Anda di halaman 1dari 46

Pajak Penghasilan

Orang Pribadi

Fauzan Misra
BAHASAN
PPh Umum: Definisi, dasar Hukum, Subjek Pajak dan
Kewajban Pajak Subjektif

Objek dan Bukan Objek Pajak Penghasilan

Pengeluaran/Biaya yang boleh dan tidak boleh


dikurangkan dari penghasilan bruto

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan Tarif PPh

Cara Menghitung dan Membayar PPh serta


Melaporkan PPh (SPT)
PAJAK PENGHASILAN
(UMUM)/

FAUZAN MISRA
Definisi dan Dasar Hukum PPh
 Pajak penghasilan (Income tax)adalah pajak yang
dikenakan terhadap wajib pajak atas penghasilan yang diterimanya
atau diperoleh dalam satu tahun pajak.
 Subjek PPh (tax subject)
adalah segala sesuatu yang
mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi
sasaran untuk dikenakan PPh
 Wajib Pajak (WP)/taxpayer adalah subjek pajak (orang
pribadi/Badan) yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif.
 Dasar Hukum/The basics:
◦ UU PPh, Mis UU No 36/2008
◦ Peraturan Pemerintah (PP), Mis PP No 80/2010
◦ Keppres
◦ KMK/PMK, Mis KMK No 536/2000
◦ Kep. Atau Per. Dirjen Pajak, Mis Per 57/2009
◦ Surat Edaran Dirjen Pajak
DASAR HUKUM
1. UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
(PPh).
2. UU No. 7 Tahun 1991 tentang Perubahan Pertama
terhadap UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan
3. UU No. 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Kedua
atas UU No. Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan.
4. UU No. 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga
UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
5. UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan
Subjek Pajak Penghasilan (PASAL 2
uu No 36/2008)

a. 1. Orang Pribadi
2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu
kesatuan menggantikan yang berhak.
b. Badan
c. BUT (Bentuk Usaha Tetap)

 BUT merupakan subjek pajak yang perlakuan


perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak
badan
 Subjek pajak juga dibedakan menjadi subjek pajak
dalam negeri dan subjek pajak luar negeri
SUBJEK PAJAK
1. Subjek pajak orang pribadi dapat bertempat tinggal
atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia
2. Warisan yang belum terbagi merupakan subjek pajak
pengganti, yaitu menggantikan mereka yang berhak
yaitu ahli waris.
3. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang
merupakan satu kesatuan, baik yang melakukan usaha
maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi PT,
CV, perseroan lainnya, BUMN, BUMD dengan nama dan
dalam bentuk apapun, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, ormas, orsospol
maupun yang sejenis, lembaga, BUT, dan bentuk badan
lainnya termasuk reksa dana
SUBJEK PAJAK
 BUT adalah bentuk usaha yng digunakan oleh
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia atau berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan, atau badan yang tidak didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia, untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
di Indonesia.
SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI
2

1 3
Badan yang
OP bertempat didirikan atau
tinggal/berada Warisan yang
bertempat belum terbagi
di Indonesia > kedudukan di
183 hari dalam sebagai satu
Indonesia, kecuali
12 bulan atau unit tertentu dari kesatuan
berniat tinggal badan pemerintah
di Indonesia yang memenuhi
kriteria yang
ditentukan
SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI
2
1 OP bertempat tinggal/berada di
OP bertempat Indonesia tidak lebih dari 183
tinggal/berada di hari dan badan yang tidak
didirikan atau bertempat
Indonesia di indonesia
kedudukan di Indonesia yang
tidak lebih dari 183 hari
dapat menerima atau
atau berniat tinggal di
memperoleh penghasilan dari
Indonesia dan badan yang Indonesia tidak dari menjalankan
tidak didirikan atau usaha atau melakukan kegiatan
bertempat kedudukan di melalui BUT di Indonesia
Indonesia yang
menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan
melalui BUT di Indonesia
Perbedaan Penting Subjek Pajak DN dan LN

Perbedaan Subjek Pajak DN Subjek Pajak LN


Asas/Principle Domisili (Penghasilan Sumber
DN dan LN) (Penghasilan
diperoleh DN)
Dasar Pengenaan Penghasilan Netto (Ph Penghasilan Bruto
Pajak/Tax base Bruto setelah
dikurangi dengan
biaya yabg
diperkenankan)
Tarif/Tax rate Tarif Umum (Tarif Tarif sepadan (20%)
pasal 17 UU PPh), atau sesuai P3B
kecuali untuk pengh (perjajnjian
tertentu penghidaran pajak
berganda)
Kewajiban Pajak Subjektif (Subjective Tax
Obligation)

 Berarti kewajiban pajak yang melekat pada


subjeknya dan tidak dapat dilimpahkan pada
orang lain.
Penentuan saat mulai dan berakhirnya
kewajiban pajak subjektif untuk:

Jenis Subjek Pajak Mulai Berakhir


Subjek Pajak DN-OP Ketika Lahir Meninggal atau
meninggalkan
Indonesia untuk
selama-lamanya
Subjek Pajak DN-Badan Ketika Didirikan Ketika Dibubarkan
Subjek Pajak LN dalam Ketika mulai Ketika dibubarkan
bentuk BUT beroperasi di di Indonesia
Indonesia
Subjek Pajak LN Non-BUT Ketika mulai Ketika
memperoleh meninggalkan
penghasilan di Indonesia
PENGECUALIAN SUBJEK PAJAK (Pasal 3 ayat 1UU
No 36/2008 ttg PPh)

1 BADAN PERWAKILAN NEGARA ASING

2 PEJABAT2 PERW. DIPLOMATIK

3 ORGANISASI INTERNASIONAL

4 PEJABAT PERW. ORG INTERNASIONAL


OBJEK PAJAK
 Yang menjadi objek pajak adalah

penghasilan, yaitu setiap


tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama
dan dalam bentuk apa pun.
LANJ.. OBJEK PAJAK
 Dilihat dari tambahan kemampuan ekonomis,
penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:
1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja
dan pekerjaan bebas.
2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan.
3. Penghasilan dari modal atau penggunaan harta
4. Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang
tidak dapat dikelompokkan dalam tiga kategori
sebelumnya.
JENIS PENGHASILAN SEBAGAI OBJEK
PAJAK (PASAL 4 AYAT 1 UU PPH)
a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan
atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji,
upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi,
uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali
ditentukan lain dalam Undang-undang ini.
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan
penghargaan;
c. Laba Usaha
d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan
harta
e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah
dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan
pengembalian pajak;
f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena
jaminan pengembalian utang;
g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun,
termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada
pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta;
j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai
dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah;
l. keuntungan selisih kurs mata uang asing;
m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n. premi asuransi;
o. iuran yang diterima atau diperoleh
perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari
Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas;
p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari
penghasilan yang belum dikenakan pajak;
q. penghasilan dari usaha berbasis syariah;
r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai
ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
s. surplus Bank Indonesia.
Penghasilan yang Dikenakan Pajak Bersifat Final
(pasal 4 ayat 2)

a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga


obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang
dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang
pribadi;
b. penghasilan berupa hadiah undian;
c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi
derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan
saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah
dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan
persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
e. penghasilan tertentu lainnya,
PENGECUALIAN OBJEK PAJAK
(Pasal 4 Ayat 3)
a. 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah
dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang
berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah; dan
2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial
termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha
mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
Pengecualian Objek Pajak
b. warisan;
c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau
sebagai pengganti penyertaan modal;
d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan
dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan
Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib
Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus ( deemed profit)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;
e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi
jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
f. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik
negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada
badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia
dengan syarat:
g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun
yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan,
baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun
pegawai;
h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana
pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam
bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan;
i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi
atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma,
dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan
kontrak investasi kolektif;
j. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal
ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang
didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,
dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau
yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan; dan
2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di
Indonesia;
k. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan;
l. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau
lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan
dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang
telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang
ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana
kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4
(empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut,
yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
m. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak
tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN
 Pajak penghasilan yang terutang dihitung
dengan mengalikan tarif tertentu terhadap
penghasilan kena pajak (PKP).
 PKP yang digunakan sebagai dasar perhitungan

PPh tersebut dihitung dengan cara-cara yang


berbeda tergantung pada jenis wajib pajak.
 Disamping cara-cara penghitungan PKP

tersebut, terdapat penghitungan PKP dengan


menggunakan NORMA PENGHITUNGAN
KHUSUS.
Tarif Pajak
 Tarif pajak merupakan persentase tertentu
yang digunakan untuk menghitung besarnya
PPh terutang.
 Di Indonesia, berlaku 2 tarif yaitu tarif umum

sesuai dengan pasal 17 UU PPh dan tarif


khusus.
 Sistem penerapan tarif pajak PPh sesuai

dengan pasal 17 UU PPh dibagi menjadi 2


yaitu WPOP dalam negeri dan WP Badan
Dalam negeri dan BUT.
Tarif PPh WP OP dalam negeri

Lapisan PKP Tarif

Sampai dengan Rp 50.000.000 5%

Diatas Rp 50.000.000 s/d Rp 15%


250.000.000
Diatas Rp 250.000.000 s/d Rp 25%
500.000.000
Diatas Rp 500.000.000 30%
Tarif tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a dapat diturunkan menjadi paling
rendah 25% (dua puluh lima persen) yang diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Tarif PPh WP Badan
 WP Badan dalam negeri dan BUT tarif pajaknya adalah sebesr 28%
 Tarif sebagaimana tersebut diatas 25% (dua puluh lima persen)
yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.
 Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan
terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari
jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di
bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu
lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih
rendah daripada tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b dan ayat (2a) yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
 Tarif yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang
dibagikan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah
paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dan bersifat final.
Penghasilan Kena Pajak (PKP)
 Perhitungan PKP dibedakan menjadi 5
kelompok sesuai dengan jenis WP, yaitu:
1. WP Badan
2. WP orang pribadi (OP) yang
menyelenggarakan pembukuan
3. WP OP yang menggunakan norma
perhitungan
4. WP BUT
5. WP OP yang kewajiban pajak subjektifnya
hanya meliputi sebagian tahun pajak
PKP WP BADAN
 PKP = PENGHASILAN NETTO
= PENGHASILAN BRUTO –
PENGURANG/BIAYA YANG
DIPERKENANKAN SESUAI UU PPh

 PKP = PENGHASILAN NETTO – KOMPENSASI


KERUGIAN
= (PENGHASILAN BRUTO-PENGURANG/BIAYA YANG
DIPERKENANKAN SESUAI DENGAN UU PPh- KOMPENSASI
KERUGIAN)
PKP WP OP

 PKP = PENGHASILAN NETTO – PTKP


= Penghasilan Bruto – Pengurang/Biaya
yang diperkenankan sesuai dengan UU PPh
– PTKP

 Bagi muslim yang menbayarkan zakat


kepada BAZIS, jumlah zakat yang
dibayarkan tersebut dapat dikurangkan
dari penghasilan netto
PKP OP yang menggunakan Norma
Perhitungan
 PKP = PENGHASILAN NETTO – PTKP
= (Peredaran Usaha x Persentase NPPN) – PTKP

◦ NPPN = Norma Perhitungan Penghasilan Netto


◦ Diatur dalam Keputusan Dirjen Pajak Kep- 536/
PJ/2000
WP BUT dan Orang Pribadi dengan kewajiban pajak
subjektifnya ada dalam bagian tahun pajak

 PKP BUT sama dengan WP Badan Dalam Negeri.


 PKP bagi WP OP yang terutang dalam suatu tahun
pajak dihitung berdasarkan penghasilan netto
yang diterima atau diperoleh dalam bagian tahun
pajak.
 Contoh: penghasilan Tuan Ahmad (TK/0) selama
3 bulan adalah Rp 10.000.000
◦ Penghasilan setahun = 360/3x30 x Rp 10.000.000
◦ Kurangi PTKP
◦ Diperolehlah PKP
◦ Hitung Pajak Terutang dengan mengalikan PKP dengan
tarif pajak.
Norma Penghitungan Penghasilan Neto

 Informasi yang benar dan lengkap tentang Wajib Pajak


sangat penting untuk dapat mengenakan pajak yang adil
dan wajar sesuai dengan kemampuan ekonomis Wajib
Pajak. Untuk dapat menyajikan informasi tersebut, Wajib
Pajak harus menyelenggarakan pembukuan. Tapi tidak
semua wajib pajak mampu menyelenggarakan
pembukuan, oleh karena itu undang-undang
mengizinkan kepada wajib pajak orang pribadi untuk
tidak menyelenggarakan pembukuan dengan syarat:
1. peredaran bruto maksimal Rp.4.800.000.000,00 pertahun .
2. mengajukan permohonan dalam jangka waktu 3 bulan pertama
dari tahun buku .
3. menyelenggarakan pencatatan.
SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK
(SPT)
WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
Bentuk dan Isi SPT Tahunan PPh Wajib Pajak
Orang Pribadi
Dasar Hukum:
Peraturan Dirjen Pajak PER-34 /PJ/2010, sebagaimana
yang direvisi terakhir dengan PER-36/PJ/2015
Bentuk dan Isi SPT Tahunan PPh Wajib Pajak
Orang Pribadi
SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi dibedakan menjadi
3, yaitu:
1. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi yang
mempunyai penghasilan:
 Dari usaha dan/atau pekerjaan bebas
 Dari satu atau lebih pemberi kerja
 Yang dikenakan PPh final dan/atau bersifat final
 Dalam negeri lainnya/luar negeri
SPT ini diberi kode Formulir 1770
2. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi yang
mempunyai penghasilan:
 Dari satu atau lebih pemberi kerja
 Dalam negeri lainnya, dan/atau
 Yang dikenakan PPh final dan/atau bersifat final
SPT ini diberi kode Formulir 1770 S
3. SPT Tahunan PPh bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang
mempunyai penghasilan selain dari usaha dan/atau pekerjaan
bebas dengan jumlah penghasilan bruto dari pekerjaan tidak
lebih dari Rp 60.000.000 setahun
SPT ini diberi kode Formulir 1770 SS
Kewajiban berNPWP bagi Suami-isteri

 Apabila terdapat perjanjian pisah harta:


Isteri wajib berNPWP sendiri (PH)
 Apabila tidak terdapat perjanjian pisah harta:
Isteri boleh memilih apakah berNPWP sendiri
(MT) atau ikut NPWP suami (KK)
 Apabila suami-isteri telah hidup berpisah
berdasarkan Putusan Hakim:
Suami dan isteri wajib berNPWP sendiri-
sendiri (HB)
Ketentuan Penggabungan Penghasilan Suami-
Isteri
Seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah
kawin pada awal tahun pajak atau pada awal bagian
tahun pajak, begitu pula kerugiannya yang berasal dari
tahun-tahun sebelumnya yang belum dikompensasikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) UU PPh
dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya,
kecuali penghasilan tersebut semata-mata diterima atau
diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang telah dipotong
pajak berdasarkan ketentuan Pasal 21 dan pekerjaan
tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau
pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya.
Ketentuan Penggabungan Penghasilan Suami-
Isteri
 Penghasilan neto suami-isteri dengan status PH atau
MT dikenai pajak berdasarkan penggabungan
penghasilan neto suami isteri dan besarnya pajak
yang harus dilunasi oleh masing-masing suami-isteri
dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan
neto mereka
 Dalam hal suami-isteri telah hidup berpisah
berdasarkan putusan hakim (HB), penghitungan
Penghasilan Kena Pajak dan pengenaan pajaknya
dilakukan sendiri-sendiri
Ketentuan Penggabungan Penghasilan Suami-
Isteri
Penghasilan anak yang belum dewasa dari mana pun
sumber penghasilannya dan apa pun sifat pekerjaannya
digabung dengan penghasilan orang tuanya dalam tahun
pajak yang sama.
Yang dimaksud dengan “anak yang belum dewasa” adalah
anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan
belum pernah menikah.
Apabila seorang anak belum dewasa, yang orang tuanya
telah berpisah, menerima atau memperoleh penghasilan,
pengenaan pajaknya digabungkan dengan penghasilan
ayah atau ibunya berdasarkan keadaan sebenarnya
Ketentuan Penggabungan Penghasilan Suami-
Isteri
Dalam hal isteri memilih untuk melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya menggunakan NPWP suami (KK), maka
penghasilan isteri tidak digabung dengan penghasilan suami
(penghasilan isteri dianggap penghasilan yang bersifat Final)
dalam hal penghasilan isteri diperoleh dari pekerjaan sebagai
pegawai yang telah dipotong PPh Pasal 21 oleh pemberi kerja,
dengan ketentuan bahwa:
a. penghasilan isteri tersebut semata-mata diperoleh dari satu
pemberi kerja, dan
b. penghasilan isteri tersebut berasal dari pekerjaan yang tidak
ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami
atau anggota keluarga lainnya
Contoh Perhitungan
Wajib Pajak A yang memperoleh penghasilan neto dari usaha sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) mempunyai seorang isteri yang menjadi
pegawai dengan penghasilan neto sebesar Rp70.000.000,00 (tujuh puluh juta
rupiah).  Apabila penghasilan isteri tersebut diperoleh dari satu pemberi kerja dan
telah dipotong pajak oleh pemberi kerja dan pekerjaan tersebut tidak ada
hubungannya dengan usaha suami atau anggota keluarga lainnya, penghasilan
neto sebesar Rp70.000.000,00 (tujuh puluh juta rupiah) tidak digabung dengan
penghasilan A dan pengenaan pajak atas penghasilan isteri tersebut bersifat final.
Apabila selain menjadi pegawai, isteri A juga menjalankan usaha, misalnya salon
kecantikan dengan penghasilan neto sebesar Rp80.000.000,00 (delapan puluh
juta rupiah), seluruh penghasilan isteri sebesar Rp150.000.000,00
(Rp70.000.000,00 + Rp80.000.000,00) digabungkan dengan penghasilan A.
Dengan penggabungan tersebut, A dikenai pajak atas penghasilan neto sebesar
Rp250.000.000,00 (Rp100.000.000,00 + Rp70.000.000,00 + Rp80.000.000,00).
Potongan pajak atas penghasilan isteri tidak bersifat final, artinya dapat
dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas penghasilan sebesar
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) tersebut yang dilaporkan
dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
Contoh Perhitungan
apabila isteri menjalankan usaha salon kecantikan, pengenaan pajaknya
dihitung berdasarkan jumlah penghasilan sebesar Rp250.000.000,00
(dua ratus lima puluh juta rupiah).
Misalnya, pajak yang terutang atas jumlah penghasilan tersebut adalah
sebesar Rp27.550.000,00 (dua puluh tujuh juta lima ratus lima puluh ribu
rupiah) maka untuk masing-masing suami dan isteri pengenaan pajaknya
dihitung sebagai berikut:
 Suami: (100.000.000/250.000.000) x Rp 27.550.000 = Rp 11.020.000
 Isteri: (150.000.000/250.000.000) x Rp 27.550.000 = Rp 16.530.000

Anda mungkin juga menyukai