Anda di halaman 1dari 97

PERSIAPAN DAN KERTAS KERJA

PENYUSUNAN PPH BADAN


TAHUN PAJAK 2022

Agus Supriyanto

1
AKUNTANSI UMUM VS PAJAK
“Service Activity” yang
berfungsi menyediakan Istilah: Pembukuan
“Proses pencatatan
informasi kuantitatif yang dilakukan secara
yang bersifat keuangan teratur
untuk dasar untuk menyediakan
pengambilan informasi sehingga dapat
keputusan. dihitung besarnya pajak”

USER: STAKE USER: DJP


HOLDER (SAK dan UU Pajak,
(Standar Penj. Ps. 28 ayat (7)
Akuntansi KUP)
Keuangan)
2
PRINSIP-PRINSIP AKUNTANSI PAJAK

1. LEX SPECIALIST 6. ACCRUAL BASIS DAN


2. GOING CONCERN CASH BASIS
3. SUBSTANCE 7. HISTORICAL COST
FORM OVER 8. REALISASI
4. TIDAK NETRAL 9. KESATUAN USAHA
5. TAAT AZAS

10. PERIODE AKUNTANSI

3
Akuntansi => PPh Badan

4
PASAL 1
UU 36/2008 (UU PPH)

Ialah:

“Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan


terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima
atau diperolehnya dalam tahun pajak.”

5
PENGHASILAN (Ps 4)

OBYEK PAJAK BUKAN OBJEK PAJAK (Ps 4(3)

FINALPs 4(2) TDKFINAL(Ps 4(1)

PEMOTONGAN DIBAYAR SENDIRI PEMOTONGAN DIBAYAR SENDIRI

Th Berjalan = Pelunasan Pajak Th Berjalan = Kredit Pajak

Akhir Tahun = PPh Dihitung


Kembali atas seluruh
pengh setahun.

6
PENGHASILAN

• (Kutipan) Penghasilan (Psl 4 ayat (1) UU PPh):

Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh


Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib
Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun,
termasuk:….

7
PENGHASILAN – PSL 4 (1)
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah,
tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali
ditentukan lain;
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c. laba usaha;
d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta; *)
e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;
f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi
kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
h. royalti;

8
PENGHASILAN – PSL 4 (1)
i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah;
l. keuntungan karena selisih kurs mata uang asing; *)
m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n. premi asuransi;
o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib
Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.*)
q. penghasilan dari usaha yang berbasis syariah;
r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai
ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
s. surplus Bank Indonesia.

9
TAMBAHAN KEKAYAAN NETO YANG BERASAL DARI PENGHASILAN
YANG BELUM DIKENAKAN PAJAK (PS 4(1) HURUF P UU 36/2008.

• Tambahan kekayaan neto pada hakikatnya merupakan akumulasi


penghasilan baik yang:
– telah dikenakan pajak dan yang
– bukan Objek pajak serta yang
– belum dikenakan pajak.

Apabila diketahui adanya tambahan kekayaan neto yang melebihi akumulasi penghasilan
yang telah dikenakan pajak dan yang bukan objek pajak, maka tambahan kekayaan neto
tersebut merupakan penghasilan.

10
PENGHASILAN DIKECUALIKAN DARI
OBJEK PAJAK (PASAL 4(3)
a) Bantuan, sumbangan, hibah. *)
b) Warisan
c) Setoran saham
d) Natura dan Kenikmatan *)
e) Penggantian Asuransi KKJDB yang diterima WPOP
f) Dividen yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha
Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat ttt:
g) iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri
Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
h) penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-
bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
i) bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak
investasi kolektif;

11
PENGHASILAN DIKECUALIKAN DARI
OBJEK PAJAK (PASAL 4(3)
j) penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari
badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,
dengan syarat
k) beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
l) sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam
bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada
instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana
kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4
(empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
m) bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada
Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.

12
BANTUAN ATAU SUMBANGAN HIBAH BUKAN OBJEK

Yang dikecualikan dari Objek Pajak adalah:


a. 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk
atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk
atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan,
badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak
yang bersangkutan;, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan

13
BANTUAN ATAU SUMBANGAN HIBAH BUKAN OBJEK

Yang dikecualikan dari Objek Pajak adalah:


2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan,
badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
di antara pihak-pihak yang bersangkutan;

14
KETENTUAN MENGENAI HIBAH, BANTUAN YANG BUKAN
OBJEK PPH BAGI PENERIMA

– PMK 245/PMK.03/2008 bahwa:


Harta hibah, bantuan, atau sumbangan yang diterima oleh:
a. keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat;
b. badan keagamaan;
c. badan pendidikan;
d. badan sosial termasuk yayasan dan koperasi; atau
e. orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil,
dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan.

Pasal 2
(1) Keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
huruf a adalah orang tua dan anak kandung.

15
DIVIDEN BUKAN OBJEK PAJAK
• Dividen yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam
negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat:
1) dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2) bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik
Daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor;
• Bukan objek (4): Koperasi, PT, BUMN, BUMD
• Dengan syarat (3): PT, BUMN, BUMD

16
ASPEK PAJAK PEMBAGIAN LABA PT BAGI
PENERIMA

Pemegang saham Kepemilikan status dividen Witholding Tax

PT - Dalam Negeri 10% Objek PPh PPh 23 – 15%


PT – Dalam Negeri ≥25% Bukan Objek -
Perorangan DN 10% Objek PPh Final PPh Final – 10%
Perorangan DN ≥25% Objek PPh Final PPh Final – 10%
Koperasi - DN 10% Bukan Objek -
Koperasi - DN ≥25% Bukan Objek -
CV 10% Objek PPh PPh 23 – 15%
CV ≥25% Objek PPh PPh 23 – 15%
WPLN (OP/Badan) 10% Objek PPh PPh 26 - 20% atau sesuai TT

WPLN (OP/Badan) ≥25% Objek PPh PPh 26 - 20% atau sesuai TT

17
PPH PASAL 4(2)
(2) Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan
bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
b. penghasilan berupa hadiah undian;
c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di
bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi,
usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
e. penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

18
PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH
BERSIFAT FINAL PS 4(2)

1. Bunga Deposito (PP 131 Th 200)


2. Bunga dan Diskonto Obligasi di Bursa (PP 6 Th 2002)
3. Penjualan saham bursa (PP 41 Th 1994 stdtd PP 14 Th 1997
4. Penjualan saham modal ventura
5. Hadiah Undian (PP 132 Th 2000)
6. Penyalur /dealer/ agen produk BBM
7. Pengalihan hak atas tanah dan bangunan (PP 27 th 96 stdtd PP 79 Th 1999
8. Sewa Tanah dan Bangunan (PP 29 Th 1996 stdtd PP 5 Th 2002)
9. Pengh Jasa Konstruksi (PP 51/2008)
10. Perwakilan Dagang Asing
11. Pelayaran/Penerbangan Asing
12. Pelayaran Dalam Negeri
13. Revaluasi aktiva tetap
14. Transaksi Derivatif yang diperdagangkan di Bursa

19
Objek PPh Pasal 4 ayat (2)
No Objek Tarif DPP Sifat Dasar Hukum

1 Usaha pelaksanaan 2%, 3%, 4% Seluruh Final PP 51 Th 2008, jo


Usaha perencanaan 4%, 6% Tagihan PP 40/2010
dan pengawasan jasa Sejak 1/1/2008
konstruksi
2 Persewaan tanah dan 10% Jumla Final PP 29 Th 1996
atau bangunan h PP 5 Th 2002
bruto
3 Bunga deposito dan 20% Penghasil Final PP 131 Th 2000
tabungan an Bruto
serta diskonto SBI
4 Hadiah Undian 25% Jumla Final PP 132 Th 2000
h
bruto
5 Penjualan saham 0.1% Nilai Final PP 14 Th 1997
transak
si
6 Pengalihan hak atas 5% Jumlah Final PP 27 Th 1996
tanah/bangunan yang 1% (RSS) bruto PP 79 Th 1999
diterima badan dan PP 71 Th 2008
20
koperasi
Objek PPh Pasal 4 ayat (2)

No Objek Tarif DPP Sifat Dasar Hukum

7 PPh atas Bunga 20% Jumlah Final PP 6 Th 2002


Diskonto Obligasi yang 0%, 5%, 15%, bruto PP 16 Th 2009
diperdagangkan di 20% bunga/
Bursa Efek diskonto

8 Dividen diterima OP 10% Penghasil Final PP 19 Th 2009


an Bruto
9 Transaksi Derivatif 2,5% Margin Awal Final PP 17 Th 2009
kontrak berjangka
diperdagangkan di
Bursa
10 BUnga simpanan anggota 0% (<240.000) Jumlah bruto Final PP 15 Th 2009
koperasi 10% (>240.000)

21
PENGURANG PENGHASILAN (BIAYA)
PASAL 6

Pasal 6
(1) Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap,
ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan, termasuk: … (ke hal..40)
(2) Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan
mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.
(3) Kepada orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri diberikan pengurangan
berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.

22
BUKAN PENGURANG PENGHASILAN
(BUKAN BIAYA) PASAL 9

Pasal 9
(1) Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri
dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan: …… (ke hal..62)
(2) Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan
sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A

23
PASAL 6(1)
Pasal 6
(1) Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan
berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan, termasuk
a.biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain: (HAL 42)
b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran
untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A;
c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau
yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;
e. kerugian selisih kurs mata uang asing;
f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat: ….

24
PASAL6(1)
i. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah;
j. sumbangandalamrangkapenelitian danpengembanganyang dilakukan di Indonesiayang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
k. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan PeraturanPemerintah;
l. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan
m. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

**Beban-beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan,
yaitu beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun dan yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun. Beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih
dari 1 (satu) tahun merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji, biaya administrasi
dan bunga, biaya rutin pengolahan limbah dan sebagainya, sedangkan pengeluaran yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau melalui
amortisasi. Di samping itu, apabila dalam suatu tahun pajak didapat kerugian karena penjualan harta
atau karena selisih kurs, kerugian-kerugian tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

25
PENJELASAN
a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara
lain:
1. biaya pembelian bahan;
2. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus,
gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
3. bunga, sewa, dan royalti;
4. biaya perjalanan;
5. biaya pengolahan limbah;
6. premi asuransi;
7. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan;
8. biaya administrasi; dan
9. pajak kecuali Pajak Penghasilan;

Biaya-biayayangdimaksud padaayat ini lazim disebut biaya sehari-hari yang boleh dibebankan
pada tahun pengeluaran. Untuk dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran-pengeluaran
tersebut harus mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha atau
kegiatan untuk mendapatkan, menagih, danmemelihara penghasilan yang merupakanobjek pajak.
Dengan demikian, pengeluaran-pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang bukan merupakan objek pajak tidak boleh dibebankan sebagai biaya.

26
PENJELASAN
Contoh:
Dana PensiunAyang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan
memperoleh penghasilan bruto yang terdiri dari:
a. penghasilan yang bukan merupakan objek pajak sesuai
dengan Pasal 4 ayat (3) huruf h Rp100.000.000,00
b. penghasilan bruto lainnya sebesar Rp300.000.000,00(+)
Jumlah penghasilan bruto Rp400.000.000,00

Apabila seluruh biaya adalah sebesar Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), biaya
yang boleh dikurangkan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan
adalah sebesar 3/4 x Rp200.000.000,00 = Rp150.000.000,00.

Demikian pula bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli saham tidak
dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang dividen yang diterimanya tidak merupakan
objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f. Bunga pinjaman yang
tidak boleh dibiayakan tersebut dapat dikapitalisasi sebagai penambah harga perolehan
saham.

27
PENJELASAN
Pengeluaran-pengeluaran yang tidak ada hubungannya dengan upaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan, misalnya pengeluaran-pengeluaran untuk keperluan
pribadi pemegang saham, pembayaran bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk
keperluan pribadi peminjam serta pembayaran premi asuransi untuk kepentingan pribadi,
tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Pembayaran premi asuransi oleh pemberi kerja
untuk kepentingan pegawainya boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan, tetapi bagi
pegawai yang bersangkutan premi tersebut merupakan penghasilan.

Pengeluaran-pengeluaransehubungan dengan pekerjaan yang boleh dikurangkan dari


penghasilan bruto harus dilakukan dalam bentuk uang. Pengeluaran yang dilakukan dalam
bentuk natura atau kenikmatan, misalnya fasilitas menempati rumah dengan cuma-cuma,
tidak boleh dibebankan sebagai biaya, dan bagi pihak yang menerima atau menikmati
bukan merupakan penghasilan. Namun, pengeluaran dalam bentuk natura atau kenikmatan
tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e, boleh dibebankan sebagai
biaya dan bagi pihak yang menerima atau menikmati bukan merupakan penghasilan.

28
PENJELASAN
Pengeluaran-pengeluaran yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus dilakukan
dalam batas-batas yang wajar sesuai dengan adat kebiasaan pedagang yang baik. Dengan
demikian, apabila pengeluaran yang melampaui batas kewajaran tersebut dipengaruhi oleh
hubungan istimewa, jumlah yang melampaui batas kewajaran tersebut tidak boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto. Selanjutnya lihat ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1)
huruf f dan Pasal 18 beserta penjelasannya.
Pajak-pajak yang menjadi beban perusahaan dalam rangka usahanya selain Pajak
Penghasilan, misalnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Meterai (BM), Pajak Hotel,
dan Pajak Restoran, dapat dibebankan sebagai biaya.

Mengenai pengeluaran untuk promosi perlu dibedakan antara biaya yang benar-benar
dikeluarkan untuk promosi dan biaya yang pada hakikatnya merupakan sumbangan. Biaya
yang benar-benar dikeluarkan untuk promosi boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.

Besarnya biaya promosi dan penjualan yang diperkenankan sebagai pengurang


penghasilan bruto diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
.
29
PENJELASAN
Huruf b
Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan harta tak
berwujud serta pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1
(satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi.
Selanjutnya lihat ketentuan Pasal 9 ayat (2), Pasal 11, dan Pasal 11A beserta
penjelasannya.
Pengeluaran yang menurut sifatnya merupakan pembayaran di muka, misalnya
sewa untuk beberapa tahun yang dibayar sekaligus, pembebanannya dapat
dilakukan melalui alokasi.

30
PENYUSUTAN FISKAL
1. Biaya penyusutanyang diakui adalahatas aktiva 3M
2. MetodepenyusutanGLatau SM
3. Dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada
bulan selesainya pengerjaanharta tersebut.
4. WP boleh memulai penyusutan sejak harta digunakan atau pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan
dengansyarat memperolehpersetujuan dirjen Pajak.
5. Jika harta direvaluasi, maka penyusutan mulai baru lagi.
6. Golonganharta juga sudahditetapkan. Mulai1 Januari2009mengacupadaPMK96/PMK.03/2009.
7. Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut dibebankan sebagai
kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yang diterima atau diperoleh dibukukan sebagai
penghasilanpadatahun terjadinya penarikan harta tersebut.
8. Apabila hasil penggantian asuransi yangakan diterima jumlahnya baru dapat diketahui
dengan pasti di masa kemudian, maka denganpersetujuan Direktur Jenderal Pajak jumlah sebesar
kerugiandibukukan sebagai bebanmasa kemudiantersebut.
9. Harta yang dihibahkan disumbangkan, yang memenuhi syarat sebagai bukan objek pajak bagi penerimanya, nilai
bukunya tidak bolehdibebankansebagai biaya
10. Terdapat perlakuan khusus untuk penyusutan harta berupa kendaraan dinas dan handphone yang dimiliki
perusahaan yang diperuntukkan bagi karyawan yang menduduki jabatan tertentu, yaitu KEP-220/PJ./2002
besarnyapenyusutanyang dibolehkanuntuk dikurangkanhanya sebesar 50%.
11. Tidak mengenal azas materialitas..
31
PENGURANGPENGHASILAN
BRUTO BIAYA
PENYUSUTAN
Kelompok Harta Berwujud/ Masa Tarif Penyusutan
Tidak Berwujud Manfaat

Garis Lurus Saldo Menurun


Bukan Bangunan dan Harta
Tidak
Berwujud
4 thn 25 % 50 %
Kelompo
8 thn 12,5 % 25 %
k1
16 thn 6,25 % 12,5 %
Kelompok 2
20 thn 5% 10 %
Kelompok 3
Kelompok 4
Bangunan
Permanen 20 thn 5% Tidak ada
Tidak 10 thn 10 % Tidak ada
Permanen
32
PENYUSUTAN-SPT

33
PENGGOLONGAN PENYUSUTAN
PMK-96/PMK.03/2009
TENTANG
JENIS-JENIS HARTAYANGTERMASUK DALAM
KELOMPOK HARTABERWUJUD BUKAN
BANGUNAN UNTUK KEPERLUAN PENYUSUTAN

34
PENYUSUTAN
Pasal 1
(1)Untuk keperluan penyusutan, harta berwujud bukan bangunan sesuai dengan masa manfaat dikelompokkan menjadi
Kel 1, Kel 2, Kel 3, danKel 4.
(2)Jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan pada Kel 1, Kel 2, Kel 3, dan Kel 4 adalah sebagaimana ditetapkan
dalam Lamp I, Lamp II, Lamp III, dan Lamp IV Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari PMKini.
Pasal 2
(1)Jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan yang tidak tercantum dalam LampI, Lamp II, Lamp III, dan Lamp IV,
untuk kepentingan penyusutan digunakanmasa manfaatdalamKel 3 sebagaimana dimaksuddalamPasal 1 ayat (1).
(2)Dikecualikan dari ketentuan pada ayat (1), WP dapat memperoleh penetapan masa manfaat atas jenis-jenis harta
berwujudbukanbangunansesuai dengan masamanfaatyang sesungguhnya.
(3) Untuk memperoleh penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), WP harus mengajukan permohonan kepada
Dirjen Pajak denganmenunjukkanmasa manfaatyang sesungguhnyajenis-jenis harta berwujud bukanbangunan.
(4)Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, WP menggunakan masa manfaat jenis-jenis
harta berwujudbukan bangunansebagaimanadimaksudpadaayat (1).
Pasal 3
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan dan penetapan masa manfaat yang sesungguhnya harta
berwujud bukan bangunan untuk keperluan penyusutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, diatur dengan
Peraturan Direktur JenderalPajak.

35
KENDARAANDINAS DAN HANDPHONE
KEP-220/PJ./2002
Biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin dan biaya penyusutan untuk
pemeliharaan atau perbaikan rutin dan biaya penyusutan kendaraan dinas
(kelompok II) yang dimiliki dan digunakan untuk pegawai tertentu karena jabatan
atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50%
(lima puluh persen);
Biaya kendaraan dinas berupa bus, minibus, atau yang dan sejenis (kelompok II)
yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk antar jemput para pegawai,
dapat dibebankan seluruhnyasebagai biaya perusahaan.
Biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan dan biaya
penyusutan telepon seluler (kelompok I) yang dimiliki dan dipergunakan
perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat
dibebankan sebagai biaya perusahaansebesar 50% (lima puluh persen).
Ketentuan ini mulai berlaku bulan April 2002, sehingga penghitungan penyusutan
untuk tahun perlu memperhatikanjumlah bulan secara teliti.

36
AMORTISASI FISKAL
– Dilakukan atas atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud
dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna
bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill) yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang dipergunakan
untuk mendapatkan,menagih, dan memeliharapenghasilan.
– dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk bidang
usaha tertentu yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan.
– Metode amortisasi bisa garis lurus atau saldo menurun. Tarifnya sama
dengan tarif penyusutan.
– Biaya pendirian dan biaya perluasan modal dibebankan pada tahun
terjadinya pengeluaran atau diamortisasi.

37
AMORTISASI FISKAL
5. Hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu)
tahun di bidang penambangan MIGAS dilakukan dengan menggunakan metode
satuan produksi.
➢ Cat: Realisasi penambangandibandingkan dengan perkiraan kandungan.
6. Hak Penambangan NON MIGAS, HPH, dan Hak pengusahaan sumber alam
serta hasil alam lainny, dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi
paling tinggi 20%(dua puluh persen) setahun.
7. Pengeluaran sebelum operasi komersial yang mempunyai masa manfaat lebih
dari 1 (satu) tahun, dikapitalisasi dan kemudian diamortisasi. Misalnya biaya studi
kelayakan dan biaya produksi percobaan (tidak termasuk biaya-biaya operasional
yang sifatnya rutin, seperti gaji pegawai, biaya rekening listrik dan telepon, dan
biaya kantor lainnya). Untuk pengeluaran operasional yang rutin ini tidak boleh
dikapitalisasi tetapi dibebankan sekaligus padatahun pengeluaran.

38
AMORTISASI FISKAL –
PMK 248/PMK.03/2008
• Bidang usaha tertentu meliputi:
– BIDANG usaha kehutanan, yaitu BIDANG usaha hutan, kawasan hutan,
dan hasil hutan yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan
baru menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1 (satu) tahun.
– BIDANG usaha perkebunan tanaman keras, yaitu BIDANG usaha
perkebunan yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru
menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1 (satu) tahun.
– BIDANG usaha peternakan, yaitu BIDANG usaha peternakan dimana
ternak dapat berproduksi berkali-kali dan baru dapat dijual setelah
dipelihara sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun.
• Amortisasi untuk bidang usaha tertentu dimulai pada bulan
dilakukannya pengeluaran atau pada bulan produksi komersial.
• Bulan produksi komersial adalah bulan dimana penjualan mulai
dilakukan.

39
SYARAT PIUTANGTAKTERTAGIH
Syarat Penghapusan PiutangTak Tertagih :
MenurutPMK 105/PMK.03/2009 stdd PMK-57/PMK.03/2010, berlaku 1/1/2009
Syarat:
a. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak
dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
c. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah
diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau
instansi pemerintah yang menangani piutang negara, // atau terdapat
perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang
antara kreditur dan debitur atas piutang yang nyata-nyata tidak dapat
ditagih tersebut, // atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum
atau khusus, // atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya
telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.

40
SYARAT PIUTANGTAKTERTAGIHSESUAI
PMK 105/PMK.03/2009 – SDHDICABUT)
Syarat Penghapusan Piutang Tak Tertagih : Menurut PMK 105/PMK.03/2009 stdd PMK-
57/PMK.03/2010 berlaku Juni 2009 sd Maret 2010
Syarat:
(1) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat
dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, sepanjang memenuhi persyaratan:
a. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah dibukukan sebagai
penghasilan oleh debitur yang bersangkutan pada tahun yang bersangkutan;
b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
tersebut kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
c. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah diserahkan perkara
penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yangmenangani
piutangnegara, atau terdapatperjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur atas piutang yang nyata-nyata tidak
dapat ditagih tersebut, atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus,
atau adanyapengakuandari debitur bahwautangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang
tertentu.

41
PENEGASAN NONDEDUCTIBLEEXPENSES
(PP 94 TH 2010)
• Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
yang bukan merupakan Objek Pajak;
• biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan
yang pengenaan pajaknya bersifat final;
• biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan
yang dikenakan pajak berdasarkan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan
Norma Penghitungan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal
15 Undang-undang Pajak Penghasilan;
• Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi penghasilan
• kerugian dari harta atau utang yang tidak dimiliki dan tidak
dipergunakan dalam usaha atau kegiatan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek
Pajak.
42
PASAL9
Pasal 9
(1)
(1) Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk
usaha tetap tidak boleh dikurangkan: ……
a.pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang
dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi;
b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu,
atau anggota;
c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali: …..
d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja
dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;
e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk
natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta
penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan;
f. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak
yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan;
43
PASAL 9(1)
g. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil
zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya
wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah;
h. Pajak Penghasilan;
i. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang
menjadi tanggungannya;
j. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham;
k. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang
berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.

44
PEMBENTUKAN CADANGN TIDAK DIPERKENANKAN,
KECUALI UNTUK BIDANGUSAHA:

• Bank, Sewa guna usaha dengan hak opsi, pembiayaan, anjak piutang,
• Asuransi, termasuk LPJS,
• Pertambangan (biaya reklamasi)
• Penjaminan (LPS),
• Pembuangan limbah industri,
• Penanaman kembali kehutanan.

Pasal 9 ayat (1) huruf c UUPPh,


Ketentuan lebih lanjut dalam PMK 81/PMK.03/2009

45
NATURADANKENIKMATANTIDAK DIPERKENANKAN,KECUALI
YANG DIATUR KHUSUS
• Misalnya pemberian natura dan kenikmatan kepada karyawan
berupa:
• Beras, gula
• Fasilitas kesehatan
• Fasilitas rumah tinggal
• Kenikmatan berupa PPh 21 yang ditanggung perusahaan.
• Kendaraan dinas : sebesar 50%
• Handpone dan pulsa: sebesar 50%
• Dll
• Bagi karyawan, natura dan kenikmatan tsb bukan sebagai
penghasilan.

46
NATURADAN KENIKMATAN YANGDIPERKENANKAN,
SEBAGAIMANA DIATUR DALAMPMK 83/PMK.03/2009

• Pemberian NATURA dan kenikmatan yang dapat dikurangkan dari


penghasilan bruto pemberi kerja dan bukan merupakan
penghasilan bagi Pegawai yang menerimanya adalah:
a. Pemberian atau penyediaan makanan dan/atau minuman bagi
seluruh Pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaanpekerjaan.
b. Penggantian atau imbalan dalam bentuk NATURA atau kenikmatan
yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah
tertentu dalam rangka menunjang kebijakan pemerintah untuk
mendorong pembangunan di daerah tersebut.
c. Pemberian NATURA dan kenikmatan yang merupakan keharusan
dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja
atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya.

47
BIAYABEASISWADIPERKENANKAN DAN BUKAN PENGHASILAN
BAGI PENERIMASESUAI DENGAN
PMK246/PMK.03/2008 STDD PMK154/PMK.03/2009

• dalam rangka mengikuti pendidikan formal dan/atau pendididikan nonformal yang


dilaksanakan di dalam negeri dan/atau di luar negeri
• Penerima beasiswa tidak mempunyai hubunganistimewa dengan:
» Pemilik;
» Komisaris;
» Direksi; atau
» Pengurus,
• Komponen beasiswa terdiri dari biaya pendidikan yang dibayarkan ke sekolah
(tuition fee), biaya ujian, biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi yang
diambil, biaya untuk pembelian buku, dan/atau biaya hidup yang wajar sesuai
dengan daerah lokasi tempat belajar

48
BANTUAN, SUMBANGAN TIDAK
DIPERKENANKAN KECUALI:

• sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang


ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
• sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di
Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
• biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah;
• sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah;
• sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah

Pasal 6 ayat (1) UU PPh

49
SYARAT SUMBANGAN DIAKUI SESUAI
PP 93 TH 2010
• Syarat:
a. Wajib Pajak mempunyai penghasilan neto fiskal berdasarkan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak
sebelumnya;
b. pemberian sumbangan dan/atau biaya tidak menyebabkan rugi pada
Tahun Pajak sumbangan diberikan;
c. didukung oleh bukti yang sah; dan
d. lembaga yang menerima sumbangan dan/atau biaya memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak, kecuali badan yang dikecualikan sebagai subjek
pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pajak
Penghasilan.
▪ Besarnya maksimum 5% x Ph neto fiskal th lalu
▪ Tidak Berlaku jika pemberi sumbangan dan penerima
mempunyai
hubungan istimewa.
50
BEBAN PPH TIDAK DIPERKENANKAN

• PPh 22, PPh 23, PPh 24, PPh 25 bukan bersifat biaya dan diperlakukan
sebagai
kredit pajak.
• Beban PPh pihak lain yang dibayar perusahaan juga tidak diperkenankan.
• Contoh;
1. Bayar jasa service Rp 10 juta dan menanggung PPh 23 sebesar 2%
yaitu Rp
200.000,-
2. Menanggung PPh 21 karyawan
Untuk menghindari kerugian akibat PPh yang tidak dibiayakan adalah
dengan:
1. Menggrosup nilai jasa service
2. Memberi tunjangan PPh 21 kepada karyawan

5
KOREKSI POSITIF LAINNYA

1. Kerugian dari harta yang tidak digunakan untuk 3 M


2. Biaya penghapusan Piutang Tak Tertagih Yang
Tidak memenuhi persyaratan.
3. Biaya entertainment yang tidak memenuhi syarat.
4. Biaya promosi yang tidak memenuhi persyaratan.
5. Iuran kepada Dana Pensiun yang pendiriannya
belum disahkan Menkeu.
6. Biaya litbang yang tidak dilakukan di Indonesia

52
SYARAT BIAYA ENTERTAINMENT
SE-27/PJ.22/1986

• Wajib Pajak harus dapat membuktikan, bahwa biaya-biaya tersebut telah benar-benar dikeluarkan (formal)
dan benar ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan perusahaan (materiil).
• Wajib Pajak yang mengurangkan biaya-biaya tersebut dari penghasilan brutonya, sejak tahun pajak 1986
agar
melampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan daftar nominatif seperti terlampir yang berisi:
a. Nomor urut.
b. Tanggal "ENTERTAINMENT" dan sejenisnya yang telah diberikan.
c. - Nama tempat "ENTERTAINMENT" dan sejenisnya yang telah diberikan.
- Alamat "ENTERTAINMENT" dan sejenisnya yang telah diberikan.
- Jenis "ENTERTAINMENT" dan sejenisnya yang telah diberikan.
- Jumlah (Rp) "ENTERTAINMENT" dan sejenisnya yang telah diberikan.
d. Relasi usaha yang diberikan "ENTERTAINMENT" dan sejenisnya sesuai dengan nomor urut
tersebut di atas berisi:
- Nama ; Posisi; Nama perusahaan; Jenis usah
• S-334/pj.312/2003: Sesuai dengan kelaziman dan kewajaran dalam praktek dunia usaha sesuai dengan
adat kebiasaan PEDAGANG YANG BAIK serta dapat dibuktikan kebenaran dan kaitannya dengan
kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek
Pajak;

5
CONTOH DAFTAR NOMINATIF

DAFTAR NOMINATIF BIAYA ENTERTAINMENT DAN SEJENISNYA

TAHUN PAJAK :
Nomor Pemberian entertaiment dan sejenisnya Relasi usaha yang diberikan entertainment dan sejenisnya Keterangan
Tanggal Tempat Alamat Jenis Jumlah (Rp) Nama Posisi Nama Jenis Usaha
Perusahaan

54
SYARAT BIAYA PROMOSI
– PMK 02/PMK.03/2010
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan Biaya
Promosi adalah bagian dari biaya penjualan yang dikeluarkan oleh
Wajib Pajak dalam rangka memperkenalkan dan/atau menganjurkan
pemakaian suatu produk baik langsung maupun tidak langsung untuk
mempertahankan dan/atau meningkatkan penjualan.
Pasal 2
Besarnya Biaya Promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto
merupakan akumulasi dari jumlah :
a. biaya periklanan di media elektronik, media cetak, dan/atau media
lainnya;
b. biaya pameran produk;
c. biaya pengenalan produk baru;dan/atau
d. biaya sponsorship yang berkaitan dengan promosi produk.

55
SYARAT BIAYA PROMOSI –
PMK 02/PMK.03/2010
1. biaya PROMOSI adalah bagian dari biaya penjualan yang dikeluarkan
oleh Wajib Pajak dalam rangka memperkenalkan dan/atau
menganjurkan pemakaian suatu produk baik langsung maupun tidak
langsung untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan penjualan.
2. Tidak termasuk Biaya PROMOSI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
adalah:
a. pemberian imbalan berupa uang dan/atau fasilitas, dengan nama
dan dalam bentuk apapun, kepada pihak lain yang tidak berkaitan
langsung dengan penyelenggaraan kegiatan PROMOSI.
b. Biaya PROMOSI untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang bukan merupakan objek pajak dan yang telah
dikenai pajak bersifat final.
3. Biaya PROMOSI yang dikeluarkan kepada pihak lain dan merupakan
objek pemotongan Pajak Penghasilan wajib dilakukan pemotongan
pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

56
4. Wajib Pajak wajib membuat daftar nominatif atas pengeluaran
Biaya PROMOSI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang
dikeluarkan kepada pihak lain.
5. Daftar nominatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit harus memuat data penerima berupa nama, Nomor
Pokok Wajib Pajak, alamat, tanggal, bentuk dan jenis biaya,
besarnya biaya, nomor bukti pemotongan dan besarnya
Pajak Penghasilan yang dipotong.
6. Daftar dibuat sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam
Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan
ini.
7. Daftar nominatif dilaporkan sebagai lampiran saat Wajib
Pajak
menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan.
8. Dalam hal ketentuan tidak dipenuhi, Biaya PROMOSI tidak dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto.

57
DAFTAR NOMINATIF BIAYA PROMOSI

58
RESUME

59
PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO
FISKAL DAN PPH TERUTANG

• Dasarnya: Penghasilan Neto Komersial Dalam Negeri

• Keluarkan: Penghasilan Yang Dikenakan Pajak Final

• Lakukan: Penyesuaian Fiskal Positif

• Lakukan: Penyesuaian Fiskal Negatif

• Perhitungkan: Fasilitas Penanaman Modal Berupa Pengurangan


Penghasilan
Neto

• Hasilnya berupa: Penghasilan Neto Fiskal

• Hitung PPh Terutang

• Perhitungkan Kredit PPh

• Penyetoran kekurangan pajak dan Pelaporan SPT

60
PENYESUAIAN FISKAL POSITIF

• penyesuaian fiskal positif adalah penyesuaian terhadap


penghasilan neto komersial (di luar unsur penghasilan
yang dikenakan PPh final dan yang tidak termasuk
Objek Pajak) dalam rangka menghitung Penghasilan
Kena Pajak berdasarkan UU PPh beserta peraturan
pelaksanaannya, yang bersifat menambah
penghasilan dan/atau mengurangi biaya-biaya
komersial.

61
KOREKSI NEGATIF FISKAL
Yang dimaksud dengan penyesuaian fiskal negatif adalah penyesuaian terhadap
penghasilan neto komersial (di luar unsur penghasilan yang dikenakan PPh final dan yang
tidak termasuk Objek Pajak) dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak
berdasarkan UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, yang bersifat mengurangi
penghasilan dan/atau menambah biaya-biaya komersial tersebut pada angka 1
• Penyusutan komersial lebih kecil
• Amortisasi komersial lebih kecil
• Pengakuan penghasian yang diakui komersial tetapi ditangguhkan dalam perpajakan,
misalnya sesuai Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-563/PJ./2001 tentang
Saat Pengakuan Penghasilan Berupa Keuntungan Karena Pembebasan Utang Yang
Diperoleh Debitur Tertentu Dari Perjanjian Restrukturisasi Utang Usaha.

62
Skema eSPT PPh Tahunan Badan

Secara keseluruhan eSPT PPh Badan merupakan alat proses untuk menghitung dan
melaporkan kewajiban pajak PPh Tahunan Badan perusahaan. Mekanisme pengisian
terbagi 2, yaitu input data dan impor. Untuk impor, maka disediakan 2 skema impor
khusunya penyusutan/amortisasi dan kredit pajak.

63
No Form Uraian Input manual Impor Xls Esindo
1 1771-Induk hal 1-2 Induk/Rangkuman √/proses Proses/ resume
2 1771-I Lap Kom, Kor Fiskal √ Resume
3 1771-II Rinci HPP/Biaya/By di Luar √ Resume
usaha
Kom
4 1771-III Kredit Pajak Dalam Negeri √ √ File csv
5 1771-IV Pengh Final dan bukan objek √ Input manual di eSPT
pajak
6 1771-V Daftar Pemegang saham dan √ Input manual di eSPT
susunan pengurus
7 1771-VI Penyertaan saham/ utang √ Input manual di eSPT
piutang
8 1771-1A Daftar penyusutan amortisasi √ File csv
fiskal
9 1771-2A Kompensasi kerugian √ Resume
10 1771-3A-1/A2/B Hubungan istimewa √ Input manual di eSPT
11 1771-4A Fasilitas penanaman modal √ Input manual di eSPT
12 1771-5A Daftar cabang utama √ Input manual di eSPT
perusahaan
13 1771-6A Perhitungan pasal 26(4) √ Input manual di eSPT
14 1771-7A Kredit Pajak Luar Negeri √ Input manual di eSPT
15 1771-8A1-A8 Transkrip Kutipan elemen Lap √ Input manual di eSPT
Keu

64
SPT

65
UU dan SPT 1771

66
PENGISIAN SPT Thn PPh BADAN ( 1771)

• Dalam SPT PPh Tahunan PPh Badan (formulir 1771) terdiri dari
2 (dua) lembar induk dan enam lampiran (1771 I, 1771 II, 1771 III,
1771 IV, 1771 V, 1771 VI),
Untuk pengisian dimulai dari lampiran yang terakhir kemudian baru ke induk
SPT,
SPT harus diisi dengan lengkap, jelas, dan ditanda tangani,
Seluruh induk dan lampiran harus tetap disampaikan, walaupun isinya nihil,
SPT Tahunan WP Badan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak
paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya.

67
SPT Thn PPh BADAN ( 1771)

1. Form 1771 : merupakan formulir induk (2 lembar / halaman 1 dan 2),


2. Form 1771 I (lampiran I), berisi tentang penghitungan penghasilan neto
fiskal,
3. Form 1771 II (lampiran II), berisi perincian harga pokok penjualan, biaya
usaha
lainnya dan biaya dari luar usaha,
4. Form 1771 III (lampiran III), berisi tentang kredit pajak dalam negeri (yang
dipotong
atau dipungut pihak lain meliputi PPh 22, dan 23),
5. Form 1771 IV (lampiran IV), berisi tentang rincian PPh final dan
penghasilan yang tidak termasuk objek pajak,
6. Form 1771 V (Lampiran V), berisi daftar pemegang saham/pemilik modal
dan jumlah dividen yang dibagikan dan daftar susunan pengurus dan
komisaris,
7. Form 1771 VI (lampiran VI), daftar penyertaan modal pada perusahaan
afiliasi, daftar pinjaman (utang) dari pemegang saham dan/atau
perusahaan afiliasi, dan daftar pinjaman (piutang) kepada pemegang
saham dan/atau perusahaan afiliasi.
6
LAMPIRAN SPT Thn PPh BADAN ( 1771)

1. Lamp 1771 -1A: merupakan formulir penyusutan dan


amortisasi fiskal,
2. Lamp 1771 -2A: merupakan formulir perhitungan
kompensasi kerugian
Lamp 1771 -3A: merupakan formulir pernyataan transaksi yang
mempunyai hub istimewa
Lamp 1771 -4A: merupakan formulir daftar fasilitas penanaman
modal Lamp 1771 -5A: merupakan formulir daftar cabang utama
perusahaan Lamp 1771 -6A: merupakan formulir perhitungan PPh
pasal 26 (4) Lamp 1771 -7A: merupakan formulir kredit pajak luar
negeri
Lamp 1771 -8A: merupakan formulir transkrip kutipan elemen-2 dari
laporan keuangan (manufaktur, dagang, bank konvensional, bank
syariah, asuransi syariah, non kualifikasi, dana pensiun, perusahaan
pembiayaan)

6
RUMUS DAN PERSIAPAN PENGISIAN SPT
Melakukan Analisis atas Laporan keuangan dengan tujuan
untuk mengidentifikasi :
1. Penghasilan yang bukan obyek pajak,
2. Penghasilan dikenakan PPh Final,
3. Biaya – biaya yang tidak dapat dibebankan (koreksi
positif),
4. Biaya yang kurang dibebankan (kor negatif),

70
RESUME

71
PENGHASILAN BUKAN OBJEK

UU 36/2008
Pasal 4 (3) huruf a : bantuan sumbangan hibah

Pasal 4 (3) huruf f dividen/penyertaan bukan objek

Pasal 4 (3) huruf g-h pengh dana pensiun

Pasal 4 (3) huruf j modal ventura

Pasal 4 (3) huruf l sisa lebih

72
KOREKSI FISKAL POSITIF UU 36/2008
a Pasal 9(1) b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk
kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota;
b Pasal 9(1) c. pembentukan atau pemupukan dana
cadangan
c Pasal 9(1) e penggantian dlm bentuk natura

d Pasal 9(1) f jumlah melebihi kewajaran

e Pasal 9(1) g harta hibahan bantuan sumbangan

f Pasal 9(1) huruf h pajak penghasilan

g Pasal 9(1) huruf j gaji kpd anggota persekutuan

h Pasal 9(1) huruf k sanksi administrasi berupa bunga, denda,


dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang
berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di
bidang perpajaka
i Pasal 9(1) pasal 6 (2) penyusutan

j Pasal 9(1) pasal 6 (2) penyusutan

k Pembebanan biaya pra operasi. Terkait dg tahun pajak mis gaji


– langsung objek. Jika masa manfaat > 1 tahun – maka harus
amortisasi dalam beberapa tahun.

73
BIAYA PRA OPERASI

Dalam praktek sering ditemukan biaya pra-operasi yang timbul sebelum perusahaan
beroperasi secara komersial, tanpa pilih-pilih, langsung dimasukkan semuanya sebagai
Biaya Ditangguhkan di Neraca.
Menurut PSAK No. 6 mengenai Akuntansi dan Pelaporan bagi Perusahaan dalam Tahap
Pengembangan, dalam paragraf 5 diatur secara jelas bahwa : Prinsip akuntansi yang
berlaku umum berlaku bagi setiap perusahaan dalam tahap pengembangan (pra-
operasi) baik dalam pengakuan pendapatan maupun dalam
menentukan apakah biaya dibukukansebagai beban pada
periode berjalan, atau ditangguhkan pembebanannya (dikapitalisasi) untuk
disusutkan/diamortisasi selama beberapa periode sesuai dengan pemulihan manfaatnya
di masa depan. Penangguhan pembebanan tersebut hanya terbatas
pada biaya-biaya yang memiliki manfaat di masa depan yang antara lain meliputi beban
pendirian perusahaan.

74
Jadi, tidak semua biaya yang timbul selama perusahaan masih dalam kondisi pra-operasi dapat
ditangguhkan (dikapitalisasi). Penangguhan pembebanan hanya diperbolehkan sebatas untuk
biaya yang nyata-nyata dapat memberikan manfaat untuk lebih dari satu periode akuntansi.
Untuk biaya yang tidak memenuhi kriteria tersebut seperti misalnya biaya kantor dan
biaya umumharus langsung dibebankan dalam laporan laba rugi tahun berjalan.
UU 36 tahun 2008 Pasal 11Aayat (6) :
Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial yang mempunyai masa manfaat lebih
dari 1 (satu) tahun, dikapitalisasi dan kemudian diamortisasi sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalamayat (2).
Dalam penjelasan diuraikan pengertian pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial
(yang dapat dikapitalisasi/ditangguhkan) adalah biaya-biaya yang dikeluarkan sebelum operasi
komersial, misalnya biaya studi kelayakan dan biaya produksi percobaan, tetapi tidak termasuk
biaya-biaya operasional yang sifatnya rutin, seperti gaji pegawai, biaya rekening listrik dan
telepon, dan biaya kantor lainnya. Untuk pengeluaran operasional yang rutin ini tidak boleh
dikapitalisasi tetapi dibebankan sekaligus pada tahun pengeluaran.

75
KOREKSI FISKALNEGATIF
UU 36/2008
a Pasal 6 (2) penyusutan
b Pasal 6 (2) penyusutan
c Pengh ditangguhkan:
- Kep 141/PJ/1999 dan
- SE 08/PJ.12/2002
d Lainnya

76
PENGHASILAN DITANGGUHKAN
KEP-141/PJ/1999 ttg Pengakuan Penghasilan dari Pengalihan
Harta/Agunan Berupa Tanah dan atau Bangunan Bagi Wajib Pajak
Tertentu.
Yang dimaksud wajib pajak tertentu dalam keputusan ini:
a. Bank dalampenyehatan
b. Perusahaan terafiliasi bank dalampenyehatan
c.Debitor yang langsung atau tidak langsung mempunyai kewajiban
pembayaran kepada bank dalam penyehatan, BPPN dan atau
termasuk bank yang mempunyai kewajiban kepada Bank Indonesia
dalam kaitan dengan fasilitas Bank Indonesia.
d. Pemegang saham, direktur atau komisaris bank dalam penyehatan.
e. Debitor/pemilik agunan pada bank umum.

77
Saat pengakuan penghasilantersebut adalahsebagai berikut:
(1) Saat pengakuan penghasilan atas pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan milik wajib pajak
tertentu sebagaimana dimaksud pada huruf a. sampai dengan huruf d. di atas yang dilakukan oleh
Badan Penyehatan Perbankan Nasional, ditunda sampai dengan Badan Penyehatan Perbankan
Nasional mengalihkan harta tersebut kepadapembeliyang sebenarnya.
(2) Saat pengakuan penghasilan atas pengalihan agunan berupa tanah dan atau bangunan milik wajib pajak
tertentu sebagaimana dimaksud huruf e di atas yang dilakukan oleh bank umum yang melaksanakan
restrukturisasi sesuai program pemerintah, ditunda sampai dengan pihak bank umum mengalihkan
agunantersebut kepadapembeliyang sebenarnya.
Penundaan saat pengakuan penghasilan tersebut di atas berlaku paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak
tanggal Surat Pernyataan Pembelian Sementara oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional atau saat
pengambilalihanagunandebitoroleh bank umum.
Apabila setelah lewat batas waktu tersebut belum terjadi pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan
kepada pembeli yang sebenarnya, maka atas pengalihan yang dilakukan oleh Badan Penyehatan Perbankan
Nasional dan Bank Umum tersebut harus dikenakan pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan perpajakan
yang berlaku.

78
SE-08/PJ.12/2002 (Juklak KMK 184/PJ/2002 tanggal 11 April 2002 tentang Pengakuan
Penghasilan atas Penghasilan Bank Berupa Bunga Kredit Non Performing.
Yangdimaksudkredit non-performing adalah kredit yangdiberikan oleh bankyang digolongkan
sebagai kredit kurang lancar, diragukan dan macet.
Penghasilan Bank
Dalam keputusan ini diatur, penghasilan bank berupa bunga kredit non-performingdiakui pada
saat penghasilan berupa bunga tersebut diterima oleh bank (cash basis). Pada saat menerima
cicilan (pokok + bunga) pihak bank membukukan penerimaan bunga kredit non-
performing tersebut sebagai pengurang pokok kredit, saat pengakuan penghasilan ditunda
hingga saat diterimanya penghasilan bunga setelah pelunasan pokok kredit. Hal ini dapat
dilaksanakan dengan syarat harus diadakan perjanjian tambahan antara bank dan debitor yang
menyatakan bahwa mereka setuju untuk memperlakukan pembayaran yang dilakukan oleh
debitor kepada bank sebagai cicilan pokok kredit hingga pelunasan pokok kredit keseluruhan,
dan pembayaran setelah itu diperlakukan sebagai bunga.

79
Pihak bank harus menyerahkan dokumen tambahan tersebut dengan
daftar debitor yang kreditnya digolongkan kurang lancar, diragukan dan
macet ke Kantor Pelayanan Pajak, tempat bank tersebut terdaftar
sebagai wajib pajak, sebagai lampiran surat pemberitahuan tahunan
pajak penghasilan tahun yang bersangkutan.
Daftar debitor tersebut harus memuat nomor urut, nama debitor, alamat,
NPWP, jumlah kredit non-performing yang digolongkan kurang lancar,
diragukan, dan macet serta jumlah bunga yang terutang (accural basis)
yang belum diakui sebagai penghasilan pada tanggal laporan keuangan
(menggunakan formulir yang telah dibakukan oleh pihak Direktorat
Jenderal Pajak).

80
Sebaliknya pihak debitor harus menyesuaikan, yaitu saat pengakuan
biaya bunga tersebut ditangguhkan sampai pokok kredit lunas, maka
cicilan terakhir diakui sebagai biaya bunga (sesuai dengan perjanjian
tambahan yang telah disepakati antara pihak bank dan debitor
tersebut).
Apabila pihak debitor dalam laporan keuangan komersialnya masih
membebankan bunga tersebut sebagai biaya, pada saat pengisian
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan harus dilakukan
koreksi fiskal. Pada lampiran 1 tentang ''penghitungan
penghasilan netto fiscal'' formulir 1771-1 No. 3 huruf k,
penyesuaian fiscal positif biaya yang ditangguhkan pengakuannya.
Bila hal ini juga tidak dilakukan, akan dilakukan koreksi fiscal melalui
prosedur pemeriksaan atau prosedur lain yang berlaku.

81
KOMPENSASI KERUGIAN
Kerugian yang diderita WPdapat dikompensasikan dengan laba selama 5 tahun ke
depan.

PTAdalamtahun 2009menderita kerugian fiskal sebesarRp1.200.000.000,00


(satu miliar dua ratus juta rupiah). Dalam 5 (lima) tahun berikutnya laba rugi fiskal
PTAsebagai berikut:

– 2010: labafiskal Rp200.000.000,00


– 2011: rugi fiskal (Rp300.000.000,00)
– 2012: labafiskal Rp N I H I L
– 2013: labafiskal Rp100.000.000,00
– 2014: laba fiskal Rp800.000.000,00

Kompensasi kerugiandilakukansebagai berikut:

82
Tahun Laba Kena Pajak Sisa Kompensasi Th depan
2010 Laba 200 jt Sisa Rugi 2009 1.000 jt
Rugi 09 200 jt
PK nihil
2011 Rugi 300 jt Sisa Rugi 2009 1.000 jt
Rugi 2011 300 jt
2012 Laba Nihil Sisa Rugi 2009 1.000 jt
Rugi 2011 300 jt
2013 Laba 100 jt Sisa Rugi 2009 900 jt
Rugi 09 100 jt Rugi 2011 300 jt
PKP nihil
2014 Laba 800 jt Rugi 2011 300 jt
Rugi 09 800 jt
PKP nihil

83
TARIF PASAL17 PPH BADAN

• Tahun 2009 : 28%


• Tahun 2010 – 2019 : 25%
Perpu No. 1 Tahun 2019
• Tahun 2020 dan 2021 : 22%
• Mulai tahun 2022 : 20%
• Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka
yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan
saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan
memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif
sebesar 3%(tiga persen) lebih rendah daripada tarif di atas.

84
TARIF PASAL31E PPh BADAN
(1) Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto
sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif
sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a)
yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian
peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00
(empat miliar delapan ratus juta rupiah).
(2) Besarnya bagian peredaran bruto sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dinaikkan dengan Peraturan Menteri
Keuangan.

85
PENGHITUNGANPPH
AKHIRTAHUN
PPh akhir tahun dihitung dengan rumus:
PKP(x) Tarif PPh (-) Kredit PPh

Apabila: 🖝 Hasil kali PKPdgn Tarif PPhLEBIHBESARdaripada Kredit PPh,


selisihnya merupakanjumlah yang masih harus dibayar WPOP
paling lambat padatanggal 31 Maret tahunberikutnya setelah tahun
pajak.
🖝 Hasil kali PKPdengan Tarif PPh LEBIH KECIL daripada Kredit PPh,
selisihnya merupakankelebihan bayar (LB) yangdapatdirestitusi
atau dikompensasi.

Kredit PPh: 🖝 PPh Pasal 21; 🖝 PPh Pasal 24;


🖝 PPh Pasal 22; 🖝 PPh Pasal 25 angsuran bulanan;
🖝 PPh Pasal 23;
86
PENGHITUNGAN
CICILAN PPH
PASAL 25AYAT (1) PASAL25
• Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan sama dengan PPh yang terutang
menurut SPT Tahunan PPh Tahun Pajak yang lalu dikurangi dengan PPh yang telah
dipotong/dipungut pihak lain (PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23) dan PPh Pasal 24,
dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
–Contoh1 :
PPh yang terutang berdasarkan SPTTahun 2011 =Rp 50.000.000,00
Dikurangi dengan PPh yang dipotong/dipungut pihak lain :
PPh Psl 22 Rp 25.000.000,00
PPh Psl 23 Rp 2.500.000,00
PPh Psl 24 Rp 7.500.000,00
Jumlah = Rp 35.000.000,00
PPh yang harus dibayar sendiri = Rp 15.000.000,00
BesarnyaangsuranPPhPasal 25 setiap bulan untuk tahun 2012 = Rp 15.000.000,00/12 =
Rp 1.250.000,00

87
UMUM
Pasal 25 ayat (2)
• Besarnya PPh Psl 25 untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT
Tahunan PPh adalah sama dengan besarnya angsuran PPh untuk bulan terakhir tahun
pajak yang lalu.

Jadi:
Apabila SPT Tahunan PPh tahun 2011 disampaikan pada 30 April Tahun 2012, maka
besarnya angsuran PPh Psl 25 untuk bulan Januari, Februari, Maret tahun 2012 adalah
sama dengan angsuran bulan Desember 2011.

SPT 2011
31/12 2011
30/4

Ikut tahun lalu Ikut SPT 2011

88
SPT LEWAT BATAS
WAKTU KEP
537/PJ./2000
Batas Akhir SPT 2009
SPT 2011 Di Lapor
31/12 2011 30/6
30/4

Ikut tahun lalu Ikut SPT 2011

Dihitung Kembali

Apabila terjadi kekurangan setor akibat penyampaian SPT yang melewati batas
waktu pelaporan, maka kekurangan angsuran mulai bulan batas waktu
penyampaian SPT harus disetor ditambah bunga 2% per bulan dihitung sejak
jatuh tempo s.d. tanggal penyetoran. Dan apabila terjadi lebih setor, kelebihan
dapat diperhitungkan dengan angsuran untuk bulan-bulan berikutnya.

89
DITERBITKANSKP
PASAL25AYAT (4)
• Apabila dalam tahun berjalan diterbitkan SKP untuk tahun pajak yang lalu, maka angsuran
PPh Psl 25 tahun berjalan dihitung kembali berdasarkan SKP tersebut, yang mulai berlaku
untuk bulan berikutnya setelah bulan terbitnya SKP.

SPT 2011 SKP TH 2011


Laba usaha 100 Laba usaha 150
PPh 25% 25 PPh 25% 37,5
PPh 25 (/12) 2,083 PPh 25 3,125

31/12 2011 30/4 31/8

PPh 25 PPh 25
= 2,083 = 3,125

90
BERHAK
KOMPENSASI KEP

537/PJ./2000
AngsuranPasal 25 dihitung berdasarkan Penghasilan Neto tahun yang lalu sebelum kompensasi dikurangi
dengansisa kerugian yang masih dapat dikompensasikan.
Contoh:
PenghasilanNeto PTX tahun2011 = Rp 120.000.000,00
Kompensasi kerugiantahun2010 = Rp 150.000.000,00
PKPTh 2011 = NIHIL
PPh = NIHIL
Kredit PPh 23 = Rp 6.000.000
LEBIH BAYAR = Rp 6.000.000

CICILAN (PPh 25) TH 2012:


Sisa Kerugian yg masih dpt dikompensasikan= Rp 30.000.000,00
Penghasilanyang menjadi dasar = Rp 120.000.000,00
KOMPENSASI = Rp 30.000.000,00
PKP = Rp 90.000.000,00
PPh terutang : Asumsi UMKMYAITU PenghasilanBRUTOdi bawahRp 4,8 miliar.
(50 %x 25%) x Rp 90.000.000,00 = Rp 11.250.000,00
KREDIT PAJAK = Rp 6.000.000,00
KURANG BAYAR = Rp 5.250.000,00
PPH 25 = 1/12 x 5.250.000,00 = Rp 437.500,00

91
PENGHASILAN TIDAK TERATUR
• Tidak termasuk dalam penghasilan teratur adalah keuntungan selisih kurs dari utang/piutang
dalam mata uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta (capital gain) sepanjang
bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha pokok, serta penghasilan lainnya yang
bersifat insidentil (Lihat S-404/PJ.4/2001).
Contoh:
Jika di tahun 2009, terdapat kentungan selisih kurs sebesar Rp. 9.000.000.000 dan pada
saat yang sama juga terdapat kerugian selisih kurs sebesar Rp. 30.000.000.000. Adapun
penghasilan neto kena pajak tahun 2009 menunjukkan laba Rp. 8.000.000.000.
Maka Penghitungan Penghasilan Neto Sebagai Dasar Untuk Menghitung Angsuran PPh
Pasal 25 Tahun 2010 adalah sbb:
Jumlah Penghasilan Neto (laba) Rp. 8.000.000.000
-/- Keuntungan Selisih Kurs: (Rp. 9.000.000.000)
+/+ Kerugian Selisih Kurs: Rp 30.000.000.000
------------------------
Kerugian Selisih Kurs Neto Rp. 21.000.000.000
------------------------ +
Penghasilan Neto (Laba) Rp. 29.000.000.000
================

92
PERUBAHANKEADAANUSAHA
• Perubahan keadaan usaha atau kegiatan usaha dapat berupa penurunan atau peningkatan
usaha.
• Apabila setelah 3 bulan suatu tahun pajak berjalan, WP dapat menunjukkan bahwa PPh
yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut kurang dari 75 % dari PPh yang menjadi
dasar penghitungan PPh Pasal 25, WP dapat mengajukan permohonan tertulis kepada
Kepala KPPuntuk mengurangi besarnya angsuran PPh Psl 25-nya.
• Syarat-syarat :
– Diajukan secara tertulis
– Menyampaikan penghitungan besarnya PPh yang akan terutang berdasarkan perkiraan
penghasilan yang diterima/diperoleh, dan besarnya angsuran PPh Pasal 25.
– Besarnya PPh Pasal 25 dengan penghitungan yang baru berlaku hanya untuk bulan-
bulan yang tersisa.
– Kepala KPP harus memberikan keputusan dalam jangka waktu 1 bulan sejak
permohonan diterima. Apabila dalam jangka waktu 1 bulan belum diberi keputusan
maka permohonan dianggap diterima.
• Apabila dalam suatu tahun pajak WP mengalami peningkatan usaha dan diperkirakan PPh
yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut lebih dari 150 % dari PPh yang menjadi
dasar penghitungan angsuran Pasal 25, maka PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan yang masih
tersisa dihitung kembali berdasarkan perkiraan PPh yang terutang tahun tersebut
(dinaikkan).

93
PEMBETULANSPT
• PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Pembetulan dan berlaku mulai
bulan batas waktu penyampaian SPT. Apabila terjadi kekurangan setor akibat
pembetulan SPT tersebut, maka kekurangan angsuran mulai bulan batas waktu
penyampaian SPT harus disetor ditambah bunga 2% per bulan dihitung sejak jatuh
tempo s.d. tanggal penyetoran. Dan apabila terjadi lebih setor, kelebihan dapat
diperhitungkan dengan angsuran untuk bulan-bulan berikutnya.

SPT 2011 Pembetulan SPT 2011


Laba usaha 100 Laba usaha 100
Rugi Th 2010 (50) Rugi Th 2010 (10)
PKP 50 SKP TH 2010 PKP 90
PPh 25% 12,5 Rugi hanya 10 PPh 25% 22,5
PPh 25 (/12) 1,041 PPh 25 (/12) 1,875

30/4 31/8 30/9


31/12 2011

PPh 25 = 1,041

PPh 25 = 1,875

94
Angsuran PPh 25 WPTertentu
215/PMK.03/2018
Angsuran PPh Pasal 25 adalah sebesar PPh yang terutang menurut
SPTTahunan PPh Wajib Pajak Tahun Pajak yang lalu dikurangi dengan:
a. PPh Pasal 23
b. PPh Pasal 22; dan
c. PPh Pasal 24,
dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian Tahun Pajak

95
Angsuran PPh 25 WPTertentu
Dasar untuk penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak
bank adalah laporan keuangan yang disampaikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan yang terdiri dari laporan posisi keuangan dan laporan laba
rugi sejak awal Tahun Pajak sampai dengan Masa Pajak yang
dilaporkan.
Angsuran PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak bank dihitung berdasarkan
penerapan tarif Pasa l 17 UU PPh atas penghasilan neto berdasarkan
laporan keuangan dikurangi dengan:
a . PPh Pasal 22 sejak awal Tahun Pajak sampai dengan Masa Pajak
yang dilaporkan; dan
b. PPh Pasal 25 yang seharusnya dibayar sejak awal Tahun Pajak
sampai dengan Masa Pajak sebelum Masa Pajak yang dilaporkan.

96
Angsuran PPh PS 25 WPBaru
Angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Baru yang merupakan: Wajib
Pajak bank; Wajib Pajak masuk bursa; BUMN/BUMD, dan Wajib Pajak
Tertentu Lainnya. , mengikuti aturan di atas
Angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Baru selain Wajib Pajak Baru
Tertentu pada Tahun Pajak berjalan ditetapkan nihil.

97

Anda mungkin juga menyukai