, CTT
LULUSAN DIII AKUNTANSI UNRI
LULUSAN S1 AKUNTANSI UNRI (KONS. PERPAJAKAN)
MAGISTER AKUNTANSI UNIVERSITAS RIAU
Keanggotaan Profesi
Ikatan Akuntan Indonesia (Anggota Madya)
Asosiasi Konsultan Pajak Publik Indonesia (Akp2i)
Ikatan Teknisi Pajak Indonesia
BREVET
A dan B
Penghitungan PPh Badan
LABA FISKAL DIKURANGI KOMPENSASI KERUGIAN
= PPh TERUTANG
Landasan Hukum:
Pasal 2 s/ d Pasal 3
UU Pajak Penghasilan
6
Sekumpulan orang dan/atau modal yang
merupakan kesatuan baik yang melakukan
usaha maupun yang tidak melakukan usaha
yang meliputi :
PT, CV, perseroan lainnya, BUMN, BUMD,
firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik,
atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk
badan lainnya termasuk kontrak investasi
kolektif dan bentuk usaha tetap
PPhBadan/2020 1
SUBYEK PAJAK BADAN
MENJALANKAN USAHA/
KEGIATAN MELALUI BUT DI IND
MENERIMA / MEMPEROLEH
PENGHASILAN DARI INDONESIA
TANPA MELALUI BUT
B U T meliputi;
ORGANISASI INTERNASIONAL;
YANG DITETAPKAN OLEH MENKEU DGN SYARAT INDONESIA
MENJADI ANGGOTANYA DAN TDK MENJALANKAN USAHA /
KEGIATAN LAIN UNTUK MEMPEROLEH PENGHASILAN DARI
INDONESIA SELAIN PEMBERIAN PINJAMAN KPD
PEMERINTAH YG DANANYA BERASAL DARI IURAN PARA
ANGGOTA
3.
Tarif PPh Orang Tarif PPh
Pengeanaan
PPh ( Tarif) Pribadi Badan
PPhBa 1
Badan
PP 23 Tahun Pasal 17 UU
2018 PPh
(opsional)
PPhBa 1
PAJAK
PENGHASILAN
DIKENAKAN
WAJIB
PAJAK
SUBJEK PAJAK OBJEK PAJAK
ORANG PRIBADI
WARISAN BELUM TERBAGI
BADAN DITERIMA/
DIPEROLEH
BENTUK USAHA TETAP
DALAM SUATU
TAHUN PAJAK
PPhBa 1
OBJEK
PAJAK
Pasal 4 ayat (1)
PENGHASILAN
PPhBa 1
KLASIFIKAS
I
PENGHASILA
N
PPhBa 1
Penghasilan Yang
Merupakan
Jenis Penghasilan Objek PPh
Keterangan
Penghasilan dari pekerjaan seperti : gaji, honor, Umumnya di potong PPh Pasal 21 oleh
tunjangan, bonus, insentif, gratifikasi, komisi, pemberi
kerja. Harus dilaporkan dan dihitung
uang pensiun kembali besarnya PPh dalam SPT Tahunan
Hadiah dari pekerjaan atau kegiatan dan Umumnya di potong PPh Pasal 21 oleh
penghargaan pemberi kerja. Harus dilaporkan dan dihitung
kembali besarnya PPh dalam SPT Tahunan
Laba Dapat diperoleh melalui hasil pembukuan dan
usaha pencatatan. Harus dilaporkan dan di hitung
besarnya PPh di SPT Tahunan
Keuntungan karena penjualan harta, misalnya Di laporkan dan dihitung PPh nya di SPT
penjualan perhiasan, kendaraan dsb Tahunan
Bunga di luar bunga Di laporkan dan dihitung PPh nya di SPT
bank Tahunan
Royalti, keuntungan karena pembebasan Di laporkan dan dihitung PPh nya di SPT
utang, keuntungan selisih kurs Tahunan
Tambahan kekayaan Di laporkan dan dihitung PPh nya di SPT
21
neto yg berasal dari Tahunan
Penghasilan Yang bukan
Merupakan Objek
PPh
Jenis Penghasilan Keterangan
Bantuan atau sumbangan bagi pihak yg menerima bukan Harus dilaporkan
merupakan objek pajak sepanjang diterima tdk dlm rangka dan tidak
hubungan kerja, hubungan usaha, hubungan kepemilikan atau
dihitung besarnya
hubungan pengusaan antara pihak-pihak yg bersangkutan
PPh dalam SPT
Tahunan
Harta hibahan bagi pihak yg menerima bukan merupakan objek Harus dilaporkan
pajak apabila diterima keluarga sedarah dlm garis keturunan dan tidak
lurus satu sederajat, dan oleh badan keagamaan atau badan dihitung besarnya
pendidikan atau badan sosial termasuk yayasan atau orang PPh dalam SPT
pribadi pengusaha kecil termasuk koperasi yg ditetapkan
Tahunan
Menkeu, sepanjang diterima tidak dalam rangka hubungan kerja,
hubungan usaha, hubungan kepemilikan, atau hubungan
penguasaan antara pihak-pihak yg bersangkutan. Orang Pribadi
Pengusaha Kecil adalah OP yang memiliki Kekayaan bersih
paling banyak Rp 500.000 tidak termasuk tanah dan bangunan
Tempat Usaha. Termasuk Pengusaha kecil yang memiliki hasil
penjualan paling banyak Rp 2.500.000.00
22
C. Penghasilan yg Bukan Obyek Pajak (2) :
3. Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh
perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri,
koperasi, badan usaha milik Negara, atau badan usaha
milik daerah, dari penyertaan modal dan pada badan
usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan
diindonesia dengan syarat deviden berasal dari cadangan
laba yang ditahan, dan bagi perseroan yang terbatas,
badan usaha milik Negara dan badan usaha milik daerah
yang menerima deviden, kepemilikan saham pada badan
yang memberikan deviden paling rendah 25% (dua puluh
lima persen) dari jumlah modal yang disetor, (Dihapus)
4. Sisa Lebih yang Diterima atau Diperoleh Badan atau
Lembaga Nirlaba Bergerak dalam Bidang
yang Pendidikan dan/atau Bidang Penelitian dan
Pengembangan yang Dikecualikan dari
Penghasilan(80/PMK.03/2009 Jo Objek Pajak
PPhBa 1
PPhBa 2
PPhBa 2
Pajak Kurang (Lebih) Bayar
Pasal 28A, dan 29
PENGHASILAN
24
PENGHASILAN
Pasal 4 ayat (1) UU PPh
– Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak,
– dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
– yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan,
– dengan nama dan dalam bentuk apapun.
25
Klasifikasi Penghasilan
26
Objek Pajak dengan Tarif Umum
Pasal 4(1) UU PPh
29
Contoh PPh Final (2)
4 Penjualan saham di bursa efek 0,1 Jml bruto nilai transaksi PP 14/1997
penjualan.
0,5 Tambahan utk penjualan
saham pendiri.
5 Pengalihan atas tanah &/ bangunan 2,5 Nilai tertinggi antara nilai PP 34/2016
oleh WP OP & yayasan & pengalihan & NJOP PBB
organisasi sejenis.
6 Persewaan tanah &/ bangunan 10 Jml bruto nilai sewa PP 5/2002
7 Jasa konstruksi PP 51/2008
Pelaksana(kualifikasi usaha kecil) 2 Jumlah Imbalan Bruto
Pelaksana(tanpa kualifikasi usaha) 4 Jumlah Imbalan Bruto
Pelaksana(kualifiaksi menengah & 3 Jumlah Imbalan Bruto
besar)
Perencana & Pengawas (memiliki 4 Jumlah Imbalan Bruto
kualifikasi usaha)
Perencana & Pengawas (tanpa 6 Jumlah Imbalan Bruto
kualifikasi usaha)
30
PENGHASILAN DIKENAKAN PPh FINAL
Pasal 4 ayat (2) UU PPh
• Konsekuensi :
– penghasilan yang diterima atau diperoleh tidak dihitung
kembali pajaknya pada saat penghitungan pajak akhir tahun,
– pajak yang telah dibayar atau dipotong pada saat perolehan
penghasilan atau saat transaksi tidak dapat dikreditkan
dengan pajak terutang yang dihitung pada saat penghitungan
pajak akhir tahun,
– biaya-biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan perolehan
penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final tidak dapat
dikurangkan dari penghasilan sebagai dasar penghitungan
pajak terutang.
31
Penghasilan
Tidak Termasuk Objek Pajak (1)
Pasal 4 ayat (3) UU PPh
• Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh
Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau
disahkan Pemerintah;
serta
Harta hibahan yang diterima oleh badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk
Koperasi yang ditetapkan Menkeu; sepanjang tidak ada
hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
antara pihak-pihak yang bersangkutan;
32
Penghasilan
Tidak Termasuk Objek Pajak
(2)
Dividen atau penghasilan lain dengan ketentuan sebagai berikut:
33
Penghasilan
Tidak Termasuk Objek Pajak
(3)
Dividen atau penghasilan lain dengan ketentuan sebagai berikut:
2. Dividen yang berasal dari luar negeri
Dividen yang berasal dari luar negeri dan penghasilan setelah pajak
dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak badan dalam negeri atau Wajib Pajak orang
pribadi dalam negeri, sepanjang diinvestasikan atau digunakan untuk
mendukung kegiatan usaha lainnya di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu, dan memenuhi
persyaratan berikut:
a) dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan
tersebut paling sedikit sebesar 30% (tiga puluh persen) dari laba
setelah pajak; atau
b) dividen yang berasal dari badan usaha di luar negeri yang
sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek diinvestasikan di
Indonesia sebelum Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat
ketetapan pajak 34
Penghasilan
Tidak Termasuk Objek Pajak
(4)
Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menkeu, baik dibayar
oleh pemberi kerja maupun pegawai;
35
Penghasilan
Tidak Termasuk Objek Pajak
(5)
• Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal
ventura, berupa bagian laba dari pasangan usaha yang didirikan
dan menjalankan usaha di Indonesia, sepanjang perusahaan
pasangan usaha tersebut:
– merupakan perusahaan kecil atau menengah atau yang
menjalankan usaha dalam sektor usaha yang ditetapkan Menkeu;
– sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
37
Menurut SAK
Expenses
BIAYA/BEBAN
Losses
38
Menurut Fiskal
DEDUCTIBLE
(Pasal 6 UU PPh)
BIAYA
NONDEDUCTIBLE
(Pasal 9 UU PPh)
39
BIAYA-BIAYA YANG DAPAT
DIKURANGKAN (Ps. 6 UU PPh)
BIAYA
40
PENGELUARAN YANG TIDAK BOLEH DIBEBANKAN
SEKALIGUS
Pasal 9 ayat (2)
41
Apa Yang Dapat
diSusutkan/Diamortisasi ?
• Aset Tetap Berwujud
harta perusahaan yang dimiliki untuk menciptakan
penghasilan dan mempunyai masa manfaat (umur
ekonomis) lebih dari satu tahun. Terhadap aset ini
diperkenankan untuk dilakukan alokasi pembebanan biaya
melalui penyusutan dan dibebankan sebagai pengurang
penghasilan bruto.
42
SAAT MULAI PENYUSUTAN
Pasal 11 ayat (3),(4) dan (5)
NILAI SETELAH
DILAKUKAN
43
PENILAIAN KEMBALI AKTIVA
Klasifikasi Aktiva Tetap
Permanen
Bangunan
Tidak Permanen
Aktiva Tetap
I
II
Bukan Bangunan
III
44
IV
Metode Penyusutan
45
Tabel Penyusutan
Fiskal
.
KEL. HARTA MASA TARIF PENYUSUTAN
BERWUJUD MAN- GARIS LURUS SALDO MENURUN
FAAT
1. BUKAN
BANGUNAN
- KELOMPOK 1 4 THN 25 % 50 %
- KELOMPOK 2 8 THN 12,5 % 25 %
- KELOMPOK 3 16 THN 6,25 % 12,5 %
- KELOMPOK 4 20 THN 5 % 10 %
2. BANGUNAN
PERMANEN 20 THN 5 %
TDK PERMANEN 10 THN 10 %
46
Langkah-langkah Menghitung Penyusutan Fiskal (1)
47
Langkah-langkah Menghitung Penyusutan Fiskal (2)
48
AMORTISASI
Pasal 11A ayat (1)
METODE METODE
GARIS LURUS SALDO
MENURUN
PADA AKHIR
MASA MANFAAT
DIAMORTISASI
SEKALIGUS
(CLOSED ENDED)
49
MASA MANFAAT DAN TARIF AMORTISASI
Pasal 11A ayat (2),(3),(4),(5) dan (6)
- KELOMPOK 1 4 THN 25 % 50 %
- KELOMPOK 2 8 THN 12,5 % 25 %
- KELOMPOK 3 16 THN 6,25 % 12,5 %
- KELOMPOK 4 20 THN 5 % 10 %
TARIF BERDASARKAN KELOMPOK
HARTA ATAU DIBEBANKAN
1. BIAYA PENDIRIAN
SEKALIGUS PADA TAHUN
2. BIAYA PERLUASAN MODAL
TERJADINYA PENGELUARAN
51
Biaya yang diperbolehkan menjadi
pengurang penghasilan (1)
1. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan
dengan kegiatan usaha, antara lain:
a. biaya pembelian bahan;
b. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,
honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam
bentuk uang;
c. bunga, sewa, dan royalti;
d. biaya perjalanan;
e. biaya pengolahan limbah;
f. premi asuransi;
g. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan;
h. biaya administrasi; dan
i. pajak kecuali Pajak Penghasilan;
52
Biaya yang diperbolehkan menjadi
pengurang penghasilan (2)
2. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta
berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk
memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 dan Pasal 11A
3. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan;
4. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang
dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
53
Biaya yang diperbolehkan menjadi
pengurang penghasilan (3)
54
Biaya yang diperbolehkan menjadi
pengurang penghasilan (4)
55
Biaya yang diperbolehkan menjadi
pengurang penghasilan (5)
9. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana
nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah;
10. sumbangan dalam rangka penelitian dan
pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
11. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
56
Biaya yang diperbolehkan menjadi
pengurang penghasilan (6)
58
PENGELUARAN YANG TIDAK BOLEH
DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO
Pasal 9 ayat (1)
(Dihapus)
PENGGANTIAN/ IMBALAN PEKERJAAN/JASA YG DIBERIKAN DALAM
BENTUK NATURA DAN KENIKMATAN KECUALI
• PENYEDIAAN MAKANAN DAN MINUMAN BAGI SELURUH PEGAWAI;
• DI DAERAH TERTENTU (Daerah terpencil)
• DAN YANG BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN PEKERJAAN YANG
59
DITETAPKAN KEPMENKEU
PENGELUARAN YANG TIDAK BOLEH
DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO
Pasal 9 ayat (1)