2
Subyek Pajak Penghasilan (1)
Secara umum pengertian Subyek Pajak adalah siapa yang dikenakan pajak
Dalam UU PPh ada 3 kelompok: (Pasal 2 ayat 1 UU PPh)
WP Orang Pribadi dan Warisan yang belum
terbagi
WP Badan
Luar Negeri Indonesia atau berada di Indonesia ltidak lebih dari 183
hari dalam jangka waktu 12 bulan dan Badan yang
tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia
yang dapat menerima dan memperoleh penghasilan
dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
Subyek Pajak Penghasilan (3)
Perbedaan penting antara Subyek Pajak dalam negeri dan Subyek
Pajak Luar Negeri terutama dalam pemenuhan kewajiban pajaknya,
yaitu:
• Subyek pajak dalam negeri dikenakan pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh dari Indonesia, sedangkan subyek
pajak luar negeri dikenakan pajak berdasarkan penghasilan yang
1 bersumber dari Indonesia
• Untuk Badan yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia, dimulai saat
Badan tersebut didirikan atau berkedudukan di Indonesia dan berakhir saat
2 dibubarkan atau tidak lagi berkedudukan di Indonesia
• Untuk Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia ltidak lebih
dari 183 hari dan Badan yang tidak didirikan berkedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha
melalui BUT di Indonesia, dimulai saat OP atau Badan tersebut menjalankan usaha atau
3 melakukan kegiatan dan berakhir saat tidak lagi menjalankan usaha atau kegiatan melalui BUT
• Untuk Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia ltidak lebih
dari 183 hari dan Badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia yang dapat
menerima dan memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia, dimulai saat OP atau Badan tersebut menerima
4 atau memperoleh penghasilan di Indonesia dan berakhir saat tidak lagi menerima atau
memperoleh penghasilan tersebut
Pabrikan;
Importir
Indentor
Agen Utama atau Penyalur Utama
Pengusaha pemegang Hak atau menggunakan Paten atau Merk Dagang BKP
Pedagang Besar
Eksportir
Pedagang Eceran Besar
Pemborong atau Kontraktor
Pengusaha Jasa dibidang Telekomunikasi
Pengusaha Jasa angkatan udara dalam negeri
Pengusaha lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak
Subyek Pajak Bumi dan Bangunan
Subyek Pajak Bumi dan Bangunan adalah orang atau badan yang mempunyai kewajiban untuk
melunasi PBB sesuai ketentuan UU PBB.
Subyek PBB baru akan melunasi utang PBB apabila subyek PBB tersebut secara nyata
mempunyai suatu hak atas bumi dan bangunan dan/atau memperoleh manfaat atas bumi dan
bangunan. Hak-hak atas bumi dan bangunan dalam PBB adalah mengacu pada ketentuan
Undang-Undang Agraria, yaitu Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, dan
Hak Pengelolaan
Apabila suatu Obyek belum Jelas diketahui siapa Wajib Pajaknya, (Pemiliknya, Yang mempunyai
hak), tetapi atas tanah tersebut ada yng menguasai atau mendapat manfaatnya, maka Direktur
Jenderal Pajak mempunyai Wewenang untuk menetapkan siapa Wajib Pajak yang bertanggung
jawab untuk melunasi utang pajaknya, melalui peneitian ke lapangan yg selanjutnya menetapkan
Wajib Pajaknya untuk dilunasi.
Contoh Subyek Wajib Pajak yang harus melunasi PBBnya karena obyek status kepemilikan yg
tidak jelas:
Subyek Pajak A memanfaatkan atau menggunakan bumi dan bangunan milik B, bukan krn UU ataupun
krn perjanjian, maka A yang memanfaatkan tanah/bangunan tsb yg akan ditetapkan sebagai wajib pajak.
Suatu Obyek pajak dalam status sengketa di Pengadilan, maka orang yg memanfaatkan dan menggunakan
(Menguasai) obyek pajak tersebut yg akan ditetapkan sebagai Wajib Pajaknya
Subyek Pajak dalam waktu lama berada diluar wilayah letak obyek pajak, sedangkan utk merawat obyek
pajak tersebut telah dikuasakan kepada orang lain, maka orang yang diberi kuasa tersebut akan ditunjuk
sebagai Wajib Pajak.
Subyek Pajak Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan atau Bangunan
Yang menjadi subjek pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang
memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.
Saat terutang Pajak BPHTB untuk :
jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan;
pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta;
pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tgl dibuat dan ditandatanganinya akta;
lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemnang lelang;
putusan hakim adalah sejak tgl putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tatap;
hibah wasiat adalah sejak tgl ybs mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan;
pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak tanggal
ditandatanganinya dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
pemberian hak baru diluar pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatanganinya dan diterbitkannya
surat keputusan pemberian hak;
penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
Subyek Bea Meterai
Bea meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen yang bersifat perdata dan dokumen untuk
digunakan di pengadilan.
Pengaturan masalah Bea Meterai diatur dalam UU No.13 Tahun 1985
Bea Meterai merupakan Pajak yang dikenakan terhadap suatu dokumen
Tidak semua dokumen, hanya yang tersebutkan di UU tsb
Pihak yang menggunakan dokumen yang disebutkan UU tersebut adalah Subyek dari Bea Meterai,
artinya merekalah yg wajib melunasi.
Bila suatu dokumen belum dibubuhi Bea Meterai namun bila digunakan sbg alat bukti di pengadilan
maka pihak yang akan menggunakan dokumen tersebut sebagai bukti dibebani kewajiban melunasi
Bea Meterainya lebih dahulu. Pelunasan dilakukan melalui Pejabat Pos yang disebut
pemeteraiannya kemudian.
Nilai bea meterai yang berlaku saat ini Rp. 3.000,00 dan Rp. 6.000,00 yang disesuaikan dengan nilai
dokumen dan penggunaan dokumen.
Bea meterai tidak diperlukan nomor identitas baik untuk wajib pajak maupun objek pajak
Pembayaran bea meterai terjadi terlebih dahulu daripada saat terutang
Waktu pembayaran dapat dilakukan secara isidentil dan tidak terikat waktu
Jenis Bea Materai :
Benda meterai adalah meterai tempel dan kertas meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik
Indonesia
Pemeteraian kemudian adalah pelunasan bea meterai yang dilakukan pejabat pos atas dokumen
yang bea meterai belum dilunasi.
Obyek Pajak (1)
2. Tarif Degresif
Tarif degresif merupakan kebalikan dari tarif progresif. Tarif degresif adalah
tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin kecil bila jumlah yang
dijadikan dasar pengenaan pajak semakin besar. Namun, tidak berarti jika
persentasenya semakin kecil kemudian jumlah pajak yang terutang juga
menjadi kecil. Akan tetapi malah bisa menjadi lebih besar karena jumlah yang
dijadikan dasar pengenaan pajaknya juga semakin besar.
3. Tarif Proporsional
Tarif proporsional tidak lagi dipengaruhi oleh naik turunnya dasar
objek yang dikenakan pajak, karena tarifnya telah berlaku secara
sebanding. Tarif proporsional adalah tarif pemungutan pajak yang
menggunakan persentase tetap tanpa memerhatikan jumlah yang
dijadikan dasar pengenaan pajak. Semakin besar jumlah yang
dijadikan dasar pengenaan pajak, akan semakin besar pula jumlah
pajak terutang (yang harus dibayar). Tarif ini diterapkan dalam UU
No. 18 Tahun 2000 (UU PPN dan PPnBM) yang menggunakan tarif
proporsional sebesar 10%.
4. Tarif Tetap
Tarif tetap adalah tarif pemungutan pajak yang besar nominalnya tetap tanpa
memerhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Tarif ini
diterapkan dalam UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (BM). Dengan
adanya PP No. 24 Tahun 2000, tarif yang digunakan adalah Bea Meterai
dengan nilai nominal sebesar Rp3.000,00 dan Rp6.000,00.
5. Tarif Advalorem
Tarif advalorem adalah suatu tarif dengan persentase tertentu yang dikenakan/
ditetapkan pada harga atau nilai suatu barang.
Misalnya PT XZY mengimpor barang jenis „A‟ sebanyak 1500 unit dengan
harga per unit Rp100.000,00. Jika tarif Bea Masuk atas Impor Barang tersebut
20%, maka besarnya Bea Masuk yang harus dibayar adalah:
Nilai Barang Impor = 1500 x Rp100.000 = Rp150.000.000
Tarif Bea Masuk 20%, maka
Bea Masuk yang harus dibayar = 20% x Rp150.000.000 = Rp30.000.000
Tarif Pajak (7)
6. Tarif Spesifik
Tarif spesifik adalah tarif dengan suatu jumlah tertentu
atas suatu jenis barang tertentu atau suatu satuan jenis
barang tertentu.
Misalnya PT ABC mengimpor barang jenis „Z‟ sebanyak
1500 unit dengan harga per unit Rp100.000. Jika tarif
Bea Masuk atas impor barang Rp10.000 per unit, maka
besarnya Bea Masuk yang harus dibayar adalah:
Jumlah Barang Impor = 1500 unit
Tarif Bea Masuk Rp10.000, maka
Bea Masuk yang harus dibayar = Rp10.000 x 1500
= Rp15.000.000
Tarif Pajak (8)
7. Tarif Efektif
Tarif efektif adalah tarif dimana jumlah pajak yang
dibayarkan dibandingkan dengan jumlah penghasilan
yang diterima oleh Wajib Pajak.
Contoh: Tuan Andi mempunyai penghasilan kena pajak selama tahun 2008 sebesar
Rp750.000.000. Hitung besarnya pajak yang harus dibayar!
1. Dengan tarif progresif menurut UU No. 17 Tahun 2000
5% x Rp25.000.000 = Rp 1.250.000
10% x Rp25.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp50.000.000 = Rp 7.500.000
25% x Rp100.000.000 = Rp 25.000.000
35% x Rp550.000.000 = Rp 192.500.000
Jumlah pajak terutang Rp 228.750.000
2. Dengan tarif efektif
228.750.000 x 100% = 30,5%
750.000.000
Jika tarif efektif 30,5% tersebut dikalikan penghasilan kena pajak, maka akan dihasilkan
jumlah pajak yang sama jika digunakan tarif progresif dalam perhitungannya.
Tarif Pajak dan PTKP (1)
Tarif Pajak Penghasilan Pasal 25/29 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi cfm. Pasal 17 UU
No.7/1983 sttd UU No.36/2008 ttg Pajak Penghasilan
Tarif Pajak PPh Pasal 25/29 Untuk Wajib Pajak OP bersifat progresif yaitu semakin besar
penghasilan akan dikenakan tarif pajak yang lebih besar.
No Uraian Nilai
1 Wajib Pajak (WP) 2,880,000
2 Tambahan WP Kawin 1,440,000
3 Tambahan Anak / Tanggungan 1,440,000
4 + Penghasilan Suami Isteri Digabung 2,880,000
Tarif Pajak dan PTKP (4)
PTKP Tahun 2009 sd Tahun 2012
Dasar tarif PTKP - Undang-Undang - 36 TAHUN 2008. Efektif berlaku tarif PTKP 2009 per tanggal 1 Januari 2009
Catatan : Tambahan jumlah Anak / Tanggungan maksimal 3 orang
N
Uraian
o Nilai
1 Wajib Pajak (WP) 15,840,000
2 Tambahan WP Kawin 1,320,000
3 Tambahan Anak / Tanggungan 1,320,000
4 + Penghasilan Suami Isteri Digabung 15,840,000
Tarif Pajak dan PTKP (5)
PTKP 2013 cfm PMK No. 162/PMK.03/2012
Dasar tarif PTKP - PMK Nomor 162/PMK.03/2012. Efektif berlaku tarif PTKP 2013 per tanggal 1 Januari 2013
Catatan : Tambahan jumlah Anak / Tanggungan maksimal 3 orang
No Uraian Nilai
1 Wajib Pajak (WP) 24,300,000
No Uraian Nilai
1 Wajib Pajak (WP) 24,300,000
No Uraian Nilai
1 Wajib Pajak (WP) 36,000,000
2 Tambahan WP Kawin 3,000,000
3 Tambahan Anak / Tanggungan 3,000,000
No Uraian Nilai
1 Wajib Pajak (WP) 54.000.000,-
2 Tambahan WP Kawin 4.500.000,-
3 Tambahan Anak / Tanggungan 4.500.000,-
4 + Penghasilan Suami Isteri Digabung 54.000.000,-
Sanksi (1)
B. Sanksi Pidana
Menurut ketentuan dalam undang-undang perpajakan, ada 3 macam sanksi pidana, yaitu: denda
pidana, kurungan, dan penjara.
a. Denda pidana
Sanksi berupa denda pidana dikenakan kepada Wajib Pajak dan diancamkan juga kepada pejabat
pajak atau pihak ketiga yang melanggar norma. Denda pidana dikenakan kepada tindak pidana
yang bersifat pelanggaran maupun bersifat kejahatan.
b. Pidana kurungan
Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran. Dapat
ditujukan kepada Wajib Pajak, dan pihak ketiga. Karena pidana kurungan diancamkan kepada si
pelanggar norma itu ketentuannya sama dengan yang diancamkan dengan denda pidana, maka
masalahnya hanya ketentuan mengenai denda pidana sekian itu diganti dengan pidana kurungan
selama-lamanya sekian.
c. Pidana penjara
Pidana penjara seperti halnya pidana kurungan, merupakan hukuman perampasan kemerdekaan.
Pidana penjara diancamkan terhadap kejahatan. Ancaman pidana penjara tidak ada yang
ditujukan kepada pihak ketiga, adanya kepada pejabat dan kepada Wajib Pajak.
Sanksi (6)
Yang dikenakan Sanksi Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yaitu :
a. Setiap orang yang karena kealpaannya :
tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT); atau
menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar,
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau
denda paling tinggi 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
c. Apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak
selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan, dikenakan pidana 2 (dua) kali lipat dari ancaman pidana yang diatur
sebagaimana butir b.
d. Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa
hak NPWP atau Pengukuhan PKP, atau menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak
lengkap dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohon dan atau
kompensasi yang dilakukan oleh Wajib Pajak.
Sanksi tindak pidana berlaku juga bagi wakil, kuasa, atau pegawai dari Wajib Pajak, yang menyuruh melakukan, yang turut serta
melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
Sanksi (7)
Daluwarsa Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan
Tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau waktu sepuluh tahun sejak saat terutangnya
pajak, berakhirnya Masa Pajak, berakhirnya Bagian Tahun Pajak, atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan.
a. Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal kerahasiaan Wajib Pajak, dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 4.000.000,00 (empat juta rupiah).
b. Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya
kewajiban pejabat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah).
- Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana perpajakan, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Ketentuan ini berlaku juga bagi yang menyuruh melakukan, yang menganjurkan atau membantu melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan.
Terima Kasih