deposito dari PT Bank Sitibang (setelah dipotong pajak) Rp 8.000.000
2. Dividen dari PT Maju Bersama (setelah dipotong pajak) Rp 9.000.000

Pajak-Pajak yang telah dipotong fihak lain:


1. Bukti pemotongan PPh Pasal 21 di atas;
2. Bukti pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2 Final dari PT Maju Bersama , NPWP
01.985.645.7-021.000, No. S-13/MB-3/2016 tanggal 10 Maret 2016

Pajak-pajak yang telah disetor oleh tuan Ismail adalah sebagai berikut:
1. PPh Pasal 25 Rp12.000.000
2. STP PPh Pasal 25 (pokok pajaknya) Rp 6.000.000

- 67 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Data harta dan kewajiban adalah sebagai berikut:
Data harta Tuan Ismail :
No. Jenis Harta Tahun Harga Perolehan Keterangan
Perolehan (Rp)
1. Rumah tinggal 1998 100.000.000
2. Mobil kijang 2001 125.000.000
3. Sepeda motor 2000 10.000.000
4. Saham PT Maju Bersama 2002 200.000.000
5. Deposito Bank Sitibank 2010 100.000.000
Jumlah 535.000.000

Data harta Sutiyah :


No. Jenis Harta Tahun Harga Perolehan Keterangan
Perolehan (Rp)
1. Tanah 1998 100.000.000
2. Mobil Yaris 2001 125.000.000
3. Furniture 2000 10.000.000
4. Lukisan 2002 200.000.000
Jumlah 535.000.000

Data kewajiban Tuan Ismail :


No. Nama dan Alamat Kreditur Tahun Jumlah (Rp) Keterangan
Peminjaman
1. PT Bank Doraemon, Jl. 1998 60.000.000
Merdeka 40, Tangerang
2. PT Baja Bank, Serpong, 2001 100.000.000
Tangerang Selatan
Jumlah 160.000.000

- 68 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Data kewajiban Sutiyah :

No. Nama dan Alamat Kreditur Tahun Jumlah (Rp) Keterangan


Peminjaman
1. PT Bank Mayapada, Jl. 1998 60.000.000
Sudirman 40, Jakarta
2. PT Kesawan, Jl. Raden Fatah, 2001 100.000.000
Jakarta
Jumlah 160.000.000

Daftar susunan anggota keluarga:

NO. Nama Tgl Lahir Hubungan Keluarga Pekerjaan


1. Sutiyah 12-Des-61 Istri Karyawan
Swasta
2. Barkan 02-Jan-81 Anak Karyawan
3. Karta 08-Jul-91 Anak Pelajar
4. Mimin 01-Jan-16 Cucu -

Berdasarkan data di atas, Saudara diminta untuk membantu mengisi SPT PPh Orang Pribadi
atas nama Bapak Ismail dan Nyonya Ismail untuk tahun pajak 2016.

Kasus 4
Berdasarkan data di bawah ini, Saudara diminta untuk mengisi SPT Tahunan PPh Orang
Pribadi Tahun Pajak 2016, Formulir 1770 beserta lampirannya.

Alhusna, S.E., Ak., M.Si seorang pengusaha di bidang perdagangan besar barang dari kertas
dan alat tulis kantor (ATK) dengan merek usaha “Aqilah” terdaftar di KPP Pratama Jakarta
Pasar Minggu dengan identitas sebagai berikut:
NPWP : 07.927.112.1-017.000
KLU : 61333

Alamat tinggal : Jl H.R. Rasuna Said Kav. C-22 Setiabudi Jakarta Selatan Telp. 5263183.
Alamat tempat usaha: Jl Raya Serpong No. 46 Serpong Tangerang Telp. 71406674.

- 69 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Alhusna, S.E., Ak., M.Si mempunyai seorang istri bernama Zahrotun Nisa, S.H. seorang
Notaris PPAT dengan wilayah kerja Jakarta Selatan. Kantor Notaris PPAT belum terlalu
ramai Zahrotun Nisa, S.H. masih merangkap sebagai karyawati di PT Indahnya Belajar
Pajak Bersama PM. Pada tanggal 12 Desember 2014 Zahrotun Nisa, S.H. mempunyai
NPWP 07.927.112.1-017.999.

Informasi anggota keluarga dan tanggungan Alhusna, S.E., Ak., M.Si per awal tahun 2016
adalah sebagai berikut:
1. Zahrotun Nisa, S.H., istri, karyawati PT Indahnya Belajar Pajak Bersama PM dan juga
seorang Notaris PPAT membuka praktik kantornya di rumah.
2. Amira Putri Alhusna, anak anak kandung, lahir 22 Mei 1986, karyawati pada kantor
Kedutaan Besar Australia di Jakarta.
3. Anita Putri Alhusna, anak kandung, lahir 7 Desember 1989, mahasiswa Management di
Universitas Bakrie.
4. Andhika Putra, anak angkat sejak bayi, lahir 25 Juli 2000, pelajar SD Jammiatul Islam.
5. Amalia Putri Alhusna, anak kandung, lahir 2 Januari 2009.
6. Ronny Mulya, adik kandung, pengangguran karena cacat tetap sejak lahir 2 Agustus
1979.

Dalam menjalankan kegiatan usahanya Alhusna hanya menyelenggarakan pencatatan


(bukan pembukuan) mengenai penjualan dan pembelian yang ia lakukan. Data penghasilan
selama periode Januari s.d. Desember 2016 adalah sebagai berikut:

Alhusna, S.E.,Ak., M.Si.


Besarnya penghasilan dari usaha perdagangan besar bahan bangunan adalah:
- Penerimaan Bruto Rp 695.361.000,00
- Dikurangi : Retur dan Diskon Penjualan Rp 63.456.000,00
- Penghasilan Neto Rp 631.805.000,00

Penghasilan di luar Usaha


a. Bunga deposito dari Bank HSBC Rp 8.000.000,00
b. Sewa Gudang di Cikarang dari PT Thalia Rp 25.000.000,00
c. Bagian Laba dari CV Indahnya Kebersamaan Rp 5.000.000,00
d. Deviden dari PT Novi Investment (penyertaan 30%) Rp 30.000.000,00

- 70 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
e. Hadiah Undian berupa sepeda motor Rp 15.000.000,00
f. Komisi Penjualan dari PT Bogor Nirwana Residence Rp 10.000.000,00.

Keterangan: atas penghasilan di luar usaha tersebut merupakan jumlah bruto sebelum
dipotong pajak. Para pemberi penghasilan telah melaksanakan kewajibannya sesuai dengan
ketentuan perpajakan yang berlaku saat tahun pajak 2016.

Zahrotun Nisa
Data penghasilan sebagai karyawati PT Indahnya Belajar Pajak Bersama PM selama Januari
s.d. Desember 2016 adalah sebagai berikut:
a. Gaji Pokok Rp 148.000.000,00
b. Tunjangan-tunjangan Rp 24.000.000,00
c. Premi Asuransi dibayar pemberi kerja Rp 1.200.000,00
Penghasilan Bruto Rp 173.200.000,00

Pengurang:
a. Biaya jabatan (Rp 6.000.000)
b. Iuran pensiun dibayar karyawan (Rp 2.500.000)
Penghasilan Neto Rp 164.700.000,00
PTKP (Rp 54.000.000,00)
Penghasilan Kena Pajak Rp 110.700.000,00
PPh Pasal 21 Terutang Rp 11.605.000,00
PPh Pasal 21 telah dipotong Rp 11.605.000,00

Akan tetapi, penghasilan dari buka praktik Notaris PPAT dirumah selama tahun 2016
adalah sebagai berikut:
Penghasilan Bruto Rp 110.000.000,00
Dengan Norma Perhitungan Penghasilan Netto sebesar 55%

Amira Putri Alhusna


Data penghasilan sebagai karyawati Kantor Kedutaan Besar Australia di Jakarta selama
Januari s.d. Desember 2016 adalah sebagai berikut:
a. Gaji Pokok Rp 36.000.000,00
b. Tunjangan-tunjangan Rp 42.000.000,00

- 71 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
c. Premi Asuransi dibayar pemberi kerja Rp 2.000.000,00
d. Iuran pensiun dibayar pemberi kerja Rp 2.000.000,00
e. Iuran pensiun dibayar karyawan Rp 1.500.000,00
f. Paket sembako tiap bulan selama setahun Rp 2.500.000,00

Lain-lain
1. Berdasarkan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-536/PJ./2000 besarnya persentase
Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) jenis usaha perdagangan besar barang
dari kertas, alat tulis kantor dan barang cetakan kertas di tangerang (selain ibu kota
propinsi) adalah 20%, sedangkan untuk usaha Notaris PPAT di DKI Jakarta adalah 55%.
Alhusna telah memberitahukan ke KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu tentang
penggunaan NPPN tersebut untuk tahun pajak 2016 pada tanggal 30 Maret 2016 saat
pelaporan SPT Tahunan tahun pajak 2015.
2. Dalam tahun pajak 2016, Alhusna telah membayar zakat kepada Badan Amil Zakat DKI
Jakarta sebesar Rp 10.000.000,00 dengan diberikan bukti pembayarannya.
3. Para pemotong telah melaksanakan kewajibannya sesuai ketentuan perpajakan, seperti:
Catatan: Bunga deposito 20%, Persewaan tanah dan atau bangunan 10%, Deviden
10%, Hadiah Undian 25%, Pengalihan hak atas tanah dan bangunan 5%.
4. Pembayaran PPh yang dibayar sendiri selama tahun pajak 2016 di KPP Pratama Jakarta
Pasar Minggu adalah sebagai berikut:
– PPh Pasal 25 Rp 44.000.000
– STP PPh Pasal 25 Rp 4.160.000 (termasuk sanksi bunga sebesar Rp
160.000)
5. Apabila soal kurang jelas, Saudara boleh membuat asumsi sendiri.

Daftar Harta dan Kewajiban

No Jenis Harta dan Kewajiban Tahun Nilai Keterangan


Peroleha Perolehan
n

1 Deposito 2004 100.000.000 Bank HSBC

2 Saham 2001 120.000.000 PT Novi Investment

3 Penyertaan pada CV 2000 150.000.000

- 72 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Indahnya Kebersamaan

4 Rumah di Pasar Minggu 2002 550.000.000 33.64.070.005-


009.0201.0

5 Gudang di Cikarang 2003 400.000.000 47.74.060.001-


021.0011.0

6 Mobil Pribadi 2004 150.000.000 B 1 QA

7 Mobil Operasional 2002 130.000.000 B 2 QA

8 Hutang Usaha 2005 75.000.000 PT Rubi Contrac

9 Hutang Modal Kerja 2004 100.000.000 Bank Permata


Syariah

Kasus 5

Contoh Kasus Pengisian SPT Form 1770

Pak Doni Dermawan (K/I/2) adalah seorang karyawan pada sebuah perusahaan swasta
nasional. Identitas perpajakan yang bersangkutan adalah sebagai berikut:
Nama : Doni Dermawan, Ak, MSc
NPWP : 06.254.264.4.411.000
Alamat : Jl. Manggis Raya No. 24 A, Jurangmangu, Tangerang
Tilpon : 021-7356782
Pekerjaan : Karyawan PT Mutiara Indah (NPWP : 01.015.254-1-012- 000), Jl.
Rambutan 23, Pasar Rebo, Jkt.

Pak Doni memiliki seorang istri bernama Zuraida yang merupakan pengusaha dalam bidang
industri furnitur dari rotan. Ringkasan penghasilan tahun 2016 adalah sebagai berikut:
1. Penghasilan Pak Doni sebagai karyawan terlampir sesuai dengan bukti potong form
1721 A1.

- 73 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi

- 74 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
2. Penghasilan dari usaha Istri adalah sebagai berikut:
Penjualan Rp.5.000.000.000
Harga pokok penjualan Rp.3.500.000.000
Laba kotor Rp.1.500.000.000
Biaya umum dan administrasi Rp. 750.000.000
Laba bersih usaha Rp. 750.000.000
Keterangan koreksi fiskal adalah sbb.:
Koreksi positif:
- Biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pribadi Rp.100.000.000
- Sanksi administrasi perpajakan yang dibiayakan Rp.150.000.000
Koreksi Negatif:
Selisih penyusutan komersial di bawah penyusutan fiskal Rp.50.000.000
2. Disamping penghasilan dari usaha dan sebagai karyawan, terdapat penghasilan lain-lain
sbb.:
a. Penghasilan berupa penghargaan dari Dinas Perdagangan dan Industri sebagai
pengusaha industri kecil teladan tingkat kabupaten Rp 23.750.000 (sudah dipotong
PPh Pasal 21 sebesar 5% dari nilai keseluruhan Rp 25.000.000)
b. Penghasilan dividen (setiap tahun) dari Fujiyama, Ltd. di Jepang (setelah dipotong
pajak 30%) Rp70.000.000 (nilai sebelum pajak Rp100.000.000).

3. Penghasilan yang telah dipotong pajak secara final dan penghasilan yang bukan
merupakan objek pajak adalah:
Pendapatan bunga deposito senilai Rp 8.000.000 (nilai sebelum dipotong pajak
Rp.10.000.000).

4. Kredit pajak (pajak yang sudah dipotong/dipungut pihak lain dan dibayar sendiri):
- Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 dari PT Mutiara Indah (NPWP
01.015.254.1.012.000, bukti potong No. 1 tgl 30-12-2016) Rp. 10.089.250;

- PPh Pasal 22 dari impor (Ditjen Bea dan Cukai, NPWP 00.024.123.4.014.000, No.
PIB 0243/003/0421, tgl 23/9/2016) Rp50.000.000;

- 75 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
- Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 dari Dinas Perdagangan (NPWP
00.023.456.7.021.000, bukti potong No. 045/ Dindag/ IX/2016, tgl 12-12-2016)
Rp.1.250.000;

- Bukti Pemotongan PPh Pasal 24 dari Jepang dari Fujiyama, Ltd Rp 30.000.000;

- PPh Pasal 25 yang telah disetor selama tahun 2016 adalah Rp28.000.000; dengan
rincian sbb :

No. Masa Jumlah Bank


1 Januari 1.000.000 Mandiri
2 Februari 1.000.000 Mandiri
3 Maret 2.600.000 Mandiri
4 April 2.600.000 Mandiri
5 Mei 2.600.000 Mandiri
6 Juni 2.600.000 Mandiri
7 Juli 2.600.000 Mandiri
8 Agustus 2.600.000 Mandiri
9 September 2.600.000 Mandiri
10 Oktober 2.600.000 Mandiri
11 Nopember 2.600.000 Mandiri
12 Desember 2.600.000 Mandiri
Jumlah 28.000.000

- STP PPh Pasal 25 sebesar Rp32.700.000 yang terdiri dari Rp 30.000.000 pokok
pajak ditambah dengan Rp2.700.000 sanksi administrasi.

Data harta yang dimiliki Pak Doni pada akhir tahun 2016 adalah sbb.:
No. Jenis Harta Tahun Perolehan Harga Perolehan (Rp) Keterangan
1. Rumah tinggal 2005 300.000.000 -
2. Mobil boks 2006 75.000.000 -
3. Gudang usaha 2008 400.000.000 -
4. Mobil sedan 2009 300.000.000 -

- 76 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
5. Saham di Jepang 2007 1.000.000.000
6. Deposito 2010 125.000.000
Jumlah 2.200.000.000

Data utang:
No. Nama & Alamat Tahun Jumlah (Rp) Keterangan
Pemberi Pinjaman Peminjaman
1. PT Bank Mandiri, Jl. Gatot 2005 100.000.000 -
Subroto Kav. 39, Jakarta
2. PT Bank Niaga, Jakarta 2008 300.000.000 -
Jumlah 400.000.000

Daftar susunan anggota keluarga:


NAMA
TANGGAL HUBUNGAN
NO. ANGGOTA PEKERJAAN
LAHIR KELUARGA
KELUARGA
1 Zuraida 27-Jul-70 Istri Wirausaha
2 Nur Aina 17-Agust-00 Anak Pelajar

3 Hadiputra 20-Mei-06 Anak Pelajar

Dari data-data tersebut di atas, Saudara diminta mengisi SPT Tahunan PPh Orang Pribadi
atas nama Pak Doni lengkap dengan jumlah cicilan PPh Pasal 25 untuk tahun berikutnya.

Kasus 6

Abdullah Syafi’i, 45 tahun, adalah pegawai pada PT Sinar. Data pribadi Abdullah adalah
sebagai berikut:
Nama Wajib Pajak : Abdullah Syafi’i
Nomor Pokok Wajib Pajak : 05.102.031.5-013.000
Alamat : Jl. Gandaria II/12, Meruya Utara,
Kembangan, Jakarta Barat 11620
Jenis Usaha/Pekerjaan Bebas : Perdagangan (KLU : 52590)
Merek Usaha : Makmur
Alamat Usaha/Pekerjaan : Jl. Melawai II No. 21, Jakarta

- 77 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Telepon Rumah & Kantor : 5537471 & 5256970

Istri Abdullah, Latifah, adalah pengusaha pengecer pakaian jadi di Kebayoran Lama. Data
pembukuan tahun 2016 adalah sebagai berikut:
Penjualan (Peredaran Usaha) 8.395.600.000
Harga pokok penjualan
Persediaan awal 600.000.000
Pembelian 6.182.000.000
Tersedian untuk dijual 6.782.000.000
Persediaan akhir 738.000.000
Harga pokok penjualan 6.044.000.000
Laba kotor 2.351.600.000
Biaya usaha
Sewa 180.000.000
Perlengkapan 124.520.000
Listrik 108.342.500
Telepon 181.505.600
Gaji 300.000.000
Biaya pengangkutan 334.250.000
Biaya perjalanan 272.250.000
Biaya promosi 65.600.000
Biaya keamanan & retribusi 63.610.000
Sumbangan 30.000.000
Lain-lain 25.500.000
Jumlah 1.685.578.100
Laba usaha 666.021.900
Penghasilan lain-lain:
Penghasilan jasa giro 3.433.526
Laba Bersih 669.955.426
Keterangan tambahan :
1. Pemakaian sendiri persediaan pakaian Rp.12.324.000;
2. Biaya listrik termasuk pemakaian untuk rumah tinggal sebesar Rp.1.006.300;
3. Biaya telepon termasuk pemakaian pribadi Wajib Pajak sebesar Rp.986.320;
4. Biaya perjalanan termasuk biaya karya wisata Nurul sebesar Rp.1.400.000;

- 78 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
5. Biaya sumbangan termasuk sumbangan kepada GN OTA Rp.1.000.000;
6. Biaya lain-lain terdiri dari PBB 2016 Rp.300.000, sisanya tidak dapat dirinci karena
tidak ada buktinya.

Penghasilan Abdullah Syafi’i selama satu tahun sehubungan dengan pekerjaan pada PT
Sinar adalah sebagai berikut:
Gaji Rp.146.000.000
Tunjangan PPh (100% ditunjang) Rp. 19.547.059
Tunjangan lain Rp. 19.300.000
Premi asuransi dibayar pemberi kerja Rp. 500.000
Tunjangan Hari Raya Rp. 5.000.000
Biaya Jabatan Rp. 6.000.000
Iuran pensiun dan iuran THT yang dibayar oleh Abdullah Syafi’i sehubungan dengan
pekerjaan ini adalah masing-masing Rp. 40.000 dan Rp. 35.000 per bulannya (per tahun =
12 X (40.000 + 35.000).

Penghasilan lain-lain (dalam ribuan rupiah):


1. Bunga deposito dari Simon Bank, Ltd., Singapura, yang berkedudukan 39.000
di Singapura (setelah dipotong pajak 35%)
2. Bunga deposito dari Hongkong Bank Cabang Jakarta (setelah pajak) 8.000
3. Sewa pemakaian mobil (setelah dipotong PPh 2%) 49.000
4. Sewa rumah toko untuk masa 36 bulan (setelah dipotong PPh 10%) 72.000
5. Hadiah berupa sepeda karena membeli mobil secara tunai 1.250
6. Keuntungan karena penjualan rumah yang terletak di Pesanggrahan 125.000
7. Pembagian laba dari Fa. Yudhistira 85.000
8. Hadiah undian berupa mobil dari majalah Vista (setelah pajak 25%) 75.000
9. Keuntungan penjualan saham yang tidak diperdagangkan di bursa efek 3.400
10. Bunga obligasi yang dijual di bursa efek (setelah dipotong pajak) 8.000

Keterangan lain :
1. PPh Pasal 21 yang telah dipotong oleh PT Sinar, NPWP 01.045.243.4.021.000, No.
bukti potong 1 tanggal 31 Desember 2016 berjumlah Rp 19.547.059;

- 79 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
2. PPh Pasal 23 sewa mobil, dipotong oleh PT Pengangkutan Lancar, NPWP
01.023.245.6.422.000, No. bukti potong 12/Keu/II/2016 tanggal 4 Februari 2016
Rp.1.000.000;
3. PPh Pasal 25 yang telah dibayar pada tahun 2016 berjumlah Rp 32.387.000;
4. Susunan keluarga:
No. Nama Tanggal Lahir Hubungan Pekerjaan
1. Latifah 11-08-1966 Istri Pengusaha
2. Ahmad 19-02-1999 Anak Mahasiswa
3. Nurul 05-09-2009 Anak Pelajar
4. Hasan 02-01-1937 Mertua Pensiunan PNS
5. Dewi 22-11-1987 Adik ipar Mahasiswa
5. Pada bulan September 2016, Abdullah Syafi’i menjual tanah dan rumah miliknya yang
terletak di daerah Pesanggrahan:
Harga jual Rp350.000.000
Biaya notaris dan komisi 7.500.000
PPh disetor 17.500.000
Penerimaan neto 325.000.000
Harga perolehan tanah dan bangunan 200.000.000
Keuntungan 125.000.000
Asumsi : atas penjualan tanah dan bangunan ini belum dimasukkan dalam Peredaran
bruto, serta atas keuntungan penjualannya, biaya notaris, komisi dan PPh disetor
belum tercatat dalam pembukuan.

Data Harta dan kewajiban Abdullah adalah sbb.:


No. Jenis Harta Tahun Perolehan Harga Perolehan (Rp) Keterangan
1. Rumah tinggal 1990 30.000.000
2. Rumah Toko 1992 35.000.000
3. Gudang usaha 1992 80.000.000
4. Deposito di 1990 1.000.000.000 -
Singapura
5. Deposito di 1993 100.000.000
Hongkong Bank
6. Gudang usaha 1994 80.000.000
7. Mobil Toyota 2009 140.000.000

- 80 -
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Avanza
7. Mobil Daihatsu 2009 100.000.000 Hadiah dari
Xenia Undian
8. Sepeda Polygon 1992 1.250.000 Hadiah
Jumlah 1.566.250.000

No. Nama & Alamat Tahun Jumlah (Rp) Keterangan


Pemberi Pinjaman Peminjaman
1. PT Bank BNI, Jl. Gatot 2009 100.000.000 Kredit Mobil
Subroto Kav. 21, Jakarta
2. PT Bank Niaga, Jakarta 2008 150.000.000 -
Jumlah 250.000.000

Berdasarkan data di atas, Saudara diminta untuk mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Abdullah Syafi’i tahun 2016.

- 81 -

Anda mungkin juga menyukai