Anda di halaman 1dari 118

Materi Uji Kompetensi Teknis Dalam Rangka Kenaikan Peringkat Jabatan

Tahun 2022
untuk Jabatan Pelaksana

NO KOMPETENSI
MATERI SUB MATERI
TEKNIS
1 KUP Kewajiban NPWP dan Fungsi NPWP
Pendaftaran Diri SubJek Yang Wajib Mendaftarkan Diri untuk Memperoleh
dan Pelaporan NPWP
Usaha Kewajiban Mendaftar NPWP bagi Wanita Kawin dan Anak Yang
Belum Dewasa
Kewajiban NPWP Warisan Yang Belum Terbagi
Cara Pendaftaran NPWP dan Pelaporan PKP
Tempat Pendaftaran NPWP
Penerbitan NPWP Secara Jabatan
Jangka Waktu Pendaftaran atau Pengukuhan
Dokumen Syarat Permohonan Pendafatran NPWP
Tata Cara Ekstensifikasi Dalam Rangka Pendaftaran NPWP atau
Pengukuhan PKP
Penghapusan NPWP
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
Pembukuan dan Pembukuan atau Pencatatan
Pencatatan Kewajiban Pembukuan atau Pencatatan
Prinsip Taat Asas dalam Pembukuan
Perubahan Metode Pembukuan dan/atau Tahun Buku
Informasi Minimal dalam Pembukuan atau Pencatatan
Pembukuan dengan Menggunakan Bahasa Asing dan Satuan
Mata Uang Selain Rupiah
Ketentuan Pencatatan
Bentuk Pencatatan
Kewajiban Menyimpan Dokumen Dasar Pembukuan atau
Pencatatan
Pembukuan Terpisah
Pembayaran Pajak Batas Waktu Pembayaran dan Penyetoran
Batas Waktu Pembayaran dan Penyetoran Pajak Untuk Masa
Pajak
Batas Waktu Pembayaran Pajak dalam SPT Tahunan
Sanksi Administrasi Atas Keterlambatan Pembayaran Pajak
Batas Waktu Pembayaran STP, Ketetapan dan Keputusan
Mengangsur atau Menunda Pembayaran PPh Tahunan
Jika Batas Waktu Bertepanan Hari Libur
Sarana Melakukan Pembayaran Pajak
Tempat Pembayaran Pajak
Bentuk, Tata Cara Pengisian SSP
Pelaporan Pajak SPT dan Fungsinya
Kewajiban Mengisi SPT
Penandatanganan SPT
Wajib Pajak Yang Dikecualikan Menyampaikan SPT
Bentuk SPT
Pengambilan SPT
Batas Waktu Penyampaian SPT
Tempat Penyampaian SPT
SPT Dianggap Tidak Disampaikan
WP Tertentu Yang Dapat Melaporkan Beberapa Masa Pajak
Dalam Satu SPT Masa
Perpanjangan Penyampaian SPT
Jenis SPT
Isi SPT
Pembetulan SPT
Jangka Waktu Pembetulan SPT
Sanksi Karena Pembetulan SPT
Pembetulan SPT Karena Menerima Ketetapan, Keputusan atau
Putusan
Ketentuan Pembetulan SPT Karena Menerima Ketetapan,
Keputusan atau Putusan
Pengungkapan Ketidakbenaran SPT
Pengungkapan Ketidakbenaran SPT Setelah Tindakan
Pemeriksaan Tetapi Belum Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak
SKP dan STP Jenis Ketetapan Pajak
SKPKB
SKPLB
Surat Ketetapan Pajak Nihil
SKPKBT
Surat Tagihan Pajak
Penagihan Pajak Pengertian Penagihan Pajak
Tindakan Penagihan Pajak
Dasar penagihan pajak
Jatuh Tempo Pelunasan Dasar Penagihan Pajak
Penangung Pajak
Daluwarsa Penagihan
2 PPh KARAKTERISTIK, Karakteristik Pajak Penghasilan
KETENTUAN Ketentuan Material dan Ketentuan Formal
MATERIAL, DAN
KETENTUAN
FORMAL PAJAK
PENGHASILAN
SUBJEK PAJAK Orang Pribadi
PENGHASILAN Warisan Belum Terbagi
Badan
Bentuk Usaha Tetap (BUT)
OBJEK PAJAK Objek Pajak Penghasilan
PENGHASILAN Penghasilan yang Merupakan Objek Pajak Bersifat Final
Penghasilan yang Dikecualikan dari Objek Pajak
Objek Pajak Bentuk Usaha Tetap
KOMPENSASI Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
KERUGIAN, Pemajakan atas Penghasilan Keluarga
PENGHASILAN
TIDAK KENA PAJAK,
DAN PEMAJAKAN
ATAS
PENGHASILAN
KELUARGA
PENGHITUNGAN Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang dengan Tarif Umum
PAJAK Penghitungan Pajak Penghasilan dengan Tarif Khusus
PENGHASILAN
TERUTANG
PELUNASAN PAJAK Pelunasan Pajak dalam Tahun Berjalan
DALAM TAHUN Perhitungan Pajak pada Akhir Tahun
BERJALAN DAN
PENGHITUNGAN
PAJAK
AKHIR TAHUN
PELAPORAN PAJAK Pelaporan PPh
PENGHASILAN
3 PPN dan Dasar-Dasar PPN Mekanisme Pemungutan Pajak
PPnBM dan PPnBM Dasar Hukum dan Sistematika UU PPN
Legal Karakter PPN
(Khusus PPN
Materi yang Pengukuhan Pengertian PKP
diujikan Pengusaha Kena Batasan Pengusaha Kecil
adalah Pajak
Kewajiban PKP
ketentuan
Tempat Pengukuhan PKP
sebelum
berlakunya Objek PPN BKP dan JKP
UU Penyerahan yang terutang PPN
Harmonisasi Objek PPN Pasal 4 UU PPN
Peraturan
Tarif Dan Dasar Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Perpajakan)
Pengenaan Pajak
Faktur Pajak Pengertian Faktur Pajak
Bentuk dan Jenis FP
Penghitungan PPN Penghitungan PPN
Pengkreditan Pajak Masukan
PPnBM Karakteristik PPnBM
Jenis Barang Mewah dan Tarif PPnBM
Menaknisme Pengenaan PPnBM
Pemungut PPN Pihak-pihak yang ditunjuk sebagai pemungut PPN
Mekanisme Pemungutan Pajak
Restitusi PPN Sebab-sebab Restitusi PPN
SPT Masa PPN Kewajiban Pelaporan SPT Masa PPN
SPT Masa PPN 1111
4 BEA KETENTUAN
METERAI UMUM
OBJEK, TARIF DAN SAAT TERUTANG BEA METERAI
PIHAK YANG TERUANG DAN PEMUNGUT BEA METERAI
PEMBAYARAN BEA METERAI YANG TERUTANG
5 PBB P5L KETENTUAN
UMUM
OBJEK, TARIF DAN SAAT TERUTANG PBB P5L
PIHAK YANG TERUANG DAN PEMUNGUT PBB P5L AI
PEMBAYARAN PBB P5L YANG TERUTANG
6 TEKNOLOGI
INFORMASI
TEKNOLOGI INFORMASI APLIKASI dan KOMUNIKASI
APLIKASI dan
KOMUNIKASI
7 ORGANISASI KEPEGAWAIAN
DAN TATA KODE ETIK
LAKSANA KEUANGAN
TATA NASKAH
DINAS
ORGANISASI
MATERI: KUP tentang
Kewajiban Pendaftaran Diri dan Pelaporan Usaha
1. NPWP dan Fungsi NPWP
a. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib
Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai
tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan
kewajibannya.
b. NPWP diberikan kepada Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaralan subjektif
dan objektif sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan.
c. Fungsi NPWP: NPWP merupakan nomor identitas yang digunakan Wajib Pajak
dalam administrasi pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban
perpajakan.
d. UPDATE: pemberlakuan NIK menjadi NPWP bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
Tujuannya ialah untuk mempermudah administrasi Wajib Pajak, sehingga WP OP
tidak perlu repot melakukan pendaftaran ke KPP karena NIK berfungsi sebagai
NPWP (Pasal 2 UU HPP). Hal ini diharapkan dapat memperkuat reformasi
administrasi perpajakan yang saat ini sedang berlangsung. Dimana dengan
permberlakuan NIK menjadi NPWP akan mengintegrasikan sistem administrasi
perpajakan dan mempermudah WP OP untuk memperoleh NPWP.

2. Subjek Yang Wajib Mendaftarkan Diri untuk Memperoleh NPWP


a. Wajib Pajak orang pribadi;
• Wajib Pajak yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan
memperoleh penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak; dan
• Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
b. Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi;
Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi yang meninggalkan warisan belum memiliki
NPWP, dan dari warisan tersebut diterima atau diperoleh penghasilan, yang
mendaftarkan diri adalah wakil dari Wajib Pajak Warisan Belum Terbagiyaitu:salah
seorang ahli waris ;
• pelaksana wasiat; atau
• pihak yang mengurus harta peninggalan.
Pendaftaran diri oleh wakil dari Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi dilakukan
paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah Wajib Pajak orang pribadi yang
meninggalkan warisan tersebut meninggal dunia.
c. Wajib Pajak Badan termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT), meliputi:
• Wajib Pajak yang memiliki kewajiban perpajakan sebagai pembayar pajak,
pemotong dan/atau pemungut pajak; atau
• Wajib Pajak yang hanya memiliki kewajiban perpajakan sebagai pemotong
dan/atau pemungut pajak.
d. Instansi Pemerintah yang ditunjuk sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak

3. Kewajiban Mendaftar NPWP bagi Wanita Kawin dan Anak Yang Belum Dewasa
NPWP tidak diberikan kepada:
a. Wanita kawin yang tidak hidup berpisah berdasarkan putusan hakim, tidak
melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis, dan/atau
tidak menghendaki untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban
perpajakan terpisah dari suaminya, yang hak dan kewajiban perpajakannya
digabungkan dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
suaminya;
Dalam hal wanita kawin telah memiliki NPWP sebelum kawin, wanita kawin
tersebut harus mengajukan permohonan penghapusan NPWP dengan alasan
bahwa pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya
digabungkandengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
suaminya.
Penghapusan NPWP bagi Wajib Pajak wanita ini dapat dilakukan dalam hal suami
dari wanita tersebut telah terdaftar sebagai Wajib Pajak.
b. Anak yang belum dewasa yang memiliki penghasilan
• Anak yang belum dewasa yaitu anak yang belum berumur 18 tahundan
belum pernah menikah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan di
bidang Pajak Penghasilan, tidak dapat mendaftarkandirinya untuk
memperoleh NPWP atas nama dirinya sendiri. (Pasal 8 ayat (2) PER-
04/PJ/2020)
• Dalam hal anak yang belum dewasa tersebut memerlukan NPWP, maka
menggunakan NPWP orang tuanya.

4. Kewajiban NPWP Warisan Yang Belum Terbagi


Warisan Belum Terbagi (WBT) sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak
pengganti, menggantikan mereka yang berhak, yaitu ahli waris. Dijelaskan pada poin
2b

5. Cara Pendaftaran NPWP dan Pelaporan PKP


a. Pendaftaran Wajib Pajak dilakukan dengan mengajukan permohonan secara
elektronik atau tertulis dan dilampiri dengan dokumen yang disyaratkan.
b. Mekanisme pengajuan secara online: mengisi dan menyampaikan Formulir
Pendaftaran Wajib Pajak melalui Aplikasi Registrasi dan mengunggah (upload)
salinan digital (softcopy) dokumen yang disyaratkan. Bukti Penyampaian
Permohonan: BPE
c. Mekanisme pengajuan secara tertulis: mengisi dan menandatangani Formulir
Pendaftaran Wajib Pajak; dan melampirkan dokumen yang disyaratkan.
Permohonan pendaftaran disampaikan secara langsung/melalui pos/ekspedisi ke
KPP atau KP2KP. Dalam hal permohonan lengkap maka diberikan BPS, dan NPWP
dan SKT diberikan maks 1 hari kerja setelah BPS diterbitkan. Sedangkan jika
permohonan tidak memenuhi syarat dan ketentuan maka permohonan dikembalikan.
d. Permohonan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), disampaikan
dengan mengisi Formulir Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dan melengkapi
dokumen persyaratan. Disampaikan secara langsung/ melalui pos/ekspedisi ke KPP
atau KP2KP
e. Keputusan permohonan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak diberikan paling lama 1
(satu) hari kerja terhitung setelah permohonan diterima lengkap.
f. Setelah status Pengusaha Kena Pajak diperoleh, langkah selanjutnya adalah Pengusaha
diwajibkan untuk melakukan permintaan sertifikat dan aktivasi akun PKP paling lama 3
(tiga) bulan setelah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak

6. Tempat Pendaftaran NPWP


Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif wajib
mendaftarkan diri pada KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal
atau tempat kedudukan WP dan kepadanya diberikan NPWP.
a. Tempat Tinggal Orang Pribadi:
• tempat tinggal tetap orang pribadi beserta keluarganya;
• Tempat pusat kepentingan pribadi dan ekonomi dilakukan;
• tempat orang pribadi lebih lama tinggal dalam kurun waktu 1 (satu) tahun kalender
terakhir,dalam hal tempat pusat kepentingan pribadi dan ekonomi dilakukan
sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak dapat ditentukan.
b. Tempat Tinggal Warisan Belum Terbagi:
• tempat tinggal tetap Wajib Pajak orang pribadi yang meninggalkan warisan beserta
keluarganya sebelum meningggal dunia;atau
• tempat pusat kepentingan ekonomi harta warisan berada
c. Tempat Kedudukan Badan:
• tempat kantor pimpinan serta pusatadministrasi dan keuangan berada;
• tempat kantor pimpinan serta pusatadministrasi dan keuangan berada menurut
keadaan yang sebenarnya;
• tempat kantor pimpinan berada, dalam haltempat kantor pimpinan terpisah dari
tempatpusat administrasi dan keuangan sertatempat menjalankan kegiatan usaha;
atau
• tempat menjalankan kegiatan usaha, bagiWajib Pajak Badan yang bergerak di
sektorusaha tertentu yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
d. Tempat Kedudukan Instansi Pemerintah:
• tempat kantor kepala Instansi PemerintahPusat, kuasa pengguna anggaran,
ataupejabat yang melaksanakan fungsi tatausaha keuangan pada Instansi
Pemerintah Pusat berada, untuk Instansi Pemerintah Pusat;
• tempat kantor kepala Instansi Pemerintah Daerah atau pejabat yang melaksanakan
fungsi tata usaha keuangan pada satuan kerja perangkat daerah berada, untuk
Instansi Pemerintah Daerah; atau tempat kantor kepala desa atau perangkat desa
yang melaksanakan pengelolaan keuangan desa berdasarkan keputusan kepala
desa berada, untuk Instansi Pemerintah Desa.
e. NPWP Cabang: Selain kewajiban mendaftarkan diri pada KPP dan KP2KP yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal WajibPajak, Wajib Pajak juga wajib
mendaftarkan diri pada KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi
tempatkegiatan usaha dilakukan untuk memperoleh NPWP Cabang.
f. Tempat kegiatan usaha dapat berupa: lokasi usaha; kantor cabang perusahaan;
kantor perwakilan; gudang; unit pemasaran; atau tempat kegiatan usaha sejenis yang
digunakan untuk kegiatan produksi, distribusi,pemasaran, atau manajemen

7. Penerbitan NPWP Secara Jabatan


a. Direktur Jenderal Pajak menerbitkan NPWP secara jabatan apabila WP tidak
melaksanakan kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. Kewajiban
perpajakan bagi WP yang diterbitkan NPWP dan/atau yang dikukuhkan sebagai PKP
secara jabatan dimulai sejak saat WP memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, paling lama 5
(lima) tahun sebelum diterbitkannya NPWP dan/atau dikukuhkannya sebagai PKP.
b. Penerbitan NPWP secara jabatan dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan atau
hasil penelitian administrasi sesuai dengan data dan/atau informasi yang dimiliki atau
diperoleh Direktorat Jenderal Pajak, termasuk datadan/atau informasi yang diperoleh
dari kegiatan ekstensifikasi. (Dalam hal Wajib Pajak tidak melaksanakan kewajiban
untuk mendaftarkan diri , Kepala KPP dapat memberikan NPWP secara jabatan
berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil penelitian administrasi, dan
menyampaikan Kartu NPWP, SKT, dan EFIN kepada Wajib Pajak.
c. Tanggal terdaftar yang tercantum dalam Kartu NPWP dan SKT yang diterbitkan
secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yakni sesuai dengan tanggal
penerbitan Kartu NPWP dan SKT.
8. Jangka Waktu Pendaftaran atau Pengukuhan
a. Kewajiban Memiliki NPWP
setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif diberikan
NPWP. Kewajiban pendaftaran tersebut dilakukan dalam waktu sebagai berikut :
• Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan
pekerjaan bebas wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling
lambat 1 (satu) bulan setelah saat usaha atau pekerjaan bebas, nyata-nyata
mulai dilakukan.
• Bagi Wajib Pajak badan wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP
paling lambat 1 (satu) bulan setelah saat pendirian.
• Bagi Bendahara wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling
lambat sebelum melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak.
• Bagi Wajib Pajak sebagaimana disebutkan di atas yang tidak melakukan
pendaftaran untuk memiliki NPWP akan diberikan NPWP secara jabatan dan
berlaku sejak Wajib Pajak memiliki penghasilan di atas PTKP.
b. Kewajiban Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto
dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp4.800.000.000.-
Kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah
peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp4.800.000.000,-

9. Dokumen Syarat Permohonan Pendafatran NPWP


a. WP OP:
• WNI: fotokopi KTP
• WNA: fotokopi paspor; dan fotokopi Kartu Izin Tinggal Sementara (KITAS)
atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP);
b. WP OP wanita kawin yang Hidup Berpisah: fotokopi KTP
c. WP OP wanita kawin yang Pisah Harta dan Memilih Terpisah: fotokopi KTP;
fotokopi Kartu NPWP suami, dalam hal suami merupakan WNI, atau fotokopi
paspor, dalam hal suami merupakan subjek pajak luar negeri; fotokopi kartu
keluarga, akta perkawinan, atau dokumen sejenisnya; dan fotokopi surat
perjanjian pemisahan penghasilan danharta, atau surat pernyataan
menghendaki melaksanakanhak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah
dari hakdan kewajiban perpajakan suami.
d. Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi:
• dilampiri dengan dokumen persyaratan sebagai berikut:fotokopi akta
kematian, surat keterangan kematian, atau dokumen lain yang
dipersamakan dariWP OP yang meninggal dunia;
• dokumen yang menunjukkan kedudukan sebagai wakil Wajib Pajak Warisan
Belum Terbagi,sebagai berikut:fotokopi Kartu NPWP salah satu ahli waris,
dalam hal warisan yang belum terbagi diwakili oleh salah satu ahli waris;
• fotokopi akta wasiat, surat wasiat, atau dokumen lain yang dipersamakan,
dan fotokopiKartu NPWP pelaksana wasiat, dalam hal warisan yang belum
terbagi diwakili olehpelaksana wasiat; atau
• fotokopi dokumen penunjukan pihak yang mengurus harta peninggalan dan
fotokopi Kartu NPWP pihak yang mengurus harta peninggalan, dalam hal
warisan yang belumterbagi diwakili oleh pihak yang mengurus harta
peninggalan.
e. Wajib Pajak Badan
• Badan profit oriented maupun non profit oriented
fotokopi dokumen pendirian badan usaha, berupa:
- akta pendirian atau dokumen pendirian danperubahannya, bagi Wajib
Pajak Badan dalam negeri; atau
- surat keterangan penunjukan dari kantor pusat, bagi bentuk usaha tetap
atau kantor perwakilan perusahaan asing
dokumen yang menunjukkan identitas diri seluruh pengurus Badan,
meliputi:
- WNI: fotokopi Kartu NPWP; dan
- WNA: fotokopi paspor; dan fotokopi Kartu NPWP, dalam hal WNA telah
terdaftar sebagai Wajib Pajak
• Joint Operation: fotokopi perjanjian kerjasama atau akta pendirian, fotokopi
Kartu NPWP masing-masing anggota bentuk Kerja Sama Operasi (Joint
Operation) yang diwajibkan untuk memiliki NPWP; dokumen yang
menunjukkan identitas diri pengurus bentuk Kerja Sama Operasi (Joint
Operation) dan salah satu pengurus dari masing-masing perusahaan
anggota bentuk Kerja Sama Operasi (Joint Operation), meliputi WNI atau
WNA
• Cabang Wajib Pajak Badan: fotokopi Kartu NPWP pusat, dokumen yang
menunjukkan identitas diri pimpman cabangatau penanggung jawab
cabang, meliputi WNI atau WNA
• Instansi Pemerintah
- fotokopi dokumen penunjukan sebagai:kepala Instansi Pemerintah
Pusat, kuasa pengguna anggaran, atau pejabat yangmelaksanakan
fungsi tata usaha keuangan pada Instansi Pemerintah Pusat,
untukInstansi Pemerintah Pusat; kepala Instansi Pemerintah Daerah
atau pejabat yang melaksanakan fungsi tatausaha keuangan pada
satuan kerja perangkat daerah, untuk Instansi PemerintahDaerah; atau
kepala desa atau perangkat desa yang melaksanakan pengelolaan
keuangan desaberdasarkan keputusan kepala desa, untuk Instansi
Pemerintah Desa;
- fotokopi dokumen identitas diri orang pribadi yang ditunjuk, yaitu Kartu
NPWP;
- fotokopi dokumen penunjukan dan kartu NPWP Bendahara
Pengeluaran, Bendahara Penerimaan, dan/atauKepala Urusan
Keuangan Desa

10. Tata Cara Ekstensifikasi Dalam Rangka Pendaftaran NPWP atau Pengukuhan PKP
JENIS WP YANG TERHADAPNYA DILAKUKAN EKSTENSIFKASI
a. Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan persyaratan objektif
namun belum mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP. meliputi:
• Wajib Pajak Orang Pribadi;
• Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi;
• Wajib Pajak Badan; dan
• Bendahara
b. Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi yang
melakukan kegiatan usaha perdagangan ataujasa pada 1 (satu) atau lebih tempat
tinggal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan
dibidang perpajakan.
c. Termasuk Wajib Pajak Badan yaitu Wajib Pajak Badan Cabang dan Wajib Pajak
berbentuk kerja sama operasi atau joint operation.

TAHAP-TAHAP PELAKSANAAN KEGIATAN EKSTENSIFIKASI


a. Tahap Perencanaan Ekstensifikasi
• Kegiatan penyusunan Daftar Sasaran Ekstensifikasi (DSE) berdasarkan data/dan
atau informasi atas WP yangtelah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif,
meliputi:a. Penentuan sumber data dan/atau informasi;
• Pengumpulan data dan/atau informasi;
• Pengolahan data dan/atau informasi; dan
• Penyusunan Daftar Sasaran Ekstensifikasi (DSE). Wajib Pajak yang tercantum
dalam DSE dapatdiurutkan berdasarkan hasil analisis risiko yang dilakukan DJP.
b. Tahap Pelaksanaan Ekstensifikasi
Kegiatan tindak lanjut terhadap Wajib Pajak sebagaimana tercantum dalam Daftar
Penugasan Ekstensifikasi(DPE), meliputi:
• Penugasan Daftar Sasaran Ekstensifikasi yang disebut Daftar Penugasan
Ekstensifikasi (DPE);
• Penerbitan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan
(SP2DK);
• Penyampaian SP2DK: untuk menyampaikan SP2DK diutamakan melalui pos
tercatat, perusahaan jasaekspedisi, atau jasa kurir. Dalam kondisi tertentu,
SP2DK disampaikan secara langsung dengan Kunjungan (Visit).
• Pengelompokan Tanggapan WP; dan
• Tindak lanjut terhadap tanggapan WP atas SP2DK.
c. Tahap Pemantauan dan Evaluasi Ekstensifikasi
Kegiatan pemantauan dan evaluasi Ekstensifikasi yang dilakukan oleh Kantor KPDJP
c.q. Direktorat Ekstensifikasidan Penilaian, Kanwil DJP, dan KPP secara periodik
melalui sistem informasi dan metode lain, meliputi:
• Pemantauan dan Evaluasi Proses Ekstensifikasi; dan
• Pemantauan dan Evaluasi Hasil Ekstensifikasi.
d. Simpulan dan Rekomendasi
• Account Representative membuat simpulan dan rekomendasi berdasarkan data
dan/atau informasi hasil kegiatan Kunjungan (Visit), tanggapan Wajib Pajak,
dan/atau Berita Acara yang telah dibuat serta menuangkannya ke dalamLaporan
Hasil Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (LHP2DK) dalam
jangka waktu paling lama 7(tujuh) hari kalender setelah berakhirnya jangka waktu
penyampaian tanggapan atas SP2DK.
• Simpulan berupa kesimpulan atas pemenuhan persyaratan subjektif dan objektif
Wajib Pajak untuk dapat diberikan NPWP.
• Rekomendasi berupa:
Penerbitan NPWP, dalam hal Wajib Pajak mendaftarkan diri:
- Pada saat dilakukan Kunjungan (Visit); atau
- Dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kalender sejak penyampaian
SP2DK
Usulan pemberian NPWP secara jabatan, dalam hal Wajib Pajak:
- Menolak mendaftarkan diri; atau
- Tidak mendaftarkan diri dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kalender
sejak penyampaian SP2DK melalui Kunjungan (Visit).
Tidak menerbitkan NPWP dalam hal:
- Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif untuk
mendaftarkan diri;
- Wajib Pajak telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dan memiliki NPWP

11. Penghapusan NPWP


Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif, dapat mengajukan
penghapusan NPWP dengan cara menyampaikan permohonan secara tertulis ke Kantor
Pelayanan Pajak tempat Anda terdaftar, baik secara langsung maupun pos/jasa ekspedisi.
Kategori kondisi Wajib Pajak yang dapat mengajukan permohonan Penghapusan NPWP:
a. Wajib Pajak Orang Pribadi yang Telah Meninggal Dunia dan Tidak Meninggalkan Warisan
b. Wajib Pajak Orang Pribadi yang Telah Meninggalkan Indonesia Untuk Selama-lamanya
c. Wanita Kawin Yang Sebelumnya Telah Memiliki NPWP dan Ingin Melaksanakan Kewajiban
Perpajakannya Digabungkan Dengan Suaminya.
d. Wajib Pajak Orang Pribadi yang Berstatus Sebagai Pengurus, Komisaris, Pemegang
Saham/Pemilik, atau Pegawai dan Penghasilan Netonya Tidak Melebihi PTKP
e. anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah, yang Telah
Memiliki NPWP Dan Ingin Melaksanakan Kewajiban Perpajakannya Digabungkan dengan
Kepala Keluarga
f. Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi dalam Hal Warisan Telah Selesai Dibagi
g. Wajib Pajak Badan Dilikuidasi atau Dibubarkan Karena Penghentian atau Penggabungan
Usaha
h. Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap yang Telah Menghentikan Kegiatan Usahanya di Indonesia
i. Instansi Pemerintah yang Sudah Tidak Memenuhi Persyaratan Sebagai Pemotong dan/atau
Pemungut Pajak
j. Wajib Pajak yang memiliki lebih dari 1 (satu) NPWP, tidak termasuk NPWP Cabang

Jangka waktu penyelesaian permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak adalah paling
lama:
a. 6 (enam) bulan untuk Wajib Pajak Pribadi, Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi, dan
Wajib Pajak Instansi Pemerintah; dan
b. 12 (dua belas) bulan untuk Wajib Pajak Badan,
setelah penerbitan Bukti Penerimaan Surat/Bukti Penerimaan Elektronik.

12. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak


Untuk mendapat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dari Direktorat Jenderal Pajak,
seorang pengusaha / bisnis / perusahaan harus memenuhi syarat:
a. Memiliki pendapatan bruto (omzet) dalam 1 tahun buku mencapai Rp 4,8 miliar.
Tidak termasuk pengusaha / bisnis / perusahaan dengan pendapatan bruto kurang
dari Rp 4,8 miliar, kecuali pengusaha tersebut memilih dikukuhkan jadi Pengusaha
Kena Pajak.
b. Melewati proses survey yang dilakukan KPP atau KP2KP tempat pendaftaran
c. Melengkapi dokumen dan syarat pengajuan PKP atau pengukuhan PKP.
Permohonan menjadi Pengusaha Kena Pajak tersebut diajukan ke KPP atau KP2KP
yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan
usaha wajib pajak

Siapa Pengusaha yang Wajib Mendapatkan Pengukuhan PKP?


Selain harus memiliki omzet mencapai Rp 4,8 miliar dalam 1 tahun, pengusaha yang
wajib mendapatkan pengukuhan PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak di dalam daerah Pabean dan/atau
melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak dan/atau
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud diwajibkan:
a. melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
b. memungut pajak yang terutang
c. menyetorkan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) yang masih harus dibayar dalam hal
Pajak Keluaran lebih besar dari pada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta
menyetorkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang
melaporkan pemungutan, penyetoran, dan penghitungan pajaknya paling lambat akhir bulan
berikutnya (SPT Masa PPN).
Pembukuan dan Pencatatan
1. Pembukuan wajib dilakukan oleh setiap wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak
badan.
2. Pencatatan dapat diselenggarakan Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto (penghasilan bruto dalam 1 tahun kurang dari Rp 4,8 M)
dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
3. Pembukuan atau pencatatan diselenggarakan di Indonesia menggunakan huruf Latin, angka
Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa
asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
4. Bahasa asing yang dapat digunakan dalam pembukuan atau pencatatan Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4) UU KUP adalah bahasa Inggris dan mata
uang Dollar amerika serikat. Menyampaikan pemberitahuan secara tertulis ke KPP tempat
Wajib Pajak terdaftar, paling lama 3 (tiga) bulan setelah dimulainya tahun buku dengan
menyebutkan: Identitas Wajib Pajak, Perubahan metode pembukuan dan/atau tahun buku
untuk yang ke berapa, Alasan permohonan dan maksud/tujuan usul perubahan. Dalam hal
permohonan tersebut untuk perubahan metode pembukuan dan/atau tahun buku yang
kedua dan seterusnya diteruskan ke Kepala Kantor Wilayah DJP selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari sejak diterimanya permohonan.
5. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel
kas, dengan sedikitnya memuat catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan
dan biaya, serta penjualan dan pembelian.
6. Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan dengan
tahun-tahun sebelumnya untuk mencegah penggeseran laba atau rugi.
7. Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti
penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang.
8. Stelsel kas adalah suatu metode yang penghitungannya didasarkan atas penghasilan yang
diterima dan biaya yang dibayar secara tunai.
9. Pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau
penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto termasuk penghasilan yang bukan objek
pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
10. Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen
lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau
secara program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia,
yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat
kedudukan Wajib Pajak badan.
11. Pencatatan harus dibuat dalam suatu Tahun Pajak, yaitu jangka waktu 1 (satu) tahun
kalender mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
12. Pencatatan harus dibuat secara kronologis dan sistematis berdasarkan urutan tanggal
diterimanya peredaran dan/atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto.
Pembayaran Pajak
Batas Waktu Pembayaran dan Penyetoran
Batas waktu pembayaran dan pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi paling lama 3
bulan setelah batas akhir tahun pajak, yakni 31 Maret.
Batas waktu pembayaran dan pelaporan SPT Tahunan PPh Badan paling lambat 4 bulan
setelah akhir tahun pajak, yakni 30 April.

Batas Waktu Pembayaran dan Penyetoran Pajak Untuk Masa Pajak

Batas Waktu
Batas Waktu Penyampaian
No Jenis SPT Masa Penyetoran/Pembayaran SPT Terakhir

Tanggal 20
Bulan takwim
berikutnya
Tanggal 10 bulan takwim setelah Masa
1. PPh Pasal 21 berikutnya. Pajak berakhir.

Pada hari yang sama dengan


pembayaran atas penyerahan
barang yang dibiayai dari
belanja negara, dengan SSP Empat belas
yang diisi oleh dan atas nama (14) hari
PPh Pasal 22 – rekanan serta ditandatangani setelah akhir
2. Bendaharawan oleh Bendaharawan. Masa Pajak.

harus disetor dalam jangka Tujuh hari


PPh Pasal 22 – waktu sehari setelah setelah
3. Bea Cukai pemungutan dilakukan pembayaran

Tanggal 20
harus dilunasi sendiri oleh bulan takwim
PPh Pasal 22 – Wajib Pajak sebelum berikutnya
yang dipungut penebusan Delivery Order setelah Masa
4. Pertamina (DO). Pajak berakhir
Tanggal 20
bulan takwim
paling lambat tanggal 10 berikutnya
PPh Pasal 22 – (sepuluh) bulan takwim setelah Masa
5. Badan Tertentu berikutnya. Pajak berakhir

Tanggal 20
bulan takwim
berikutnya
Tanggal 10 bulan takwim setelah Masa
6. PPh Pasal 23/26 berikutnya. pajak berakhir

Tanggal 20
bulan takwim
berikutnya
tanggal 15 bulan takwim setelah Masa
7. PPh Pasal 25 berikutnya. pajak berakhir.

Tanggal 20
PPN/PPn BM – bulan takwim
PKP / Pemungut berikutnya
PPN selain tanggal 15 bulan takwim setelah Masa
8. Bendaharawan berikutnya. pajak berakhir.

Empat belas
(14) hari
PPN/PPn BM - selambat-lambatnya tanggal 7 setelah akhir
9. Bendaharawan> bulan takwim berikutnya Masa pajak.

PPN/PPn BM – harus disetor dalam jangka Tujuh hari


Yang dipungut waktu sehari setelah setelah
10. Bea Cukai pemungutan dilakukan pembayaran

Batas Waktu Pembayaran Pajak dalam SPT Tahunan


Batas waktu pembayaran dan pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi paling lama 3
bulan setelah batas akhir tahun pajak, yakni 31 Maret.
Batas waktu pembayaran dan pelaporan SPT Tahunan PPh Badan paling lambat 4 bulan
setelah akhir tahun pajak, yakni 30 April

Sanksi Administrasi Atas Keterlambatan Pembayaran Pajak


terlambat atau tidak tepat waktu membayar dan menyetorkan pajak, maka akan dikenakan
sanksi administrasi (Bunga) yang besar tarifnya didasarkan pada tingkat suku bunga acuan
(Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja)
Keterlambatan dihitung dari tanggal batas waktu pembayaran sampai dengan tanggal
pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.
dikeluarkan Surat Tagihan Pajak (STP) atas keterlambatan bayar pajak dan harus melunasi
dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterbitkan.
Mengacu pada ketentuan terbaru UU KUP dalam UU Cipta Kerja, sanksi telat bayar PPN
atau denda PPN telat bayar dihitung dengan rumus yang sudah ditetapkan.
Rumus untuk menghitung besar tarif denda telat bayar PPN adalah?
Tarif Bunga Sanksi Pajak + 5% : 12 bulan
Bagaimana jika melakukan pembetulan dan membuat utang pajak jadi lebih besar?
Jika WP melakukan pembetulan sendiri SPT Masa PPN dan mengakibatkan justru utang
pajak menjadi lebih besar, maka rumus menghitung tarif denda utang pajak adalah:
Tarif Bunga Sanksi Pajak + 5% : 12 bulan

Jika kurang bayar pajak karena pembetulan?


Apabila kurang bayar pajak itu akibat dilakukannya pembetulan SPT PPN, maka
perhitungan tarif sanksi denda pajak sebagai berikut:
Tarif Bunga Sanksi Pajak + 5% : 12 bulan

Bagaimana jika tidak melunasi PPN kurang bayar?


Sanksi denda tidak melunasi pajak kurang bayar akan dikenakan denda tidak bayar pajak
dengan rumus perhitungan:
Tarif Bunga Sanksi Pajak + 10% : 12 bulan

Bagaimana jika tidak melunasi pajak kurang bayar dan sudah mendapat SKPKB?
Denda telat bayar PPN atau sanksi bayar PPN kurang bayar dan sudah mendapatkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dari DJP, maka perhitungan denda pajaknya
sebagai berikut:
Tarif Bunga Sanksi Pajak + 15% : 12 bulan

Kesemua jenis sanksi denda telat bayar PPN atau denda tidak melunasi pajak kurang bayar
tersebut dikenakan paling lama 24 bulan atau 2 tahun.

Batas Waktu Pembayaran STP, Ketetapan dan Keputusan


Jumlah pajak yang harus dibayar berdasarkan STP, SKPKB, SKPKBT, dan Surat
Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan
Peninjauan Kembali harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal
diterbitkan

Mengangsur atau Menunda Pembayaran PPh Tahunan


Ada dua jenis pajak yang bisa dimohon untuk ditunda pembayarannya :
Pertama adalah Pajak yang masih harus dibayar dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan (SKPKBT), dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan,
Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang
harus dibayar bertambah. Jatuh tempo pembayan pajak seperti ini sebenarnya adalah 1
(Satu) bulan sejak tanggal diterbitkannya produk hukum tersebut.
Dengan mengajukan permohonan untuk menunda pembayaran pajak atas produk hukum
pajak ini, maka Wajib Pajak mempunyai peluang menolong likuiditas arus kasnya.

Kedua, yang bisa diajukan permohonan penundaan pembayaran pajak adalah kekurangan
pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak
Penghasilan atau biasa disebut PPh Pasal 29. Pembayaran PPh Pasal 29 (jatuh tempo
pembayaran) sendiri harus dilunasi sebelum SPT Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan
tetapi tidak melebihi batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan. Pada
umumnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Badan adalah 30 April dan SPT
Tahunan PPh Orang Pribadi adalah 31 Maret tahun berikutnya.
Pajak yang diajukan permohonan untuk ditunda pembayarannya di atas, selanjutnya akan
disebut sebagai utang pajak pada bagian berikutnya.
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala kantor
Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar untuk menunda pembayaran utang pajak,
dalam hal Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan di luar
kekuasaannya sehingga Wajib Pajak tidak akan mampu memenuhi kewajiban pajak pada
waktunya.
Permohonan Wajib Pajak tersebut harus diajukan secara tertulis paling lama 9 (sembilan)
hari kerja sebelum jatuh tempo pembayaran, disertai dengan alasan dan bukti yang
mendukung permohonan, serta jumlah pembayaran pajak yang dimohon untuk ditunda dan
jangka waktu penundaannya.
Wajib Pajak yang mengajukan permohonan penundaan pembayaran pajak harus
memberikan jaminan yang besarnya ditetapkan berdasarkan pertimbangan Kepala Kantor
Pelayanan Pajak, kecuali apabila Kepala Kantor Pelayanan Pajak menganggap tidak perlu.
Bentuk jaminan dapat berupa garansi bank, surat/dokumen bukti kepemilikan barang
bergerak, penanggungan utang oleh pihak ketiga, sertifikat tanah, atau sertifikat deposito.
Wajib Pajak yang mengajukan permohonan dalam jangka waktu yang melampaui jangka
waktu 9 (sembilan) hari kerja harus memberikan jaminan berupa garansi bank sebesar
utang pajak yang dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu penundaan.
Besarnya pelunasan atas penundaan utang pajak ditetapkan sejumlah utang pajak yang
ditunda pelunasannya dan penundaan atas utang pajak dapat diberikan untuk :
a) paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterbitkannya Surat Keputusan Persetujuan
Penundaan Pembayaran Pajak, untuk permohonan angsuran atas utang pajak berupa
pajak yang masih haru dibayar dalam STP, SKPKB, SKPKBT dan Surat Keputusan
Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan
Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah; atau
b) paling lama sampai dengan bulan terakhir Tahun Pajak berikutnya, untuk permohonan
penundaan atas kekurangan utang pajak berupa pajak yang terutang berdasarkan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (PPh Pasal 29).
Dalam hal Wajib Pajak disetujui untuk menunda pembayaran pajak kecuali untuk utang
pajak berupa Surat Tagihan Pajak, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa bunga
per bulan yang dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan
pembayaran/pelunasan, dengan ketentuan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

Jika Batas Waktu Bertepanan Hari Libur


Apabila batas pelaporan/penyetoran atau tenggat waktunya jatuh pada hari libur, termasuk
Sabtu atau hari libur nasional (termasuk penyelenggaraan Pemilihan Umum dan cuti
bersama), maka pembayaran dan penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja
selanjutnya
Sarana Melakukan Pembayaran Pajak

PMK NOMOR 242/PMK.03/2014


Tempat Pembayaran Pajak
Pembayaran/penyetoran pajak ke Kas Negara melalui Bank Persepsi/Pos
Persepsi/Lembaga Persepsi Lainnya.
Pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak
(SSP) atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP. Sarana administrasi lain
ini dapat berupa:
a) Bukti Penerimaan Negara (BPN) atas pembayaran dan penyetoran pajak melalui 18b kat
pembayaran pajak secara elektronik atau dengan 18b kat langsung ke Bank Persepsi
b) Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP) atas pembayaran dan penyetoran PPh
Pasal 22 impor, PPN impor, dan PPnBM impor serta PPN Hasil Tembakau Buatan Dalam
Negeri;
c) Bukti 18b katas pembayaran dan penyetoran pajak melalui Pemindahbukuan; atau
d) bukti penerimaan pajak lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
SSP atau sarana administrasi lain tersebut dinyatakan sah, apabila telah divalidasi dengan
Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN). Khusus untuk Pemindahbukuan, Bukti Pbk
dinyatakan sah apabila telah ditandatangani oleh Pejabat yang berwenang untuk
menerbitkan Bukti Pbk.
Bentuk, Tata Cara Pengisian SSP

WP dapat membuat SSP secara online melalui Aplikasi Billing Direktorat Jenderal
Pajak. Namun apabila akan menyetorkan melalui loket/teller (over the counter), berikut
beberapa hal yang harus perhatikan:
• Bentuk formulir SSP sesuai pada Lampiran A PER-09/PJ/2020.
• Formulir SSP dibuat dalam 2 rangkap:
o Lembar ke-1: untuk disampaikan kepada Bank/Pos Persepsi atau Lembaga
Persepsi Lainnya
o Lembar ke-2: untuk arsip Wajib Pajak.
• Apabila diperlukan, SSP dapat dibuat lebih dari 2 (dua) rangkap sesuai dengan
kebutuhan.
• Anda dapat mengadakan/membuat sendiri SSP selama bentuk dan isinya sesuai
dengan PER-09/PJ.2020.
• Cara pengisian SSP harus sesuai dengan petunjuk pengisian Form SSP.
• Rincian Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran dapat dilihat disini.
• Untuk NOP dan alamat NOP pada SSP hanya diisi apabila terdapat transaksi yang
terkait dengan tanah dan/atau bangunan, yaitu transaksi pengalihan tanah dan/atau
bangunan dan PPN atas kegiatan membangun sendiri.
Pemotong : identitas WP (yg di atas) pemotong, Ttd pemotong
Pemungut : identitas WP (yg di atas) dipungut, ttd pemungut
Pelaporan Pajak
SKP dan STP
Penagihan Pajak
MATERI: PPh tentang
KARAKTERISTIK, KETENTUAN MATERIAL, DAN KETENTUAN
FORMAL PAJAK PENGHASILAN
❖ Karakteristik Pajak Penghasilan
• Karakteristik utama PPh :

a. Pajak Subjektif
• Pengenaan pajak tergantung pada besarnya kemampuan membayar dari subjek
pajak (dipengaruhi oleh faktor penghasilan dan jumlah tanggungan WP)

b. Pajak langsung
• suatu jenis pajak digolongkan sebagai pajak langsung dilihat dari ketiga faktor
berikut :
a. Penanggung jawab secara yuridis formal dalam melunasi pajak
b. Penanggung beban pajak secara ekonomis
c. Pihak yang dituju undang-undang sebagai pemikul beban pajak (destinaris).

• Secara administratif, pada pajak langsung umumnya wajib pajak menghitung,


memperhitungkan, membayar, dan melaporkan pajak terutangnya sendiri.

• Sedangkan pada pajak tidak langsung, pihak yang menanggung beban pajak dan
pihak yang bertanggung jawab menghitung, membayar, dan melaporkan pajak
terutang berada pihak yang berbeda.

c. Pajak Pusat
• Lembaga pemerintah yang mengadministrasikan Pajak Penghasilan adalah
Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak, masuk ke Anggaran
Penerimaan dan Belanja Negara (APBN)
• Sebagian dari penerimaan Pajak Penghasilan yang berasal dari WPOP masuk ke
Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) melalui mekanisme bagi hasil.

d. Sistem self-assessment dan withholding


• self-assessment, WP wajib menghitung, memperhitungkan, membayar, dan
melaporkan pajaknya sendiri, tidak perlu menunggu ketetapan pajak dari fiskus. -
Pelaporan pada akhir tahun menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan
Pajak Penghasilan.
• withholding, undang-undang mewajibkan pihak ketiga untuk memotong/memungut
Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima/diperoleh oleh wajib pajak.
Sebagai contoh, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 26.

e. Bersifat progresif
• Dilihat dari beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak, semakin besar
penghasilan WP akan dikenakan Pajak Penghasilan yang semakin besar pula.

❖ Ketentuan Material dan Ketentuan Formal


a. Ketentuan Material
• Hukum pajak material mengatur tentang subjek pajak, objek pajak, dan tarif
pajak sehingga bisa dihitung besarnya pajak terutang.

• Sumber hukum dari ketentuan material Pajak Penghasilan adalah:


1. Peraturan Perundang-undangan tentang Pajak Penghasilan
2. Tax Treaty

b. Ketentuan Formal
• Hukum pajak formal (hukum acara) ialah hukum pajak yang memuat ketentuan-
ketentuan mengenai tata cara agar pajak yang terutang menjadi kenyataan
sehingga sampai masuk ke kas negara.

• Memuat ketentuan tentang tatacara, hak, dan kewajiban wajib pajak serta
sanksi jika kewajiban tersebut tidak dijalankan sebagaimana mestinya.

• Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan yang telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2009.

❖ Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang dengan Tarif Umum


• Tiga tahap :
a. Menghitung penghasilan neto
b. Menghitung penghasilan kena pajak
c. Menghitung Pajak Penghasilan terutang

a. Menghitung Penghasilan Neto


Menghitung penghasilan neto fiskal, wajib pajak menggunakan salah satu dari dua
cara berikut :

• Rekonsiliasi fiskal - Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh wajib pajak yang


menyelenggarakan pembukuan. Rekonsiliasi fiskal bertitik tolak dari laporan laba
rugi komersial yang disusun oleh wajib pajak

• Norma penghitungan penghasilan neto - Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang


Pajak Penghasilan menyatakan bahwa Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam satu tahun
kurang dari Rp4.800.000.000 boleh menghitung penghasilan neto dengan
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dengan syarat
memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu tiga bulan
pertama dari tahun pajak yang bersangkutan. Jika dalam jangka waktu tiga bulan
tersebut tidak memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak, wajib pajak tersebut
dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan.

b. Menghitung Penghasilan Kena Pajak


Bagi wajib pajak yang menyelenggarakan pembukuan, kerugian yang diderita dalam
suatu tahun pajak bisa dikompensasikan dengan penghasilan yang diperoleh mulai
tahun berikutnya sampai lima tahun. Sedangkan wajib pajak yang menggunakan
NPPN selalu menghasilkan penghasilan neto yang positif, sehingga tidak bisa
melakukan kompensasi kerugian.

c. Menghitung Pajak Penghasilan Terutang


Besarnya Pajak Penghasilan terutang dihitung dengan mengalikan penghasilan kena
pajak dan tarif umum Pasal 17 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan.

• Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri

• Wajib Pajak Badan Dalam Negeri


Tarif umum bagi wajib pajak badan tahun pajak 2009 sebesar 28%, dan mulai
tahun pajak 2010 diturunkan menjadi 25%.

• Fasilitas Penurunan Tarif Pasal 31E


WP badan dalam negeri - bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000 atas
penghasilan kena pajak yang berasal dari peredaran bruto sampai dengan Rp
4,8 milyar mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50%.
PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN TERUTANG
❖ Penghitungan Pajak Penghasilan dengan Tarif Khusus
a. Pajak Penghasilan Bersifat Final atas Jenis Penghasilan Tertentu.
PELUNASAN PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN DAN
PENGHITUNGAN PAJAK AKHIR TAHUN
Pelunasan pajak dalam tahun
berjalan merupakan angsuran
pembayaran pajak yang nantinya
boleh diperhitungkan dengan cara
mengkreditkan terhadap Pajak
Penghasilan yang terutang untuk
tahun pajak yang bersangkutan,
kecuali penghasilan tersebut
dikenakan pajak bersifat final.

a. PPh Pasal 21
PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh
orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri.

• Pemotong PPh Pasal 21


a) pemberi kerja yang terdiri dari:
1) orang pribadi dan badan;
2) cabang, perwakilan, atau unit, dalam hal yang melakukan sebagian atau
seluruhadministrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain adalah cabang, perwakilan, atau unit tersebut.

b) bendahara atau pemegang kas pemerintah,

c) dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-
badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari
tua atau jaminan hari tua;
d) orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta
badan

e) penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat


nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya
yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau
penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi
berkenaan dengan suatu kegiatan.

b. PPh Pasal 22
Pemungut PPh Pasal 22 adalah :
a) Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
b) bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut
pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga
Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran
atas pembelian barang;
c) bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang
yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
d) Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar
yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan
pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan
mekanisme pembayaran Langsung (LS);
e) Badan usaha tertentu meliputi:
1) Badan Usaha Milik Negara, yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian
besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang
berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan;
2) badan usaha dan Badan Usaha Milik Negara yang merupakan hasil dari
restrukturisasi yang dilakukan oleh Pemerintah, dan restrukturisasi tersebut
dilakukan melalui pengalihan saham milik negara kepada Badan Usaha Milik Negara
lainnya; dan
3) badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh Badan Usaha Milik
Negara, meliputi PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk
Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Iskandar Muda, PT Telekomunikasi
Selular, PT Indonesia Power, PT Pembangkitan Jawa-Bali, PT Semen Padang, PT
Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Krakatau Wajatama, PT Rajawali Nusindo, PT
Wijaya Karya Beton Tbk, PT Kimia Farma Apotek, PT Kimia Farma Trading &
Distribution, PT Badak Natural Gas Liquefaction, PT Tambang Timah, PT Terminal
Petikemas Surabaya, PT Indonesia Comnets Plus, PT Bank Syariah Mandiri, PT
Bank BRI Syariah, dan PT Bank BNI Syariah.
f) Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas,
industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya
kepada distributor di dalam negeri;
g) Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan
importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam
negeri;
h) Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas
penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
i) Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,
pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan keperluan
industrinya atau ekspornya.
j) badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral
logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin
usaha pertambangan; atau
k) badan usaha yang melakukan penjualan emas batangan di dalam negeri.
c. PPh Pasal 23
• Penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 dengan tarif 15%
dari jumlah bruto adalah
a. Dividen
b. Bunga
c. Royalti
d. Hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 21

• penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 dengan tarif sebesar
2% (dua persen) dari jumlah bruto adalah :

a. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa
dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan
b. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21

d. PPh Pasal 24
pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan yang diperoleh atau
diterima dari luar negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang pada akhir
tahun. Namun, besarnya kredit pajak tersebut tidak boleh melebihi penghitungan
pajak terutang menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan. Hal ini dikenal dengan
metode kredit terbatas (ordinary credit method / limited credit method)

e. PPh Pasal 25
• Penghitungan PPh Pasal 25 Secara Umum
Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri
oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang
terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak
yang lalu dikurangi dengan:
a) Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22; dan
b) Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh
dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24,

dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

• Penghitungan PPh Pasal 25 dalam Hal-hal Tertentu


Selanjutnya, pasal 25 ayat (6) Undang-Undang Pajak Penghasilan memberikan
wewenang kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menetapkan besarnya angsuran
PPh Pasal 25 dalam hal-hal berikut :
a. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian
b. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur
c. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan
setelah lewat batas waktu yang ditentukan
d. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
e. Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran
bulanan sebelum pembetulan; dan
f. terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.

• Penghitungan PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Tertentu


Pasal 25 ayat (7) Undang-undang Pajak Penghasilan mengatur bahwa Menteri
Keuangan menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak bagi
a. Wajib Pajak baru
b. bank, badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD),
Wajib Pajak masuk bursa, dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan harus membuat laporan keuangan berkala; dan
c. Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi 0,75%
dari peredaran usaha.

2. Perhitungan Pajak pada Akhir Tahun


menghitung Pajak Penghasilan terutang atas penghasilan yang merupakan objek
pajak tidak final. Selanjutnya, Pajak Penghasilan yang sudah dipotong/dipungut oleh
pihak lain dan angsuran PPh Pasal 25 yang sudah dibayar sendiri dikurangkan dari
Pajak Penghasilan terutang. Jika terdapat kurang bayar, kekurangan tersebut dikenal
dengan PPh Pasal 29 dan harus disetor sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan.
Jika terdapat lebih bayar, kelebihan tersebut dikenal dengan PPh Pasal 28A, bisa
dilakukan permohonan restitusi atau dikompensasikan untuk pembayaran pajak
lainnya.

PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN


• Pelaporan Pajak Penghasilan pada akhir tahun dilakukan dengan menyampaikan
Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan.
• Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan bagi
Wajib Pajak orang pribadi adalah akhir bulan ketiga tahun pajak berikutnya,
sedangkan bagi Wajib Pajak badan adalah akhir bulan keempat tahun pajak
berikutnya

• Berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor 34/PJ/2010 yang telah diubah terakhir
dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor 26/PJ/2013, bentuk formulir SPT Tahunan
PPh adalah sebagai berikut :
➢ SPT 1770SS
SPT 1770SS digunakan oleh wajib pajak orang pribadi yang mempunyai
penghasilan selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas dengan jumlah
penghasilan bruto tidak lebih dari Rp 60 juta setahun
➢ SPT 1770S
SPT 1770S digunakan oleh wajib pajak orang pribadi yang mempunyai
penghasilan selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas dengan jumlah
penghasilan bruto mencapai Rp 60 juta setahun
➢ SPT 1770
Wajib pajak orang pribadi yang mempunyai penghasilan dari usaha/pekerjaan
bebas, baik yang menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan,
melaporkan pembayaran dan penghitungan Pajak Penghasilan tahunan
menggunakan formulir SPT 1770
➢ SPT 1771
Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap melaporkan
pembayaran dan penghitungan Pajak Penghasilan tahunan menggunakan
formulir SPT 1771
Subjek Pajak Penghasilan:
Objek Pajak Penghasilan:
Pasal 4
(1) Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
termasuk:
a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan
lain dalam Undang-Undang ini;
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c. laba usaha;
d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan
badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau
anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan
dalam bentuk apa pun;
4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan,
kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan;
e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak;
f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang;
g. dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis;
h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l. keuntungan selisih kurs mata uang asing;
m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n. premi asuransi;
o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari
Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak;
q. penghasilan dari usaha berbasis syariah;
r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
s. surplus Bank Indonesia. ******)

Penghasilan yang Merupakan Objek Pajak Bersifat Final :

Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:


a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan
surat utang negara, bunga atau diskonto surat berharga jangka pendek yang
diperdagangkan di pasar uang, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh
koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
b. penghasilan berupa hadiah undian;
c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan
modal ventura;
d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan,
usaha jasa konstruksi, usaha real estat, dan persewaan tanah dan/atau bangunan;
dan
e. penghasilan tertentu lainnya, termasuk penghasilan dari usaha yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu,
yang diatur dalam atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Penghasilan yang Dikecualikan dari Objek Pajak :


a. 1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat, infak, dan sedekah yang diterima
oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui
di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang
berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah; dan
2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; ******)
b.warisan;
c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti
penyertaan modal;
d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan, meliputi:
1. makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman bagi seluruh
pegawai;
2. natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu;
3. natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam
pelaksanaan pekerjaan;
4. natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; atau
5. natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu; ******)
e. pembayaran dari perusahaan asuransi karena kecelakaan, sakit, atau karena
meninggalnya orang yang tertanggung, dan pembayaran asuransi beasiswa;

a. 1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat, infak, dan sedekah yang diterima

oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan

oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau

sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui

di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau

disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang

berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan


Pemerintah; dan

2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus

satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk

yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil,

sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau

penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; ******)

b. warisan;

c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti

penyertaan modal;

d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima

atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan, meliputi:

1. makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman bagi seluruh

pegawai;

2. natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu;

3. natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam

pelaksanaan pekerjaan;

4. natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,

dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; atau

5. natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu; ******)

e. pembayaran dari perusahaan asuransi karena kecelakaan, sakit, atau karena

meninggalnya orang yang tertanggung, dan pembayaran asuransi beasiswa;

f. dividen atau penghasilan lain dengan ketentuan sebagai berikut:

1. dividen yang berasal dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh Wajib

Pajak:

a) orang pribadi dalam negeri sepanjang dividen tersebut diinvestasikan di

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu;

dan/atau

b) badan dalam negeri;

2. dividen yang berasal dari luar negeri dan penghasilan setelah pajak dari suatu

bentuk usaha tetap di luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak

badan dalam negeri atau Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, sepanjang

diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya di

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu, dan

memenuhi persyaratan berikut:


a) dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan tersebut paling

sedikit sebesar 30% (tiga puluh persen) dari laba setelah pajak; atau

b) dividen yang berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya tidak

diperdagangkan di bursa efek diinvestasikan di Indonesia sebelum Direktur

Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas dividen tersebut

sehubungan dengan penerapan Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang ini;

3. dividen yang berasal dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada angka 2

merupakan:

a) dividen yang dibagikan berasal dari badan usaha di luar negeri yang

sahamnya diperdagangkan di bursa efek; atau

b) dividen yang dibagikan berasal dari badan usaha di luar negeri yang

sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek sesuai dengan proporsi

kepemilikan saham;

Objek Pajak Bentuk Usaha Tetap :


a. penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta

yang dimiliki atau dikuasai;139

b. penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau

pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang

dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia;

c. penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh

kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap

dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud. **)

(2) Biaya-biaya yang berkenaan dengan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf b dan huruf c boleh dikurangkan dari penghasilan bentuk usaha tetap. **)

(3) Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap:

a. biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan adalah

biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap, yang

besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak;

b. pembayaran kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan sebagai

biaya adalah:

1. royalti atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta, paten,

atau hak-hak lainnya;

2. imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya;

3. bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan;

c. pembayaran sebagaimana tersebut pada huruf b yang diterima atau diperoleh dari
kantor pusat tidak dianggap sebagai Objek Pajak, kecuali bunga yang berkenaan

dengan usaha perbankan. **)

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) :

(1) Penghasilan Tidak Kena Pajak per tahun diberikan paling sedikit:

a. Rp54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang

pribadi;

b. Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak

yang kawin;

c. Rp54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah) tambahan untuk seorang isteri

yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); dan

d. Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota

keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak

angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk

setiap keluarga. ******)

(2) Penerapan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh keadaan

pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak. ****)

(2a) Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e tidak dikenai Pajak Penghasilan atas bagian

peredaran bruto sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dalam

1 (satu) tahun pajak.

(3) Penyesuaian besarnya:

a. Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan

b. batasan peredaran bruto tidak dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud

pada ayat (2a),

ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah dikonsultasikan dengan

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Pemajakan atas Penghasilan Keluarga :

(1) Seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun

pajak atau pada awal bagian tahun pajak, begitu pula kerugiannya yang berasal dari

tahun-tahun sebelumnya yang belum dikompensasikan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 6 ayat (2) dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya, kecuali
penghasilan tersebut semata-mata diterima atau diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja

yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan Pasal 21 dan pekerjaan tersebut

tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota

keluarga lainnya. **)

(2) Penghasilan suami-isteri dikenai pajak secara terpisah apabila:

a. suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim;

b. dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan perjanjian pemisahan

harta dan penghasilan; atau

c. dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban

perpajakannya sendiri. ****)

(3) Penghasilan neto suami-isteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf

c dikenai Pajak berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami-isteri dan

besarnya pajak yang harus dilunasi oleh masing-masing suami-isteri dihitung sesuai

dengan perbandingan penghasilan neto mereka. ****)

(4) Penghasilan anak yang belum dewasa digabung dengan penghasilan orang tuanya.

****)
PPN DAN PPnBM

1. Dasar-Dasar PPN

Definisi: Pajak atas konsumsi dalam negeri yang dihitung atas nilai tambah, yang memisahkan
kedudukan pemikul beban pajak dengan penanggung jawab penyetoran pajak dan
menempatkan eksistensi objek pajak sebagai faktor dominan menimbulkan kewajiban pajak

a. Mekanisme pemungutan pajak

Secara umum, mekanisme pemungutan PPN adalah sebagai berikut:

o Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
(BKP)/Jasa Kena Pajak (JKP) wajib memungut PPN dari pembeli/penerima BKP/JKP
yang bersangkutan sebesar 10% dari harga jual atau penggantian, dan membuat
Faktur Pajak sebagai bukti pemungutannya.
o Apabila pembeli BKP/JKP tersebut berstatus Pemungut PPN (BUMN, kontraktor dan
pemegang izin kontrak kerja sama, bendaharawan pemerintah, dan Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara), PPN yang terutang atas transaksi penyerahan BKP/JKP
tidak dipungut oleh PKP Penjual, melainkan disetor langsung ke kas negara oleh
Pemungut PPN tersebut. Dengan demikian, Pemungut PPN hanya membayar kepada
PKP penjual sebesar harga jual, sedangkan PPN-nya (10%) disetor langsung ke kas
negara.
o PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak Keluaran bagi
PKP Penjual BKP/JKP, yang sifatnya sebagai pajak yang harus dibayar (hutang
pajak).
o Pada waktu PKP di atas melakukan pembelian/perolehan BKP/JKP yang dikenakan
PPN, PPN tersebut merupakan Pajak Masukan, yang sifatnya sebagai pajak yang
dibayar di muka, sepanjang BKP/JKP yang dibeli tersebut berhubungan langsung
dengan kegiatan usahanya.
o Untuk setiap masa pajak (setiap bulan), apabila jumlah Pajak Keluaran lebih besar dari
pada Pajak Masukan, maka selisihnya harus disetor ke Kas Negara paling lama akhir
bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. Dan sebaliknya, apabila jumlah Pajak
Masukan lebih besar dari pada Pajak Keluaran, maka selisih tersebut dapat di
kompensasi ke masa pajak berikutnya. Restitusi hanya dapat diajukan pada akhir
tahun buku.
o Pengusaha Kena Pajak di atas wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN
(SPT Masa PPN) setiap bulan ke Kantor Pelayanan Pajak terkait paling lama akhir
bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
b. Dasar hukum dan sistematika UU PPN
c. Legal karakter PPN

• PPN adalah Pajak Tidak Langsung : Pembeli tidak secara langsung membayar PPN
kepada negara, namun merupakan tanggung jawab Penjual
• PPN adalah Pajak Objektif
o Timbulnya kewajiban pajak sangat ditentukan oleh adanya objek pajak
o Kondisi subjektif WP bukan faktor yang relevan
o Tidak memperhatikan asas keadilan (kesenjangan beban pajak)
• Multi stage LEVY namun non kumulatif
Harga jual adalah harga beli plus nilai tambah (biaya). Pajak Masukan adalah pajak
yang dibayar oleh pembeli ke penjual. Sedangkan Pajak Keluaran adalah pajak yang
diterima oleh penjual dari pembeli. PPN disetor atas PK-PM.
• PPN adalah Pajak Atas Konsumsi dalam Negeri
o PPN bukan atas kegiatan bisnis karena pemikul beban pajak adalah konsumen
o PPN menganut Destination Principle karena pajak dikenakan di tempat tujuan
barang dan/atau jasa akan dikonsumsi
• Consumption type : biaya pembelian barang modal dapat dikurangkan dari DPP
• Indirect subtraction method
2. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP)
a. Pengertian PKP : pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP yang dikenai
pajak berdasarkan UU

b. Batasan pengusaha kecil : pengusaha yang selama 1 (satu) tahun buku melakukan
penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih
dari Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Pengusaha
kecil diperkenankan untuk memilih dikukuhkan menjadi PKP.

c. Kewajiban PKP

o Memungut PPN dan PPnBM terutang.


o Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal pajak keluaran lebih besar dari
pajak masukan yang bisa dikreditkan.
o Menyetorkan PPnBM terutang.
o Melaporkan penghitungan pajak ke dalam SPT Masa PPN.
o Menerbitkan faktur pajak atas setiap penyerahan BKP/JKP.
d. Tempat pengukuhan PKP : Pelaporan untuk menjadi PKP dapat dilakukan di Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) di area tempat tinggalnya atau tempat kegiatan usaha berada calon
PKP berada.

3. Objek PPN (menggunakan negative list, yang tidak ada di daftar


Barang Tidak Kena Pajak dan Jasa Tidak Kena Pajak berarti kena
PPN)
a. BKP dan JKP

• BKP adalah barang berwujud (barang bergerak atau barang tidak bergerak) dan
barang tidak berwujud yang dikenakan pajak menurut UU. Pada dasarnya semua
barang dikenakan PPN kecuali UU menetapkan sebaliknya.
• BARANG TIDAK KENA PAJAK
o Hasil pertambangan atau pengeboran yang berasal langsung dari sumbernya
*Minyak mentah, gas bumi (tidak termasuk elpiji), panas bumi, batu-batuan
(asbes, kalsit, dkk), batu bara (coal, belum dijadikan briket), bijih-bijih (timah,
besi, nikel, dkk)
o Kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak
*Beras, gabah, jagung, daging, susu (tanpa tambahan gula dan yang lainnya),
buah-buahan, sayur-sayuran
o Makanan dan minuman yang disajikan di restoran dkk termasuk yang
diserahkan oleh usaha boga atau katering
o Uang, emas batangan, dan surat berharga
• JKP adalah setiap kegiatan pelayanan berdasar suatu perikatan atau perbuatan
hukum yg menyebabkan suatu barang. atau fasilitas atau kemudahan atau hak
tersedia untuk dipakai termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang
karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk pemesan. Tiap
jasa dapat dikenai pajak kecuali UU menetapkan sebaliknya,
• Jasa Tidak Kena Pajak (Ps 4A ay (3)) sebagai berikut
o Jasa pelayanan kesehatan medis
o Jasa pelayanan sosial
o Jasa pengiriman surat dengan perangko
o Jasa keuangan
o Jasa asuransi
o Jasa keagamaan
o Jasa Pendidikan
o Jasa kesenian dan hiburan
o Jasa penyiaran yang bersifat tidak iklan
o Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam
negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara
luar negeri
o Jasa tenaga kerja
o Jasa perhotelan
o Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalang rangka menjalankan
pemerintahan secara umum
o Jasa penyediaan tempat parkir
o Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam
o Jasa pengriman uang dengan wesel pos, dan
o Jasa boga atau katering

b. Penyerahan yang terutang PPN

• SYARAT PENYERAHAN BKP ATAU JKP yang dikenai PPN


o Yang diserahkan merupakan BKP atau JKP
o Di dalam daerah pabean
o Dalam kegiatan usaha atau pekerjaan
o Sesuai kegiatan usaha sehari-hari PKP (ada unsur pengulangan)

PENYERAHAN BKP VS TIDAK TERMASUK PENYERAHAN BKP


PENYERAHAN BKP TIDAK TERMASUK PENYERAHAN BKP
1. Penyerahan hak atas BKP karena suatu 1. Penyerahan BKP kepada makelar
perjanjian (Tukar menukar, jual beli, perj lain ssbgmn dimaksud dalam KUHD
yang menimbulkan penyerahan hak
2. Pengalihan BKP karena perjanjian 2. Penyerahan BKP untuk jaminan utang-
piutang sewa beli (leasing)
3. Penyerahan BKP kepada pedagang 3. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang
perantara atau melalui lelang atau sebaliknya dan penyerahan antar
cabang yang melakukan PEMUSATAN
tempat pajak terutang
4. Pemakaian sendiri atau pemberian cuma- 4. Penyer BKP dlm rangka penggabungan,
cuma BKP peleburan, pemekaran, pemecahan,
pengambilalihan usaha dg syarat pihak yang
melakukan penyer yg menerima pengalihan
adalah PKP
5. BKP berupa persediaan dan/atau aktiva 5. Penyerahan BKP berupa aktiva yang
yang menurut tujuan semula tidak untuk menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang mash tersisa pada diperjualbelikan yang semula digunakan
saat pembubaran perusahaan tidak berhubungan langsung dengan
kegiatan usaha, atau berupa sedan dan
station wagon yang dilakukan oleh selain
perusahaan persewaan kendaraan
bermotor atau dealer
6. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang
atau sebaliknya dan penyerahan antar
cabang
7. Penyerahan BKP secara konsinyasi
8. Penyerahan BKP oeleh PKP dalam
rangka perjanjian pembiayaan yang
dilakukan berdasarkan prinsip Syariah, yang
penyerahaannya dianggap langsung dari
PKP kepada pihak yang membutuhkan BKP

• Penyerahan tidak dipungut PPN


o PP 50 No Tahun 2019: Alat angkutan tertentu Menggunakan SKTD)
- Impor dan penyerahan alat angkutan tertentu
- Penyerahan dan pemanfaatan JKP terkait alat angkutan tertentu
- Alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, dan
kereta api, serta suku cadangnya, dan alat keselamatan pelayaran dan alat
keselamatan manusia, alat keselamatan penerbangan dan alat
keselamatan manusia
- Pesawat
- Kereta api
o Tempat Penimbunan Berikat
• DIBEBASKAN DARI PPN (Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan)
o Impor dan/atau Penyerahan BKP Tertentu dan/atau Penyerahan JKP Tertentu
yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN –PP 146 Tahun 2000 jo. PP 38 Tahun
2003
- Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi
Nasional (PIN).
- Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama
- Peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan photo udara
wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh TNI.
- Rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun sederhana,
pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar serta perumahan lainnya.
- Jasa yang diserahkan oleh kontraktor untuk pemborongan bangunan RS
dan RSS dan pembangunan tempat yang semata-mata untuk keperluan
ibadah
- Jasa persewaan Rusun Sederhana, RS, dan RSS; dan
- Jasa yang diserahkan oleh Tentara Nasional Indonesia dalam rangka
tersedianya data batas dan photo udara wilayah Negara Republik
Indonesia.
o Impor dan atau Penyerahan BKP Tertentu yang Bersifat Strategis yang
Dibebaskan Dari Pengenaan PPN PP 81 Tahun 2015
- mesin dan peralatan pabrik tidak termasuk suku cadang ; memakai SKB)
- barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang kelautan dan
perikanan
- jangat dan kulit mentah yang tidak disamak
- Ternak
- bibit dan atau benih dari barang pertanian , perkebunan , kehutanan ,
peternakan , atau perikanan
- pakan ternak tidak termasuk pakan hewan kesayangan pakan ikan
- bahan pakan untuk pembuatan pakan ternak dan pakan ikan
- bahan baku kerajinan perak dalam bentuk perak butiran dan atau dalam
bentuk perak batangan
- unit hunian Rumah Susun Sederhana Milik yang perolehannya dibiayai
melalui kredit atau pembiayaan kepemilikan rumah bersubsidi
- listrik, kecuali untuk rumah dengan daya di atas 6.600 (enam ribu enam
ratus) Voltase Amper

c. Objek PPN Pasal 4 UU PPN

• Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh
pengusaha
• Impor BKP
• Penyerahan JKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha
• Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
• Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
• Ekspor BKP berwujud oleh PKP
• Ekspor tidak berwujud oleh PKP
• Ekspor JKP oleh PKP
• Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha/pekerjaan
oleh OP/Badan
• Penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut perjanjian semula tidak untuk
diperjualbelikan oleh PKP, kecuali PM-nya tidak dapat dikreditkan
penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP,
kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan karena perolehan BKP
atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha dan perolehan dan
pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van, dan kombi kecuali merupakan
barang dagangan atau disewakan.
A. Tarif dan DPP PPN
o Tarif : 10%
o Jenis DPP
a. Harga Jual
• Yaitu nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang
dipungut menurut UU ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur
Pajak. Pasal 1 angka 18 UU Nomor 42 TAHUN 2009
• Nilai Berupa uang + semua biaya - potongan harga dalam FP = Harga Jual
• Semua biaya ini termasuk : biaya asuransi, biaya pengangkutan, biaya
pengiriman, biaya pemeliharaan, biaya garansi, dan biaya lain yang diminta
atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP tersebut
(Memori Penjelasan Pasal 1 huruf o UU PPN 1984)
b. Penggantian
• yaitu nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh pengusaha karena penyerahan JKP, ekspor JKP, atau ekspor BKP
Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UU ini dan
potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang
yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan
JKP dan/atau oleh penerima manfaat BKP Tidak Berwujud karena pemanfaatan
BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Pasal 1
angka 19 UU Nomor 42 TAHUN 2009
• Nilai Berupa uang + semua biaya - potongan harga dalam FP = Penggantian
• Semua biaya ini termasuk : biaya asuransi, biaya pengangkutan, biaya
pengiriman, biaya pemeliharaan, biaya garansi, dan biaya lain yang diminta
atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan, Ekspor,
pemanfaatan JKP / BKP tidak berwujud tersebut
c. Nilai impor
• yaitu nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah
pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor BKP, tidak termasuk
PPN dan PPnBM yang dipungut menurut UU ini. Pasal 1 angka 20 UU Nomor
42 TAHUN 2009
• Nilai Impor = Cost, Insurance, Freight (CIF) + Bea Masuk
d. Nilai ekspor
• yaitu nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh eksportir. Pasal 1 angka 26 UU Nomor 42 TAHUN 2009
• tarif PPN ekspor dikenakan sebesar 0%
e. Nilai lain
No Jenis Penyerahan DPP
1 pemakaian sendiri BKP dan atau JKP
Harga Jual atau Penggantian
setelah dikurangi laba kotor
2 pemberian cuma-cuma BKP dan atau Harga Jual atau Penggantian
JKP setelah dikurangi laba kotor
3 penyerahan media rekaman suara perkiraan Harga Jual rata-rata
atau gambar
No Jenis Penyerahan DPP
4 penyerahan film cerita perkiraan hasil rata-rata per
judul film
5 persediaan Barang Kena Pajak yang harga pasar wajar
masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan
6 aktiva yang menurut tujuan semula harga pasar wajar
tidak untuk diperjualbelikan sepanjang
PPN atas perolehan aktiva tersebut
menurut ketentuan dapat dikreditkan
7 penyerahan jasa biro perjalanan atau 10% (sepuluh persen) dari
jasa biro pariwisata jumlah tagihan atau jumlah
yang seharusnya ditagih
8 jasa pengiriman paket 10% (sepuluh persen) dari
jumlah tagihan atau jumlah
yang seharusnya ditagih
9 penyerahan Barang Kena Pajak dan Harga Jual atau Penggantian
atau Jasa Kena Pajak dari Pusat ke setelah dikurangi laba kotor
Cabang atau sebaliknya dan
penyerahan Barang Kena Pajak dan
atau Jasa Kena Pajak antar cabang
10 penyerahan Barang Kena Pajak kepada harga lelang
pedagang perantara atau melalui juru
lelang
11 Penyerahan BKP melalui Pedagang harga yang disepakati antara
Perantara pedagang perantara dengan
pembeli
12 penyerahan jasa pengurusan 10% (sepuluh persen) dari
transportasi (freight forwarding) yang jumlah yang ditagih atau
di dalam tagihan jasa pengurusan seharusnya ditagih.
transportasi tersebut terdapat biaya
transportasi (freight charges)
13 Penyerahan Emas Perhiasan dan / atau 20% x harga jual Emas
jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan atau nilai
Perhiasan oleh Pengusaha Emas penggantian.
Perhiasan.
14 penyerahan pupuk tertentu untuk 1. Nilai Lain atas bagian harga
sektor pertanian pupuk tertentu yang
disubsidi termasuk PPN
adalah nilai berupa uang yang
dihitung dengan formula
100/110 (seratus per seratus
sepuluh) dari jumlah
pembayaran subsidi. (Pasal 3
ayat (2) PMK-
62/PMK.03/2015)
No Jenis Penyerahan DPP
2. Nilai Lain atas bagian harga
pupuk tertentu yang bagian
harganya tidak disubsidi
adalah nilai berupa uang yang
dihitung dengan formula
100/110 (seratus per seratus
sepuluh) dari harga eceran
tertinggi (HET). (Pasal 3 ayat
(3) PMK-62/PMK.03/2015)
15 Untuk penyerahan produk hasil harga jual eceran
tembakau
16 dalam hal tagihan atas penyerahan Nilai lain adalah seluruh
jasa penyediaan tenaga kerja dirinci
tagihan yang diminta atau
dalam Faktur Pajak dengan
seharusnya diminta oleh
memisahkan antara tagihan atas pengusaha jasa atas
penyerahan jasa penyediaan tenaga penyerahan jasa penyediaan
kerja yang diterima oleh pengusahatenaga kerja kepada
jasa dan imbalan yang diterima oleh
pengguna jasa, tidak
tenaga kerja, DPP nya adalah nilai lain.
termasuk imbalan yang
(pasal 4 Ayat (4) PMK-
diterima tenaga kerja berupa
83/PMK.03/2012) gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan sejenisnya.
(pasal 4 Ayat (5) PMK-
83/PMK.03/2012)
17 Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud Sebesar Rp12.000.000,00 per
dari luar Daerah Pabean di dalam copy Film Cerita Impor
Daerah Pabean berupa Film Cerita
Impor
18 Penyerahan Film Cerita Impor oleh Sebesar Rp12.000.000,00 per
importir kepada Pengusaha Bioskop copy Film Cerita Impor
o DPP Hubungan Istimewa
a. Dalam hal Harga Jual atau Penggantian dipengaruhi oleh hubungan istimewa, maka
Harga Jual atau Penggantian dihitung atas dasar harga pasar wajar pada saat
penyerahan BKP atau JKP itu dilakukan.
b. Hubungan istimewa dianggap ada apabila:
• Pengusaha mempunyai penyertaan langsung atau tidak langsung sebesar 25%
atau lebih kepada Pengusaha lain, atau hubungan antara Pengusaha dengan
penyertaan 25% atau lebih pada dua Pengusaha atau lebih, demikian pula
hubungan antara dua Pengusaha atau lebih yang disebut terakhir; atau
• Pengusaha menguasai Pengusaha lainnya atau dua atau lebih Pengusaha
berada di bawah penguasaan Pengusaha yang sama baik langsung maupun
tidak langsung; atau
• Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis
keturunan lurus satu derajat dan/atau kesamping satu derajat.
B. FAKTUR PAJAK
o Pengertian : Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak Pengusaha Kena Pajak (PKP),
yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena
Pajak (JKP).
o Bentuk faktur pajak
a. elektronik; atau
Faktur Pajak berbentuk elektronik adalah Faktur Pajak yang dibuat secara
elektronik sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai tata cara
pembuatan Faktur Pajak yang berbentuk elektronik, untuk setiap penyerahan
BKP dan/atau penyerahan JKP
b. kertas (hardcopy).
Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) adalah Faktur Pajak yang dibuat
tidak secara elektronik berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak untuk
setiap penyerahan dan/atau ekspor BKP dan/atau penyerahan dan/atau
ekspor JKP.
o Jenis Faktur Pajak
a. Faktur Pajak Keluaran adalah faktur pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena
Pajak saat melakukan penjualan terhadap barang kena pajak, jasa kena pajak,
dan atau barang kena pajak yang tergolong dalam barang mewah;
b. Faktur Pajak Masukan adalah faktur pajak yang didapatkan oleh PKP ketika
melakukan pembelian terhadap barang kena pajak atau jasa kena pajak dari
PKP lainnya;
c. Faktur Pajak Pengganti adalah penggantian atas faktur pajak yang telah terbit
sebelumnya dikarenakan ada kesalahan pengisian, kecuali kesalahan
pengisian NPWP. Sehingga, harus dilakukan pembetulan agar sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya;
d. Faktur Pajak Gabungan adalah faktur pajak yang dibuat oleh PKP yang
meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli barang kena
pajak atau jasa kena pajak yang sama selama satu bulan kalender;
e. Faktur Pajak Digunggung adalah faktur pajak yang tidak diisi dengan identitas
pembeli, nama, dan tandatangan penjual yang hanya boleh dibuat oleh PKP
Pedagang Eceran;
f. Faktur Pajak Cacat adalah faktur pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas,
benar, dan/atau tidak ditandatangani termasuk juga kesalahan dalam
pengisian kode dan nomor seri. Faktur pajak cacat dapat dibetulkan dengan
membuat faktur pjak pengganti;
g. Faktur Pajak Batal adalah faktur pajak yang dibatalkan dikarenakan adanya
pembatalan transaksi. Pembatalan juga harus dilakukan ketika ada kesalahan
pengisian NPWP dalam faktur pajak.
h. Ada pula dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur
pajak. Yaitu dokumen yang tidak memiliki format sebagaimana faktur pajak
pada umumnya, tetapi tetap dipersamakan kedudukannya. Contohnya
adalah tagihan listrik, tagihan pemakaian air, tagihan telepon selular, dan lain
sebagainya.
C. Perhitungan PPN
o Perhitungan PPN 10% x DPP
o Pengkreditan PM
a. Pengkreditan secara umum
• Pasal 9 UU Nomor 42 tahun 2009
• “Jika pajak keluaran lebih besar dari pajak masukan, maka selisihnya
merupakan PPN yang harus dibayar.”
• “Jika pajak keluaran lebih kecil dari pajak masukan, maka selisihnya
merupakan kelebihan bayar PPN yang bisa dikompensasi dengan
masa pajak berikutnya atau dikenakan restitusi.”
• Syarat-syarat faktur pajak yang dapat dikreditkan menurut UU PPN
o Pajak masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan
pajak keluaran dalam masa pajak yang sama.
o Pajak masukan yang belum dikreditkan pada masa pajak yang
sama, masih boleh dikreditkan di masa pajak berikutnya
paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya masa pajak
yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai
biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
o Pajak masukan yang dikreditkan harus memenuhi
persyaratan formal dan material.
o Pajak masukan yang dikreditkan harus mencantumkan
keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau JKP yang
paling sedikit memuat:
▪ Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) yang menyerahkan BKP atau JKP;
▪ Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau
penerima JKP;
▪ Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau
penggantian, dan potongan harga;
▪ PPN yang dipungut;
▪ PPnBM yang dipungut;
▪ Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur
pajak; dan
▪ Nama dan tanda tangan yang berhak
menandatangani faktur pajak.
• faktur pajak yang tidak dapat dikreditkan adalah:
o Perolehan BKP atau JKP, pemanfaatan BKP tidak berwujud
atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean sebelum
pengusaha dikukuhkan sebagai PKP;
o Perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan
langsung dengan kegiatan usaha;
o Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa
sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang
dagangan atau disewakan;
o Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari
luar Daerah Pabean yang faktur pajaknya tidak memenuhi
ketentuan “dokumen tertentu yang kedudukannya
dipersamakan dengan faktur pajak”;
o Perolehan BKP atau JKP yang pajak masukannya ditagih
dengan penerbitan ketetapan pajak;
o Perolehan BKP atau JKP yang pajak masukannya tidak
dilaporkan dalam SPT Masa PPN, yang ditemukan pada waktu
dilakukan pemeriksaan;
o Perolehan BKP selain barang modal atau JKP sebelum PKP
berproduksi;
o Perolehan BKP atau JKP yang faktur pajaknya :
▪ tidak memenuhi ketentuan informasi minimal
sebagaimana di atas;
▪ tidak memenuhi persyaratan formal dan material;
atau
▪ tidak mencantumkan nama, alamat, dan NPWP
pembeli BKP atau penerima JKP.
o Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan/atau
perolehan JKP yang atas penyerahannya dibebaskan dari
pengenaan PPN.
o Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan/atau
perolehan JKP yang atas penyerahannya tidak terutang PPN.
b. Jika pengusaha melakukan penyerahan yang terutang PPN dan tidak
terutang PPN atau dibebaskan, dan pengusaha tidak mengetahui atau
mencampurkan antara pajak masukan yang atas penyerahannya dibebaskan
atau tidak terutang dengan yang terutang PPN, maka pajak masukan yang
dapat dikreditkan menggunakan pedoman pengkreditan.
• Rumus untuk pedoman pengkreditan PPN:
o P = PM x Z
o P adalah jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan.
o PM adalah jumlah pajak masukan atas perolehan BKP
dan/atau JKP.
o Z adalah persentase yang sebanding dengan jumlah
penyerahan yang terutang pajak terhadap penyerahan
seluruhnya.
• PKP mengkreditkan pajak masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP
tersebut pada bulan perolehan BKP dan/atau JKP di SPT Masa PPN
bulan perolehan BKP dan/atau JKP.
• Pada akhir tahun buku, setelah diketahui berapa jumlah total
penyerahan yang sebenarnya atas penyerahan yang terutang PPN,
tidak terutang PPN atau dibebaskan PPN, PKP melakukan
penghitungan kembali pajak masukan berdasarkan pedoman
penghitungan pengkreditan pajak masukan sebagai berikut:
o Untuk BKP dan JKP yang masa manfaatnya lebih dari 1 (satu)
tahun:
▪ P’ = PM/T x Z’
▪ Keterangan:
▪ P’ adalah jumlah Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan dalam 1 (satu) tahun buku.
▪ PM adalah jumlah Pajak Masukan atas perolehan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
▪ T adalah masa manfaat BKP dan/atau JKP yang
ditentukan sebagai berikut: untuk BKP berupa tanah
dan bangunan adalah 10 (sepuluh) tahun dan untuk
BKP selain tanah dan bangunan dan JKP adalah 4
(empat) tahun;
▪ Z’ adalah persentase yang sebanding dengan jumlah
penyerahan yang Terutang Pajak terhadap seluruh
penyerahan dalam 1 (satu) tahun buku.
o Untuk BKP dan JKP yang masa manfaatnya 1 (satu) tahun atau
kurang:
▪ P’ = PM x Z’
▪ P’ adalah jumlah pajak masukan yang dapat
dikreditkan dalam 1 (satu) tahun buku.
▪ PM adalah jumlah pajak masukan atas perolehan BKP
dan/atau JKP,
▪ Z’ adalah persentase yang sebanding dengan jumlah
penyerahan yang terutang pajak terhadap seluruh
penyerahan dalam 1 (satu) tahun buku.
c. PKP dengan Omzet Kurang dari Rp1,8 Miliar
• mempunyai peredaran usaha dalam 2 (dua) tahun buku sebelumnya
tidak melebihi Rp1,8 miiliar untuk setiap 1 (satu) tahun buku; atau
• Wajib pajak yang baru dikukuhkan sebagai PKP.
• Besarnya pajak masukan yang dapat dikreditkan yang dihitung
menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 PMK 74 ini, yaitu sebesar:
PM = 60% X PK --> JKP o 60% dari pajak keluaran untuk penyerahan JKP, sehingga PPN
PM = 70% X PK--> BKP yang dibayar sebesar 4% dari DPP; atau
o 70% dari pajak keluaran untuk penyerahan BKP, sehingga
ATAU
JKP PPN yang dibayar sebesar 3% dari DPP.
PPN DIBAYAR = 4% X DPP• PKP yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak
BKP masukan tidak dapat membebankan PPN atas perolehan BKP
PPN DIBAYAR = 3% X DPP dan/atau JKP sebagai biaya untuk penghitungan pajak penghasilan.
• Bila peredaran usaha PKP yang menggunakan pedoman pengkreditan
pajak masukan tersebut sudah melebihi Rp1,8 miliar maka mulai
masa berikutnya setelah peredaran usahanya melebihi Rp1,8 miliar,
PKP tersebut sudah tidak boleh lagi menggunakan pedoman
penghitungan pengkreditan pajak. Misalnya, pada bulan Juli,
peredaran usaha sudah mencapai 1,8 miliar, maka mulai bulan
Agustus PKP sudah tidak boleh lagi menggunakan pedoman
pengkreditan ini.
d. Pengkreditan Pajak Masukan PKP Tertentu
• PMK 74 juga mengatur pedoman pengkreditan PPN untuk PKP yang
melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran
dan PKP yang melakukan penyerahan emas perhiasan secara
eceran.
• Besarnya pajak masukan yang dapat dikreditkan untuk PKP yang
melakukan penyerahan kendaraan bekas adalah 90% sehingga PPN
kendaraan bekas eceran --> PM = 90% x PK
yang disetorkan ke kas negara sebesar 1% dari harga jual kendaraan
bekas.
emas eceran --> pm = 80% x PK
• Sedangkan besarnya pajak masukan atas penyerahan emas
ditentukan sebesar 80% sehingga PPN yang disetorkan ke kas negara
sebesar 2% dari harga jual kendaraan bekas. Khusus untuk penjualan
emas, sudah ada peraturan terbaru yaitu PMK Nomor
30/PMK.03/2014 namun tarifnya tetap sama.
D. PPnBM
o Karakteristik PPnBM
a. PPnBM merupakan pungutan tambahan setelah atau di samping PPN.
b. PPnBM bukanlah pajak yang dapat dikreditkan dengan PPN.
c. PPnBM hanya dipungut sekali saja, yakni pada saat impor BKP yang termasuk
mewah atau saat penyerahan BKP mewah yang dilakukan oleh PKP pabrikan
dari BKP yang tergolong mewah itu.
d. Jika eksportir melakukan ekspor BKP yang tergolong mewah, PPnBM yang
sudah dibayar saat perolehannya dapat diminta kembali.
o Jenis Barang Mewah dan Tarif PPnBM
a. Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah
• barang yang bukan barang kebutuhan pokok
• barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
• barang yang umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan
tinggi
• barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status
b. Apa saja barang yang dikenakan PPnBM?
• Kendaraan bermotor, kecuali untuk kendaraan ambulan, kendaraan
jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan,
kendaraan angkutan umum, kepentingan negara
• Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen,
kondominium, totan house, dan sejenisnya
• Kelompok pesawat udara, kecuali untuk keperluan negara atau
angkutan udara niaga
• Kelompok balon udara
• Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk
keperluan negara
• Kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk kepentingan negara,
angkutan umum atau usaha pariwisata
c. Berdasarkan Pasal 8 UU Nomor 42 Tahun 2009, tarif PPnBM yang paling
rendah ditetapkan sebesar 10% dan paling tinggi 200%. Namun, jika
pengusaha melakukan ekspor Barang Kena Pajak (BKP) yang terbilang mewah,
maka akan dikenakan PPnBM dengan tarif sebesar 0%.
• Tarif 10% = Kendaraan umum kategori tertentu, alat rumah tangga,
alat pendingin, hunian mewah, televisi, dan minuman non-alkohol.
• Tarif 20% = Kendaraan bermotor kategori tertentu, alat fotografi,
berbagai jenis permadani, peralatan olahraga impor, dan barang
• Tarif 25% = Kendaraan bermotor berat dan berbahan bakar solar,
misalnya combi, pick up, dan minibus.
• Tarif 35% = Minuman bebas alkohol, bahan berbahan kulit impor,
batu kristal, bus, dan barang pecah belah
o Mekanisme Pengenaan PPnBM
a. Prinsip pemungutannya hanya 1 kali saja, saat:
• penyerahan oleh pabrikan atau produsen barang yang tergolong
mewah
• impor barang yang tergolong mewah
b. Penyerahan pada tingkat berikutnya tidak lagi dikenai PPnBM
c. PPnBM tidak dikenal istilah pajak masukan, sehingga tidak dikenal sistem
pengkreditan seperti dalam PPN.
d. PPnBM terutang = DPP PPnBM X tarif pajak
• Tarif khusus Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas ekspor BKP
tergolong mewah = 0%.
E. Pemungut PPN
o Pemungut PPN adalah badan atau instansi yang ditunjuk oleh menteri keuangan yang
memiliki kewajiban untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak terutang atas
penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa kena Pajak (JKP) yang dikenakan
PPN. Adapun pemungut PPN sesuai dengan arahan dari menteri keuangan tersebut
terbagi menjadi tiga, antara lain:
a. Bendaharawan pemerintah, kantor perbendaharaan, dan kas negara.
b. Pemegang kuasa/izin atau kontraktor.
c. Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
o Mekanisme Pemungutan Pajak. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
136/PMK.03/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
85/PMK.03/2012, mekanisme pemungutan PPN adalah:
a. Rekanan memiliki kewajiban dalam membuat faktur pajak dan Surat Setoran
Pajak (SSP) atas tiap penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena
Pajak (JKP) kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
b. Faktur pajak dibuat sesuai ketentuan di bidang perpajakan.
c. Mencantumkan NPWP dan identitas rekanan dan melakukan
penandatanganan SPP yang dilakukan oleh BUMN sebagai penyetor atas
nama rekanan tersebut.
d. Atas penyerahan BKP, selain terutang PPN, yakni terutang pula PPnBM, maka
rekanan mencantumkan pula jumlah PPnBM terutang pada faktur pajak.
e. Faktur pajak dibuat rangkap 3. Lembar pertama untuk BUMN, lembar kedua
untuk rekanan, dan ketiga untuk BUMN yang dilampirkan pada SPT Masa PPN.
f. SSP dibuat rangkap 5. Lembar pertama untuk rekanan, kedua untuk KPPN
lewat bank persepsi atau kantor pos, ketiga untuk rekanan yang dilampirkan
pada SPT Masa PPN, keempat untuk bank persepsi atau kantor pos, kelima
untuk BUMN yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi pemungut PPN.
g. Melakukan pemungutan wajib menyertakan cap “Disetor tanggal ……….” dan
menandatanganinya pada faktur pajak.
h. Faktur pajak dan SSP adalah bukti pemungutan dan penyetoran atas PPN dan
PPnBM.
F. Restitusi PPN
o Restitusi PPN adalah pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) yang diberikan oleh negara, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kepada
Pengusaha Kena Pajak (PKP). Restitusi PPN ini diatur dalam Undang-Undang (UU) No.
28 tahun 2007, yang menjelaskan bahwa jika jumlah kredit pajak atau jumlah pajak
yang dibayar lebih besar dari jumlah pajak yang terutang, DJP akan menerbitkan surat
ketetapan pajak lebih bayar (SKPLB), setelah sebelumnya melakukan pemeriksaan
terlebih dahulu.
o Sebab-sebab Restitusi PPN
Apabila terjadi kelebihan bayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pada umumnya
disebabkan oleh adanya:
a. Kelebihan Pajak Masukan karena pembelian barang modal oleh Pengusaha
Kena Pajak (PKP) pada saat awal usaha dimulai.
b. Pengusaha Kena Pajak menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa
Kena Pajak (JKP) yang memperoleh fasilitas “PPN Tidak Dipungut.”
c. Pengusaha Kena Pajak menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa
Kena Pajak (JKP) kepada pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN). --> sehingga PK nya
jadi kecil krn disetor
d. Kelebihan Pajak Masukan dalam suatu masa pajak tertentu yang telah dibayar
sendiri oleh
atas perolehan Barang Kena Pajak (BKP) yang diekspor. rekanannya

G. SPT Masa PPN


o Kewajiban Pelaporan SPT Masa PPN
a. SPT Masa PPN harus dilapor setiap bulannya, walaupun tidak ada perubahan
neraca, atau nilai Rupiah pada masa pajak terkait nihil (0).
b. Jatuh tempo pelaporan adalah
• PKP : pada hari terakhir (tanggal 30 atau 31) bulan berikutnya setelah
akhir masa pajak yang bersangkutan.
• Pemungut bendahawaran pada tanggal 14 bulan berikut.
• Pemungut non bendahara : Batas untuk melaporkan PPN jatuh pada
tanggal 20 di bulan berikutnya.
c. Gagal melaporkan akan berakibat denda sebesar Rp 500.000,00 (UU KUP
Pasal 7 ayat 1).
o SPT Masa PPN 1111
a. Formulir yang kini digunakan adalah SPT Masa PPN 1111, yang terdiri dari 1
form induk dan 6 form lampiran.
A. Bea Meterai
1. Ketentuan Umum
a) Dasar hukum
1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 (berlaku mulai tanggal 1 Januari 2021) tentang
Bea Meterai
2) (mencabut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 (berlaku mulai 1 Januari 1986)
tentang Bea Meterai)
3) PMK-4/PMK.03/2021 (berlaku sejak tanggal 20 Januari 2021) tentang Pembayaran
Bea Meterai, Ciri Umum dan Ciri Khusus Meterai Tempel, Meterai Dalam Bentuk Lain,
dan Penentuan Keabsahan Meterai, serta Pemeteraian Kemudian
b) Definisi dan ketentuan umum
1) Bea Meterai adalah pajak atas Dokumen
2) Dokumen adalah sesuatu yang ditulis atau tulisan, dalam bentuk tulisan tangan,
cetakan, atau elektronik, yang dapat dipakai sebagai alat bukti atau keterangan
3) Tanda Tangan adalah tanda sebagai lambang nama sebagaimana lazimnya
dipergunakan, termasuk paraf, teraan atau cap tanda tangan atau cap paraf, teraan
atau cap nama, atau tanda lainnya sebagai pengganti tanda tangan, atau tanda tangan
elektronik sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang informasi dan
transaksi elektronik
4) Meterai adalah label atau carik dalam bentuk tempel, elektronik, atau bentuk lainnya
yang memiliki ciri dan mengandung unsur pengaman yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Republik Indonesia, yang digunakan untuk membayar pajak atas
Dokumen
5) Pihak Yang Terutang adalah pihak yang dikenai Bea Meterai dan wajib membayar Bea
Meterai yang terutang
6) Pemeteraian Kemudian adalah pemeteraian yang memerlukan pengesahan dari
pejabat yang ditetapkan oleh Menteri
7) Pengaturan Bea Meterai dilaksanakan berdasarkan asas kesederhanaan, efisiensi,
keadilan, kepastian hukum; dan kemanfaatan
8) Pengaturan Bea Meterai bertujuan untuk
• Mengoptimalkan penerimaan negara guna membiayai pembangunan nasional
secara mandiri menuju masyarakat Indonesia yang sejahtera;
• Memberikan kepastian hukum dalam pemungutan Bea Meterai;
• Menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat;
• Menerapkan pengenaan Bea Meterai secara lebih adil; dan
• Menyelaraskan ketentuan Bea Meterai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya.
9) Bea Meterai dikenakan 1 (satu) kali untuk setiap Dokumen sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3
2. Objek, Tarif, dan Saat Terutang Bea Meterai
a) Objek Bea Meterai (Pasal 3 UU Nomor 10 Tahun 2020)
1) Dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang
bersifat perdata, meliputi:
• Surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang
sejenis, beserta rangkapnya;
• Akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya;
• Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya;
• Surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
• Dokumen transaksi surat berharga, termasuk Dokumen transaksi kontrak
berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
• Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan
risalah lelang, dan grosse risalah lelang;
• Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) yang:
o menyebutkan penerimaan uang; atau
o berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi
atau diperhitungkan;
• Dokumen lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
2) Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
b) Bukan Objek Bea Meterai (Pasal 7 UU Nomor 10 Tahun 2020)
1) Dokumen yang terkait lalu lintas orang dan barang:
• surat penyimpanan barang;
• konosemen;
• surat angkutan penumpang dan barang;
• bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang;
• surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim; dan
• surat lainnya yang dapat dipersamakan dengan surat sebagaimana dimaksud
pada poin 1 s.d. poin 5.
2) Segala bentuk ljazah;
3) Tanda terima pembayaran gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan
pembayaran lainnya yang berkaitan dengan hubungan kerja, serta surat yang
diserahkan untuk mendapatkan pembayaran dimaksud;
4) Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah, bank,
dan lembaga lainnya yang ditunjuk oleh negara berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
5) Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat
dipersamakan dengan itu yang berasal dari kas negara, kas pemerintahan daerah,
bank, dan lembaga lainnya yang ditunjuk berdasarkan ketentuan peraturan
perundangundangan;
6) Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi;
7) Dokumen yang menyebutkan simpanan uang atau surat berharga, pembayaran uang
simpanan kepada penyimpan oleh bank, koperasi, dan badan lainnya yang
menyelenggarakan penyimpanan uang, atau pengeluaran surat berharga oleh
kustodian kepada nasabah;
8) Surat gadai;
9) Tanda pembagian keuntungan, bunga, atau imbal hasil dari surat berharga, dengan
nama dan dalam bentuk apa pun; dan
10) Dokumen yang diterbitkan atau dihasilkan oleh Bank Indonesia dalam rangka
pelaksanaan kebijakan moneter.
c) Tarif
1) Dokumen yang merupakan objek Bea Meterai dikenai Bea Meterai dengan tarif tetap
sebesar Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah).
2) Besarnya tarif Bea Meterai dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai dengan kondisi
perekonomian nasional dan tingkat pendapatan masyarakat melalui Peraturan
Pemerintah.
d) Saat Terutang Bea Meterai
1) Saat Dokumen dibubuhi tanda tangan, untuk:
• surat perjanjian beserta rangkapnya
• akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya
• akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya
2) Saat Dokumen selesai dibuat, untuk:
• surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun
• Dokumen transaksi surat berharga, termasuk Dokumen transaksi kontrak
berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun
3) Saat Dokumen diserahkan kepada pihak untuk siapa Dokumen tersebut dibuat, untuk:
• surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta
rangkapnya
• Dokumen lelang
• Dokumen yang menyatakan jumlah uang
4) Saat Dokumen diajukan ke pengadilan, untuk:
• Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan
5) Saat Dokumen digunakan di Indonesia, untuk:
• Dokumen yang dibuat di luar negeri dan digunakan di Indonesia.
3. Pihak yang Terutang dan Pemungut Bea Meterai
a) Pihak yang Terutang
1) Dokumen yang dibuat sepihak → Pihak Penerima Dokumen
2) Dokumen yang dibuat oleh 2 pihak atau lebih → masing-masing pihak atas Dokumen
yang diterimanya
3) Dokumen berupa surat berharga → pihak yang menerbitkan surat berharga
4) Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan → pihak yang mengajukan
dokumen
5) Dokumen dibuat di luar negeri dan digunakan di Indonesia → pihak yang menerima
manfaat atas Dokumen
b) Pemungut
1) Dilakukan oleh pemungut bea meterai→ ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau
pejabat yang ditunjuk (PMK 151/PMK.03/2021)
Kriteria Wajib Pajak yang ditetapkan sebagai Pemungut Bea Meterai:
a) Memfasilitasi penerbitan Dokumen tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat (2) huruf a PMK 151/PMK.03/2021; dan/atau
b) Menerbitkan dan/ atau memfasilitasi penerbitan Dokumen tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b, huruf c, dan/ atau huruf d (PMK
151/PMK.03/2021) dengan jumlah lebih dari 1.000 (seribu) Dokumen dalam 1
(satu) bulan.
2) Kewajiban pemungut :
• Memungut Bea Meterai yang terutang atas Dokumen tertentu dari Pihak Yang
Terutang;
(tidak melaksanakan → diterbitkan surat ketetapan pajak)
• Menyetorkan Bea Meterai ke kas negara; dan
(tidak melaksanakan → diterbitkan surat ketetapan pajak)
(terlambat menyetorkan Bea Meterai → diterbitkan surat tagihan pajak)
*Jumlah kekurangan Bea Meterai dalam surat ketetapan pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sebesar Bea Meterai yang tidak atau kurang dipungut
dan/atau tidak atau kurang disetor, ditambah sanksi administratif sebesar 100%
(seratus persen) dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dipungut dan/atau tidak
atau kurang disetor.
• Melaporkan pemungutan dan penyetoran Bea Meterai ke kantor Direktorat
Jenderal Pajak
(tidak atau terlambat melaporkan pemungutan dan penyetoran Bea Meterai →
diterbitkan surat tagihan pajak)
4. Pembayaran Bea Meterai yang Terutang
dilakukan dengan menggunakan:
a) Meterai (Meterai tempel, Meterai elektronik; atau Meterai dalam bentuk lain yang
ditetapkan oleh Menteri), atau
b) surat setoran pajak
B. PBB P5L
1. Ketentuan Umum
a) Dasar hukum
1) UU No 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan s.t.d.d UU No 12 Tahu 1994
2) PMK No 48/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pelaporan, dan Pendataan
Objek Pajak Bumi dan Bangunan
3) PER-19/PJ/2019 Surat Pemberitahuan Objek Pajak Bumi dan Bangunan
b) Ketentuan umum
1) Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya;
2) Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada
tanah dan/atau perairan
3) Nilai Jual Obyek Pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli
yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi juai beli, Nilai Jual
Obyek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis,
atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Obyek Pajak pengganti;
4) Surat Pemberitahuan Obyek Pajak adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk
melaporkan data obyek pajak (dilampiri LSPOP – PMK 48/PMK.03/2021);
5) Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang adalah surat yang digunakan oleh DJP untuk
memberitahukan besarnya pajak terhutang kepada wajib pajak.
6) Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat PBB adalah Pajak Bumi dan
Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PBB selain PBB Perdesaan
dan Perkotaan (PMK-48/PMK.03/2021)
2. Subjek Pajak
a) Subyek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi,
dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau
memperoleh manfaat atas bangunan.
b) Wajib Pajak PBB yang selanjutnya disebut Wajib Pajak adalah subjek pajak yang
dikenakan kewajiban membayar PBB (PMK-48/PMK.03/2021)
c) Untuk obyek pajak yang belum jelas diketahui wajib pajaknya, Direktur Jenderal Pajak
dapat menetapkan subyek pajak (a) sebagai wajib pajak.
3. Objek Pajak
a) Obyek pajak adalah bumi dan/atau bangunan (yang merupakan objek pajak PBB Sektor
Perkebunan, PBB Sektor Perhutanan, PBB Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi,
PBB Sektor Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi, PBB Sektor Pertambangan
Mineral atau Batubara, dan PBB Sektor Lainnya – PMK 48/PMK.03/2021)
b) Objek pajak diklasifikasikan (selengkapnya di PMK-186/PMK.03/2019) menjadi:
1) objek pajak PBB Sektor Perkebunan meliputi bumi dan/atau bangunan yang berada di
kawasan perkebunan;
2) objek pajak PBB Sektor Perhutanan meliputi bumi dan/atau bangunan yang berada di
kawasan perhutanan;
3) objek pajak PBB Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi meliputi bumi dan/ a tau
bangunan yang berada di kawasan pertambangan minyak dan/ a tau gas bumi;
4) objek pajak PBB Sektor Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi meliputi bumi
dan/ atau bangunan yang berada di kawasan pertambangan untuk pengusahaan
panas bumi;
5) objek pajak PBB Sektor Pertambangan Mineral atau Batubara meliputi bumi dan/ atau
bangunan yang berada di kawasan pertambangan mineral atau batubara; dan
6) objek pajak PBB Sektor Lainnya meliputi bumi dan/atau bangunan selain objek pajak
PBB Sektor Perkebunan, objek pajak PBB Sektor Perhutanan, objek pajak PBB Sektor
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, objek pajak PBB Sektor Pertambangan' untuk
Pengusahaan Panas Bumi, atau objek pajak PBB Sektor Pertambangan Mineral atau
Batubara, yang:
a) berada di wilayah perairan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi laut
pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia,
atau pera1ran di dalam Batas Landas Kontinen Indonesia; dan
b) selain objek PBB Perdesaan dan Perkotaan
c) Objek Pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah objek pajak yang :
1) digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan;
2) digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;
3) merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu
hak;
4) digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal
balik;
5) digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh
Menteri Keuangan.
d) Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp.8.000.000,00
(delapan juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak. Penyesuaian besarnya Nilai Jual Objek
Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Update : 12.000.000 (PMK-
23/PMK.03/2014).
4. Tarif Pajak
dasar penghtiungan pajak = Nilai jual kena
Tarif pajak sebesar 0,5% (lima persepuluh persen). pajak
5. Dasar Pengenaan dan Cara Menghitung Pajak
a) Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Obyek Pajak Dasar perhitungan pajak = 20% s.d 100% x
NJOP (NJOP = DPP)
b) Besarnya Nilai Jual Obyek Pajak ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan,
kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya
c) Dasar penghitungan pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak yang ditetapkan serendah-
rendahnya 20% (dua puluh persen) dan setinggi-tingginya 100% (seratus persen) dari Nilai
Jual Obyek Pajak pajak terutang = 0,5% x NJKP
d) Besarnya pajak yang terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai
Jual Kena Pajak

6. Saat dan Tempat Yang Menentukan Pajak Terhutang


a) Saat yang menentukan pajak yang terhutang adalah menurut keadaan obyek pajak pada
tanggal 1 Januari
b) Tempat pajak yang terhutang:
1) untuk daerah Jakarta, di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
2) untuk daerah lainnya, di wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II atau Kotamadya daerah
Tingkat II;

yang meliputi letak obyek pajak.

7. Pendaftaran, Surat Pemberitahuan Obyek Pajak, Surat Pemberitahuan


Pajak Terhutang, Dan Surat Ketetapan Pajak
a) Dalam rangka pendataan, subyek pajak wajib mendaftarkan obyek pajaknya dengan
mengisi Surat Pemberitahuan Obyek Pajak.
• Setiap Wajib Pajak wajib melakukan Pendaftaran pada Direktorat Jenderal Pajak
melalui KPP paling lama 1 (satu) bulan setelah saat terpenuhinya persyaratan
subjektif. Persayarat subjektif → Ps.2 (2) PMK 48/2021.
• Tanggal penyampaian SPOP oleh Direktorat Jenderal Pajak:
o tanggal 1 Februari Tahun Pajak PBB terutang, untuk objek pajak PBB Sektor
Perkebunan, objek pajak PBB Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, dan
objek pajak PBB Sektor Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi
o tanggal 31 Maret Tahun Pajak PBB terutang, untuk objek pajak PBB Sektor
Perhutanan, objek pajak PBB Sektor Pertambangan Mineral atau Batubara, dan
objek pajak PBB Sektor Lainnya; atau
o tanggal Objek Pajak terdaftar sebagaimana tercantum dalam SKT PBB, dalam hal
Pendaftaran Objek Pajak diterbitkan SKT PBB setelah 1 Februari Tahun Pajak PBB
terutang sebagaimana dimaksud dalam huruf a atau tanggal 31 Maret Tahun
Pajak PBB terutang sebagaimana dimaksud dalam huruf b, dan terpenuhi kondisi
saat terutang PBB menurut keadaan Objek Pajak pada 1 Januari Tahun Pajak PBB
terutang
b) Surat Pemberitahuan Obyek Pajak harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta
ditandatangani dan disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi letak obyek pajak, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal
diterimanya Surat Pemberitahuan Obyek Pajak oleh subyek pajak.
• Tidak dapat dipenuhi? → penundaan, surat pemberitahuan penundaan disampaikan
sebelum jk. Waktu tsb berakhir → SPOP disampaikan paling lambat 7 hari setelah jk.
Waktu 30 hari berakhir.
• SPOP yang disampaikan WP → penelitian formal (Ps. 18 PMK 48/2021) → penelitian
material (Ps. 19 PMk 48/2021)
c) Berdasarkan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan
Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang.
d) Direktur Jenderal Pajak dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak dalam hal-hal sebagai
berikut :
1) Apabila Surat Pemberitahuan Obyek Pajak tidak disampaikan dan setelah ditegor
secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam Surat Tegoran;
2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak
yang terhutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan Surat
Pemberitahuan Obyek Pajak yang disampaikan oleh wajib pajak.
e) Jumlah pajak yang terhutang dalam Surat Ketetapan Pajak adalah pokok pajak atau selisih
pajak yang terhutang ditambah dengan denda administrasi sebesar 25% (dua puluh lima
persen) dihitung dari pokok pajak.

8. Tata Cara Pembayaran dan Penagihan


a) Pajak yang terhutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang harus dilunasi
selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Pajak
Terhutang oleh wajib pajak.
b) Pajak yang terhutang berdasarkan Surat Ketetapan Pajak harus dilunasi selambat-
lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Ketetapan Pajak oleh wajib
pajak.
c) Pajak yang terhutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang
dibayar, dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan, yang dihitung
dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama
24 (dua puluh empat) bulan.
d) Denda administrasi (c) ditambah dengan hutang pajak yang belum atau kurang dibayar
ditagih dengan Surat Tagihan Pajak yang harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan
sejak tanggal diterimanya Surat Tagihan Pajak oleh wajib pajak.
TEKNOLOGI INFORMASI APLIKASI dan KOMUNIKASI
1. Mail merge adalah sebuah fasilitas di Microsoft office word yang digunakan untuk
membuat sebuah dokumen yang template nya sama namun tujuan penerimanya berbeda.
Start Mail merge : Memulai mail merge dengan format surat
Select Recipients : Mengisi daftar data sebelum mail merge digunakan
a) Type new list : membuat list baru
b) Use existing list : menggunakan list yang sudah dibuat
2. Tab Insert isinya apa saja?
Secara umum perintah yang terdapat pada Ribbon / Menu Insert terdiri dari 7 Group
perintah yang memiliki kesamaan fungsi. Beberapa Group yang terdapat di menu ini
adalah: (1) Pages, (2) Tables, (3) Illustrations, (4) Links, (5) Header & Footer, ( 6)
Text, dan (7) Symbols.
Berikut adalah penjelasan dari masing-masing group yang terdapat pada menu Insert
Fungsi Icon yang ada di Group Pages
Cover Page digunakan untuk menyisipkan serta memilih jenis halaman sampul.
Blank Page untuk menyisipkan/membuat halaman baru dalam suatu file dokumen
Break Page untuk memisah suatu halaman file dokumen
Cover Page dibutuhkan saat kita ingin membuat halaman sampul dari suatu file yang
sedang digarap, merupakan fitur terbaru Microsoft Word 2007 yang . Kita bisa
memilih bentuk sampul serta melakukan setting seperlunya, jadilah halaman sampul
yang formal tanpa mengurangi nilai estetika.
Blank Page digunakan untuk membuat halaman baru. Ini sangat membantu kita saat
mengelola dokumen harus pindah ke halaman baru. Jadi kita tidak perlu menekan
Enter ratusan kali untuk mendapatkan halaman baru. Ini sesuai dengan visi
Microsoft Word 2007 seabgai aplikasi perkantoran yang simpel, praktis dan juga
efisien.
Sedangkan Break Page sangat dibutuhkan terutama saat kita ingin memisahkan beberapa
paragraf menjadi dua halaman. sebagai contoh, dalam suatu dokumen teridiri dari 4
paragraf dalam satu halaman saja, terus kita ingin menjadikannya sebagai dua
halaman, maka kita cukup meletakkan kursor di bagian akhir paragraf yang ingin
dijadikan halaman pertama, klik icon Break page. Maka paragraf tadi akan
berpindah ke halaman berikutnya.
Fungsi Icon yang ada di Group Tables
Insert Table ini dapat kita gunakan untuk menyisipkan sebuah tabel melalui dialog box. Draw
Table berfungsi untuk menyisipkan tabel dengan menggambar secara manual di area
dokumen.
Convert Text to Table digunakan untuk mengkonversi atau mengubah paragraf terpilih
menjadi berbentuk tabel.
Excel Spreadsheet digunakan untuk menyisipkan tabel dengan format lembar kerja Excel.
dengan fitur ini kita dapat memasukkan rumus fungsi layaknya di lembar kerja Excel.
Jadi, kita dapat menghadirkan spesifikasi Excel biarpun sebenarnya sedang bekerja di
aplikasi word processor.
Quick Tables… berfungsi untuk menyisipkan jenis tabel sesuai jatah yang tersedia di MS.
Word 2010 ini.

Fungsi Icon yang ada di Group Illustrations

Picture merupakan perintah yang digunakan untuk menyisipkan gambar yang tersimpan di
komuter atau di media removable lainnya.
Clip Art dapat kita gunakan untuk menyisipkan gambar-gambar clip untuk tujuan ilustrasi
yang berkaitan dengan tema yang dibahas dalam dokumen.
Shapes digunakan untuk menyisipkan sebuah objek geometris yang telah memiliki bentuk,
seperti segitiga, lingkaran, bintang, segi empat, dll.
SmartArt merupakan fitur jelmaan Organization Chart di Word 2003 yang kini diamputasi di
MS Word 2007 ini. Tak sekedar berubah nama. Siluman fitur 2003 ini memang sarat
dengan objek inovatif dengan sosok tiga dimensi sebagai andalan. SmartArt berisi fitur
untuk membuat gambar terstruktur yang lebih bersifat ilustratif. Kita bisa membuat
ilustrasi melalui fasilitas ini.

Fungsi Icon di Group Links

Hyperlink digunakan untuk menautkan teks / objek terpilih dengan file lain.Bahkan kita bisa
menautkan teks terpilih dengan bagian tertentu di situs web/blog.
Bookmark digunakan untuk membuat penanda buku atau sebagai halaman favorit. Disini kita
diminta untuk melakukan setting terhadap file yang ingin dijadikan sebagai penanda
buku atau halaman favorit dari teks atau objek terpilih.
Cross-reference digunakan untuk membuat referensi atau rujukan antar file. Dengan fasilitas
ini kita dapat membuat rujukan ke footnote atau endnote tertentu di suatu halaman.

Fungsi Icon di Group Header

Header digunakan untuk mengatur kop atau kepala halaman suatu file.
Footer digunakan untuk mengatur atribut suatu halaman berupa kaki halaman. Biasanya di
bagian footer berisi nomor halaman serta atribut komplementer lainnya.
Page Number digunakan untuk melakukan setting terhadap nomor pada setiap halaman

Fungsi Icon di Group Text


Text Box digunakan untuk menyisipkan kotak yang dapat diisi dengan teks Quick Parts
digunakan untuk mengatur teks otomatis dll WordArt digunakan untuk menyisipkan
teks bergaya artistik Drop Cap digunakan untuk menyisipkan huruf kapital besar pada
awal paragraf Signature Line digunakan untuk menyisipkan tanda tangan digital Date &
Time digunakan untuk menyisipkan tanggal dan waktu terkini Object digunakan untuk
menyisipkan objek dengan ekstensi OLE (Object Linking Embedded). Penjelasan lebih
lengkapnya:

Text Box berfungsi untuk menyisipkan kotak teks sesuai dengan pilihan yang tersedia di
menu tersebut.
Quick Parts merupakan menu yang menyediakan perintah-perintah, antara lain : (1) Autotext
digunakan untuk mengatur teks otomatis, (2) Document Property untuk mengatur atribut
dokumen [titel, tag, dll] (3) Field digunakan untuk menyisipkan Field atau judul tabel
[dapat diset sebagai nomor otomatis sebagaimana di Access dan di Excel] (4) Building
Blocks Organizer digunakan untuk mengatur seputar partikulasi Quick Parts (5) Save
Selection to Quick Parts Gallery digunakan untuk menyimpan pemformatan dari teks
terpilih ke dalam Quick parts Gallery.
WordArt digunakan untuk menyisipkan teks bergaya artistik. Dengan fasilitas ini kita bisa
menyisipkan tulisan-tulisan artistik 3 dimensi dan efek-efek lainnya. Kita akan diminta
untuk memilih salah satu jenis Wordart, kemudian mengetikkan teks setelah terdapat
perintah “Your Text here” dan dengan satu langkah lagi kita sudah membuat teks dengan
gaya dan efek yang fantastik.
Drop Cap digunakan untuk menysipkan huruf kapital dengan ukuran lebih besar di awal
suatu paragraf. Disini lagi-lagi kita disuguhi menu pilihan untuk mengambil salah satu
bentuk Drop Cap yang diinginkan.
Signature Line digunakan untuk menyisipkan anda tangan digital melalui layanan khusus
yang disediakan Microsoft Corporation.
Date & Time digunakan untuk menyisipkan tanggal dan waktu terkini sesuai dengan tanggal
dan waktu yang berlaku dalam sistem. dengan ini kita tidak perlu lagi mengutak-atik
kalender atau bahkan membeli jam tangan hanya untuk membubuhkan tanggal dan
waktu di surat undangan. Gunakan perintah ini untuk memasukkan waktu dan tanggal
terkini di komputer.
Object digunakan untuk menyisipkan objek embedded, berupa objek yang dapat dprogram
sehingga dapat menjalankan script tertentu. Objek yang dapat disisipkan dari perintah ini
harus berupa objek dengan ekstensi OLE atau Object Linked Embedded.

Fungsi Icon di Group Symbols


Equation: digunakan untuk menyisipkan simbol-simbol persamaan, biasanya menu ini dapat
kita gunakan untuk pembuatan naskah soal-soal matematika.Tampilannya seperti
dibawah ini:
Symbol: digunakan untuk menyisipkan sebuah karakter khusus .karakter dapat kita pilih
sesuai dengan yang kita butuhkan. Apabila kita klik pada icon ini maka akan Tampil
seperti gambar dibawah ini.

3. Word option-customize ribbon : digunakan untuk mengedit seperti menambah,


membuat, atau mengurangi tabs yang ada.
4. Save as Web page : Menyimpan dalam format file web page
Save as xml :
5. Conditional formatting : memformat text atau angka pada cell jika memenuhi kriteria
tertentu.
a) Highlight cell rules membedakan warna cell
ketika sebuah kriteria ditetapkan.
a. highlight cells rules – greater than : dengan kriteria lebih besar dari angka
yang diinginkan
b. highlight cells rules – less than : dengan kriteria lebih kecil dari angka yang
diinginkan
c. highlight cells rules – equal to : dengan kriteria sama dengan dari angka
yang diinginkan
d. highlight cells rules – text that contains dengan kriteria mengandung teks
yang diinginkan

b) Top/Bottom rules : membedakan warna cell ketika sebuah kriteria ditetapkan


a. Top 10 items : memberikan warna berbeda untuk sel dengan nilai 10 teratas
b. Top 10% : memberikan warna berbeda untuk sel dengan nilai 10% dari nilai
teratas
c. Bottom 10 items : memberikan warna berbeda untuk sel dengan nilai 10
terendah
d. Bottom 10 % : memberikan warna berbeda untuk sel dengan nilai 10% dari
nilai terbawah
e. Above average : memberikan warna berbeda untuk sel dengan nilai rata-rata
nilai teratas
f. Below average : memberikan warna berbeda untuk sel dengan nilai rata-rata
nilai terbawah
c) Data Bars : membedakan cells dengan grafik.
d) Icon sets : membedakan cell ketika
sebuah kriteria ditetapkan yaitu “Berikan Tanda Bentuk Gambar Jika Cell
Mengandung Batasan Tertentu”
e)
f) New rule : Perintah pada conditional formatting yang memungkinkan kita untuk
membuat aturan-aturan pengelompokkan baru sesuai keinginan kita sendiri yang
belum ada di default ms.excel
g) Clear rule : Perintah pada conditional formatting yang memungkinkan kita untuk
menghapus aturan pengelompokan yang dibuat
h) Manage rule : Perintah pada conditional formatting yang memungkinkan kita
untuk mengedit aturan-aturan pengelompokan yang telah kita buat

6. Cara menggunakan rumus vlookup dan hlookup – Fungsi VLOOKUP digunakan untuk
menampilkan data dari sebuah tabel yang disusun dalam format vertikal. Bentuk
penulisan fungsinya =VLOOKUP(lookup_value,tabel_array,col_index_num) atau bisa
juga dibaca =VLOOKUP(Nilai Kunci, letak table, nomor kolom). Sedangkan fungsi
HLOOKUP digunakan untuk menampilkan data dari sebuah tabel yang disusun dalam
format horizontal. Bentuk penulisan
fungsinya=HLOOKUP(lookup_value,tabel_array,row_index_num) atau bisa juga dibaca
=HLOOKUP(nilai kunci, letak table, nomor baris).
7. Fungsi ctrl J : untuk membuat tulisan rata kanan dan kiri
8. Fungsi left, mid, right
1. Fungsi Left
Fungsi left pada excel ini digunakan untuk mengembalikan karakter dimulai dari kiri di
dalam string teks berdasarkan jumlah karakter yang ditentukan.

Sintaksnya adalah LEFT(teks, [num_chars]) dimana :


• Teks merupakan string yang akan diambil atau diekstrak.
• Num_chars adalah jumlah karakter yang akan diambil dari kiri (nilainya lebih besar
dari 0, apabila tidak diisi maka akan dianggap karakter pertama atau bernilai 1.

Contoh Penggunaan Fungsi left

Untuk mengambil kata atau karakter dari kiri menggunakan fungsi left ini, sobat bisa
perhatikan pada gambar fungsi left dibawah ini,
• Kolom A merupakan strings teks contoh data yang akan diambil karakternya
menggunakan fungsi left.
• Kolom B merupakan contoh hasil data dari penggunaan fungsi left.
• Kolom C merupakan contoh rumus formula yang digunakan pada kolom B.

Fungsi Left
1. Pada cell B2 dengan formula =LEFT(A2) : akan mengembalikan string teks pada cell
A2 dari kiri sebanyak 1, karena pada formula ini Num_chars tidak diisi maka secara
default akan bernilai 1.
2. Pada cell B3 dengan formula =LEFT(A3,5) : akan mengembalikan string teks pada
cell A3 dari kiri sebanyak 5 karakter.
3. Pada cell B4 dengan formula =LEFT(A4,8) : akan mengembalikan string teks pada
cell A4 dari kiri sebanyak 8, karena pada string teks terdapat spasi maka 1 spasi dihitung
satu karakter teks.

2. Fungsi Mid
Fungsi mid pada excel ini digunakan untuk mengembalikan karakter tertentu dari string
teks atau di tengah string teks dimulai dari dan panjang karakter yang ditentukan.

Sintaksnya adalah MID(text, start_num, num_chars) dimana :


• Teks merupakan string yang akan diambil atau diekstrak.
• start_num merupakan tempat dimulainya pengambilan karakter atau string.
• num_chars adalah jumlah karakter yang akan dikembalikan.

Contoh Penggunaan Fungsi Mid

Untuk mengambil kata atau karakter dari tengah menggunakan fungsi mid ini, sobat bisa
perhatikan pada gambar fungsi mid dibawah ini.

Fungsi Mid
1. Pada cell B2 dengan formula =MID(A2,1,5) : fungsi ini akan mengembalikan string
teks pada cell A2 dimulai dari karakter 1 (pertama) sebanyak 5 karakter.
2. Pada cell B3 dengan formula =MID(A3,4,4) : fungsi ini akan mengembalikan string
teks pada cell A3 dimulai dari karakter 4 (empat dari kiri) sebanyak 4 karakter. Karena ada
spasi maka 1 spasi juga dihitung 1 karakter.
3. Pada cell B4 dengan formula =MID(A4,9,4) : fungsi ini akan mengembalikan string
teks pada cell A4 dimulai dari karakter 9 (sembilan karakter dari kiri) sebanyak 4 karakter.
Spasi pada H dan I terdapat 2 spasi.
3. Fungsi Right

Fungsi right pada excel ini digunakan untuk mengembalikan karakter dimulai dari kanan
dalam string teks berdasarkan jumlah karakter yang ditentukan.

Sintaksnya adalah RIGHT(text,[num_chars]) dimana :


• Teks merupakan string yang akan diambil atau diekstrak.
• Num_chars adalah jumlah karakter yang akan diambil dari kanan (nilainya lebih
besar dari 0, apabila tidak diisi maka akan dianggap karakter pertama dari kanan atau
bernilai 1.

Contoh Penggunaan Fungsi Right

Untuk mengambil kata atau karakter dari kanan menggunakan fungsi right ini, sobat bisa
perhatikan pada gambar fungsi right dibawah ini.

Fungsi Right
1. Pada cell B2 dengan formula =RIGHT(A2) : akan mengembalikan string teks pada
cell A2 dari kanan sebanyak 1, karena pada formula ini Num_chars tidak diisi maka secara
default akan bernilai 1.
2. Pada cell B3 dengan formula =RIGHT(A3,4) : akan mengembalikan string teks pada
cell A3 dari kanan sebanyak 4 karakter.
3. Pada cell B4 dengan formula =RIGHT(A4,10) : akan mengembalikan string teks pada
cell A4 dari kanan sebanyak 10, karena pada string teks terdapat spasi maka 1 spasi
dihitung satu karakter teks.
8. Sel absolut adalah lembar kerja atau alamat sel yang tidak mengalami perubahan dimana
pada saat menjumlahkan, mengurangi, membagi maupun menggabungkan terdapat satu
sel yang dikunci dan tidak bisa berubah.
Ditandai dengan $
Fungsi absolut : yaitu fungsi yang berguna untuk memberikan nilai absolue/ harga
mutlak terhadap sebuah nilai, dengan bentuk umum: =$(sel kunci), misalnya =$(D3)
artinya membuat nilai absulote dari kolom D baris ke 3.

9. Ctrl+Shift+Home memperluas pilihan sel sampai ke sel pada awal lembar kerja.
Ctrl + Space =Pilih seluruh kolom dimana kursor berada.
Ctrl + home = kembali ke cell A1
Ctrl+A Memilih seluruh lembar kerja.
Jika lembar kerja tersebut berisi data, Ctrl+A akan memilih daerah saat ini. Menekan
Ctrl+A yang kedua akan memilih seluruh lembar kerja.
Menampilkan kotak dialog Argumen Fungsi pada saat titik penyisipan terletak di
sebelah kanan nama fungsi dalam sebuah rumus.
Ctrl+Shift+A menyisipkan nama argumen dan tanda kurung bila titik penyisipan
terletak di sebelah kanan nama fungsi dalam sebuah rumus.

Ctrl+B Menerapkan atau menghapus pemformatan cetak tebal.

Ctrl+C Menyalin sel yang dipilih.

Ctrl+D Menggunakan perintah Isi ke Bawah untuk menyalin konten dan format sel paling atas
dari rentang yang dipilih ke sel-sel di bawahnya.

Ctrl+E Menambahkan lebih banyak nilai ke kolom aktif dengan menggunakan data yang
mengelilingi kolom tersebut.

Ctrl+F Menampilkan kotak dialog Temukan dan Ganti dengan tab Temukan dipilih.
Shift+F5 juga menampilkan tab ini, sedangkan Shift+F4 mengulangi
tindakan Temukan yang terakhir.
Ctrl+Shift+F membuka kotak dialog Format Sel dengan tab Font dipilih.

Ctrl+G Menampilkan kotak dialog Buka.


F5 juga menampilkan kotak dialog ini.

Ctrl+H Menampilkan kotak dialog Temukan dan Ganti dengan tab Ganti dipilih.

Ctrl+I Menerapkan atau menghapus pemformatan cetak miring.

Ctrl+K Menampilkan kotak dialog Sisipkan Hyperlink untuk hyperlink baru atau kotak
dialog Edit Hyperlink untuk hyperlink terpilih yang sudah ada.
Ctrl+L Menampilkan kotak dialog Buat Tabel.

Ctrl+N Membuat buku kerja kosong yang baru.

Ctrl+O Menampilkan kotak dialog Buka untuk membuka atau menemukan file.
Ctrl+Shift+O memilih semua sel yang berisi komentar.

Ctrl+P Menampilkan tab Cetak dalam Tampilan Backstage Microsoft Office.


Ctrl+Shift+P membuka kotak dialog Format Sel dengan tab Font dipilih.

Ctrl+Q Menampilkan opsi Analisis Cepat untuk data Anda bila Anda memiliki sel yang berisi
data yang dipilih.

Ctrl+R Menggunakan perintah Isi ke Bawah untuk menyalin konten dan format sel paling kiri
dari rentang yang dipilih ke sel-sel di kanannya.

Ctrl+S Menyimpan file aktif dengan nama, lokasi, dan format file saat ini.

Ctrl+T Menampilkan kotak dialog Buat Tabel.

Ctrl+U Menerapkan atau menghapus garis bawah.


Ctrl+Shift+U beralih antara perluasan atau penciutan bilah rumus.

Ctrl+V Menyisipkan konten Clipboard pada titik penyisipan dan mengganti pilihan apa pun.
Tersedia hanya setelah Anda memotong atau menyalin objek, teks, atau konten sel.
Ctrl+Alt+V menampilkan kotak dialog Tempel Spesial. Tersedia hanya setelah Anda
memotong atau menyalin objek, teks, atau konten sel pada lembar kerja atau
program lain.

Ctrl+W Menutup jendela buku kerja yang dipilih.

Ctrl+X Memotong sel yang dipilih.

Ctrl+Y Mengulangi perintah atau tindakan terakhir, jika memungkinkan.

Ctrl+Z Menggunakan perintah Batalkan untuk membalik perintah terakhir atau menghapus
entri terakhir yang Anda ketikkan.
Contoh perangkat keras ( Hardware)
➢ CPU - sebagai unit pengolah data.
➢ RAM - tempat penyimpanan data sementara.
➢ Hard drive - media penyimpanan data semi permanen.
➢ Mouse + keyboard - Perangkat masukan, media yang digunakan untuk memasukkan data
untuk diproses oleh CPU.
➢ Monitor - Sebagai alat penampil output (keluaran) yang di hasilkan oleh CPU.
➢ Speaker - Sebagai alat penampil output (keluaran) berupa suara yang di hasilkan oleh CPU.
Contoh Perangkat lunak ( Software )
➢ Perangkat lunak aplikasi (application software) seperti pengolah kata, lembar tabel hitung dll.
➢ Sistem operasi (operating system) misalnya windows dan Linux.
➢ Perkakas pengembangan perangkat lunak (software development tool) seperti Kompilator
untuk bahasa pemrograman tingkat tinggi seperti Pascal dan bahasa pemrograman tingkat
rendah yaitu bahasa rakitan.
➢ Pengendali perangkat keras (device driver) yaitu penghubung antara perangkat perangkat
keras pembantu, dan komputer adalah software yang banyak dipakai di swalayan, dan juga
sekolah, yaitu penggunaan barcode scanner pada aplikasi database lainnya.[4]
➢ Perangkat lunak menetap (firmware) seperti yang dipasang dalam jam tangan digital, dan
pengendali jarak jauh.
➢ Perangkat lunak bebas (free 'libre' software) dan Perangkat lunak sumber terbuka (open
source software)
➢ Perangkat lunak gratis (freeware)
➢ Perangkat lunak uji coba (shareware / trialware)
➢ Perangkat lunak perusak (malware) Refrensi : https://id.wikipedia.org/
Rumus excel
o Trim = menghapus semua kelebihan spasi dari teks kecuali satu spasi antar kata.
Len = menghitung jumlah karakter pada suatu teks (1 spasi dianggap 1
karakter)

o Char = menghasilkan karakter tertentu berdasarkan angka.

o Concatenate = fungsi ini dapat menggabungkan teks sampai dengan 255 item menjadi satu.
item-item yang digabungkan dapat berupa teks, angka, referensi cell, atau kombinasi dari
semua item.

➢ Pivot Table = Pivot Table merupakan fitur yang dapat membantu kita untuk meringkas,
menganalisis, menjelajahi, dan menyajikan data, dan kita bisa membuatnya hanya dengan
beberapa klik. Kita juga dapat membuat Pivot Chart berdasarkan Pivot Table yang telah kita
buat sebelumnya.
• Page break =
ORGANISASI DAN TATA LAKSANA
MATERI UJIAN KOMPETENSI
PELAKSANA:

(Masrul Andriyanto)
1. Tata Naskah Dinas
a. Dasar Hukum:

1) UU 43 Tahun 2019 tentang Kearsipan


2) PP 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU Kearsipan
3) PerKa ANRI Nomor 2 Tahun 2014
4) PMK-136/PMK.01/2018 DICABUT DENGAN PMK 164 TAHUN 2021 TGL 23 NOV 2021
b. Materi Pokok

1) Tata Naskah Dinas adalah informasi tertulis sebagai alat komunikasi kedinasan yang
dibuat dan/atau dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang di lingkungan Kementerian
Keuangan dalam rangka menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang keuangan dan
kekayaan negara.
2) Asas TND:
a) Efektif dan Efisien
b) Pembakuan
c) Pertanggungjawaban
d) Keterkaitan
e) Kecepatan dan Ketepatan
f) Keamanan
3) Jenis Naskah Dinas peraturan, instruksi
a) Arahan: Pengaturan (pedoman, petunjuk pelaksanaan, SOP, SE), Penetapan
(Keputusan), Penugasan (Instruksi, Surat Perintah, dan Surat Tugas)
b) Korespondensi: Internal Kemenkeu (hanya menggunakan nota dinas, tidak ada
memorandum), Eksternal Kemenkeu (surat dinas), Surat Undangan.
c) Khusus: Perjanjian, Surat Kuasa, Berita Acara, Surat Keterangan, Surat Pengantar,
Pengumuman, Laporan Telaahan Staf)
4) Struktur Naskah Dinas: Bagian Kepala (kepala, jenis naskah dinas dan nomor), Batang
Tubuh, Kaki Naskah Dinas, Lampiran
5) Logo Kementerian Keuangan yang digunakan pada Naskah Dinas berwarna hitam,
berupa segi lima sama sisi, dengan ukuran tiap sisi minimal 14 mm dan maksimal 17
mm
6) Huruf: Naskah dinas menggunakan jenis huruf Arial dengan ukuran 7, 9, 11, dan 13
(untuk penggunaan komputer) atau huruf Pica apabila menggunakan mesin ketik
elektronik.
7) Nomor Halaman : nomor urut angka arab dan dicantumkan secara simetris di tengah
atas dengan membubuhkan tanda hubung (-) sebelum dan setelah nomor, kecuali
halaman pertama Naskah Dinas atau halaman Naskah Dinas yang menggunakan kepala
Naskah Dinas tidak perlu mencantumkan nomor halaman.
8) Tingkat Keamanan: Sangat Rahasia (menyangkut keselamatan negara), Rahasia (dapat
merugikan negara jika diketahui orang yang tidak berhak), Terbatas, dan Biasa
9) Kecepatan: Sangat Segera (paling lama 24 jam), Segera (Paling lama 2x24 jam) dan Biasa
(Paling lama 3x24 jam).
10) Sifat Naskah Dinas: Penulisan sifat Naskah Dinas dapat digabung antara tingkat
keamanan dengan kecepatan penyampaian.

1
MATRIKS PERUBAHAN TATA NASKAH DINAS

NO. MATERI PMK 181/PMK.01/2014 PMK 136/PMK.01/2018 KETERANGAN


(1) (2) (3) (4)
1. Jenis Naskah Dinas 1. Naskah Dinas Arahan 1. Naskah Dinas Arahan Perubahan klasifikasi jenis Naskah
2. Naskah Dinas Korespondensi 2. Naskah Dinas Korespondensi Dinas
3. Naskah Dinas Khusus 3. Naskah Dinas Khusus
4. Laporan
5. Telaahan Staf
6. Formulir
7. Naskah Dinas Lainnya

2. Naskah Dinas Korespondensi Intern: ditujukan kepada pejabat Intern (Nota Dinas): ditujukan Segala bentuk komunikasi yang
lain di lingkup internal di dalam unit kepada atasan, pejabat setingkat, bersifat rutin antara pejabat Eselon
organisasi bersangkutan. atau bawahan di lingkungan I sampai dengan Eselon IV di
Kementerian Keuangan. lingkungan DJP dan Kementerian
Ekstern: ditujukan kepada pihak Keuangan menggunakan nota
lain di luar unit organisasi yang Ekstern (Surat Dinas): ditujukan dinas.
bersangkutan. kepada pihak lain di luar
Kementerian Keuangan.

3. Naskah Dinas Korespondensi 1. Nota Dinas Hanya Nota Dinas Penghapusan Memorandum.
Intern 2. Memorandum

4. Tata Naskah Dinas Elektronik Tidak diatur. Diatur dalam Bab VI, sebagai Diatur lebih lanjut dengan
payung hukum untuk NADINE 2.0 Keputusan Menteri Keuangan.

2
NO. MATERI PMK 181/PMK.01/2014 PMK 136/PMK.01/2018 KETERANGAN
(1) (2) (3) (4)
5. Naskah Dinas Lainnya 1. Formulir Tidak diatur 1. Formulir jarang digunakan
2. Naskah Serah Terima Jabatan 2. Naskah Serah Terima Jabatan
3. Surat Perjalanan Dinas menggunakan format berita
acara
3. Surat Perjalanan Dinas diatur
tersendiri

6. Jenis Naskah Dinas Khusus 1. Surat Perjanjian 1. Surat Perjanjian


2. Surat Kuasa 2. Surat Kuasa
3. Berita Acara 3. Berita Acara
4. Surat Keterangan 4. Surat Keterangan
5. Surat Pengantar 5. Surat Pengantar
6. Pengumuman 6. Pengumuman
7. Laporan
8. Telaahan Staf
9. Notula
10.Lembar Ralat

7. Kode Penunjuk Kode Penunjuk meliputi: Kode Penunjuk meliputi: Menghapus nomor urut berkas.
a. kode unit konseptor, kode unit a. kode unit konseptor, kode unit
penyimpan berkas; penyimpan berkas; dan
b. tahun pembuatan naskah dinas; b. tahun pembuatan naskah
dan dinas;
c. nomor urut berkas.

Contoh: Contoh:
Kp:PJ.011/PJ.0112/2018.01 Kp:PJ.011/PJ.0112/2018.

3
-3-

NO. MATERI PMK 181/PMK.01/2014 PMK 136/PMK.01/2018 KETERANGAN


(1) (2) (3) (4)
Keterangan: Keterangan:
✓ PJ.011 : unit konseptor (Bagian ✓ PJ.011 : unit konseptor
Organta) (Bagian Organta)
✓ PJ.0112 : unit penyimpan ✓ PJ.0112 : unit penyimpan
berkas (Subbagian Tata berkas (Subbagian Tata
Laksana) Laksana)
✓ Naskah Dinas dibuat tahun ✓ Naskah Dinas dibuat tahun
2018 2018
✓ disimpan dengan nomor urut
01.

8. Penggunaan NIP Di ruang tanda tangan masih Tidak menggunakan NIP


menggunakan NIP setelah nama
lengkap pejabat yang
menandatangani.

9. Surat Edaran Kewenangan Penandatangan Kewenangan Penandatangan


Surat Edaran hanya ada pada: Surat Edaran hanya ada pada:
1. Menteri 1. Menteri
2. Pimpinan Eselon I 2. Pimpinan Eselon I atau yang
3. Kepala Kanwil DJP setara
4. Kepala Kantor Vertikal/UPT 3. Pimpinan Unit Eselon II Kantor
Pusat atau yang setara
4. Kepala Kanwil DJP
5. Kepala Kantor Vertikal/UPT

10. Pengaturan Tembusan Tidak diatur. Diatur lebih spesifik dalam Pasal Tembusan merupakan salinan
43 PMK 136/PMK.01/2018 Naskah Dinas yang disampaikan
kepada pejabat yang secara
fungsional terkait dengan substansi
materi Naskah Dinas.

4
-4-

NO. MATERI PMK 181/PMK.01/2014 PMK 136/PMK.01/2018 KETERANGAN


(1) (2) (3) (4)
11. Tingkat Keamanan 1. Sangat Rahasia 1. Sangat Rahasia Penambahan tingkat keamanan
2. Rahasia 2. Rahasia dengan tujuan membatasi pihak
3. Biasa 3. Terbatas yang boleh mengetahui Naskah
Dinas.
4. Biasa

12. Penggunaan Ejaan Ejaan yang digunakan adalah Ejaan yang digunakan adalah Istilah EYD sudah berubah.
Ejaan Bahasa Indonesia yang Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Disempurnakan (EYD). Indonesia (PUEBI).

13. Penanganan Naskah Dinas Tanpa seri pengamanan dan Terdapat opsi pemberian nomor
dengan Tingkat Keamanan security printing. seri pengaman dan security
Tertentu printing.

14. Matriks Kewenangan Kewenangan Staf Khusus Menteri, Menambahkan Kewenangan Staf
Penandatangan Tenaga Pengkaji, Pejabat pada Khusus Menteri, Tenaga
organisasi non eselon, dan pejabat Pengkaji, Pejabat pada organisasi
fungsional belum diakomodasi. non eselon, dan pejabat
fungsional.

15. Verbal Naskah Dinas Tidak Diatur. Menambahkan pengaturan


penandatanganan Verbal Naskah
Dinas.

16. Penngunaan atas nama (a.n.) Diatur mekanisme atas nama (a.n.) Hanya mengatur mekanisme atas
dan untuk beliau (u.b.) dan untuk beliau (u.b.), atas nama nama (a.n.) dan untuk beliau
untuk beliau (a.n. dan u.b.) (u.b.).

17. Lembar Disposisi Belum ada kolom tujuan kepada Menambahkan kolom tujuan
pejabat fungsional. kepada pejabat fungsional.

5
-5-

NO. MATERI PMK 181/PMK.01/2014 PMK 136/PMK.01/2018 KETERANGAN


(1) (2) (3) (4)
18. Penanganan Naskah Dinas Tidak Diatur. Dicetak 2 (dua) rangkap dan
Keluar keduanya diberi paraf.

11) Kata sambung merupakan kata yang digunakan sebagai tanda bahwa teks masih berlanjut pada halaman berikutnya (jika Naskah Dinas lebih
dari satu halaman) dan ditulis pada akhir setiap halaman, pada baris terakhir teks di sudut kanan bawah halaman, dengan urutan: kata
penyambung dan tiga buah titik.
12) Lampiran,
a) baris pertama berisi tulisan LAMPIRAN;
b) baris kedua tulisan jenis Naskah Dinas dan diikuti nama jabatan yang menerbitkan;
c) baris ketiga tulisan Nomor dan diikuti tanda baca titik dua (:);
d) baris keempat tulisan Tanggal dan diikuti tanda baca titik dua (:).
tulisan LAMPIRAN menggunakan huruf Arial 11, sedangkan jenis Naskah Dinas, nomor, dan tanggal menggunakan ukuran huruf lebih kecil dari
kata LAMPIRAN, yaitu Arial 9.
Lampiran harus ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
13) Penandatanganan Naskah Dinas TANPA disertai dengan penulisan NIP
14) Sebelum ditandatangani oleh pejabat yang berwenang, terlebih dahulu pada sebelah kiri dan kanan nama pejabat diparaf oleh pejabat sampai
dengan dua tingkat Eselon di bawah pejabat penandatangan, kecuali untuk naskah dinas elektronik.
15) Cap dinas merupakan tanda pengenal yang sah dan berlaku di lingkungan Kementerian Keuangan, yang dibubuhkan pada ruang tanda tangan
dan digunakan untuk pengabsahan Naskah Dinas. Cap dinas merupakan tanda pengenal yang sah dan berlaku di lingkungan Kementerian
Keuangan, yang dibubuhkan pada ruang tanda tangan dan digunakan untuk pengabsahan Naskah Dinas. Nota Dinas tidak diberikan cap dinas.
16) Rujukan berupa Naskah Dinas arahan (peraturan, keputusan, dan lain-lain)
Penulisan rujukan berupa Naskah Dinas arahan mencakup informasi singkat tentang naskah yang menjadi rujukan, dengan urutan
sebagai berikut, yaitu jenis Naskah Dinas, jabatan penandatangan Naskah Dinas, nomor Naskah Dinas (ditulis lengkap, misalnya Nomor
.../PMK.01/2018), tanggal penetapan, dan subjek Naskah Dinas.
Penulisan rujukan berupa Naskah Dinas lainnya mencakup informasi singkat tentang Naskah Dinas yang menjadi rujukan, dengan urutan
yaitu, jenis Naskah Dinas, jabatan penandatangan, nomor Naskah Dinas (ditulis lengkap, misalnya nomor S-…/SJ/2018), tanggal
penandatanganan Naskah Dinas dan hal (dikutip sama dengan naskah aslinya).

6
17) Kertas Naskah Dinas menggunakan ukuran A4
18) Memorandum adalah naskah dinas intern yang bersifat mengingatkan suatu masalah,
menyampaikan arahan, peringatan, saran, dan pendapat kedinasan secara singkat.
Memorandum digunakan untuk komunikasi dari atasan kepada bawahan. (sudah
tidak berlaku dengan adanya PMK-136/2018)

19) Naskah Dinas Lainnya:


a) Penyusunan Naskah Dinas di lingkungan Kementerian Keuangan harus mengacu
pada Peraturan Menteri ini, kecuali Naskah Dinas yang diatur secara khusus dengan
dan/atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang setingkat
atau lebih tinggi dari Peraturan Menteri ini (PMK-136/2018).
b) Naskah Dinas yang format, materi, dan kegunaannya telah diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau sederajat,
ketentuan penyusunannya mengacu pada ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berkenaan.
c) Naskah Dinas yang telah diatur khusus seperti naskah dinas di bidang pemeriksaan
pajak, penagihan pajak, penyidikan pajak, dan litigasi, naskah dinas tersebut
mengacu pada ketentuannya masing-masing.
d) Naskah Dinas yang telah diatur khusus seperti naskah dinas di bidang pemeriksaan
pajak, penagihan pajak, penyidikan pajak, dan litigasi, naskah dinas tersebut
mengacu pada ketentuannya masing-masing.
e) Naskah Dinas di bidang Pengadaan Barang dan/atau Jasa mengacu pada ketentuan
mengenai Standar Dokumen Pengadaan Barang dan/atau Jasa yang ditetapkan oleh
Peraturan Perundang-undangan yang mengatur mengenai proses pengadaan Barang
dan/atau Jasa Pemerintah.
20) Naskah Dinas Peraturan & Keputusan : Naskah Dinas Pengaturan (peraturan,
pedoman dan petunjuk pelaksanaan) dan Naskah Dinas Penetapan mengacu pada
ketentuan peraturan perundangundangan mengenai pedoman penyusunan Peraturan
Menteri Keuangan, Keputusan Menteri Keuangan, Peraturan Pimpinan Unit
Organisasi Eselon I, dan Keputusan Pimpinan Unit Organisasi Eselon I di lingkungan
Kementerian Keuangan dan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.
(PMK-123/PMK.01/2012)
21) Standar Pengetikan Naskah Dinas Peraturan dan Keputusan:
a) Ukuran Kertas : F4
b) Marjin
1. Batas Atas (top margin) : 2,2”
2. Batas Bawah (bottom margin) : 0,8”
3. Batas Kiri (left margin) : 0,9”
4. Batas Bawah (right margin) : 0,7”
c) Jenis Huruf (font style) : Bookman Oldstyle
d) Ukuran Huruf (font size) : 12

7
2. Nilai-Nilai/Budaya Organisasi, Kepatuhan Internal, dan Kode Etik Pegawai
a. Nilai-Nilai Kementerian Keuangan (KMK-312/KMK.01/2011)
1) Integritas, yakni Berpikir, berkata, berperilaku dan bertindak dengan baik dan benar
serta memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral
Kaidah Perilaku Utama:
a) Bersikap jujur, tulus dan dapat dipercaya
b) Menjaga martabat dan tidak melakukan hal-hal tercela
2) Profesionalisme, yaitu Bekerja tuntas dan akurat atas dasar kompetensi terbaik
dengan penuh tanggung jawab dan komitmen yang tinggi
Kaidah Perilaku Utama:
a) Mempunyai keahlian dan pengetahuan yang luas
b) Bekerja dengan hati
3) Sinergi, yaitu Membangun dan memastikan hubungan kerjasama internal yang
produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku kepentingan untuk
menghasilkan karya yang bermanfaat dan berkualitas
Kaidah Perilaku Utama:
a) Memiliki sangka baik, saling percaya dan menghormati
b) Menemukan dan melaksanakan solusi terbaik
4) Pelayanan, yaitu Memberikan layanan yang memenuhi kepuasan pemangku
kepentingan yang dilakukan dengan sepenuh hati, transparan, cepat, akurat dan aman
Kaidah Perilaku Utama:
a) Melayani dengan berorientasi pada kepuasan pemangku kepentingan
b) Bersikap proaktif dan cepat tanggap
5) Kesempurnaan, yaitu Senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala bidang untuk
menjadi dan memberikan yang terbaik.
Kaidah Perilaku Utama:
a) Melakukan perbaikan terus menerus
b) Mengembangkan inovasi dan kreativitas
b. Kepatuhan Internal
1) Pengendalian Gratifikasi (PMK-7/PMK.09/2017)
a) Korupsi, berasal dari Bahasa Latin, “coruptio ” dan “coruptus ” yang berarti kerusakan
atau kebobrokan
b) Bentuk (7 Jenis) Tindakan Korupsi (merugikan keuangan Negara, suap, gratifikasi,
kecurangan, penggelapan, pemerasan, dan konflik kepentingan)

8
c) Penyebab/Rumus Korupsi (korupsi berbanding lurus dengan kekuasaan dan
berbanding terbalik dengan akuntabilitas, serta menjelaskan fraud triangle
(rasionalisasi, motif dan kesempatan)). Corruption by Need vs Corruption by Need
d) Cegah Korupsi: Membangun Karakter (pribadi) dan Membangun Sistem
e) Gratifikasi adalah Pemberian dalam arti luas, yakni uang, barang, rabat (diskon),
komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan
wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya, baik yang diterima di dalam negeri
maupun di luar negeri, yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau
tanpa sarana elektronik
f) ASN Kemenkeu memiliki kewajiban untuk:
1. menolak Gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan
kewajiban atau tugas yang bersangkutan;
2. melaporkan penolakan Gratifikasi kepada UPG; dan
3. melaporkan penerimaan Gratifikasi yang tidak dapat ditolak melalui UPG atau
secara langsung kepada KPK
g) Gratifikasi yang tidak dapat ditolak merupakan Gratifikasi yang memenuhi kondisi:
1. Gratifikasi tidak diterima secara langsung
2. pemberi gratifikasi tidak diketahui
3. penerima Gratifikasi ragu dengan kategori Gratifikasi yang diterima, dan/atau
4. terdapat kondisi tertentu yang tidak mungkin ditolak yang antara lain dapat
mengakibatkan rusaknya hubungan baik institusi, membahayakan diri
sendiri/karier penerima/ada ancaman lain
h) Kategori Gratifikasi:
1. Gratifikasi yang wajib dilaporkan
2. Gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan
i) Gratifikasi yang Wajib Dilaporkan:
1. Gratifikasi yang diterima dan/atau ditolak oleh ASN Kemenkeu, yang berhubungan
dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas yang
bersangkutan
2. Gratifikasi yang ditujukan kepada unit kerja dari Pihak yang Mempunyai Benturan
Kepentingan

9
j) Gratifikasi yang Tidak Wajib Dilaporkan:
1. Gratifikasi yang terkait dengan Kedinasan
a. segala sesuatu yang diperoleh dari seminar, workshop, konferensi, pelatihan,
atau kegiatan lain sejenis, di dalam negeri maupun di luar negeri, baik yang
diperoleh dari panitia seminar, penyelenggara, atau penyedia layanan
transportasi dan penginapan dalam rangka kepesertaan
b. kompensasi yang diterima dari Pihak Lain, sepanjang:
i. tidak melebihi standar biaya yang berlaku di Kementerian Keuangan
ii. tidak terdapat Pembiayaan Ganda
iii. tidak ada Benturan Kepentingan
iv. tidak terdapat pelanggaran atas ketentuan yang berlaku di instansi penerima
2. Gratifikasi yang tidak terkait dengan Kedinasan
a. hadiah langsung/undian, rabat (diskon) voucher, point rewards, atau suvenir
yang Berlaku Umum;
b. prestasi akademis atau non akademis (kejuaraan/ perlombaan/ kompetisi)
dengan biaya sendiri;
c. keuntungan/bunga dari penempatan dana investasi atau kepemilikan saham
pribadi yang Berlaku Umum;
d. kompensasi atas profesi di luar Kedinasan yang tidak terkait dengan tugas
fungsi dari ASN Kemenkeu, dan tidak mempunyai Benturan Kepentingan serta
tidak melanggar kode etik pegawai;
e. pemberian karena hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus dua
derajat atau dalam garis keturunan ke samping satu derajat sepanjang tidak
mempunyai Benturan Kepentingan dengan penerima Gratifikasi;
f. pemberian karena hubungan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus
satu derajat atau dalam garis keturunan kesamping satu derajat sepanjang
tidak mempunyai Benturan Kepentingan dengan penerima Gratifikasi;
g. pemberian yang berasal dari Pihak Lain sebagai hadiah pada perayaan
perkawinan, khitanan anak, ulang tahun, kegiatan keagamaan/adat/tradisi,
dengan nilai keseluruhan paling banyak satu juta rupiah dari masing-masing
pemberi pada setiap kegiatan atau peristiwa yang bersangkutan dan bukan
dari Pihak yang Mempunyai Benturan Kepentingan dengan penerima
Gratifikasi ;

10
h. pemberian dari Pihak Lain terkait dengan musibah dan bencana, dan bukan dari
Pihak yang Mempunyai Benturan Kepentingan dengan penerima Gratifikasi
i. pemberian dari sesama rekan kerja, baik dari atasan, rekan setingkat atau bawahan
yang tidak dalam bentuk uang, dengan nilai maksimal dua ratus ribu rupiah per
acara/peristiwa dengan batasan nilai maksimal satu juta rupiah dalam satu
tahun dari masing-masing pemberi, dalam rangka promosi jabatan, dan/atau
pindah/mutasi tempat kerja
k) Pelaporan Penolakan/Penerimaan Gratifikasi, diatur bahwa setiap pegawai:
1. menyampaikan laporan penerimaan atau penolakan gratifikasi kepada UPG
dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal penerimaan atau penolakan
gratifikasi tersebut;
2. menyampaikan laporan secara langsung kepada Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal gratifikasi diterima,
dalam hal lebih dari 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal gratifikasi diterima, pegawai
yang menerima gratifikasi belum melaporkan gratifikasi tersebut kepada UPG,

2) Whistleblowing System (WBS) – PER-22/PJ/2011


a) Whistleblowing System (WBS) merupakan suatu mekanisme yang mengatur
kewajiban bagi setiap pegawai dan memberikan hak kepada masyarakat untuk
melaporkan adanya pelanggaran kode etik atau ketentuan perundang-undangan dan
mengatur bagaimana tata cara pengelolaan serta tindak lanjut pelaporan pelanggaran
untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang bersih khususnya untuk
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
b) Latar Belakang/Mengapa:
1. Sebagai bentuk pertahanan internal dan perlawanan terhadap praktik korupsi di
DJP.
2. membangun kembali public trust terhadap DJP.
c) Pelanggaran adalah Perbuatan Pegawai yang melanggar peraturan perundang-
undangan tentang tindak pidana umum dan tindak pidana khusus termasuk namun tidak
terbatas pada peraturan di bidang perpajakan, peraturan tindak pidana korupsi, serta
peraturan di bidang kepegawaian
d) PELAPOR (whistleblower) adalah Pegawai atau masyarakat yang melaporkan
terjadinya Pelanggaran atau dugaan terjadinya Pelanggaran baik secara langsung
maupun tidak langsung kepada Direktorat Jenderal Pajak.

11
e) Prinsip Dasar WBS: Prevention (mencegah pelaku melakukan pelanggaran), Early
Detection (mendorong antusiasme whistleblower) dan Proper Investigation
(Penanganan yang efektif)
f) Saluran Pengaduan:
1. Helpdesk Direktorat KITSDA
2. Surat Elektronik: kode.etik@pajak.go.id atau pengaduan@pajak.go.id
3. Saluran Telepon: 021 52970777
4. Kring Pajak 1500200
5. Aplikasi SIKKA
6. Surat Tertulis kepada: Dirjen Pajak, Direktur KITSDA, Direktur P2 Humas, Direktur
Penegakan Hukum atau Pimpinan Unit Vertikal
g) Hak-Hak Pelapor:
1. Upaya Perlindungan (kerahasiaan, perlindungan saksi, bantuan hukum, dan
sejenisnya);
2. Informasi Tindak Lanjut Penanganan;
3. Mendapatkan Penghargaan.

3) Three Line of Defense (konsep pengendalian internal sebagai upaya pertahanan yang
terdiri dari tiga lapis pertahanan), yaitu:
a) Pengawasan Melekat (waskat)/Pemantauan Berkelanjutan (on going monitoring) oleh
Atasan langsung (Manajemen).
b) Pemantauan /evaluasi terpisah yang dilakukan oleh UKI (Unit Kepatuhan Internal)
atas penerapan pengendalian intern, kode etik dan disiplin, manajemen risiko, dan
tindak lanjut hasil pengawasan.
c) Internal audit oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.

c. Kode Etik dan Disiplin Pegawai:


1) Dasar Hukum: Peraturan Menteri Keuangan Nomor 01/PM.3/2007 dan SE-33/PJ/2007
2) Kode Etik Pegawai DJP – Kewajiban – 9 Butir
a) Menghormati agama, budaya dan adat istiadat orang lain
b) Bekerja secara profesional, Transparan dan Akuntabel
c) Mengamankan data dan/atau informasi yang dimiliki DJP
d) Memberikan pelayanan kepada Wajib Pajak, sesama pegawai, atau pihak lain dalam
pelaksanaan tugas dengan sebaik-baiknya
e) Mentaati perintah kedinasan

12
f) Bertanggung jawab dalam penggunaan barang inventaris milik DJP
g) Mentaati ketentuan jam kerja dan tata tertib kantor
h) Menjadi panutan yang baik bagi masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan
i) Bersikap, berpenampilan, dan bertutur kata secara sopan
3) Kode Etik Pegawai DJP – Larangan – 8 Butir
a) bersikap diskriminatif dalam melaksanakan tugas;
b) meniadi anggota atau simpatisan aktif partai politik;
c) menyalahgunakan kewenangan jabatan baik langsung maupun tidak langsung;
d) menyalahgunakan fasilitas kantor;
e) menerima segala pemberian dalam bentuk apapun, baik langsung maupun tidak
langsung, dari Wajib Pajak, sesama Pegawai, atau pihak lain, yang menyebabkan
Pegawai yang menerima, patut diduga memilikl kewajlban yang berkatlan dengan
jabatan atau pekerjaannya;
f) menyalahgunakan data dan atau lnformasi perpajakan;
g) melakukan perbuatan yang patut diduga dapat mengakibatkan gangguan, kerusakan
dan atau perubahan data pada sistem informasi milik Direktorat Jenderal Pajak;
h) melakukan perbuatan tidak terpuji yang bertentangan dengan norma kesusilaan dan
dapat merusak citra serta martabat Direktorat Jenderal Pajak.

4) Ketentuan Jam Kerja


a) Hari kerja ditetapkan sebanyak 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu, yaitu mulai
hari Senin sampai dengan hari Jumat
b) Jam Kerja Reguler sejumlah 42 (empat puluh dua) jam dan 45 (empat puluh lima)
menit dalam 1 (satu) minggu.
1. jam kantor yaitu pukul 07.30 sampai dengan pukul 17.00 waktu setempat
2. jam istirahat pada hari Senin sampai dengan Kamis yaitu pukul 12.15 sampai
dengan pukul 13.00 waktu setempat
3. jam istirahat pada hari Jum'at yaitu pukul 11.30 sampai dengan pukul 13.15 waktu
setempat
c) Jam Kerja Ramadhan sejumlah 39 (tiga puluh sembilan) jam dan 15 (lima belas) menit
dalam 1 (satu) minggu
1. jam kantor yaitu pukul 07.30 sampai dengan pukul 16.00 waktu setempat
2. jam istirahat pada hari Senin sampai dengan Kamis yaitu pukul 12.00 sampai
dengan pukul 12.30 waktu setempat

13
3. jam istirahat pada hari Jum'at yaitu pukul 11.45 sampai dengan pukul 13.00
waktu setempat
d) Pengisian daftar hadir dinyatakan sah dalam hal dilakukan sebanyak 2 (dua) kali yaitu
pada saat masuk kerja paling cepat pukul 06.00 waktu setempat, dan saat pulang
kerja paling lambat pukul 23.59 waktu setempat.

5) Pakaian Kerja Pegawai


a) hari Senin atau hari lainnya yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan:
1. pria, kemeja lengan panjang warna putih dan celana panjang warna hitam;
2. wanita, kemeja/blouse lengan panjang warna putih dan/atau blazer/jas warna
putih, serta celana panjang/rok panjang/rok pendek warna hitam;
b) hari Selasa, berpakaian batik lengan panjang
c) hari Rabu, memakai pakaian:
1. pria, kemeja lengan panjang biru muda dan celana panjang biru tua;
2. wanita, kemeja/blouse lengan panjang warna biru muda dan/atau blazer/jas warna
putih, serta celana panjang/rok panjang/rok pendek warna biru tua;
d) hari kamis memakai pakaian bebas, sopan, dan rapi
1. pria, kemeja dan celana panjang
2. wanita, kemeja/blouse dan celana panjang/rok panjang/rok pendek
e) hari Jumát, berpakaian batik

3. Keuangan
a. Pelaksanaan Pembayaran atas Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
1) berdasarkan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, diatur bahwa pembayaran atas beban APBN/APBD tidak boleh
dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima.
2) berdasarkan Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor
145/PMK.05/2017 tentang Tata Cara Pembayaran atas Beban Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Sebelum Barang/Jasa Diterima, diatur bahwa Pembayaran atas beban
APBN dapat dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima dalam hal terdapat
kegiatan yang karena sifatnya harus dilakukan pembayaran terlebih dahulu setelah
penyedia barang dan/atau jasa menyampaikan jaminan atas pembayaran yang akan
dilakukan.
3) berdasarkan Pasal 12 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah, Pejabat Pengadaan dalam Pengadaan Barang/Jasa memiliki
tugas:

14
a) melaksanakan persiapan dan pelaksanaan Pengadaan Langsung;
b) melaksanakan persiapan dan pelaksanaan Penunjukan Langsung untuk pengadaan
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
c) melaksanakan persiapan dan pelaksanaan Penunjukan Langsung untuk pengadaan
Jasa Konsultansi yang bernilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
dan
d) melaksanakan E-purchasing yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah).
4) berdasarkan pasal 40 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012
tentang Tata Cara Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (PMK-190), diatur bahwa Pembayaran tagihan kepada penyedia
barang/jasa dilaksanakan berdasarkan bukti-bukti yang sah yang meliputi:
a) Bukti perjanjian/kontrak;
b) Referensi Bank yang menunjukkan nama dan nomor rekening penyedia barang/jasa;
c) Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan;
d) Berita Acara Serah Terima Pekerjaan/Barang;
e) Bukti penyelesaian pekerjaan lainnya sesuai ketentuan;
f) Berita Acara Pembayaran;
g) Kuitansi yang telah ditandatangani oleh penyedia barang/jasa dan PPK, yang dibuat
sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
h) Faktur pajak beserta Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah ditandatangani oleh Wajib
Pajak/Bendahara Pengeluaran;
i) Jaminan yang dikeluarkan oleh bank umum, perusahaan penjaminan atau perusahaan
asuransi sebagaimana dipersyaratkan dalam peraturan perundang-undangan
mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah; dan/atau
j) Dokumen lain yang dipersyaratkan khususnya untuk perjanjian/kontrak yang dananya
sebagian atau seluruhnya bersumber dari pinjaman atau hibah dalam/luar negeri
sebagaimana dipersyaratkan dalam naskah perjanjian pinjaman atau hibah dalam/luar
negeri bersangkutan.
Dokumen lain sebagaimana dimaksud pada huruf j merupakan dokumen selain
dokumen yang tercantum pada huruf a sampai dengan huruf i yang dapat
memberikan keyakinan yang memadai bahwa pekerjaan pengadaan barang/jasa telah

15
dilaksanakan dengan baik sesuai dengan perjanjian/kontrak terutama terkait dengan
kesesuaian spesifikasi teknis dan volume, terjaganya kualitas barang/jasa, ketepatan
penghitungan jumlah atau volume, ketepatan waktu penyerahan dan ketepatan
tempat penyerahan, misalnya apabila pembayaran yang melibatkan penyerahan jasa
tenaga kerja maka diperlukan daftar tenaga kerja, rekapitulasi kehadiran atau
dokumentasi pelaksanaan pekerjaan yang diberikan.
5) berdasarkan Pasal 15 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, diatur bahwa Panitia Penerima Hasil Pekerjaan
(PPHP) memiliki tugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan pengadaan
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling sedikit di atas
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan Jasa Konsultansi yang bernilai paling sedikit
di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Sesuai dengan Butir VIII angka 8 huruf h, huruf i, dan huruf j Peraturan Kepala Lembaga
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia diatur bahwa PjPHP/PPHP
melakukan pemeriksaan administratif proses pengadaan barang/jasa sejak perencanaan
pengadaan sampai dengan serah terima hasil pekerjaan, meliputi dokumen
program/penganggaran, surat penetapan PPK, dokumen perencanaan pengadaan,
RUP/SIRUP, dokumen persiapan pengadaan, dokumen pemilihan Penyedia, dokumen
Kontrak dan perubahannya serta pengendaliannya, dan dokumen serah terima hasil
pekerjaan serta menuangkan hasil pemeriksaan administratif tersebut dalam Berita
Acara. Apabila hasil pemeriksaan administrasi ditemukan ketidaksesuaian/kekurangan,
PjPHP/PPHP melalui PA/KPA memerintahkan Pejabat Penandatanganan Kontrak (PPK)
untuk memperbaiki dan/atau melengkapi kekurangan dokumen administratif.
6) berdasarkan Pasal 13 ayat (1) dan ayat (3) serta Pasal 14 ayat (1) PMK-190, diatur bahwa
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) mempunyai tugas dan wewenang yang meliputi:
a) membuat, menandatangani dan melaksanakan perjanjian/kontrak dengan Penyedia
Barang/Jasa;
b) mengendalikan pelaksanaan perjanjian/kontrak;
c) menguji dan menandatangani surat bukti mengenai hak tagih kepada Negara;
d) Pengujian dilakukan dengan:
1. menguji kebenaran materiil dan keabsahan surat-menyurat bukti mengenai hak
tagih kepada Negara; dan/atau
formil= wetmatigheid dan rechmatigheid
materil = doelmatigheid

PPK = formil dan materil


PPSPM = formil 16
2. menguji kebenaran dan keabsahan dokumen/surat keputusan yang menjadi
persyaratan/kelengkapan pembayaran belanja;
e) membuat dan menandatangani Surat Perintah Pembayaran (SPP).
Sebelum menandatangani SPP, PPK Menguji:
1. kelengkapan dokumen tagihan;
2. kebenaran penghitungan tagihan;
3. kesesuaian spesifikasi teknis dan volume barang/jasa sebagaimana tercantum
dalam perjanjian/kontrak dengan barang/jasa yang diserahkan oleh Penyedia
barang/jasa;
4. kesesuaian spesifikasi teknis dan volume barang/jasa sebagaimana yang tercantum
pada dokumen serah terima barang/jasa dengan dokumen perjanjian/kontrak;
5. kebenaran, keabsahan serta akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti
mengenai hak tagih kepada Negara; dan
6. ketepatan jangka waktu penyelesaian pekerjaan sebagaimana tercantum pada
dokumen serah terima barang/jasa dengan dokumen perjanjian/kontrak.
7) berdasarkan Pasal 16 ayat (1) serta Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) PMK-190, Pejabat
Penandatangan SPM (PPSPM) melaksanakan kewenangan KPA untuk melakukan pengujian
atas tagihan dan menerbitkan SPM. Dalam pelaksanaan pengujian tersebut, PPSPM
memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:
a) menguji kebenaran SPP beserta dokumen pendukung;
Pengujian terhadap SPP beserta dokumen pendukung, meliputi:
1. kelengkapan dokumen pendukung SPP;
2. kesesuaian penanda tangan SPP dengan spesimen tanda tangan PPK;
3. kebenaran pengisian format SPP;
4. kesesuaian kode BAS pada SPP dengan DIPA/POK/Rencana Kerja Anggaran Satker;
5. ketersediaan pagu sesuai BAS pada SPP dengan DIPA/POK/Rencana Kerja Anggaran
Satker;
6. kebenaran formal dokumen/surat keputusan yang menjadi
persyaratan/kelengkapan pembayaran belanja pegawai;
7. kebenaran formal dokumen/surat bukti yang menjadi persyaratan/kelengkapan
sehubungan dengan pengadaan barang/jasa;
8. kebenaran pihak yang berhak menerima pembayaran pada SPP sehubungan
dengan perjanjian/kontrak/surat keputusan;

17
9. kebenaran perhitungan tagihan serta kewajiban di bidang perpajakan dari pihak
yang mempunyai hak tagih;
10.kepastian telah terpenuhinya kewajiban pembayaran kepada negara oleh pihak
yang mempunyai hak tagih kepada negara; dan
11.kesesuaian prestasi pekerjaan dengan ketentuan pembayaran dalam
perjanjian/kontrak.
b) menolak dan mengembalikan SPP, apabila SPP tidak memenuhi persyaratan untuk
dibayarkan;
c) menerbitkan SPM.
8) berdasarkan Pasal 24 ayat (2) dan ayat (4) PMK-190, diatur bahwa pelaksanaan tugas
Bendahara Pengeluaran antara lain:
a) melakukan pengujian dan pembayaran berdasarkan perintah PPK;
Pengujian atas perintah pembayaran yang diharus dilakukan antara lain:
1. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh PPK;
2. pemeriksaan kebenaran atas hak tagih, meliputi: pihak yang ditunjuk untuk
menerima pembayaran; nilai tagihan yang harus dibayar; jadwal waktu
pembayaran; dan menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;
3. pemeriksaan kesesuaian pencapaian keluaran antara spesifikasi teknis yang
disebutkan dalam penerimaan barang/jasa dan spesifikasi teknis yang disebutkan
dalam dokumen perjanjian/kontrak; dan
4. pemeriksaan dan pengujian ketepatan penggunaan kode mata anggaran
pengeluaran (akun 6 digit).
b) menolak perintah pembayaran apabila tidak memenuhi persyaratan untuk
dibayarkan;
c) melakukan pemotongan/pemungutan penerimaan Negara dari pembayaran yang
dilakukannya;
d) menyetorkan pemotongan/pemungutan kewajiban kepada negara ke kas negara;
b. Jenis Pembayaran (Penyelesaian Tagihan):
1) Pembayaran Langsung (LS)
a) Pembayaran LS adalah pembayaran yang dilakukan langsung kepada Bendahara
Pengeluaran/penerima hak lainnya atas dasar perjanjian kerja, surat keputusan, surat
tugas atau surat perintah kerja lainnya melalui penerbitan Surat Perintah Membayar
Langsung.

18
b) Filosofi dari penggunaan SPM-LS adalah agar pembayaran atas hak tagih kepada
negara dipastikan langsung diterima oleh penerima hak yang telah menyelesaikan
pekerjaannya. Penerima hak tersebut bisa pihak ketiga (rekanan), perorangan, atau
pegawai satker. Pembayar
c) Penerima hak mengajukan tagihan kepada negara atas komitmen berdasarkan bukti-
bukti yang sah untuk memperoleh pembayaran.
d) Atas dasar tagihan PPK melakukan pengujian, Pelaksanaan pembayaran tagihan,
selanjutnya dilakukan dengan Pembayaran LS kepada penyedia barang/jasa atau
Bendahara Pengeluaran/pihak lainnya (melalui transfer rekening).
e) Pembayaran LS ditujukan kepada: Penyedia barang/jasa atas dasar perjanjian/kontrak;
atau Bendahara Pengeluaran/pihak lainnya untuk keperluan belanja pegawai non gaji
induk, pembayaran honorarium, dan perjalanan dinas atas dasar surat keputusan.

2) Pembayaran dengan Uang Persediaan


a) UP digunakan untuk keperluan membiayai kegiatan operasional sehari-hari Satker dan
membiayai pengeluaran yang tidak dapat dilakukan melalui mekanisme Pembayaran
LS.
b) UP merupakan uang muka kerja dari Kuasa BUN kepada Bendahara Pengeluaran yang
dapat dimintakan penggantiannya (revolving).
c) Pembayaran dengan UP yang dapat dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran/BPP
kepada 1 (satu) penerima/ penyedia barang/jasa paling banyak sebesar
Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) kecuali untuk pembayaran honorarium dan
perjalanan dinas.
d) Pada setiap akhir hari kerja, uang tunai yang berasal dari UP yang ada pada Kas
Bendahara Pengeluaran/BPP paling banyak sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah).
Penggantian UP dilakukan apabila UP telah dipergunakan paling sedikit 50% (lima puluh
persen).
UP dapat diberikan untuk pengeluaran-pengeluaran: Belanja Barang, Modal, dan
Belanja Lain-lain
Pemberian UP diberikan paling banyak:
a) Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa
dibayarkan melalui UP sampai dengan Rp. 900.000.000 (sembilan ratus juta rupiah);

19
b) Rp.100.000.000 (seratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan
melalui UP diatas Rp. 900.000.000 (sembilan ratus juta rupiah) sampai dengan Rp.
2.400.000.000 (dua miliar empat ratus juta rupiah);
c) Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan
melalui UP diatas Rp. 2.400.000.000 (dua miliar empat ratus juta rupiah) sampai dengan
Rp.6.000.000.000 (enam miliar rupiah); atau
d) Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan
melalui UP diatas Rp. 6.000.000.000 (enam miliar rupiah).

c. Laporan Keuangan Pemerintah


1) Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya
disingkat UAKPA adalah unit akuntansi yang melakukan kegiatanak untansi dan pelaporan
tingkat satuan kerja.
2) Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan
APBN berupa:
a) Laporan Realisasi Anggaran (LRA),
b) Neraca,
c) Laporan Arus Kas,
d) Laporan Operasional (LO),

20
e) Laporan Perubahan Ekuitas (LPE),
f) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LP SAL), dan
g) Catatan Atas Laporan Keuangan (CaLK).
3) Unit akuntansi dan pelaporan keuangan , terdiri dari:
a) UAKPA (KPP);
b) UAPPA-W (Kanwil);
c) UAPPA-El (Eselon I); dan / atau
d) UAPA (Kementerian).
4) Laporan Keuangan yang disusun dan disajikan oleh entitas akuntansi dan entitas
pelaporan UAKPA, Laporan Keuangan dimaksud disusun dan disajikan (dalam bentuk
cetakan) hanya untuk periode pelaporan semesteran (periode yang berakhir 30 Juni tahun
anggaran berjalan) dan untuk periode tahunan (periode yang berakhir 31
Desember tahun anggaran berjalan). Laporan Bulanan UAKPA (LRA, LO, LPE dan Neraca)
disampaikan dalam bentuk pengunggahan data (SAIBA, SAS, dan SIMAK-BMN) pada
aplikasi berbasis web (e-rekon, SAKTI)
5) Laporan Keuangan Semester I (Tingkat K/L) disampaikan paling lambat pada tanggal 31
Juli tahun anggaran berjalan.
6) Laporan Keuangan Tahunan (Tingkat K/L) diatur sebagai berikut:
a) Laporan Keuangan Unaudited disampaikan paling lambat pada tanggal terakhir di
bulan Februari setelah tahun anggaran berakhir;
b) Laporan Keuangan Tahunan Asersi Final akan ditentukan waktunya sesuai dengan
kesepakatan antara Pemerintah dengan Badan Pemeriksa Keuangan.
7) Dalam hal tanggal-tanggal tersebut merupakan hari libur/ hari besar, Laporan Keuangan
disampaikan paling lambat pada 1 (satu) hari kerja sebelumnya.

21
8) Sistematika Laporan Keuangan (penyajian laporan keuangan yang dicetak)
Laporan Keuangan Kementerian Negara/ Lembaga mengacu pada Standar Akuntansi
Pemerintahan yaitu:
a) Pernyataan Telah Direviu (hanya untuk penyaj ian Laporan Keuangan Tingkat Unit
Akuntansi Pengguna Anggaran / KL dan untuk periode semesteran dan tahunan)
b) Pernyataan Tanggung Jawab
c) Ringkasan Laporan Keuangan
d) Laporan Realisasi Anggaran
e) Neraca
f) Laporan Operasional
g) Laporan Perubahan Ekuitas
h) Catatan atas Laporan Keuangan, yang memuat:
a) Gambaran Umu Entitas (Dasar Hukum Entitas, Pendekatan Penyusunan Laporan
Keuangan, Basis Akuntansi, Dasar Pengukuran, dan Kebijakan Akutansi)
b) Penjelasan atas Pos-pos Laporan Realisasi Anggaran
c) Penjelasan atas Pos-pos Neraca
d) Penjelasan atas Laporan Operasional
e) Penjelasan atas Laporan Perubahan Ekuitas
f) Pengungkapan Penting Lainnya
g) Lampiran dan Daftar
9) Pemerintah menerapkan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) Berbasis Akrual.

4. Kepegawaian
a. ASN, terdiri dari:
1) PNS: Diangkat sebagai Pegawai Tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan memiliki
NIP, dan menduduki jabatan pemerintahan.
2) PPPK: Diangkat dengan perjanjian kerja sesuai kebutuhan instansi dan ketentuan UU
dan melaksanakan tugas pemerintahan.
b. Fungsi, Tugas dan Peran ASN:
1) Fungsi:
a) Pelaksana Kebijakan Publik
b) Pelayanan Publik
c) Perekat dan Pemersatu Bangsa

22
2) Tugas:
a) Melaksanakan Kebijakan Publik
b) Memberikan Pelayanan Publik
c) Memperat Persatuan dan Kesatuan
3) Peran: Sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum
pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan
pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari
praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

c. Jabatan ASN:
1) Jabatan Administrasi
a) Jabatan Administrator (eselon III) bertanggungjawab memimpin pelaksanaan seluruh
kegiatan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan;
b) Jabatan Pengawas (eselon IV) bertanggungjawab mengendalikan pelaksananaan
kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pelaksana
c) Jabatan Pelaksana bertanggungjawab melaksanakan kegiatan pelayanan publik serta
administrasi pemerintahan dan pembangunan
2) Jabatan Fungsional: Jabatan Fungsional Keahlian (Ahli Pertama, Ahli Muda, Ahli Madya,
dan Ahli Utama) dan Jabatan Fungsional Keterampilan (Pemula, Terampil, Mahir, dan
Penyelia)
3) Jabatan Pimpinan Tinggi:
a) Jabatan Pimpinan Tinggi Utama
b) Jabatan Pimpinan Tinggi Madya
c) Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama
d. Hak dan Kewajiban ASN
1) Hak PNS:
a) Gaji, tunjangan dan fasilitas
b) Cuti
c) Jaminan pensiun dan jaminan hari tua
d) Perlindungan
e) Pengembangan kompetensi
2) Hak PPK
a) Gaji, tunjangan dan fasilitas
b) Cuti

23
c) Perlindungan
d) Pengembangan kompetensi
3) Kewajiban ASN:
a) Setia & taat pada Pancasila, UUD ‘45, NKRI & pemerintahan yg sah,
b) Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa,
c) Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang berwenang,
d) Mentaati ketentuan peraturan per-UU-an,
e) Menunjukkan integritas dan keteladanan,
f) Menyimpan rahasia,
g) Bersedia ditempatkan diseluruh NKRI
4) Kelembagaan ASN:
Presiden merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan
profesi, dan Manajemen ASN, mendelegasikan sebagian kekuasaannya kepada:
a) KemPAN merumuskan kebijakan ;
b) LAN melaksanakan diklat dan kajian ;
c) BKN mengelola pegawai ASN;
d) KASN menjamin perwujudan sistem merit.

24
5) Manajemen ASN

6) Batas Usia Pensiun

7) Penyataraan Jabatan

uu no 8/1974

uu no 5 tahun 2014

25
33
5 Cuti Besar Ibadah haji pertama paling lambat pada - paling lama diberikan 0% Selama menjalankan - surat izin cuti yang
kali tanggal mulai 3 bulan 2,5% ibadah haji ditandatangani Kepala Bagian
pelaksanaan cuti - tidak berhak cuti Hari sebelum dan/atau Umum
tahunan pada thun ybs sesudah kurun waktu - surat keterangan melaksanakan
menjalankan ibadah haji untuk pertama kali yang
haji memuat jadwal keberangkatan
/kloter yang dikeluarkan instansi
yang bertanggungjawab dalam
penyelenggaraan haji
Kelahiran anak 0% Selama 3 bulan - surat izin cuti yang
keempat dan ditandatangani Kepala Bagian
seterusnya Umum
- Surat keterangan dokter/bidan
yang mencantumkan Hari
Perkiraan Lahir (HPL)
Alasan lain - dapat diambil min. 5 0% paling lama 12 hari kerja - surat izin cuti yang
tahun kerja secara terus atau sejumlah cuti ditandatangani Kepala Bagian
menerus tahunan tahun berjalan Umum
- paling lama diberikan yang belum - Dokumen pendukung
3 bulan dipergunakan
- tidak berhak cuti 2,5% untuk hari kerja
tahunan pada tahun ybs berikutnya
5 Cuti Di Luar mengikuti atau paling lambat 6 bulan - paling lama 3 tahun Tidak memperoleh TUKIN & - Surat Keputusan CDTN yang
Tanggungan mendampingi sebelum mulai - dapat diperpanjang 1 gaji disetujui oleh PPK (Menteri
Negara suami/isteri tugas pelaksanaan cuti tahun apabila ada Keuangan)
negara/ tugas belajar alasan penting untuk
di dalam/luar negeri memperpanjang
mendampingi -PNS diberhentikan dari
suami/isteri bekerja jabatan
di dalam/luar negeri;
menjalani program
untuk mendapatkan
keturunan
mendampingi anak
yang berkebutuhan
khusus
mendampingi
suami/isteri/ anak
yang memerlukan
perawatan khusus
mendampingi/meraw
at orang tua/mertua
yang sakit/uzur

Dasar Hukum:
- PMK-214/PMK.01/2011 Tentang Penegakan Disiplin dalam Kaitannya dengan tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara di Lingkungan Kementerian Keuangan
- PMK-93/PMK.01/2018 Tentang Perubahan Kedua atas PMK-214/PMK.01/2011 Tentang Penegakan Disiplin dalam Kaitannya dengan tunjangan Khusus
- SE-19/PJ/2019 Tentang Petunjuk Teknis Penanganan Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak
- SE-15/MK.1/2018 Tentang Pelaksanaan Cuti bagi Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kementerian Keuangan
- ND-2867/PJ/01/2019 tentang Penyampaian Batas Waktu Cuti dan Izin melalui aplikasi SIKKA

34
Jenis Pangkat
GOLONGAN IV (Pembina)
Pembina Utama IVe
Pembina UtamaMadya IVd
Pembina Utama Muda IVc
Pembina Tingkat I IVb
Pembina IVa
GOLONGAN III (Penata)
Penata Tingkat I IIId
Penata IIIc
Penata Muda Tingkat I IIIb
Penata Muda IIIa
GOLONGAN II (Pengatur)
Pengatur Tingkat I IId
Pengatur IIc
Pengatur Muda Tingkat I IIb
Pengatur Muda IIa
GOLONGAN I (Juru)
Juru Tingkat I Id
Juru Ic
Juru Muda Tingkat I Ib
Juru Muda Ia

35
9) Izin/Pemberitahuan:
Pembuatan surat permohonan izin/pemberitahuan wajib dilaksanakan sebagai berikut:
a) Surat permohonan izin dibuat dalam hal Pegawai merencanakan untuk tidak hadir, terlambat
masuk bekerja, pulang sebelum waktunya, tidak berada di tempat tugas, dan/atau tidak mengganti
waktu keterlambatan dengan ketentuan:
1. ketidakhadiran dan keterlambatan, dibuat pada hari sebelumnya;
2. pulang sebelum waktunya, tidak berada di tempat tugas, atau tidak menggantiwaktu
keterlambatan, dibuat pada hari yang sarna.
b) Surat pemberitahuan dibuat dalam hal Pegawai tidak hadir, terlambat masuk bekerja, pulang
sebelum waktunya, tidak berada di tempat tugas, tidak mengganti waktu keterlambatan dan/atau
tidak mengisi daftar hadir dan terjadi diluar kehendak Pegawai, dengan ketentuan:
1. ketidakhadiran, dibuat setelah kembali masuk kerja dengan kewajiban memberitahukan
sementara alasan ketidakhadirannya melalui media lainnya seperti telephone atau pesan
singkat sesegera mungkin;
2. terlambat atau tidak berada di tempat tugas, dibuat pada hari yang sarna;
3. pulang sebelum waktunya atau tidak mengganti waktu keterlambatan, dibuat pada hari kerja
berikutnya;
4. tidak mengisi daftar hadir masuk atau pulang bekerja dibuat pada saat mengetahui terjadinya
tidak mengisi daftar hadir.
c) Surat permohonan izin/pemberitahuan yang telah disetujui oleh Pejabat yang berwenang wajib
disampaikan kepada PejabatiPegawai yang menangani daftar hadir
d) untuk paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal terjadinya ketidakhadiran,
keterlambatan masuk bekerja, pulang sebelum waktunya, tidak berada di tempat tugas,
tidak mengganti waktu keterlambatan, dan/atau tidak mengisi daftar hadir. Khusus bagi yang

36
tidak masuk bekerja lebih dari 1 (satu) hari maka penghitungan 3 (tiga) hari kerja dihitung sejak
masuk kerja kembali.
Khusus bagi yang tidak mengisi daftar hadir masuk bekerjalpulang bekerja, maka penghitungan 3
(tiga) hari kerja dimulai sejak diketahui terjadinya tidak mengisi daftar hadir.
e) Surat permohonan izin/pemberitahuan yang disampaikan lebih dari 3 (tiga) hari kerja
dinyatakan tidak berlaku dan dianggap melanggar Jam Kerja.
f) Pegawai yang melanggar Jam Kerja dihitung secara kumulatif mulai bulan Januari sampai
dengan bulan Desember tahun berjalan, dengan ketentuan konversi 7 1/2

(tujuh setengah) jam sama dengan 1 (satu) hari tidak masuk bekerja dan apabila telah memenuhi
akumulasi 5 (lima) hari tidak masuk kerja atau lebih, dijatuhi hukuman disiplin berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yaitu:

10) Pelaksana Tugas dan Pelaksana Harian


a) Untuk menunjang dan menjaga kelancaran pelaksanaan tugas dan kelangsungan tanggung jawab
dalam penyelenggaraan pemerintahan di lingkungan Kementerian Keuangan pada suatu jabatan
structural sesuai dengan tugas dan fungsi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
mengenai Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, dilakukan pengangkatan:
1. Pelaksana Tugas (Plt.) ; atau
2. Pelaksana Harian (Plh. ) ,
dalam hal pejabat definitif berhalangan.
b) Pengangkatan Pelaksana Tugas (Plt.) atau Pelaksana Harian (Plh.) dilakukan dengan cara:
1. dirangkap oleh pejabat atasan langsung atau atasan tidak langsung;
2. ditunjuk dari pejabat yang setingkat;
3. ditunjuk dari pejabat satu tingkat dibawahnya; atau
4. ditunjuk dari pelaksana bawahannya.
37
c) Pelaksana Tugas (Plt.) atau Pelaksana Harian (Plh.) melaksanakan tugas menetapkan keputusan,
dan/atau melakukan tindakan rutin yang menjadi wewenang jabatan pejabat definitif sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.d) Pelaksana Tugas (Plt.) atau Pelaksana
Harian (Plh.) memiliki kewenangan dalam aspek kepegawaian untuk:
1. menetapkan sasaran kerja pegawai dan penilaian prestasi kerja;
2. menetapkan kenaikan gaji berkala;
3. menetapkan cuti selain Cuti di Luar
4. Tanggungan Negara (CLTN);
5. menetapkan surat penugasan pegawai;
6. menyampaikan usul mutasi kepegawaian, kecuali perpindahan antar instansi; dan
7. memberikan izin belajar, izin mengikuti seleksi jabatan pimpinan tinggi/administrasi,
dan izin tidak masuk kerja.
e) Pelaksana Tugas (Plt.) atau Pelaksana Harian (Plh.) tidak berwenang untuk:
1. mengambil keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada
perubahan status hukum pada aspek kepegawaian, meliputi meliputi pengangkatan,
pemindahan dan pemberhentian pegawai; dan
2. menetapkan keputusan penjatuhan hukuman disiplin,

11) Pengelolaan Kinerja Pegawai


a) Kinerja adalah hasil dari pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi dan pegawai selama periode
tertentu.
b) Pengelolaan Kinerja adalah rangkaian kegiatan pemanfaatan sumber daya untuk meningkatkan
kinerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi
c) Balanced Scorecard, yang selanjutnya disingkat BSC, adalah suatu alat manajemen
strategis yang menerjemahkan Visi, Misi, Tujuan, dan Strategi ke dalam kerangka
operasional.
d) Sasaran Strategis yang selanjutnya disingkat SS adalah pernyataan mengenai apa yang harus
dimiliki, dijalankan, dihasilkan atau dicapai organisasi
e) Peta Strategi adalah suatu dashboard yang memetakan SS organisasi dalam suatu kerangka
hubungan sebab akibat yang menggambarkan keseluruhan perjalanan strategi organisasi dalam
mewujudkan visi dan misi.
f) Indikator Kinerja Utama yang selanjutnya disingkat IKU adalah tolok ukur keberhasilan pencapaian
SS atau kinerja.
g) Manual IKU adalah dokumen penjelasan mengenai IKU yang diperlukan untuk melakukan
pengukuran kinerja

38
h) Inisiatif Strategis (IS) merupakan kegiatan yang digunakan sebagai cara untuk mencapai
target IKU sehingga berimplikasi pada pencapaian Sasaran Strategis.
i) Cascading adalah proses penjabaran dan penyelarasan SS, IKU, dan/atau target IKU
secara vertikal dari level unit/pegawai yang lebih tinggi ke level unit/pegawai yang lebih
rendah.
j) Alignment adalah proses penyelarasan SS, IKU, dan/atau target IKU secara horizontal antar unit
/pegawai yang selevel.
k) Kontrak Kinerja adalah dokumen yang merupakan kesepakatan antara pegawai dengan atasan
langsung yang paling sedikit berisi pernyataan kesanggupan, sasaran kerja pegawai dan trajectory
target yang harus dicapai dalam periode tertentu.
l) Sasaran Kerja Pegawai adalah unsur kontrak kinerja yang paling sedikit berisi indikator
kinerja utama dan target yang harus dicapai oleh pegawai.
m) Capaian Kinerja Pegawai yang selanjutnya disingkat CKP adalah nilai capaian IKU pada
Kontrak Kinerja dari tiap-tiap pegawai.
n) Perilaku Kerja adalah setiap tingkah laku, sikap atau tindakan yang dilakukan oleh pegawai
atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
o) Nilai Perilaku yang selanjutnya disingkat NP adalah nilai yang didasarkan pada
penilaian perilaku sehari-hari setiap pegawai yang ditunjukkan untuk mendukung kinerjanya yang
diperoleh melalui pengisian kuesioner oleh atasan langsung, rekan kerja dan/atau bawahan.
p) Nilai Kinerja Pegawai yang selanjutnya disingkat NKP adalah nilai gabungan antara CKP
dan NP dengan memperhitungkan masing-masing bobot.
q) Prestasi Kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh setiap pegawai pada satuan organisasi
sesuai dengan Sasaran Kerja Pegawai dan Perilaku Kerja.
r) Nilai Prestasi Kerja PNS yang selanjutnya disingkat NPKP adalah penjumlahan Nilai SKP
dengan NP dengan memperhitungkan masing-masing bobot.
s) Dialog kinerja adalah komunikasi antara bawahan dan atasan, diantaranya dalam bentuk
bimbingan dan konsultasi, yang terstruktur dan reguler tentang pencapaian strategi, kinerja dan
rencana pengembangannya.
t) Asas Pengelolaan Kinerja: Objektivitas, Keadilan dan Transparan OTK

39
u) Pengelolaan kinerja berbasis BSC di Kementerian Keuangan dibagi ke dalam 6 (enam)
level, yaitu:
1. Kemenkeu-Wide : level Kementerian (Komitmen Kinerja Menteri dan Kontrak
Kinerja Wakil Menteri);
2. Kemenkeu-One : level Unit Eselon I (Kontrak Kinerja Pejabat Struktural Eselon I);
3. Kemenkeu-Two : level Unit Eselon II (Kontrak Kinerja Pejabat Struktural Eselon II);
4. Kemenkeu-Three : level Unit Eselon III (Kontrak Kinerja Pejabat Struktural Eselon
III);
5. Kemenkeu-Four : level Unit Eselon IV (Kontrak Kinerja Pejabat Struktural Eselon IV);
6. Kemenkeu-Five : Kontrak Kinerja Staf Ahli Menteri, Tenaga Pengkaji, Pejabat
Fungsional, level unit Eselon V dan Pelaksana.

40
v) Indikator Kinerja Utama (IKU)
Menganut prinsip SMART-C
1. Specific : mampu menyatakan sesuatu secara definitif (tidak normatif), tidak
bermakna ganda, relevan dan khas/unik dalam menilai serta mendorong kinerja
suatu unit/pegawai.
2. Measurable : mampu diukur dengan jelas dan jelas cara pengukurannya.
Pernyataan IKU seharusnya menunjukkan satuan pengukurannya.
3. Agreeable : disepakati oleh pemilik IKU dan atasannya.
4. Realistic : merupakan ukuran yang dapat dicapai dan memiliki target yang
menantang.
5. Time-bounded : memiliki batas waktu pencapaian.
6. Continously Improved : kualitas dan target disesuaikan dengan perkembangan
strategi organisasi dan selalu disempurnakan.

Validitas IKU
Exact : IKU yang mengukur secara langsung keberhasilan pencapaian SS. Pencapaian
IKU (metode pengukurannya) telah merepresentasikan pencapaian SS secara
keseluruhan dan umumnya mengukur output atau outcome pada suatu unit.
Proxy : IKU yang mengukur secara tidak langsung keberhasilan pencapaian SS.
Pencapaian IKU (metode pengukurannya) hanya merepresentasikan sebagian
pencapaian SS dan umumnya IKU hanya mengukur proses yang dilakukan oleh suatu
unit.
Activity : IKU yang pada umumnya mengukur input dari kegiatan pada suatu unit
yang masih jauh keterkaitannya dengan keberhasilan pencapaian SS.
Kendali IKU

High : Pencapaian target IKU dipengaruhi secara dominan oleh pemilik


IKU.
Moderate : Pencapaian target IKU dipengaruhi secara berimbang oleh pemilik

34
IKU dan pihak selain pemilik IKU.
Low : Pencapaian target dipengaruhi secara dominan oleh pihak selain
pemilik IKU.
Jenis Konsolidasi Periode

Sum : Penjumlahan angka target atau realisasi per periode


pelaporan
Average : Rata-rata penjumlahan angka target atau realisasi per
periode pelaporan
Take Last : Angka target atau realisasi yang digunakan adalah angka
Known Value periode terakhir

Jenis Konsolidasi Lokasi

Sum : Penjumlahan target atau realisasi IKU cascading indirect dua


unit/pegawai atau lebih yang selevel sebagai target/realisasi
unit/pegawai diatasnya.
Average : Rata-rata target atau realisasi IKU cascading indirect dua
unit/pegawai atau lebih yang selevel sebagai target/realisasi
unit/pegawai diatasnya.
Raw Data : Penjumlahan raw data target atau realisasi IKU cascading indirect
dua unit/pegawai atau lebih yang selevel sebagai target/realisasi
unit/pegawai diatasnya.
Polarisasi Data
Maximize : Semakin tinggi nilai aktual/realisasi IKU terhadap target, semakin baik
capaian kinerjanya. Contoh: Jumlah pendapatan negara.
Minimize : Semakin rendah nilai aktual/realisasi IKU terhadap target, semakin baik
capaian kinerjanya. Contoh:Persentase Wajib Pajak Yang Komplain.
Stabilize : Capaian kinerja dianggap semakin baik apabila nilai aktual/realisasi IKU
mendekati target dalam suatu rentang tertentu. Contoh: Jumlah Idle Cash.

35
5. Organisasi
a. Visi dan Misi Pembangunan Nasional
maju
Visi pembangunan nasional untuk tahun 2015-2019 adalah ‘Terwujudnya Indonesia yang
berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong-royong’.

7 (tujuh) Misi Pembangunan yaitu:


1) Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang
kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan
kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan;
2) Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan, dan demokratis berlandaskan negara
hukum;
3) Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara
maritim;
4) Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera;
5) Mewujudkan bangsa yang berdaya saing;
6) Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan
berbasiskan kepentingan nasional;
7) Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.

b. Nawacita = misi presiden


1) Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa
aman pada seluruh warga negara,
(1) Peningkatan Kualitas Manusia Indonesia;
2) Membuat pemerintah
(2) Struktur Ekonomitidak
yangabsen denganMandiri,
Produktif, membangun
dan tata kelolaSaing;
Berdaya pemerintahan yang
(3) Pembangunan
bersih, yang Merata
efektif, demokratis, dan Berkeadilan;
dan terpercaya;
(4) Mencapai Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan;
3) Membangun Indonesia
(5) Kemajuan Budayadari
yangpinggiran dengan memperkuat
Mencerminkan daerah-daerah
Kepribadian Bangsa; dan desa
(6) Penegakan
dalam Sistemkesatuan;
kerangka negara Hukum yang Bebas Korupsi, Bermartabat, dan Terpercaya;
(7) Perlindungan bagi Segenap Bangsa dan Memberikan Rasa Aman pada Seluruh
4) Menolak
Warga; negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang
(8) Pengelolaan
bebas Pemerintahan
korupsi, bermartabat, yang Bersih, Efektif, dan Terpercaya; serta
dan terpercaya;
(9) Sinergi Pemerintah Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan.
5) Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia;
6) Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga
bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya;
7) Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis
ekonomi domestik;

36
8) Melakukan revolusi karakter bangsa
9) Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia

Nawacita yang menjadi tugas kemenkeu adalah nawacita 1, 3, 6, dan 7.

c. Tusi Menkeu (PMK-234/PMK.01/2015)


Tugas: Menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara untuk
membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara
Fungsi:
1) perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang penganggaran, pajak,
kepabeanan dan cukai, perbendaharaan, kekayaan negara, perimbangan keuangan, dan
pengelolaan pembiayaan dan risiko;
2) perumusan, penetapan, dan pemberian rekomendasi kebijakan fiskal dan sektor keuangan;
3) koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada
seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan;
pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian
Keuangan;
4) pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Keuangan;
5) pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian
Keuangan di daerah;
6) pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah;
7) pelaksanaan pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi kompetensi di bidang keuangan negara;
dan
8) pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di
lingkungan Kementerian Keuangan.

d. Tugas dan Fungsi DJP (PMK-234/PMK.01/2015)


Tugas: menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pajak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Direktorat Jenderal Pajak menyelenggarakan fungsi:
1) perumusan kebijakan di bidang perpajakan;
2) pelaksanaan kebijakan d i biclang perpajakan;
3) penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteriadibidang perpajakan;
4) pemberian bimbingan teknis clan supervise bidang perpajakan;

37
5) pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang
perpajakan;
6) pelaksanaan aclministrasi Direktorat Jenderal Pajak;
dan
7) pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri
Keuangan.

Visi DJP: Menjadi Institusi


Menjadi Mitra Penghimpun
Tepercaya Pembangunan Penerimaan Negara yang
Bangsa untuk Menghimpun Terbaik
Penerimaan demi
Negara melalui
Penyelenggaraan Administrasi
Menjamin Kedaulatan dan Kemandirian NegaraPerpajakan yang Efisien, Efektif, Berintegritas, dan Berkeadilan.

Misi DJP: Menjamin penyelenggaraan negara yang berdaulat dan mandiri


dengan:
1)1.mengumpulkan
merumuskan regulasi perpajakan
penerimaan yangkepatuhan
berdasarkan mendukung pertumbuhan
pajak sukarela yang tinggi
ekonomi Indonesia;
dan penegakan hukum yang adil;
2)2. pelayanan
meningkatkan kepatuhan
berbasis pajak melalui
teknologi modern pelayanan
untuk berkualitas
kemudahandanpemenuhan
terstandardisasi,
kewajiban edukasi dan pengawasan yang efektif, serta
perpajakan;
penegakan hukum yang adil; dan
3) aparatur pajak yang berintegritas, kompeten dan profesional;
dan
3. mengembangkan proses bisnis inti berbasis digital didukung budaya
4)organisasi yang
kompensasi adaptif
yang dan kolaboratif
kompetitif serta aparatur
berbasis sistem pajak yang
manajemen
berintegritas, profesional, dan bermotivasi
kinerja.

e. Hari Pajak
Melalui KEP-313/PJ/2017 tanggal 22 Desember 2017, ditetapkan bahwa 14 Juli sebagai
Hari Pajak.
Secara garis besar, latar belakang penetapan Hari Pajak mengacu pada kata pajak
yang muncul dalam “rancangan UUD kedua” yang disampaikan pada tanggal 14 Juli 1945
pada Bab VII Hal Keuangan, Pada Pasal 23 menyebutkan pada butir kedua, "Segala pajak
untuk keperluan negara berdasarkan Undang-undang."

43

Anda mungkin juga menyukai