Anda di halaman 1dari 70

PENYEGARAN UU PPH

Direktorat Jenderal Pajak


Direktorat Peraturan Perpajakan II

Rp

18 Januari 2022
Prinsip
Dasar
Konstruksi Hukum
Pemajakan UU PPh
UU PPh

▪ Positivisme, sesuai dengan norma hukum positif


Rule Based ▪ Legalitas, didasarkan pada dokumentasi hukum

▪ Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara luas (UU PPH


Pasal 4 ayat (1) UU PPh)
▪ Biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh, menagih dan
Asas Realisasi memelihara Penghasilan (Pasal 6 ayat (1) UU PPh)
▪ Dimungkinkan juga untuk melakukan pengenaan pajak atas
unrealized gain/loss.

▪ Pengeluaran diukur berdasarkan harga jual yang sesungguhnya


dikeluarkan kecuali transaksi afiliasi (Pasal 10 ayat (1) UU PPh)
Historical Cost ▪ Beban diukur juga berdasarkan nilai pembayaran/pengeluaran
(Pasal 6 ayat (1) UU PPh)
▪ Pembebanan melalui alokasi: penyusutan dan amortisasi (Pasal
11 dan Pasal 11A UU PPh)

▪ Mekanisme penghitungan penghasilan neto dengan


Matching Cost mengurangkan penghasilan bruto (Pasal 4 ayat (1) UU PPh
dengan Biaya (Pasal 6, 9, 11, 11A UU PPh)
Against Revenue ▪ Mekanisme penghitungan melalui norma atau rezim khusus.
SUBJEK PAJAK
Pasal 2 ayat (1), ayat (1a)

1. Orang Pribadi
2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak

Yang menjadi
Badan
Subjek Pajak:

Bentuk Usaha Tetap

Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.
Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi untuk menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan di Indonesia yang dapat berupa: tempat kedudukan manajemen; cabang perusahaan; kantor perwakilan; gedung
kantor; pabrik; bengkel; gudang; ruang untuk promosi dan penjualan; pertambangan dan penggalian sumber alam; wilayah
kerja pertambangan minyak dan gas bumi; perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan; proyek
konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan; pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain sepanjang
dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; orang atau badan yang bertindak selaku
agen yang kedudukannya tidak bebas; agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan komputer, agen
elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk
menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
UU CIPTA KERJA

Subjek Pajak Orang Pribadi PASAL

Dalam Negeri 111


Termasuk subjek pajak dalam negeri
adalah orang pribadi, baik yang
merupakan Warga Negara
Indonesia maupun warga negara
asing yang:
1. bertempat tinggal di Indonesia;
2. berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan; atau
3. dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk
bertempat tinggal di Indonesia.
Aturan sebelumnya

Hanya menyebutkan kriteria orang pribadi, tanpa menyebutkan status


kewarganegaraan.
UU CIPTA KERJA

Subjek Pajak Orang Pribadi PASAL

Luar Negeri 111


Termasuk subjek pajak luar negeri yaitu:
a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
b. warga negara asing yang berada di Indonesia tidak lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
c. Warga Negara Indonesia yang berada di luar Indonesia
lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan serta
memenuhi persyaratan:
1. tempat tinggal;
2. pusat kegiatan utama;
3. tempat menjalankan kebiasan;
4. status subjek pajak; dan/atau
5. persyaratan tertentu lainnya
yang ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan
tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
Catatan:

Memperjelas penentuan status subjek pajak bagi WNI yang berada di luar Indonesia > 183
hari.
Bukan Subjek Pajak Orang Pribadi
(Pasal 3 UU PPh)
• pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-
pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan
kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-
sama mereka dengan syarat:
a. bukan warga negara Indonesia;
b. di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di
luar jabatan atau pekerjaannya tersebut
c. serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik

• pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional dimana


Indonesia menjadi anggotanya dan tidak menjalankan usaha atau
kegiatana lain, dengan syarat:
a. bukan warga negara Indonesia;
b. tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia
UU CIPTA KERJA

Asas Territorial Income PASAL

111
warga negara asing yang telah menjadi subjek
pajak dalam negeri dikenai Pajak Penghasilan
WNA hanya atas penghasilan yang diterima atau

4TAHUN
diperoleh dari Indonesia dengan ketentuan:
PERTAMA a. memiliki keahlian tertentu; dan
b. berlaku selama 4 tahun pajak yang dihitung sejak
menjadi subjek pajak dalam negeri.
▪ Termasuk penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau
kegiatan di Indonesia yang dibayarkan di luar Indonesia.
▪ Tidak berlaku terhadap WNA yang memanfaatkan Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda.
Aturan sebelumnya

Dikenakan PPh atas penghasilan baik berasal dari Indonesia maupun luar
Indonesia.
Subjek Pajak Badan
Sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan/tidak melakukan usaha
meliputi :

❑ Perseroan Terbatas (PT), ❑persekutuan,


❑ perseroan komanditer (CV), ❑perkumpulan,
❑ perseroan lainnya, ❑yayasan,
❑organisasi massa,
❑ Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), ❑organisasi sosial politik, atau
❑ Badan Usaha Milik Dearah organisasi lainnya,
(BUMD), ❑lembaga dan bentuk badan
❑ firma, lainnya
❑ kongsi, ❑termasuk kontrak investasi
kolektif dan bentuk usaha tetap
❑ koperasi,
(BUT).
❑ dana pensiun,
Mulai dan Berakhirnya Kewajiban
Perpajakan Subjektif (Pasal 2A UU PPh)

Kewajiban Pajak
Subjektif Dimulai Berakhir

orang pribadi • Saat dilahirkan; • Saat meninggal dunia;


• berada; atau atau
• berniat, • meninggalkan Indonesia
untuk bertempat tinggal di untuk selama-lamanya
Indonesia
Badan • Saat didirikan; atau • Saat dibubarkan; atau
• bertempat kedudukan, • saat tidak lagi bertempat
di Indonesia kedudukan di Indonesia
Orang pribadi atau saat orang pribadi atau badan saat tidak lagi menerima
badan yang tidak tersebut menerima atau atau memperoleh
berada di Indonesia memperoleh penghasilan dari penghasilan
Indonesia
Warisan yang belum saat timbulnya warisan yang Saat warisan selesai dibagi
terbagi belum terbagi
OBJEK PAJAK
Penghasilan (Pasal 4 ayat (1))

PENGHASILAN

Tambahan kemampuan ekonomis

Berasal dari Dapat dipakai untuk


Diterima atau
diperoleh Wajib Indonesia maupun konsumsi maupun
Pajak dari luar Indonesia untuk menambah
kekayaaan WP

Dengan nama dan dalam bentuk apapun


OBJEK PAJAK
Penghasilan (Pasal 4 ayat (1), ayat (2), ayat (3)) gaji

honor

Ph. lain
PENGHASILAN

Dikecualikan
Objek Pajak
dari Objek Pajak

Tidak digabung
Dikenakan Pajak
Dikenakan Pajak dengan penghasilan
tidak final (tarif
bersifat final yang dikenakan Pajak
umum/Pasal 17)
dengan tarif umum
OBJEK PAJAK Penghasilan (Pasal 4 ayat (1) UU PPh)

▪ Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa


▪ Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan
▪ Laba Usaha, Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta
▪ Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya
▪ Bunga termasuk premium, diskonto, dan jaminan pengembalian utang
▪ Deviden, Royalti, Sewa dari penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
▪ Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
▪ Keuntungan karena pembebasan utang, Keuntungan selisih kurs mata uang asing
▪ Selisih lebih penilaian kembali aktiva
▪ Premi Asuransi, Iurang yang diterima atau diperoleh perkumpulan atau anggota
▪ Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenai pajak
▪ Penghasilan dari Usaha Berbasis Syariah
▪ Imbalan bunga berdasarkan UU KUP
▪ Surplus Bank Indonesia
OBJEK PAJAK Penghasilan Final (Pasal 4 ayat (2) UU PPh)

• Bunga deposito, Tabungan lainnya, bunga obligasi dan SUN, bunga atau diskonto surat
berharga jangka pendek, dan bunga simpanan koperasi
• Penghasilan berupa hadiah undian
• Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya
• Transaksi penjualan saham dan pengalihan penyertaan modal perusahaan pasangan
modal ventura
• Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan
• Usaha Jasa Konstruksi
• Usaha Real Estate
• Persewaan tanah dan bangunan
• Penghasilan tertentu yang diatur berdasarkan PP
BUKAN OBJEK PAJAK Penghasilan (Pasal 4 ayat (3) UU PPh)

❑ Bantuan atau Sumbangan yang diatur berdasarkan PP


❑ Harta Hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat,
badan keagamaan, badan Pendidikan, badan sosial termasuk Yayasan, koperasi, atau OP yang
menjalankan usaha mikro dan kecil
❑ Warisan
❑ Harta, termasuk setoran tunai sebagai pengganti saham atau penyertaan modal
❑ Penggantian/Imbalan atau dalam bentuk natura/kenikmatan*
❑ Pembayaran yang diterima orang pribadi sehubungan dengan asuransi karena kecelakaan, sakit,
meninggal, dan asuransi beasiswa
❑ Dividen*
❑ Iuran yang diterima/diperoleh dana pensiun
❑ Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh Dapen dalam bidang tertentu
❑ Bagian laba yang diterima/diperoleh anggota perseroan komanditer non saham
❑ Penghasilan yang diterima/diperoleh Modal Ventura
❑ Beasiswa
❑ Sisa lebih yang diterima atau diperoleh nirlabapendidikan atau litbang
❑ Bantuan /santunan yang dibayarkan oleh BPJS
❑ Dana setoran BPIH, BPIH Khusus, BPKH
❑ Sisa lebih Lembaga sosial/keagamaan yang ditanamkan Kembali atau ditempatkan dalam dana
abadi.
Natura dan/atau Kenikmatan BUKAN OBJEK PAJAK Penghasilan (Pasal
4 ayat (3) huruf d. UU PPh)

❑ makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman bagi seluruh pegawai
❑ Natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu
❑ Natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam
pelaksanaan pekerjaan
❑ Natura dan/atau kenikmatan yang bersumber dari APBN, APBD, dan APBDes
❑ Natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu
OBJEK PAJAK BUT
Penghasilan (Pasal 5)

Penghasilan BUT
Penghasilan dari
usaha/kegiatan Penghasilan
sebagaimana Penghasilan Kantor Pusat
BUT dan dari
harta yg dimaksud dalam dari Usaha atau Kegiatan:
dimiliki/dikuasai Pasal 26

Sepanjang terdapat
hubungan efektif Pemberian Penjualan
antara BUT dengan jasa Barang
harta atau kegiatan
yang memberikan
penghasilan Yang dilakukan di Indonesia
BIAYA FISKAL
Pengurang dan Bukan Pengurang Penghasilan Bruto (Pasal 6 dan Pasal 9)

Pengeluaran/Biaya

Dapat Dikurangkan dari Tidak Dapat Dikurangkan dari


Penghasilan Bruto (Pasal 6) Penghasilan Bruto (Pasal 9)

Masa Manfaat <= 1 Tahun Masa Manfaat > 1 Tahun

Dibebankan melalui Penyusutan dan


Dibebankan sekaligus
Amortisasi
Penghasilan Tidak Kena Pajak
(UU 36/2008, PMK-101/2016, PMK 252/2008, PER-16/2016)
Nilai PTKP (Per 1 Jan 2016)
Keterangan

Untuk Diri WP OP Rp54.000.000

Tambahan untuk WP Kawin Rp4.500.000

Tambahan untuk seorang istri yang Rp54.000.000


penghasilannya digabung dengan
suami
Tambahan untuk tanggungan* Rp.4.500.000

*) setiap anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus serta
anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 (tiga) orang untuk
setiap keluarga
Pemajakan atas Penghasilan Keluarga
(Pasal 8 UU PPh)
• Seluruh penghasilan/kerugian Wanita
kawin→penghasilan/kerugian suami, kecuali penghasilan istri
semata-mata diperoleh dari 1 pemberi kerja dan telah dipotong
PPh Pasal 21
• Suami Istri dikenai pajak secara terpisah:
✓ Hidup berpisah berdasarkan putusan hakim
✓ Perjanjian pisah harta & penghasilan
✓ Dikehendaki oleh istri yang memilih menjalankan hak dan
kewajiban perpajakan terpisah
• Penghasilan anak yang belum dewasa digabung dengan
penghasilan orang tuanya.
• Anak yang belum dewasa: belum berumur 18 tahun dan belum
pernah menikah.
Peta Konsep Penghitungan Pajak
Penghasilan
Pemotongan pajak atas penghasilan
sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa,
atau Kegiatan yang diterima Wajib
Pajak orang pribadi dalam negeri
Bentuk Pemotongan PPh Pasal 21

Pemotongan PPh Pasal 21 tidak final


1
• Atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa,
dan kegiatan (umum)
• Berdasarkan PMK-252/PMK.03/2008 dan PER-16/PJ/2016

Pemotongan PPh Pasal 21 final


2 • Atas penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat
pensiun, tunjangan hari tua, dan jaminan hari tua yang
dibayarkan sekaligus → PP No. 68 Tahun 2009
• Atas penghasilan yang menjadi beban APBN/APBD yang
diterima oleh Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI/POLRI,
dan pensiunannya berupa penghasilan selain penghasilan
yang bersifat tetap dan teratur tiap bulan → PP No.80
Tahun 2010
Pemotong
PMK-252/2008, PER-16/2016

PEMBERI KERJA yang terdiri dari:


a. orang pribadi dan badan;
b. cabang, perwakilan atau unit, dalam hal yang melakukan
sebagian atau seluruh administrasi yang terkait dengan
pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain adalah cabang, perwakilan atau unit tersebut.

Bendahara atau Pemegang Kas Pemerintah


(Instansi Pemerintah)

PEMOTONG
PPh PASAL Dana Pensiun, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
21 Tenaga Kerja dan Badan-badan Lain

ORANG PRIBADI yang melakukan kegiatan usaha atau


pekerjaan bebas serta BADAN yang melakukan pembayaran
sehubungan dengan penyerahan jasa

Penyelenggara Kegiatan
Pemberi Kerja Bukan Pemotong

Kantor Perwakilan Organisasi-Organisasi Organisasi-Organisasi Pemberi kerja orang


Negara Asing Internasional Internasional yang pribadi yang tidak
sebagaimana ketentuan Pajak melakukan kegiatan
dimaksud dalam Penghasilannya usaha atau pekerjaan
Peraturan Menteri didasarkan pada bebas yang semata-
Keuangan yang ketentuan perjanjian mata memperkerjakan
mengatur mengenai internasional dan orang pribadi untuk
penetapan Organisasi- dalam perjanjian melakukan pekerjaan
Organisasi internasional tersebut rumah tangga atau
Internasional yang mengecualikan pekerjaan bukan
tidak termasuk subjek kewajiban dalam rangka
Pajak Penghasilan pemotongan pajak, melakukan kegiatan
serta organisasi- usaha atau pekerjaan
organisasi dimaksud bebas
telah ditetapkan oleh
Menteri Keuangan
Penerima Penghasilan

PEGAWAI PESERTA KEGIATAN:


BUKAN MANTAN • Peserta Perlombaan
PEGAWAI PEGAWAI • Peserta Rapat,
TIDAK Konferensi, Sidang,
TETAP Pertemuan,
TETAP
Kunjungan Kerja
PENERIMA UANG • Peserta/Anggota
Kepanitiaan
PESANGON,
ANGGOTA DEWAN • Peserta Pendidikan,
PENSIUN atau
KOMISARIS/PENGAWAS Pelatihan
UANG MANFAAT
yang tidak merangkap
PENSIUN, THT,
sebagai pegawai
• Peserta Kegiatan
JHT, termasuk AHLI Lainnya
WARISNYA
Objek PPh Pasal 21

Penghasilan pegawai tetap baik teratur maupun tidak teratur


Penghasilan penerima pensiun secara teratur
Uang pesangon, pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang
dibayarkan sekaligus,
Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas
Imbalan kepada bukan pegawai
Imbalan kepada peserta kegiatan
Imbalan kepada dewan komisaris/pengawas yang bukan
merupakan pegawai tetap pada perusahaan yang sama
Imbalan kepada mantan pegawai
Penarikan dana pensiun oleh pegawai

Natura/kenikmatan yang diterima dari Wajib Pajak PPh final atau Wajib
Pajak dengan Norma Penghitungan Khusus
Perhitungan PPh Pasal 21

PPh 21 terutang = DPP x Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf aUU PPh

Lapisan Penghasilan Kena Tarif


Pajak
≤ Rp60 Juta 5%
Rp60 Juta < x ≤ Rp250 Juta 15%
Rp250 Juta < x ≤ Rp500Juta 25%

Rp500 Juta < x ≤ Rp5M 30%


>5M 35%
Perhitungan PPh Pasal 21
(PER-16/PJ/2016)

TETAP Ph NETO – PTKP

PEGAWAI BULANAN Ph BRUTO – PTKP

TIDAK TETAP Ph BRUTO – 450ribu

Ph BRUTO (>4,5jt s.d. 10,2jt) – PTKP


HARIAN
Harian

Ph BRUTO(>10,2jt) – PTKP

((50% X Ph BRUTO) – PTKP BULANAN)


BERKESINAMBUNGAN
KUMULATIF
BERKESINAMBUNGAN
BUKAN PEGAWAI (50% X Ph BRUTO) KUMULATIF
ex Pasal 13 ayat (1)

TIDAK
50% X Ph BRUTO
BERKESINAMBUNGAN

PENSIUNAN BERKALA Ph NETO – PTKP

KOMISARIS, MANTAN
PEGAWAI, Ph BRUTO KUMULATIF
PENARIKAN DAPEN O/
PEGAWAI

PESERTA KEGIATAN Ph BRUTO


PPh Pasal 23
Pemotongan pajak atas penghasilan berupa Bunga,
Royalti, Hadiah, Penghargaan, Bonus dan
penghasilan dari Sewa dan Imbalan atas Jasa
Pemotong, Wajib Pajak Dipotong, dan Saat Terutang

PEMOTONG
• Badan pemerintah/Instansi Pemerintah
• Subjek pajak badan dalam negeri
• Penyelenggara kegiatan dalam negeri
• Bentuk Usaha Tetap (BUT)
• Orang Pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri tertentu

WAJIB PAJAK YANG DIPOTONG


• Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang
menerima penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 23
dari Pemotong PPh Pasal 23.

SAAT TERUTANG
• pada saat pembayaran;
• saat disediakan untuk dibayarkan (seperti: dividen); dan
• Saat jatuh tempo.
Objek dan Tarif PPh Pasal 23
(Pasal 23 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2008)

15% x jumlah bruto 2% x jumlah bruto


Objek PPh Pasal 23
(Pasal 23 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2008)

• Bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f


UU PPh. Dalam pengertian bunga termasuk juga premium,
diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang
• Royalti yaitu imbalan sehubungan dengan penggunaan hak
atas harta tak berwujud, harta berwujud, atau informasi
• Hadiah, Penghargaan, Bonus dan sejenisnya selain yang telah
dipotong PPh Pasal 21
• Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta selain yang telah dikenai PPh Pasal 4 ayat (2)
• Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen,
jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong
PPh Pasal 21
Pengecualian Objek PPh Pasal 23

Penghasilan yang dibayar atau


terutang kepada bank
dividen sebagaimana dimaksud dalam
Sewa yang dibayarkan atau terutang
Pasal 4 ayat (3) huruf f dan dividen yang
sehubungan dengan sewa guna usaha
diterima oleh orang pribadi sebagaimana
dengan hak opsi
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2c)
bagian laba yang diterima atau
diperoleh anggota dari perseroan penghasilan yang dibayar atau terutang
komanditer yang modalnya tidak kepada badan usaha atas jasa keuangan
terbagi atas saham-saham, yang berfungsi sebagai penyalur
persekutuan, perkumpulan, firma, dan pinjaman dan/atau pembiayaan yang
kongsi termasuk pemegang unit diatur dengan Peraturan Menteri
penyertaan kontrak kolektif Keuangan.

sisa hasil usaha koperasi yang


dibayarkan oleh koperasi kepada
anggotanya
Pajak
Penghasilan
Pasal 22
Pemungutan Pajak
Penghasilan Sehubungan
Dengan Pembayaran atas
Penyerahan Barang dan
Kegiatan di Bidang Impor
atau Kegiatan Usaha di
Bidang Lain
PPh Pasal 22
(PMK-34/PMK.010/2017 jo. PMK-110/PMK.010/2018)

Pemungut Objek Pungut Tarif

Impor:
a. Impor barang a. 10% → Lamp A PMK-110
b. 7,5% → Lamp B PMK-110
1 Bank Devisa &
Ditjen Bea Cukai
b. Ekspor batubara, mineral
logam, dan mineral bukan c. 0,5% → Lamp C PMK-110
logam yang dilakukan oleh d. 2,5% → selain a,b,c dengan API
eksportir, kecuali oleh WP e. 7.5% → selain a,b,c tanpa API
yang terikat PKP2B dan KK DPP: Nilai Impor
Ekspor:
1.5% → lamp D PMK-110
DPP: Nilai Ekspor

2 Bendahara pemerintah,
bendahara pengeluaran, Kuasa
Pengguna Anggaran/Pejabat
Pembelian barang 1,5%* harga pembelian
(tdk termasuk PPN)
Penerbit SPM

Instansi Pemerintah (PMK-231/2019)

Pembelian barang dan/atau 1,5%* harga pembelian


3 Badan usaha
tertentu
bahan untuk keperluan
usahanya
(tdk termasuk PPN)

a. BUMN;
b. Badan Usaha dan BUMN hasil restrukturisasi yang dilakukan oleh pemerintah;
c. badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN
Impor Barang Kiriman (PMK-199/PMK.010/2019)
PPh Pasal 22
(PMK-34/PMK.010/2017 jo. PMK-110/PMK.010/2018)

Pemungut Objek Pungut Tarif

0.3% → baja
Badan usaha industri semen,
industri kertas, industri baja, Penjualan hasil produksi kepada 0.45% → kendaraan bermotor
4 industri otomotif, dan distributor di dalam negeri 0.25% → semen
0.1% → kertas
industri farmasi
0.3% → obat

DPP: DPP PPN

Penjualan kendaraan
5 ATPM, APM, dan
importir umum bermotor di dalam negeri
0.45%* DPP PPN

kendaraan bermotor

0.25% → kpd SPBU Pertamina


Penjualan BBM, BBG, dan
6 Produsen /importir
BBM, BBG, dan pelumas pelumas
0.30% → kpd SPBU bukan
pertamina atau selain SPBU,
penjualan BBG dan pelumas
Penjualan BBM dan BBG kepada:
DPP: Nilai Penjualan
a. Agen (final)
b. Non agen (non final)
PPh Pasal 22
(PMK-34/PMK.010/2017; PMK-110/PMK.10/2018)

Pemungut Objek Pungut Tarif

Pembelian bahan-bahan hasil


kehutanan, perkebunan, pertanian, 0.25%* harga pembelian
7 Badan usaha industri
atau eksportir
peternakan, dan perikanan yang
belum melalui proses industri
(tidak termasuk PPN)

manufaktur, untuk keperluan


industrinya atau ekspornya

Pembelian komoditas tambang


8 Badan usaha batubara, mineral logam, dan
mineral bukan logam, dari badan
1.5%* harga pembelian
(tidak termasuk PPN)
atau OP pemegang Izin Usaha
Pertambangan (IUP)

Penjualan emas batangan di 0.45%* harga jual emas


9 Badan usaha yang
menjual emas batangan
dalam negeri batangan
PPh Pasal 22
Barang Sangat Mewah
Pemungutan PPh atas Penjualan
Barang Yang Tergolong Sangat Mewah
PPh Pasal 22 Penjualan Barang Sangat Mewah
(PMK-253/2008 jo. PMK-92/2019)

Pemungut Objek Pungut Tarif

a. pesawat terbang pribadi &


helikopter
b. kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya 5% dari harga jual (tidak
c. kendaraan bermotor roda empat termasuk PPn dan
pengangkutan orang < 10 orang, PPnBM)
harga jual > Rp 2 Miliar / dengan
kapasitas silinder > 3.000cc
WP Badan yang d. kendaraan bermotor roda dua dan
1 Menjual Barang
Sangat Mewah
tiga, dengan harga jual > Rp300 juta
atau kapasitas silinder >250cc

a. rumah beserta tanahnya, dengan


harga jual > Rp 30 Miliar / luas 1% dari harga jual
bangunan >400m2 (tidak termasuk PPn dan
b. apartemen, kondominium, dan PPnBM)
sejenisnya, dengan harga jual > Rp30
miliar atau luas bangunan > 150m2
PPh Pasal 22 Penjualan Pulsa dan Kartu Perdana
PMK-6/2021 dan PER-18/2021

Pemungut Objek Pungut Tarif

penjualan Pulsa dan Kartu Perdana,


Penyelenggara kecuali: ❑ 0,5% dari nilai yang
1 Distribusi Tingkat
Kedua (WP badan)
a. Pembelian maks. Rp2 juta
ditagih Penyelenggara
(deposit khusus pulsa) atau
akumulasi maks. Rp60 juta
Dist. Tk. Kedua/ Harga
(deposit campuran) Jual
b. WP bank ❑ Bersifat Non final
c. WP menyerahkan Suket PP
23/18
d. WP menyerahkan SKB Potput
PPh Pasal 22
Saat terutang:
a. Saat diterima pembayaran, termasuk penerimaan deposit
b. Jika deposit juga untuk transaksi selain pulsa, terutang saat deposit
digunakan untuk pembayaran pulsa
Pajak atas Penghasilan dengan
Perlakuan Tersendiri yang Diatur
Melalui Peraturan Pemerintah
(PPh Final)
Objek Pajak Penghasilan Final

❖ Dividen yang diterima WP orang ❖ Penghasilan Pengalihan Hak


pribadi Atas Tanah Dan Bangunan
❖ Bunga Deposito, Tabungan/Jasa ❖ Penghasilan Persewaan Tanah
Giro, dan SBI dan Bangunan
❖ Penghasilan Usaha Jasa
❖ Bunga Obligasi dan Surat Utang Konstruksi
Negara dan Diskonto SPN
❖ Penghasilan dari Usaha yang
❖ Bunga Simpanan Koperasi bagi Diterima atau Diperoleh Wajib
Orang Pribadi Pajak yang Memiliki Peredaran
Bruto Tertentu
❖ Hadiah Undian
❖ Bunga atau Diskonto Surat
❖ Penghasilan Transaksi Saham di Berharga Jangka Pendek yang
Bursa Efek diperdagangkan di Pasar Uang
Dividen yang Diterima atau Diperoleh WP OP DN

1. UU No. 7 Tahun 2021 (UU HPP)


2. PP 19 Tahun 2009
3. PMK-111/2010, PMK-18/2021

Objek Pemotongan Tarif PPh Pemotong Pajak Pengecualian

Dividen yang diterima atau 10% Pihak yang ✓ Dividen dari dalam negeri
diperoleh oleh Wajib Pajak membayar atau yang diterima atau diperoleh
orang pribadi dalam negeri pihak lain yang oleh WP orang pribadi dalam
yang bukan dividen dari ditunjuk selaku negeri sepanjang
RUPS atau dividen interim pembayar diinvestasikan di Indonesia
dalam jangka waktu tertentu
✓ Berdasarkan RUPS atau
dividen interim
Pengecualian Dividen dan Penghasilan Lain
Pasal 4 ayat (3) huruf f UU Nomor 7 Tahun 2021 (UU HPP)
PMK-18/PMK.03/2021

❑ WP OP ❑ Dividen di Bursa
Dikecualikan dengan dikecualikan sebesar
syarat diinvestasikan dividen yang diinvestasikan
di NKRI dalam waktu di wilayah NKRI
tertentu Dividen dari Dividen dari ❑ Dividen Non bursa
Dalam Negeri Luar Negeri Diinvestasikan paling sedikit
❑ WP badan
Tanpa syarat 30% dari laba setelah pajak
atau sebelum diterbitkan
Penghasilan Penghasilan SKP Pasal 18 ayat (2) UU
dari luar negeri setelah pajak PPh
tidak melalui dari BUT di
BUT luar negeri
❑ Diinvestasikan di NKRI dalam
❑ Syarat: Diinvestasikan paling
waktu tertentu
sedikit 30% dari laba setelah
❑ Penghasilan berasal dari
pajak
usaha aktif di luar negeri
❑ bukan penghasilan dari
✓ Dividen yang dikecualikan: berdasarkan RUPS atau
perusahaan yang dimiliki di pembagian dividen interim
luar negeri ✓ Dividen dari dalam negeri: tidak dilakukan pemotongan
PPh, tanpa SKB
✓ Atas dividen dari dalam negeri diterima WP OP tidak
memenuhi investasi, wajib setor sendiri tarif 10% final
Bunga Deposito, Tabungan/Jasa Giro dan Diskonto SBI

1. PP 131 Tahun 2000 jo. PP 123 Tahun 2015


2. PMK 212/PMK.03/2018

Objek Pemotongan Tarif PPh Deposito DHE Pemotong Pengecualian


Pajak

Bunga dari Deposito 10% 1 bulan • Bank 1. jumlah Deposito dan


DHE dalam mata uang • BI Tabungan serta SBI yang
7,5% 3 bulan
dolar AS yang tidak melebihi Rp7,5 juta
ditempatkan di dalam 2,5% 6 bulan 2. bunga dan Diskonto SBI
negeri yang diterima atau
0% > 6 bulan
diperoleh bank
3. bunga Deposito dan
Bunga dari Deposito 7,5% 1 bulan Tabungan serta Diskonto
DHE dalam mata uang SBI yang diterima atau
dolar Rupiah yang 5% 3 bulan
diperoleh Dana Pensiun
ditempatkan di dalam 0% 6 bulan (menggunakan SKB
negeri berdasar PER-3/PJ/2020)
0% > 6 bulan 4. bunga tabungan pada
Bunga dari Tabungan 20% Badan, BUT bank yang ditunjuk
dan Diskonto SBI, serta Pemerintah dalam rangka
bunga dari Deposito pemilikan RS dan RSS
20%/P3B WPLN
Bunga/Diskonto Obligasi (lebih dari 12 bulan)

1. PP 9 Tahun 2021 (WPLN non BUT) dan PP 91 Tahun 2021 (WPDN dan BUT)
2. PMK-85/PMK.03/2011 jo. PMK-07/PMK.11/2012

0bjek PPh Tarif Subjek Pajak Pemotong


Bunga Obligasi 10% WPDN dan BUT a. Penerbit atau custodian
(dan/atau diskonto), b. Pedagang perantara
termasuk yang 10%/P3B WPLN selain atau pembeli (sekunder)
berdasarkan prinsip (untuk PPh BUT c. Setor sendiri (obligasi
syariah Pasal 26) diterbitkan pemerintah
melalui BI-SSSS)

Pengecualian pemotongan:
a. WP dana pensiun yang pendiriannya disahkan OJK
b. WP bank (dikenai PPh umum)
Diskonto Surat Perbendaharaan Negara (SPN)

1. PP Nomor 27 Tahun 2008


2. PMK-63/PMK.03/2008

Objek Pemotongan Tarif DPP Pemotong Pajak Pengecualian


Diskonto SPN (Surat 20% Diskonto Penerbit SPN atau 1. Bank di
Utang Negara jangka (WPDN dan SPN perusahaan efek Indonesia
waktu maks. 12 bulan BUT) (broker) 2. Dana Pensiun
dengan pembayaran 3. Reksadana
bunga secara 20%
diskonto) (WPLN)
Penghasilan atas Penjualan Saham di Bursa Efek

1. PP Nomor 41 Tahun 1994 s.t.d.t.d. PP Nomor 14 Tahun 1997


2. KMK-282/KMK.04/1997

Penyetoran Tambahan
Objek
Tarif DPP Pemotong Pajak PPh Atas Saham
Pemotongan
Pendiri
Transaksi 0,1% Jumlah Penyelenggara • Paling lambat 1
Penjualan bruto bursa efek melalui bulan setelah
Saham di penjualan perantara pedagang diperdagangkan di
Bursa Efek efek pada saat bursa efek.
pelunasan transaksi • Apabila pemilik
penjualan saham saham pendiri tidak
Nilai Saham Tambahan Jumlah Emiten a.n. pemilik memilih 0,5%, akan
pada saat 0,5% bruto saham pendiri dikenakan PPh
IPO (Saham penjualan sesuai ketentuan
Pendiri) umum.
Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan

1. PP Nomor 34 Tahun 2016


2. PMK-261/PMK.03/2016
0bjek PPh Tarif DPP Pemotong
Pengalihan hak 0% Kepada pemerintah, a. Nilai berdasarkan kep. • Setor sendiri
atas tanah BUMN/BUMD Pejabat sebelum akta
dan/atau penugasan untuk kep. b. Nilai risalah lelang ditandatangani
bangunan umum c. Nilai yang seharusnya • SSP harus
(UU 2 Tahun 2012) (hubungan istimewa) divalidasi oleh
Perjanjian 1% Pengalihan RS dan RSS d. Nilai yang KPP atau melalui
pengikatan jual oleh WP developer sesungguhnya (bukan ePHTB
beli atas tanah hub. Istimewa)
2,5% Selain di atas e. Nilai yang seharusnya
dan/atau
bangunan berdasarkan harga
beserta pasar (tukar, hibah, dll)
perubahannya
(PPJB)

Validasi Online melalui www.pajak.go.id/ ePHTB (PER-21/PJ/2019):


a. Menggunakan tarif tunggal
b. Pembayaran dengan SSP/NTPN
c. Pembayaran maks. 10 SSP/NTPN
Persewaan Tanah dan/atau Bangunan

1. PP Nomor 34 Tahun 2017


2. KMK-394/KMK.04/1996 jo. KMK-120/KMK.03/2002

0bjek PPh Tarif DPP Pemotongan Saat Penyetoran

Sewa Tanah 10% semua jumlah yang Dipotong saat pembayaran


dan/atau dibayarkan/ diakui sebagai (jika lawan atau terutangnya
Bangunan utang oleh Penyewa transaksi sewa, tergantung
dengan nama dan dalam pemotong pajak) peristiwa mana lebih
bentuk apapun, yang dahulu terjadi
berkaitan dengan tanah
dan/atau Bangunan yang
penghasilan yang disewa termasuk biaya Setor sendiri
diterima perawatan, biaya (jika lawan
pemegang hak pemeliharaan, biaya transaksi bukan
atas tanah dari keamanan, biaya layanan, pemotong pajak)
Investor terkait dan biaya fasilitas lainnya,
perjanjian Bangun baik yang perjanjiannya
Guna Serah (BGS) dibuat secara terpisah
maupun yang disatukan
Usaha Jasa Konstruksi
1. PP Nomor 51 Tahun 2008 s.t.d.t.d PP Nomor 40 Tahun 2009
2. PMK-187/PMK.03/2008 s.t.d.t.d. PMK-153/PMK.03/2009
Bentuk jasa Kualifikasi Usaha Tarif Pemotongan Saat Terutang

Pelaksanaan Memiliki kualifikasi 2% • Dipotong Saat terutangnya


Konstruksi usaha Kecil (jika lawan transaksi PPh adalah
Pelaksanaan Memiliki kualifikasi 3% pemotong pajak) pada saat
Konstruksi Usaha Menengah atau pembayaran
Besar • Setor sendiri
(jika lawan transaksi
Pelaksanaan Tidak memiliki 4% bukan pemotong pajak)
Konstruksi kualifikasi
Perencanaan Memiliki kualifikasi 4% • Jika ada selisih nilai
/Pengawasan kontrak dengan PPh
Konstruksi yang dipotong, maka
kekurangannya
Perencanaan Tidak memiliki 6%
disetor sendiri
/Pengawasan kualifikasi
Konstruksi

Kualifikasi usaha dan jenis jasa konstruksi sesuai dengan PER-


LPJK Nomor 3/2017 dan PER-LPJK Nomor 4/2017
Hadiah Undian

1. PP Nomor 123 Tahun 2000


2. PER-11/PJ/2015

Objek Pemotongan Tarif DPP Pemotong Pajak

Hadiah Undian dengan nama 25% Jumlah bruto Penyelenggara undian


dan dalam bentuk apapun hadiah undian
Bunga Simpanan Koperasi kepada Anggota Orang Pribadi

1. PP Nomor 15 Tahun 2009


2. PMK-112/PMK.03/2010

Objek Pemotongan Tarif DPP Pemotong Pajak

bunga simpanan yang 0% (bunga simpanan Jumlah bruto Koperasi yang membayar
dibayarkan oleh koperasi s.d. Rp240 ribu) bunga bunga simpanan
kepada anggota koperasi simpanan koperasi, pada saat
orang pribadi 10% (bunga simpanan pembayaran
> Rp240 ribu)
Pajak Penghasilan Final
Pasal 15
Pajak atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri,
Perusahaan Pelayaran/Penerbangan Luar Negeri, dan
Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri
PPh Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri
KMK-416/KMK.04/1996 dan SE-29/PJ.4/1996

▪ Objek Pajak: Penghasilan yang diterima/diperoleh WP pelayaran Dalam Negeri (SIUPAL)


dari pengangkutan orang dan/atau barang, termasuk penghasilan penyewaan kapal dari :
✓ pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lainnya di Indonesia;
✓ pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia;
✓ pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia; dan
✓ pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar Indonesia.
▪ Norma Penghitungan Khusus Penghasilan neto: 4% dari peredaran bruto.
▪ Pajak Terutang: 1,2% dari peredaran bruto dan bersifat final.
▪ Cara Pelunasan:
✓ penghasilan dari charter dengan pemotong pajak, maka pihak yang membayar wajib
memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan.
✓ penghasilan selain di atas, maka WP pelayaran dalam negeri wajib menyetor sendiri
PPh yang terutang.
PPh Perusahaan Pelayaran/Penerbangan Luar Negeri
KMK-417/KMK.04/1996 dan SE-32/PJ.4/1996

▪ WP Pelayaran/Penerbangan Luar Negeri adalah WP yang bertempat kedudukan di


luar negeri yang melakukan usaha melalui BUT di Indonesia .
▪ Objek Pajak: Semua nilai pengganti/imbalan berupa uang dari pengangkutan orang
dan/atau barang yang dimuat dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia
dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.
▪ Norma Penghitungan Khusus Penghasilan neto : 6% dari peredaran bruto.
▪ Pajak Terutang: 2,64 % dari peredaran bruto dan bersifat final.
▪ Cara Pelunasan:
✓ penghasilan dari charter, maka pihak yang membayar wajib memotong PPh
yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan atau nilai
pengganti
✓ penghasilan selain di atas, maka Wajib Pajak perusahaan pelayaran dan/atau
penerbangan luar negeri wajib menyetor sendiri PPh yang terutang
PPh Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri
KMK-475/KMK.04/1996 dan SE-35/PJ.4/1996

▪ WP Penerbangan Dalam Negeri: WP perusahaan penerbangan yang bertempat


kedudukan di Indonesia yang memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian
charter.
▪ Objek Pajak: Semua nlai pengganti/imbalan berupa uang yang diterima/
diperoleh WP berdasarkan perjanjian charter dari pengangkutan orang dan/atau
barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia
dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.
▪ Norma Penghitungan Khusus Penghasilan neto: 6% dari peredaran bruto.
▪ Pajak Terutang: 1,8 % dari peredaran bruto dan bersifat tidak final (pembayaran
PPh Pasal 23)
▪ Cara Pelunasan: pemotongan oleh pencharter sepanjang pencharter tersebut
adalah pemotong pajak
CARA MENGHITUNG PAJAK
Pasal 16
TAX
Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak

WPDN WP Tertentu WPLN

Norma
Cara Biasa Penghitungan WP LN
Khusus Melalui BUT
(Pasal 15)
Norma WP LN
Penghitungan Lainnya
CARA MENGHITUNG PAJAK
Penghasilan Kena Pajak

Penghasilan Kena Pajak WP Badan DN


(Pasal 16 ayat (1))

Biaya
Penghasilan Pasal 6 dan Penghasilan
Pasal 4 ayat (1) Pasal 9 ayat Neto
(1) d, e, f

Kompensasi
Penghasilan Kerugian Penghasilan
Neto Kena Pajak
Pasal 6 ayat (2)
CARA MENGHITUNG PAJAK
Penghasilan Kena Pajak

Penghasilan Kena Pajak BUT


(Pasal 16 ayat (3))

Biaya
Penghasilan Pasal 5 ayat (2) Penghasilan
Pasal 5 ayat (1), dan (3), Pasal 6, Neto
Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 9
ayat (1) d, e, f

Kompensasi
Penghasilan Kerugian Penghasilan
Neto Pasal 6 ayat Kena Pajak
(2)
CARA MENGHITUNG PAJAK
Tarif Pajak

% Tarif Pajak

Tarif
Tarif Umum Khusus/tersendiri
(Final)

Pasal 5 ayat (2) UU 2/2020


• Penurunan Tarif PPh sebesar 3% bagi
Pasal 17 Wajib Pajak DN berbentuk Perseroan
OP = (5%, 15%, 25%, Pasal 4 ayat (2) Terbuka (saham diperdagangkan di
30% (Progresif) bursa efek di Indonesia)
Pasal 15
Badan= 22% / 20%

Fasilitas Pasal 31E


• Pengurangan 50% Tarif PPh Bagi
Wajib Pajak Badan dengan peredaran
bruto sampai dengan 50 Miliar
PPh terutang
CARA MENGHITUNG PAJAK

PPh
terutang

Dikurangi kredit
pajak
(PPh 21, PPh 22, PPh
23, PPh 24, PPh 25,
PPh 26(5))

Pasal 28A Pasal 29


PPh Lebih PPh kurang
Bayar bayar
25
ANGSURAN TAHUN BERJALAN

PPh Pasal
PPh Terutang Menurut
SPT Tahunan PPh Tahun Pajak Sebelumnya

DIKURANGI PPh Pasal 25 untuk bulan


sebelum SPT PPh
disampaikan sblm batas
PPh Yang PPh Yang waktu penyampaian SPT
Dipotong Atau Terutang atau dibayar
Tahunan PPh =
Dipungut : di ln
Yang boleh
PPh Pasal 25 bulan
PPh Pasal 22 Dikreditkan terakhir dari tahun
PPh Pasal 23 (PPh Pasal 24) pajak yang lalu
(Desember)
Dibagi

12 Atau Banyaknya Bulan


Dalam Bagian Tahun Pajak
Pasal 25 ayat (6) dan (7) UU PPh

Pasal 25 ayat (6) UU PPh Pasal 25 ayat (7) UU PPh


Dirjen Pajak berwenang untuk Menteri Keuangan menetapkan
menetapkan penghitungan besarnya penghitungan besarnya angsuran bagi:
angsuran dalam hal Wajib Pajak: a. Wajib Pajak baru;
a. berhak atas kompensasi kerugian; b. Bank, BUMN, BUMD, Wajib Pajak
b. memperoleh penghasilan tidak teratur masuk bursa, dan Wajib Pajak lainnya
c. SPT Tahunan disampaikan setelah yang berdasarkan ketentuan peraturan
lewat batas waktu perundang-undangan harus membuat
d. diberikan perpanjangan waktu laporan keuangan berkala;
penyampaian SPT Tahunan c. WP OPPT
e. membetulkan SPT Tahunan yang PMK 215/PMK.03/2018
mengakibatkan angsuran lebih besar
f. terjadi perubahan keadaan usaha

KEP-537/PJ/2000

Kementerian Keuangan Republik Indonesia


Direktorat Jenderal Pajak
Fasilitas Pasal 31E

• Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun


1983 Sebagaimana telah beberapa kali diubah
dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021
1

• SE-02/PJ/2015 tentang Penegasan atas Pelaksanaan


Pasal 31E Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1983 Sebagaimana telah beberapa kali diubah
2 dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
PASAL 31E AYAT (1) UU PPh

Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan
Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas
berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang
dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto
sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah).
Penegasan atas Pelaksanaan Pasal 31E ayat (1) UU PPh

Semua penghasilan:
Lembar a. kegiatan usaha dan luar
Penghitungan Mencabut kegiatan usaha
fasilitas Ps 31E b. setelah dikurangi dengan
SE-66/PJ/2010 Self retur dan pengurangan
ayat (1) dapat
dilampirkan Assessment penjualan serta potongan
dalam SPT tunai dalam Tahun Pajak yang
Tahunan PPh bersangkutan,
Badan c. sebelum dikurangi biaya
Subjek untuk mendapatkan,
Pajak DN, menagih, dan memelihara
SE-02/PJ/2015 kecuali BUT penghasilan (dari Indonesia
(9 Jan 2015) dan luar Indonesia), meliputi:
Angsuran 1) penghasilan yang dikenai
PPh 25 = PPh bersifat final;
Tarif Ps 31E Batasan 2) penghasilan yang dikenai
ayat (1) peredaran PPh tidak bersifat final;
Untuk bruto Rp dan
50M 3) penghasilan yang
penghitungan dikecualikan dari objek
Bukan
PPh terutang pajak.
pilihan
atas Ph Kena
Pajak yang
bersifat tidak
final
TERIMA KASIH
Direktorat Peraturan Perpajakan II

70

Anda mungkin juga menyukai