September 2021
Ihsan Priyawibawa
LAIN-LAIN
DISCLAIMER
Panduan Praktis ini disusun dalam rangka peningkatan kapasitas dan kompetensi pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal
Pajak dalam memahami proses bisnis, regulasi perpajakan terkait, critical point/modus penghindaran pajak, dan strategi
penggalian potensi pajak serta pengawasan terhadap Wajib Pajak.
Materi dalam panduan praktis ini bersumber dari berbagai literatur, narasumber, regulasi, serta sumber lainnya.
Informasi/bahan yang digunakan dalam modul ini hanya untuk kepentingan internal Direktorat Jenderal Pajak, digunakan
sebagai salah satu referensi/acuan dalam pelaksanaan penggalian potensi pajak dan pelaksanaan tugas lainnya.
1 PROSES BISNIS
2 ASPEK PERPAJAKAN
3
CRITICAL POINT / MODUS
PENGHINDARAN PAJAK
4 STUDI KASUS
5 METODE / TEKNIK
PENGGALIAN POTENSI
PROSES BISNIS
Klien
Kontrak
Selesai sesuai
Perusahaan dengan Kontrak
2 Membesarkan Biaya Gaji pada SPT Tahunan Badan untuk mengurangi Laba Perusahaan.
4 Menyembunyikan aktivitas dan kegiatan usaha untuk menghindarkan kewajiban pajak dan
pemotongan PPh dan PPN.
5 Biaya Sewa pada SPT Tahunan Badan lebih besar dari akumulasi nilai objek-objek yang dilaporkan
dalam PPh Pasal 23/26 dan PPh Final Pasal 4(2).
STUDI KASUS Contoh Equalisasi biaya Jasa
Critical Point / Modus Penghindaran Pajak yang Contoh Equalisasi Biaya Jasa
mungkin dilakukan oleh Wajib Pajak adalah Equalisasi biaya jasa
melaporkan omset yang lebih rendah dari 1 cfm SPT Tahunan PPh 1771, Lampiran II 686.595.983.229
seharusnya. Salah satu cara untuk mengetahui 2 cfm SPT Masa PPh Pasal 23 277.769.828.772
omset yang sebenarnya adalah dengan melihat - Jasa 277.769.828.772
jumlah PPh Pasal 23 yang telah dipotong Wajib 3 Selisih 408.826.154.457
Pajak.
Critical Point / Modus Penghindaran Pajak yang Untuk mengetahui jumlah Biaya Gaji, sumber
mungkin dilakukan oleh Wajib Pajak adalah data yang diperlukan antara lain:
melaporkan beban biaya gaji dalam HPP melebihi 1. Sistem Informasi Perpajakan SIDJP pada
nilai sebenarnya. Salah satu cara untuk mengetahui Detail Pelaporan
biaya Gaji yang sebenarnya adalah dengan 2. Summary Pengawasan pada Aplikasi
menyandingkan data biaya gaji dengan jumlah Portal DJP
seluruh pelaporan Wajib Pajak pada SPT Masa PPh 3. Dokumen Lain
Pasal 21.
STUDI KASUS
Critical Point / Modus Penghindaran Pajak yang Untuk mengetahui jumlah Biaya Sewa, sumber
mungkin dilakukan oleh Wajib Pajak adalah data yang diperlukan antara lain:
melaporkan beban biaya Sewa yang dilaporkan 1. Sistem Informasi Perpajakan SIDJP pada
oleh WP Badan pada STP Tahunan PPh Lampiran Detail Pelaporan
II lebih besar dari akumulasi nilai Objek objek PPh 2. Summary Pengawasan pada Aplikasi Portal
Pasal 23, 26 dan PPh Final Pasal 4 ayat (2) yang DJP
dilaporkan dalam SPT Masa. 3. Dokumen Lain
METODE / TEKNIK PENGGALIAN POTENSI
1 Menyandingkan data omset dengan jumlah seluruh penyerahan pada SPT PPN, sehingga dapat diketahui
Wajib Pajak dengan nilai omset yang dilaporkan pada SPT Tahunan lebih kecil daripada total DPP PK PPN.
2 Menyandingkan antara biaya gaji dalam Lampiran 1771-II SPT Tahunan Badan dengan SPT PPh
Pasal 21
Penyandingan PPh Pasal 21 dengan Biaya Gaji pada PPh Badan
Contoh :
Biaya Gaji dalam Harga Pokok Penjualan di SPT No. Masa Tahun
Jumlah Bruto
Penghasilan PPh Pasal 21
Tahunan Wajib Pajak lebih besar daripada total 1 Januari 2018 202,631,608
penghasilan Bruto dalam SPT PPh Pasal 21 pusat dan 2 Februari 2018 202,109,571
3 Maret 2018 205,599,889
cabang. Terdapat potensi Wajib Pajak membebankan 4 April 2018 213,950,357
biaya dalam HPP melebihi nilai sebesarnya sehingga 5 Mei 2018 237,492,859
3 Menyandingkan antara nilai Biaya Sewa yang dilaporkan pada SPT Tahunan Lampiran II dengan
akumulasi nilai objek PPh Pasal 23 / 26, dan PPh Final Pasal 4 ayat (2) yang dilaporkan Wajib
Pajak dalam SPT Masa.
Penyandingan PPh Pasal 23, Pasal 26 dan PPh Final Pasal 4 ayat (2) dengan Biaya Sewa pada
Contoh : PPh Badan
Biaya Sewa dalam HPP di SPT Tahunan Wajib Pajak
Jumlah Bruto
Jumlah Bruto
sama dengan akumulasi nilai Objek-Objek PPh Pasal 23, No. Masa Tahun Penghasilan PPh
Jumlah Bruto Penghasilan PPh
Penghasilan PPh Final Pasal 4
26 dan PPh Final Pasal 4 ayat (2) yang dilaporkan WP Pasal 23
Pasal 26 ayat (2)
1 Januari 2017 7,600,000 0 6,089,000
dalam SPT Masa. Indikasi muncul jika ditemukan nilai 2 Februari 2017 7,600,000 0 6,089,000
biaya sewa di SPT Tahunan Wajib Pajak lebih besar dari 3
4
Maret
April
2017
2017
7,600,000
7,600,000
0
0
6,089,000
170,755,580
akumulasi nilai Objek Objek Pajak Pasal 23, 26 dan PPh 5 Mei 2017 7,600,000 0 6,089,000
6 Juni 2017 3,800,000 0 6,089,000
Final Pasal 4 ayat (2) yang dilaporkan Wajib Pajak dalam 7 Juli 2017 3,800,000 0 1,190,000
8 Agustus 2017 3,800,000 0 12,625,800
SPT Masa. 9 September 2017 3,800,000 0 6,321,900
10 Oktober 2017 3,800,000 0 6,312,900
11 November 2017 3,800,000 0 170,979,480
Langkah yang ditempuh : 12 Desember 2017 3,800,000 0 6,312,900
TOTAL 64,600,000 0 404,943,560
1. Klarifikasi Kepada Wajib Pajak
2. Diskusi dengan Atasan langsung dan Supervisor SPT Masa PPh Pasal 23 64,600,000
Pemeriksa Pajak SPT Masa PPh Pasal 26 0
SPT Masa PPh Pasal 21 404,943,560
3. Usul untuk diajukan Pemeriksaan. Total Sewa 469,543,560
One Stop
Service Pembuatan
Event Organizer
Agency
Specialist
Reklame
(Out of Home)
PROSES BISNIS
Wajib Pajak merupakan perusahaan periklanan media luar ruang atau Out of Home (OOH). Wajib Pajak menjadi pelaksana
dalam pengerjaan konstruksi media iklan. Pada proses pelaksanaan konstruksi, Wajib Pajak bekerjasama dengan pihak ketiga.
Vendor
Melakukan kerja sama dalam
pembangunan konstruksi
media iklan Pengerjaan konstruksi
Selesai
Melakukan pembayaran
Klien
Melakukan pembayaran
ASPEK PERPAJAKAN
1 Tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas pelaksanaan jasa konstruksi.
2 Tidak melaporkan atau melaporkan penyerahan jasa periklanan lebih kecil dari jumlah sebenarnya.
3 Melakukan pembebanan biaya yang tidak seharusnya dibebankan untuk memperkecil omzet.
STUDI KASUS – Perusahaan Leading di OoH (Out of House Advertising)
Tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas pelaksanaan jasa konstruksi.
WP Periklanan diketahui terdapat data Pajak Masukan dan Pembayaran sebagai berikut:
Atas pelaksanaan jasa konstruksi menurut PM Wajib Pajak, PPh Pasal 4 Ayat (2) seharusnya dibayar : Rp270.708.515
terdapat transaksi yang belum dilakukan pemotongan PPh Pasal 4 Setoran 41128-409 Masa Sep 2020 : Rp3.760.000
ayat (2). Oleh karena itu, terdapat potensi PPh Pasal 4 ayat (2)
sebagai berikut: Potensi PPh Pasal 4 Ayat (2), 2% : Rp266.948.515
STUDI KASUS – Perusahaan Leading di OoH (Out of House Advertising)
Tidak melaporkan atau melaporkan penyerahan Jasa Periklanan lebih kecil dari jumlah sebenarnya
Atas pelaporan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak, diketahui Biaya Atas selisih tersebut, langkah yang ditempuh:
Lainnya sebesar Rp53.373.401.101 dan Rp32.621.865.100. 1. Klarifikasi kepada Wajib Pajak,
Perlu dilakukan konfirmasi kepada Wajib Pajak atas detil biaya 2. Diskusi dengan atasan langsung dan supervisor pemeriksa pajak,
tersebut karena nominal yang cukup besar dan berkontribusi 3. Diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan.
sebesar 11 % dan 79 % dari total biaya.
METODE/TEKNIK PENGGALIAN POTENSI
Teknik dan langkah penggalian potensi serta pengawasan yang dapat digunakan, yaitu:
Wajib Pajak yang menggunakan jasa pihak ketiga untuk pelaksanaan konstruksinya perlu dilihat di detil faktur pajak masukan agar dapat
memisahkan antara biaya material dan biaya jasa yang seharusnya dikenakan PPN dan PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Pasal 23.
2 Melakukan ekualisasi penyerahan berdasarkan SPT Masa PPN dan Faktur Pajak dengan peredaran
usaha yang dilaporkan di SPT Tahunan PPh.
Dari ekualisasi dapat diperoleh potensi PPh Pasal 25/29 yang kurang dibayar, maupun penyerahan Jasa Kena Pajak yang belum/kurang
dipungut PPN.
Setiap pembebanan biaya harus dilakukan penelitian apakah sesuai dengan kriteria 3M (mendapatkan, menagih, dan memelihara) penghasilan.
Terima
kasih