Anda di halaman 1dari 9

BENTUK USAHA TETAP

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara hokum tentunya mempunyai pengaturan terhadap


perlakuan pajak di indonesia. Demikan sebagaimana yang di atur pada Undang–
Undang Dasar 1945, pasal 23 A yang berbunyi “pajak dan pungutuan lain yang bersifat
memaksa untuk keperluan negara di atur dengan Undang–Undang, Kemudia di atur
lebih konkret dengan di sahkan nya ketentuan dalam Undang–Undang nomor 6 tahun
1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah di ubah
nomor 28 tahun 2007. Dan pada ketentuan dalam Undang–Undang nomor 7 tahun
1983 yang di ubah dengan Undang-Undang nomor 17 tahun 2000 dan yang terakhir
Undang-Undang nomor 36 tahun 2008.

Pemungutan pajak sebagaimana fungsinya antara lain adalah budgetary, yaitu


menghimpung penerimaan negara dari masyarakat sebagai dana pembiayaan fungsi
pembagunan. Sistem atau prinsip perpajakan yang di anut oleh suatu negara akan di
pengaruhi oleh beberapa hal, antara lain oleh falsafah bangsa yang bersangkutan dan
kebijakan-kebijakan tertentu yang berhubungan dengan pemberian dorongan investasi
kepada sector-sektor tertentu.

Bentuk usaha tetap dalam sistem perpajakan Indonesia


m e n e m p a t i s u a t u kedudukan yang khusus karena di samping pemajakan
atas bentuk usaha tetap tersebut agak berbeda dibandingkan dengan
pemajakan atas wajib pajak pada umumnya, juga dalam kaitan nya dengan
perjanjian perpajakan (tax treaty), ada tidak nya suatu bentuk usaha tetap
sangat menentukan dapat atau tidak nya suatu negara sumber
mengenakan pajak atas laba usaha yang diperoleh suatu perusahaan yang
berkedudukan di luar negeri
 Dasar Hukum dari BUT:
 Undang-Undang Dasar 1945, pasal 23 A yang berbunyi “pajak dan pungutan
lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-
Undang
 Ketentuan dalam Undang-Undang nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan
umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang nomor 16 tahun 2000 dan yang terakhir Undang-Undang nomor 28
tahun 2007
 Keputusan menteri keuangan nomor: 602/KMK.04/1994 tanggal 21
desember 1994 tentang perlakuan perpajakan atas penghasilan kena pajak
sesudah dikurangi pajak dari bentuk usaha tetap yang di tanamkan kembali
di indonesia juncto surat edaran Direktur Jendral Pajak nomor
SE-04/Pj.4/1995 tanggal 8 Februari 1995 tentang perlakuan perpajakan atas
penghasilan kena pajak sesudah di kurangi pajak dari suatu bentuk usaha
tetap yang di tanamkan kembali di Indonesia.
 Ketentuan dalam Undan-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2008
tentang perubahan keempat atas Undang-Undang nomor 7 tahun 1983
tentang pajak penghasilan.
 Keputusan menteri keuangan nomor: 113/KMK.03/2002 tanggal 28 maret
2002 tentang perlakuan perpajakan atas penghasilan kena pajak sesudah di
kurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap.
 Keputusan menteri keuangan nomor: 624/KMK.04/1994 tanggal 17
desember 1994 tentang pemotongan pajak penghasilan pasal 26 atas
penghasilan berupa premi asuransi yang dibayar kepada perusahaan luar
negri
 Keputusan menteri Keuangan nomor: 634/KMK.04./1994 tanggal 29
desember 1994 tentang norma perhitungan khusus penghasilan neto bagi
wajib pajak luar negri yang mempunyai kantor perwakilan dagang di
Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang di maksud dengan bentuk usaha tetap?
2. Bagaimana penentuan laba bentuk usaha tetap?
3. Bagaimana perlakuan perpajakan terhadap bentuk usaha tetap
sebagai wajib pajak penghasilan?
1.3 Tujuan Penilitan
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan bentuk usaha tetap?
2. Untuk mengetahui penentuan laba bentuk usaha tetap?
3. Untuk mengetahui perlakuan perpajakan terhadap bentuk usaha tetap?
LANDASAN TEORI

2.1 Bentuk Usaha Tetap

Suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat


usaha (place of business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung
termasuk juga mesin-mesin, peralatan, gudang dan computer atau agen
elektronik atau peralatan otomatis ( automated equipment ) yang dimiliki, sewa,
atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan
aktivitas usaha melalui internet.
Tempat usaha bersifat permanen dan di gunakan untuk menjelankan
usaha atau melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal
atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
Pengertian bentuk usaha tetap mencakup pula orang pribadi atau badan
selaku agen yang kedudukan nya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas
nama orang pribadi atau badan yang tidak bertempat tinggal atau tidak
bertempat kedudukan di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal
atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia
tidak dapat di anggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila orang
pribadi atau badan dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
Indonesia menggunakan agen, broker, atau perantara tersebut dalam kenyataan
bertindak sepenuhnya dalam rangka menjalankan perusahaan nya sendiri.
Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan
badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

 Bentuk Usaha Tetap dapat berupa:


1. Tempat kedudukan manajemen
2. Cabang perusahaan
3. Kantor perawikalan
4. Gedung kantor
5. Pabrik
6. Bengkel
7. Gudang
8. Ruang untuk promosi dan penjualan
9. Pertambangan dan penggalian sumber alam, dan
10. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi.

Bentuk Usaha Tetap di kenakan pajak atas penghasilan baik yang berasal dari
usaha atau kegiatan, maupun yang berasal dari harta yang dimiliki atau di kuasai nya.
Dengan demikian penghasilan tersebut dikenakan pajak penghasilan di Indonesia

2.11 Subjek pajak Penghasilan Bentuk Usaha Tetap

Dalam hal ini, subjek pajak penghasilan bentuk usaha tetap adalah
subjek pajak luar negri yang terdiri dari:
A. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia,
orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183
hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan bada yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia.
B. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia,
orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183
hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Subjek pajak luar negri baik orang pribadi maupun badan sekaligus
menjadi wajib pajak karena menerima dan mempoleh penghasilan yang
bersumber dari Indonesia atau menerima dan memperoleh penghasilan
yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Dengan perkataan lain, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan
yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif.

Wajib Pajak Luar Negri:

 Dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari


sumber penghasilan di Indonesia.
 Dikenakan pajak atas penghasilan bruto
 Tarif pajak yang dipergunakan adalah tidak sepadan (Tarif
UU PPh pasal 26)
 Tidak wajib menyampaikan SPT

Subjek pajak luar negri melalui BUT dimulai saat menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia dan berakhir saat tidak lagi
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.

Sedangkan subjek pajak luar negri tidak melalui BUT dimulai saat
menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia dan berakhir saat tidak
lagi menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia. Sedangkan
subjek pajak luar Negeri tidak melalui BUT dimulai saat menerima atau
memperoleh penghasilan di Indonesia dan berakhir saat tidak
lagimenerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.
2.1.2.  Subjek Pajak Penghasilan Bentuk Usaha Tetap

 yang menjadi objek pajak penghasilan BUT adalah:


Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari harta yang dimiliki
atau dikuasai.sebagai contoh, Communitel LTD. yang bergerak dalam usaha
penjulan satelit komunikasi mempunyai cabang di jakarta dengan nama
Communitel Indonesia. Apabila Communitel Indonesia memperoleh laba melalui
usaha penjualan satelit komunikasi, maka atas laba penjualan tersebut
dikenakan pajak penghasilan sebagai pajak atas penghasilan wajib pajak BUT.
 Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang atau pemb
erian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau dilakukan BUT
di Indonesia. Sebagai contoh, New York Bank mempunyai cabang di jakarta New
York Bank Indonesia. Apabila New York Bank memperoleh penghasilan berupa
bunga atas pinjaman yang diberikan tanpa melalui New York Bank
Indonesia, maka penghasilan bunga tersebut tetap dianggap sebagai penghasila
n BUT ( New York Bank-Indoensia).
 Penghasilan sebagaimana tersebut dalam pph pasal 26 yang diterima atau
diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan
harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.
sebagai contoh, Foodz Inc. membuat perjanjian dengan PT lezzat
untuk menggunakan merek dagang FoodzInc. Atas penggunaan hak tersebut Fo
odz Inc menerima imbalan berupa royalti dari PT. Lezzat
Dalam rangka pemasaran produk, Food Inc
juga memberikan jasamanajemen kepada PT. Lezat melalui Foodz -
Indonesia (BUT
nya diIndonesia). Dalam hal demikian, penggunaan merek dagang oleh PT.
Lezzat  mempunyai hubungan efektif BUT di Indonesia. Oleh
karena itu, penghasilan Foodz Inc yang berupa royalti diperlakukansebagai
penghasilan BUT (Foodz-Indonesia).
2.2. Penentuan Laba Bentuk Usaha Tetap

Dalam menentukan besarnya laba suatu BUT ada beberapa ketentuan yang
harus diperhatikan, yaitu:

1. Biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan dibebankan adalah biaya yang
berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT, yang besarnya ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
2. Pembayaran oleh BUT kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankann
sebagai biaya adalah:
a.      Royalty atau imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta, paten,
dan hak-hak lainnya
b.      Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya
c.      Bunga, kecuali yang berkenaan dengan usaha perbankan.
DAFTAR PUSTAKA

OECD Model Double Taxation Convention on Income and Capital (1977) Republik

Indonesia, Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun


2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1983
Tentang Pajak Penghasilan.

Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 28 Tahun 2007


Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.

Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia, Undang–Undang No.


36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.

http://www.pajakonline.com/engine/learning/view.php?id=812

http://www.seoblog.id/2016/10/kasus-pajak-google.html

Anda mungkin juga menyukai