Meterai
Diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak
i Bea Meterai
Disclaimer:
Isi dalam modul ini semata-mata hanya digunakan untuk pembelajaran dalam rangka
pengembangan kompetensi pegawai DJP.
Rujukan utama tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penerbit:
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI
Januari 2024
ii Bea Meterai
DAFTAR ISI
KUNCI JAWABAN 38
DAFTAR PUSTAKA 39
DAFTAR PENULIS 40
iv Bea Meterai
KATA
PENGANTAR
Dunia terus berubah, kegiatan ekonomi Wajib Pajak juga berubah
mengikuti perkembangan dunia digital. Direktorat Jenderal
Pajak (DJP) juga berubah dengan melakukan reformasi
melalui Pembaharuan Sistem Administrasi Perpajakan
yang meliputi pelaksanaan berbagai Inisiatif Strategis
terkait 5 Pilar Reformasi Perpajakan, yaitu Organisasi,
Sumber Daya Manusia (SDM), Peraturan Perundang-
undangan, Proses Bisnis, serta Teknologi Informasi dan
Basis Data.
1. struktur organisasi yang efektif dan efisien dengan memperhatikan cakupan geografis,
karakteristik organisasi, ekonomi, kearifan lokal, potensi penerimaan dan rentang
kendali (span of control) yang memadai, mendukung perluasan jangkauan pelayanan
dan pengawasan Wajib Pajak dan penyelesaian tugas tepat waktu dan berkualitas;
2. sumber daya manusia yang tangguh, akuntabel dan berintegritas dalam rangka
menjalankan administrasi perpajakan demi mencapai target penerimaan pajak dan
strategis lainnya;
4. proses bisnis inti administrasi perpajakan yang efektif, efisien, dan akuntabel;
v Bea Meterai
Untuk mendukung tercapainya tujuan reformasi perpajakan, diperlukan SDM yang
berkualitas. Oleh karena itu, Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya
Aparatur (KITSDA) bersama Subject Matter Expert (SME) menyusun 13 modul materi
perpajakan dan non perpajakan sebagai berikut:
1. Seri modul materi perpajakan yang terdiri atas: KUP, PPh, PPN, PBB, dan Bea Meterai;
2. Seri modul materi non perpajakan yang terdiri atas: Organisasi, Keuangan, Kepegawaian,
Internalisasi Kepatuhan, Tata Naskah Dinas, serta Teknologi Informasi dan Komunikasi
3. Seri modul materi khusus untuk Account Representative dan Penelaah Keberatan.
Modul tersebut digunakan sebagai salah satu sarana pembelajaran dan pengembangan
kompetensi pegawai. Modul ini diharapkan dapat membantu seluruh pegawai DJP untuk
memahami tugas dan pekerjaannya dengan lebih mudah sehingga dapat berkontribusi
secara optimal pada organisasi untuk mendorong meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak
(WP) dan mengurangi Tax Gap. Pada akhirnya, dapat berkontribusi untuk mendukung
penerimaan pajak sesuai yang diamanatkan dalam APBN dan meningkatkan Tax Ratio.
vi Bea Meterai
DAFTAR TABEL
Tabel 1-1 : Objek, Batas Nilai Nominal Dokumen, Pihak yang Terutang, Saat Terutang,
dan Tarif Bea Meterai ..................................................................................... 10
Tabel 2-1 : Bea Meterai yang Wajib Dibayar melalui Pemeteraian Kemudian ................... 22
Tabel 3-1 : Objek, Saat, dan Cara Pemungutan Bea Meterai ............................................ 27
Gambar 2-1 : Ciri Umum dan Ciri Khusus pada Meterai Tempel ....................................... 14
Gambar 2-2 : Kode Unik dan Keterangan Tertentu pada Meterai Elektronik ..................... 16
1 Bea Meterai
1 BAB I
OBJEK, TARIF, SAAT
TERUTANG, DAN PIHAK
YANG TERUTANG
2 Bea Meterai
3. Tahun 1986 – 2020
Dalam reformasi perpajakan tahun 1983, pemerintah membuat perubahan besar
dalam kebijakan fiskal dan menerbitkan undang-undang baru di bidang perpajakan,
termasuk Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (UU
13/1985). Undang-undang yang berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 1986 ini
menghapus ABM 1921 dan perubahannya. UU 13/1985 mengatur bahwa Bea
Meterai dikenakan atas dokumen, yaitu kertas yang berisikan tulisan yang
mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan, atau kenyataan bagi
seseorang dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang ini berlaku
sampai dengan tanggal 31 Desember 2020.
4. Tahun 2021 s.d. saat ini
Sejak tanggal 1 Januari 2021, pengenaan Bea Meterai dilaksanakan berdasarkan
UU 10/2020. Pengaturan Bea Meterai dilaksanakan berdasarkan asas
kesederhanaan, efisiensi, keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan. Salah satu
perubahan mendasar dalam pengenaan Bea Meterai berdasarkan UU 10/2020
adalah perluasan objek Bea Meterai yang mencakup seluruh jenis dokumen,
termasuk dokumen elektronik.
3 Bea Meterai
6. dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan
risalah lelang, dan grosse risalah lelang;
7. dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) yang menyebutkan penerimaan uang atau
berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau
diperhitungkan; dan
8. dokumen lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Batasan nilai nominal dokumen yang dikenai Bea Meterai pada angka 7 dapat
diturunkan atau dinaikkan sesuai dengan kondisi perekonomian nasional dan tingkat
pendapatan masyarakat, yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah
berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Kondisi
perekonomian nasional dan tingkat pendapatan masyarakat antara lain dapat
ditunjukkan dari tingkat pertumbuhan ekonomi, inflasi, investasi, penerimaan negara,
dan/atau daya beli masyarakat.
Selain dikenakan atas dokumen perdata, Bea Meterai juga dikenakan atas dokumen
yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan. Untuk dokumen yang akan digunakan
sebagai alat bukti di pengadilan, Bea Meterai dikenakan atas dokumen yang
sebelumnya bukan merupakan objek Bea Meterai dan atas dokumen objek Bea Meterai
yang Bea Meterainya belum dibayar lunas, termasuk dokumen yang Bea Meterainya
belum dibayar lunas tetapi telah kedaluwarsa. Pembayaran Bea Metarai atas dokumen
yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan dilakukan dengan mekanisme
pemeteraian kemudian.
Pada prinsipnya Bea Meterai dikenakan 1 (satu) kali untuk setiap dokumen. Sebagai
contoh, untuk dokumen berupa surat perjanjian yang dibuat oleh 2 (dua) pihak dalam 2
(dua) rangkap, maka masing-masing dokumen terutang Bea Meterai. Demikian pula,
atas grosse, salinan, dan kutipan akta notaris dan PPAT dikenai Bea Meterai yang sama
dengan dokumen aslinya. Ketentuan ini berlaku pula untuk dokumen yang akan
digunakan sebagai alat bukti di pengadilan. Atas dokumen objek Bea Meterai yang Bea
Meterainya telah dibayar sesuai ketentuan, maka tidak wajib lagi dilakukan pemeteraian
kemudian saat akan digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
4 Bea Meterai
e) Surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim.
f) Surat lainnya yang dapat dipersamakan dengan surat sebagaimana
dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf e, seperti surat titipan barang,
ceel gudang, dan manifes penumpang.
2. Segala bentuk ijazah, termasuk dalam pengertian ijazah adalah surat tanda tamat
belajar, tanda lulus, surat keterangan telah mengikuti suatu pendidikan, pelatihan,
kursus, penataran, dan yang sejenisnya.
3. Tanda terima pembayaran gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan
pembayaran lainnya yang berkaitan dengan hubungan kerja, serta surat yang
diserahkan untuk mendapatkan pembayaran dimaksud.
4. Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah,
bank, dan lembaga lainnya yang ditunjuk oleh negara berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
5. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat
dipersamakan dengan itu yang berasal dari kas negara, kas pemerintahan daerah,
bank, dan lembaga lainnya yang ditunjuk berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
6. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi.
7. Dokumen yang menyebutkan simpanan uang atau surat berharga, pembayaran
uang simpanan kepada penyimpan oleh bank, koperasi, dan badan lainnya yang
menyelenggarakan penyimpanan uang, atau pengeluaran surat berharga oleh
kustodian kepada nasabah.
Dokumen yang menyebutkan simpanan uang mencakup dokumen yang berisi
pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam simpanan nasabah di rekening
di bank, koperasi, dan badan lainnya yang menyelenggarakan penyimpanan uang
dan/atau berisi pemberitahuan saldo atas simpanan tersebut. Contoh dokumen
simpanan uang di bank antara lain berupa tabungan dan giro.
Dokumen yang menyebutkan simpanan surat berharga mencakup pula dokumen
yang berisi pembukuan, penyimpanan, kepemilikan, atau pemberitahuan saldo
surat berharga nasabah di kustodian. Contoh dokumen simpanan surat berharga
di kustodian antara lain statement of account.
8. Surat gadai.
9. Tanda pembagian keuntungan, bunga, atau imbal hasil dari surat berharga,
dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
10. Dokumen yang diterbitkan atau dihasilkan oleh Bank Indonesia dalam rangka
pelaksanaan kebijakan moneter, antara lain dokumen penerbitan Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) dan Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI), repurchase
agreement (repo) dan reverse repurchase agreement surat berharga, dokumen
swap termasuk swap lindung nilai, dokumen transaksi USD repo, dokumen
pembelian wesel ekspor berjangka, serta dokumen penempatan berjangka.
5 Bea Meterai
D. Fasilitas Pembebasan dari Pengenaan Bea Meterai
Pasal 22 UU 10/2020 mengatur bahwa Bea Meterai yang terutang dapat diberikan
fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai, baik untuk sementara waktu maupun
selamanya. Ketentuan mengenai fasilitas di bidang Bea Meterai ini diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pemberian Fasilitas
Pembebasan dari Pengenaan Bea Meterai (PP 3/2022) yang mulai berlaku pada tanggal
12 Januari 2022. Pemberian fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai
diberikan untuk dokumen-dokumen sebagai berikut.
1. Dokumen yang menyatakan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam
rangka percepatan proses penanganan dan pemulihan kondisi sosial ekonomi
suatu daerah akibat bencana alam yang ditetapkan sebagai bencana alam.
Jenis dokumen yang mendapat fasilitas adalah dokumen yang diperlukan dalam
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui program pemerintah di
bidang pertanahan untuk penanggulangan bencana alam. Dalam hal ini, bencana
alam adalah bencana alam yang telah mendapat status keadaan darurat bencana
yang meliputi proses siap siaga, tanggap darurat, dan transisi darurat ke pemulihan.
Fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai diberikan sesuai dengan jangka
waktu pelaksanaan program pemerintah di bidang pertanahan untuk
penanggulangan bencana alam.
2. Dokumen yang menyatakan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang
digunakan untuk melaksanakan kegiatan yang semata-mata bersifat keagamaan
dan/atau sosial yang tidak bersifat komersial.
PP 3/2022 mengatur bahwa dokumen yang mendapatkan fasilitas pembebasan dari
pengenaan Bea Meterai merupakan dokumen yang diperlukan dalam pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan dengan cara (a) wakaf, (b) hibah atau hibah
wasiat kepada badan keagamaan atau badan sosial, atau (c) pembelian yang
dilakukan oleh badan keagamaan atau badan sosial.
3. Dokumen dalam rangka mendorong atau melaksanakan program pemerintah
dan/atau kebijakan lembaga yang berwenang di bidang moneter atau jasa
keuangan.
Dalam memori penjelasan UU 10/2020, yang dimaksud dengan “kebijakan lembaga
yang berwenang di bidang moneter atau jasa keuangan” antara lain dalam rangka:
a) melaksanakan pendalaman atau pengembangan sektor jasa keuangan;
b) melaksanakan penyehatan atau menjaga keberlangsungan lembaga jasa
keuangan, dan/atau
c) mendorong fungsi intermediasi lembaga jasa keuangan.
Selanjutnya PP 3/2022 mengatur bahwa fasilitas pembebasan dari pengenaan
Bea Meterai atas dokumen dalam rangka mendorong atau melaksanakan
program pemerintah dan/atau kebijakan lembaga yang berwenang di bidang
moneter atau jasa keuangan, diberikan untuk:
6 Bea Meterai
a) dokumen transaksi surat berharga yang dilakukan di pasar perdana berupa
formulir konfirmasi penjatahan efek dengan nilai paling banyak
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah);
b) dokumen transaksi surat berharga yang dilakukan di bursa efek berupa
konfirmasi transaksi dengan nilai paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah);
c) transaksi surat berharga yang dilakukan melalui penyelenggara pasar
alternatif dengan nilai paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah);
d) transaksi surat berharga berupa dokumen konfirmasi pembelian dan/atau
penjualan kembali unit penyertaan produk investasi berbentuk kontrak
investasi kolektif dengan nilai paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah); dan
e) transaksi surat berharga yang dilakukan melalui layanan urun dana dengan
nilai paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
4. Dokumen yang terkait pelaksanaan perjanjian internasional yang telah mengikat
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perjanjian
internasional atau berdasarkan asas timbal balik.
Dokumen yang mendapatkan fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai
merupakan dokumen yang terutang Bea Meterai oleh (a) organisasi internasional
serta pejabat perwakilan organisasi internasional atau (b) perwakilan negara asing
serta pejabat perwakilan negara asing. Pembebasan diberikan dalam hal organisasi
internasional serta pejabat perwakilan organisasi internasional atau perwakilan
negara asing serta pejabat perwakilan negara asing tidak termasuk sebagai subjek
Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan.
7 Bea Meterai
F. Saat Terutang
Dalam UU 10/2020, saat terutang Bea Meterai diatur secara terperinci per jenis
dokumen sebagai berikut.
1. Bea Meterai terutang pada saat dokumen dibubuhi tanda tangan, untuk:
a) surat perjanjian beserta rangkapnya;
b) akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya; dan
c) akta PPAT beserta salinan dan kutipannya.
Saat terutang Bea Meterai atas dokumen yang dibubuhi tanda tangan dalam
ketentuan ini adalah pada saat dokumen itu telah selesai dibuat, yang ditutup
dengan pembubuhan tanda tangan dari yang bersangkutan.
2. Bea Meterai terutang pada saat dokumen selesai dibuat, untuk:
a) surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun; dan
b) dokumen transaksi surat berharga, termasuk dokumen transaksi kontrak
berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Saat terutang Bea Meterai atas dokumen dalam ketentuan ini adalah pada saat
dokumen dibuat oleh pihak yang menerbitkan dokumen. Dokumen dalam
ketentuan ini tidak melibatkan atau membutuhkan tanda tangan sehingga saat
terutang atas jenis dokumen dalam ketentuan ini terjadi pada saat dokumen
selesai dibuat. Penentuan selesai dibuatnya suatu dokumen biasanya diketahui
dari tanggal dokumen atau tanda lainnya yang dapat menunjukkan saat dokumen
selesai dibuat. Sebagai contoh, trade confirmation terutang Bea Meterai pada
saat dibuat secara sistem oleh perusahaan.
3. Bea Meterai terutang pada saat dokumen diserahkan kepada pihak untuk siapa
dokumen tersebut dibuat, untuk:
a) surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta
rangkapnya;
b) dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang,
salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang; dan
c) dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) yang menyebutkan penerimaan uang atau
berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi
atau diperhitungkan.
Saat terutang untuk dokumen dalam ketentuan ini terkait dengan manfaat atas
dokumen yang baru terjadi saat diserahkan kepada pihak untuk siapa dokumen
dibuat.
4. Bea Meterai terutang pada saat dokumen diajukan ke pengadilan, untuk
dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
8 Bea Meterai
5. Bea Meterai terutang pada saat dokumen digunakan di Indonesia, untuk
dokumen objek Bea Meterai yang dibuat di luar negeri.
Yang dimaksud dengan "saat digunakan di Indonesia" adalah saat dokumen
dimaksud dimanfaatkan atau difungsikan sebagai pelengkap atau penyerta untuk
suatu urusan dalam yurisdiksi Indonesia. Sebagai contoh, dokumen perjanjian
utang piutang yang dibuat di luar negeri, digunakan di Indonesia pada saat
dokumen tersebut dijadikan sebagai dasar untuk penagihan utang piutang, dasar
untuk pencatatan atau pembukuan, atau lampiran dalam suatu laporan.
Apabila dalam pelaksanaan di lapangan terdapat kesulitan mengenai penetapan saat
terutangnya Bea Meterai, maka Menteri dapat menetapkan saat lain selain yang
ditentukan dalam UU 10/2020. Sebagai contoh, dalam hal pembuatan dokumen
berupa bukti pengalihan surat berharga tidak dapat diketahui saat selesainya, maka
dapat ditetapkan saat lain untuk menentukan saat terutangnya Bea Meterai, misalnya
saat kontrak ditandatangani atau saat dicatat dalam pembukuan. Ketentuan lebih
lanjut mengenai penentuan saat lain terutangnya Bea Meterai diatur dalam Peraturan
Menteri.
9 Bea Meterai
Secara keseluruhan, ketentuan mengenai objek, batas nilai nominal dokumen, pihak
yang terutang, saat terutang, dan tarif Bea Meterai dapat diringkas dalam tabel berikut.
Tabel 1-1 : Objek, Batas Nilai Nominal Dokumen, Pihak yang Terutang, Saat
Terutang, dan Tarif Bea Meterai
Batasan
Nilai Pihak yang Saat
Objek Tarif
Nominal Terutang Terutang
Dokumen
Surat perjanjian, beserta
-
rangkapnya
Masing-
Saat
Akta notaris beserta grosse, masing pihak
- dibubuhi
salinan, dan kutipannya atas dokumen
tanda
yang
tangan
Akta PPAT beserta salinan dan diterimanya
-
kutipannya
Pihak yang
Surat berharga - menerbitkan
dokumen Saat
selesai
Dokumen transaksi surat Pihak yang dibuat
Sesuai
berharga, termasuk dokumen menerima
PP 3/2022
transaksi kontrak berjangka dokumen
10 Bea Meterai
H. Kedaluwarsa
Bea Meterai yang terutang menjadi kedaluwarsa setelah jangka waktu 5 (lima) tahun
sejak saat terutang. Ditinjau dari segi kepastian hukum, kedaluwarsa 5 (lima) tahun
sejak saat terutang Bea Meterai berlaku untuk semua dokumen.
I. Latihan Soal
4. Pihak yang terutang atas dokumen yang dibuat di luar negeri adalah …
a. pihak yang menerima dokumen
b. pihak yang menerbitkan dokumen
c. pihak yang menerima manfaat atas dokumen
d. masing-masing pihak atas dokumen yang diterimanya
5. Bea Meterai yang terutang menjadi kedaluwarsa setelah jangka waktu … sejak
saat terutang
a. 10 (sepuluh) tahun
b. 8 (delapan) tahun
c. 6 (enam) tahun
d. 5 (lima) tahun
11 Bea Meterai
BAB II
PEMBAYARAN BEA METERAI,
PENENTUAN KEABSAHAN METERAI,
DAN PEMETERAIAN KEMUDIAN
12 Bea Meterai
2 BAB II
PEMBAYARAN BEA METERAI,
PENENTUAN KEABSAHAN METERAI,
DAN PEMETERAIAN KEMUDIAN
B. Meterai Tempel
Meterai tempel adalah meterai berupa carik yang penggunaannya dilakukan dengan
cara ditempel pada dokumen.
1. Ciri Umum dan Ciri Khusus pada Meterai Tempel
Meterai tempel memiliki ciri umum yang paling sedikit memuat (a) gambar
lambang negara Garuda Pancasila, (b) frasa “Meterai Tempel”, dan (c) angka yang
menunjukkan nilai nominal. Selain ciri umum tersebut, meterai tempel juga
memiliki ciri khusus sebagai unsur pengaman yang terdapat pada desain, bahan,
dan teknik cetak, serta dapat bersifat:
a) terbuka (overt), yaitu ciri meterai tempel yang dapat diketahui tanpa
menggunakan alat bantu;
b) semi tertutup (semicovert), yaitu ciri meterai tempel yang dapat diketahui
dengan menggunakan alat bantu; dan
c) tertutup (covert/forensic), yaitu ciri meterai tempel yang dapat diketahui hanya
melalui pemeriksaan forensik.
13 Bea Meterai
Ciri umum dan ciri khusus meterai tempel yang berlaku sebagai sarana
pembayaran Bea Meterai saat ini diatur dalam PMK-134/PMK.03/2021 dan mulai
berlaku pada tanggal 20 Januari 2021.
Gambar 2-1 : Ciri Umum dan Ciri Khusus pada Meterai Tempel
Sumber: PMK-134/PMK.03/2021
14 Bea Meterai
Bea Meterai atas suatu dokumen, pada dokumen yang terutang Bea Meterai.
Pembubuhan meterai tempel dilakukan dengan ketentuan:
1) meterai tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di
tempat tanda tangan akan dibubuhkan; dan
2) tanda tangan dibubuhkan sebagian di atas kertas dan sebagian di atas
meterai tempel disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun
dilakukannya penandatangan.
b) Meterai tempel yang dicetak berdasarkan UU 13/1985.
Meterai tempel yang dicetak berdasarkan UU 13/1985 dan peraturan
pelaksanaannya dengan nilai nominal sebesar Rp6.000,00 (enam ribu rupiah)
dan Rp3.000,00 (tiga ribu rupiah) yang masih tersisa, masih dapat digunakan
sampai dengan tanggal 31 Desember 2021 dan tidak dapat ditukarkan
dengan uang atau dalam bentuk apa pun. Pembayaran Bea Meterai dilakukan
dengan ketentuan:
1) menggunakan meterai tempel yang sah dan berlaku sesuai dengan PMK-
65/PMK.03/2014, serta belum pernah dipakai untuk pembayaran Bea
Meterai atas suatu dokumen;
2) meterai tempel direkatkan pada dokumen yang terutang Bea Meterai
dengan nilai total paling sedikit Rp9.000,00 (sembilan ribu rupiah);
3) meterai tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di
tempat tanda tangan akan dibubuhkan; dan
4) tanda tangan dibubuhkan sebagian di atas kertas dan sebagian di atas
semua meterai tempel disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan
tahun dilakukannya penandatanganan.
C. Meterai Elektronik
Meterai elektronik adalah meterai berupa label yang penggunaannya dilakukan dengan
cara dibubuhkan pada dokumen melalui sistem tertentu. Sejalan dengan penambahan
dokumen dalam bentuk elektronik sebagai objek Bea Meterai, UU 10/2020 juga
menambahkan cara pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai
Elektronik, khusus untuk dokumen elektronik.
1. Kode Unik dan Keterangan Tertentu pada Meterai Elektronik
Meterai elektronik memiliki kode unik dan keterangan tertentu. Kode unik pada
meterai elektronik berupa 22 (dua puluh dua) digit nomor seri yang dihasilkan oleh
sistem meterai elektronik. Keterangan tertentu pada meterai elektronik terdiri atas
(a) gambar lambang negara Garuda Pancasila, (b) tulisan “METERAI
ELEKTRONIK”, dan (c) angka dan tulisan yang menunjukkan tarif Bea Meterai.
15 Bea Meterai
Gambar 2-2 : Kode Unik dan Keterangan Tertentu pada Meterai Elektronik
Sumber: PMK-134/PMK.03/2021
16 Bea Meterai
Pembubuhan meterai elektronik dapat dilakukan dengan mengunggah dokumen
satu per satu pada portal meterai elektronik atau dengan menggunakan sistem
yang telah terintegrasi dengan Application Programming Interface (API) sistem
meterai elektronik.
1. Meterai Teraan
Meterai teraan yaitu meterai berupa label yang penggunaannya dilakukan dengan
cara dibubuhkan pada dokumen dengan menggunakan mesin teraan meterai
digital. Berdasarkan PMK-134/PMK.03/2021, meterai teraan memiliki unsur yang
meliputi:
a) warna teraan merah;
b) logo Kementerian Keuangan;
c) tulisan “Direktorat Jenderal Pajak”;
d) logo dan/atau tulisan nama Pembuat Meterai;
e) tulisan “METERAI TERAAN”;
f) angka yang menunjukkan tarif Bea Meterai;
g) tanggal, bulan, dan tahun pembubuhan;
h) nomor mesin; dan
i) kode unik.
2. Meterai Komputerisasi
Meterai komputerisasi yaitu meterai berupa label yang penggunaannya dilakukan
dengan cara dibubuhkan pada dokumen dengan menggunakan sistem
komputerisasi. Berdasarkan PMK-134/PMK.03/2021, meterai komputerisasi
memiliki unsur yang meliputi (a) tulisan “BEA METERAI LUNAS” dan (b) angka
yang menunjukkan tarif Bea Meterai. Pembuat Meterai wajib menyampaikan
laporan pembuatan meterai komputerisasi ke KPP tempat Pembuat Meterai
terdaftar paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan. Jika pada suatu bulan
Pembuat Meterai tidak membuat meterai komputerisasi maka Pembuat Meterai
tetap menyampaikan laporan.
17 Bea Meterai
3. Meterai Percetakan
Meterai percetakan yaitu meterai berupa label yang penggunaannya dilakukan
dengan cara dibubuhkan pada dokumen dengan menggunakan teknologi
percetakan. Meterai percetakan ini hanya digunakan dalam rangka pemungutan
Bea Meterai atas dokumen surat berharga berupa cek dan bilyet giro. Berdasarkan
PMK-134/PMK.03/2021, meterai percetakan memiliki unsur yang meliputi (a)
tulisan “METERAI PERCETAKAN”, (b) logo Kementerian Keuangan, (c) angka
yang menunjukkan tarif Bea Meterai, dan (d) nama Pembuat Meterai. Pembuat
Meterai wajib menyampaikan laporan pembuatan meterai percetakan ke KPP
tempat Pembuat Meterai terdaftar paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan.
Jika pada suatu bulan Pembuat Meterai tidak membuat meterai percetakan maka
Pembuat Meterai tetap menyampaikan laporan.
18 Bea Meterai
Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala KPP tempat Pembuat Meterai terdaftar
dapat melakukan pencabutan izin pembuatan meterai dalam bentuk lain
berdasarkan permohonan Pembuat Meterai atau secara jabatan. Wajib Pajak
dapat mengajukan permohonan pencabutan izin pembuatan meterai dalam
bentuk lain dalam hal (a) mesin teraan meterai digital mengalami kerusakan
sehingga tidak dapat digunakan atau (b) Pembuat Meterai tidak akan membuat
meterai teraan atau meterai komputerisasi di kemudian hari. Saldo deposit yang
masih tersisa pada saat pencabutan izin pembuatan meterai teraan atau meterai
komputerisasi berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat diajukan
pemindahbukuan atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang
seharusnya tidak terutang.
Sementara itu, pencabutan izin pembuatan meterai dalam bentuk lain secara
jabatan dilakukan dalam hal (a) Pembuat Meterai tidak memenuhi ketentuan untuk
membuat meterai komputerisasi, (b) Pembuat Meterai tidak atau terlambat
menyampaikan laporan pembuatan meterai teraan atau meterai komputerisasi,
atau (c) KPP tempat Pembuat Meterai terdaftar menemukan terjadinya
penyalahgunaan izin pembuatan meterai dalam bentuk lain.
19 Bea Meterai
Dalam pembuatan meterai komputerisasi, Pembuat Meterai harus melakukan
deposit sebelum membuat meterai komputerisasi, dengan menggunakan kode
akun pajak 411611 (empat satu satu enam satu satu) dan kode jenis setoran 101
(satu nol satu) sebesar perkiraan kebutuhan pemeteraian. Pembubuhan meterai
komputerisasi akan mengurangi saldo deposit sebesar nilai nominal meterai yang
dibubuhkan. Pembuat Meterai tidak diperkenankan untuk membuat meterai
komputerisasi dengan jumlah yang melebihi nilai deposit. Oleh karena itu,
Pembuat Meterai yang membuat meterai komputerisasi dengan jumlah yang
melebihi nilai deposit harus melakukan pemeteraian kemudian sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Bea Meterai.
Sedangkan untuk meterai percetakan, pembubuhan meterai dilakukan
berdasarkan permintaan Pemungut Bea Meterai tanpa didahului deposit.
Selanjutnya, atas pembubuhan meterai percetakan tersebut, Pemungut Bea
Meterai wajib menyetorkan Bea Meterai dan melaporkan pemungutan dan
penyetoran Bea Meterai melalui SPT Masa Bea Meterai sesuai dengan ketentuan
PMK-151/PMK.03/2021.
20 Bea Meterai
F. Penentuan Keabsahan Meterai
Ketentuan mengenai keabsahan pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan
meterai tempel, meterai elektronik, dan meterai dalam bentuk lain diatur dalam PMK-
134/PMK.03/2021. Pembayaran Bea Meterai tidak sah dan dokumen dianggap tidak
dibubuhi meterai jika ketentuan mengenai keabsahan pembayarannya tidak terpenuhi.
Direktur Jenderal Pajak menentukan keabsahan meterai dalam hal diperlukan
penentuan keabsahan Meterai, berdasarkan permintaan dari pihak yang terutang atau
pihak lain. Permintaan penentuan keabsahan meterai tersebut harus dilampiri dengan
meterai yang dimintakan penentuan keabsahannya. Keabsahan meterai ditentukan
berdasarkan hasil penelitian. Dalam hal diperlukan, Direktur Jenderal Pajak dapat
meminta keterangan atau penjelasan dari pihak yang melaksanakan pencetakan
meterai tempel atau pembuatan meterai elektronik.
G. Pemeteraian Kemudian
Pemeteraian kemudian adalah pemeteraian yang memerlukan pengesahan dari pejabat
yang ditetapkan oleh Menteri. Berdasarkan PMK-134/PMK.03/2021, pejabat yang
melakukan pengesahan atas pemeteraian kemudian adalah pejabat pos dan pejabat
pengawas. Pejabat pos adalah pejabat PT Pos Indonesia (Persero) yang diserahi tugas
melayani permintaan pemeteraian kemudian dan pejabat pengawas adalah pegawai
negeri sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang menduduki jabatan pengawas
pada KPP dan Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP).
Selanjutnya, SE-07/PJ/2022 mengatur bahwa pejabat pengawas yang dapat melakukan
pengesahan atas pemeteraian kemudian adalah Kepala Seksi Pelayanan dan Kepala
KP2KP.
Pemeteraian kemudian dilakukan oleh pihak yang terutang, untuk dokumen yang Bea
Meterainya tidak atau kurang dibayar sebagaimana mestinya dan/atau dokumen yang
digunakan sebagai alat bukti di pengadilan. Bea Meterai yang wajib dibayar melalui
pemeteraian kemudian ditentukan sebesar:
1. Bea Meterai yang terutang atas dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang
dibayar ditambah dengan sanksi administratif; dan
2. Bea Meterai yang terutang atas dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di
pengadilan.
21 Bea Meterai
Tabel 2-1 : Bea Meterai yang Wajib Dibayar melalui Pemeteraian Kemudian
Bea Meterai yang terutang tersebut pada tabel 2-1 dibayarkan dengan mengunakan
meterai tempel, meterai elektronik, atau SSP. Sedangkan sanksi administratif dibayar
dengan menggunakan SSP dengan kode akun pajak 411611 (empat satu satu enam
satu satu) dan kode jenis setoran 512 (lima satu dua).
Pihak yang terutang yang tidak atau kurang membayar Bea Meterai yang terutang
diterbitkan surat ketetapan pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, sebesar Bea Meterai yang tidak atau
kurang dibayar ditambah sanksi administratif.
22 Bea Meterai
H. Latihan Soal
23 Bea Meterai
BAB III
PEMUNGUTAN
BEA METERAI
24 Bea Meterai
3 BAB III
PEMUNGUTAN BEA
METERAI
25 Bea Meterai
Wajib Pajak yang ditetapkan sebagai Pemungut Bea Meterai merupakan Wajib Pajak
dengan kriteria:
1. memfasilitasi penerbitan cek dan bilyet giro; dan/atau
2. menerbitkan dan/atau memfasilitasi penerbitan:
a) dokumen transaksi surat berharga termasuk dokumen transaksi kontrak
berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
b) surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta
rangkapnya; dan
c) dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah), yang menyebutkan penerimaan uang atau
berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi
atau diperhitungkan,
dengan jumlah lebih dari 1.000 (seribu) dokumen dalam 1 (satu) bulan.
26 Bea Meterai
D. Kewajiban Pemungut Bea Meterai
Pemungut Bea Meterai wajib (a) memungut Bea Meterai yang terutang atas dokumen
tertentu dari pihak yang terutang, (b) menyetorkan Bea Meterai ke kas negara, serta (c)
melaporkan pemungutan dan penyetoran Bea Meterai melalui SPT Masa Bea Meterai
ke kantor Direktorat Jenderal Pajak.
1. Kewajiban Pemungutan
Secara keseluruhan, ketentuan mengenai objek, saat, dan cara pemungutan Bea
Meterai dirangkum dalam tabel berikut.
Sumber: PMK-151/PMK.03/2021
27 Bea Meterai
Pemungutan Bea Meterai dilakukan pada saat:
a) dokumen diterima dari Pembuat Meterai, untuk dokumen objek pemungutan
Bea Meterai berupa cek dan bilyet giro;
b) dokumen selesai dibuat oleh pihak yang menerbitkan atau memfasilitasi
penerbitan dokumen, untuk dokumen objek pemungutan Bea Meterai berupa
dokumen transaksi surat berharga termasuk dokumen transaksi kontrak
berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun; atau
c) dokumen diserahkan kepada pihak yang terutang, untuk dokumen objek
pemungutan Bea Meterai berupa:
1) surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis,
beserta rangkapnya; dan
2) dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah), yang menyebutkan penerimaan uang
atau berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah
dilunasi atau diperhitungkan.
28 Bea Meterai
a) sistem meterai elektronik tidak dapat diakses, tidak memberikan respons
pada proses pembubuhan meterai elektronik, dan/atau meterai elektronik
tidak dapat dibubuhkan pada suatu jenis dokumen elektronik, berdasarkan
pemberitahuan dari Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik
Indonesia; atau
b) proses integrasi memerlukan penyesuaian agar dapat digunakan untuk
membubuhkan meterai elektronik, untuk jangka waktu paling lama 6 (enam)
bulan terhitung sejak saat mulai berlakunya penetapan sebagai Pemungut
Bea Meterai yang dapat diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan dengan
menyampaikan pemberitahuan perpanjangan jangka waktu integrasi sistem
secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak dengan menyebutkan alasan
perpanjangan dan perkiraan waktu penyelesaian proses integrasi dengan API
sistem meterai elektronik.
Dalam hal tejadi kegagalan sistem meterai elektronik, pemungutan Bea Meterai
dilakukan dengan membubuhkan tanda pemungutan Bea Meterai pada dokumen,
yang terdiri atas tulisan “BEA METERAI LUNAS” dan angka yang menunjukkan
tarif Bea Meterai. Selanjutnya, Pemungut Bea Meterai membuat daftar dokumen
yang tidak dapat dibubuhi meterai elektronik dengan menggunakan format
Lampiran III SPT Masa Bea Meterai dan melampirkan daftar dokumen tersebut
dalam SPT Masa Bea Meterai untuk masa pajak terjadinya kegagalan sistem
meterai elektronik.
2. Kewajiban Penyetoran
Bea Meterai yang dipungut untuk setiap masa pajak wajib disetorkan paling lambat
tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Jika batas
akhir penyetoran jatuh pada hari libur, maka penyetoran dapat dilakukan paling
lama pada hari kerja berikutnya. Hari libur merupakan hari Sabtu, hari Minggu, hari
libur nasional, hari yang ditetapkan sebagai hari libur untuk penyelenggaraan
Pemilihan Umum, atau hari yang ditetapkan untuk cuti bersama secara nasional.
Penyetoran dilakukan dengan menggunakan kode akun pajak 411611 (empat satu
satu enam satu satu) dan kode jenis setoran:
a) 900 (sembilan nol nol), untuk pemungutan dengan membubuhkan meterai
percetakan;
b) 901 (sembilan nol satu), untuk pemungutan apabila pembubuhan meterai
elektronik tidak memungkinkan untuk dilakukan; atau
c) 902 (sembilan nol dua), untuk pemungutan dengan membubuhkan meterai
elektronik.
Penyetoran Bea Meterai dengan kode jenis setoran 902 (sembilan nol dua)
disertai dengan pencantuman NPWP distributor yang mendistribusikan meterai
elektronik kepada Pemungut Bea Meterai pada kolom keterangan. Dengan
demikian, penyetoran tersebut akan diperhitungkan sebagai deposit bagi
distributor.
29 Bea Meterai
3. Kewajiban Pelaporan
Pelaporan atas pemungutan dan penyetoran Bea Meterai dilakukan dengan
menyampaikan SPT Masa Bea Meterai ke kantor Direktorat Jenderal Pajak paling
lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. SPT
Masa Bea Meterai terdiri dari formulir induk, lampiran I yang berisi daftar
pemungutan menggunakan meterai percetakan, lampiran II yang berisi daftar
pemungutan menggunakan meterai elektronik, lampiran III yang berisi daftar
dokumen yang tidak dapat dibubuhi meterai elektronik, dan lampiran IV yang berisi
daftar dokumen yang mendapat fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea
Meterai. Untuk saat ini, SPT Masa Bea Meterai berbentuk elektronik dan
disampaikan melalui laman sptbeameterai.pajak.go.id. SPT Masa Bea Meterai
tetap wajib disampaikan meskipun dalam suatu masa pajak tidak terdapat
dokumen yang wajib dipungut Bea Meterainya. Jika batas akhir pelaporan jatuh
pada hari libur, maka pelaporan dapat dilakukan paling lama pada hari kerja
berikutnya.
Pemungut Bea Meterai dengan kemauan sendiri dapat membetulkan SPT Masa
Bea Meterai yang telah disampaikan dalam hal (a) terdapat salah tulis atau salah
hitung atau (b) terdapat surat berharga berupa cek dan/atau bilyet giro yang Bea
Meterainya telah dipungut tetapi tidak digunakan. Atas penyampaian SPT Masa
Bea Meterai yang menyatakan kelebihan penyetoran Bea Meterai dapat diajukan
permohonan pemindahbukuan atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak
yang seharusnya tidak terutang.
Ketentuan mengenai (a) penandatanganan SPT Masa Bea Meterai, (b)
pengenaan sanksi administratif dalam hal Pemungut Bea Meterai tidak atau
terlambat menyampaikan SPT Masa Bea Meterai, dan (c) pembetulan SPT Masa
Bea Meterai, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
30 Bea Meterai
Berdasarkan hasil pemeriksaan atas laporan pemungutan Bea Meterai, ditemukan
15 (lima belas) dokumen objek pemungutan Bea Meterai dengan rincian sebagai
berikut:
a) 1 (satu) dokumen telah dipungut dan disetorkan ke kas negara;
b) 2 (dua) dokumen tidak dipungut dan tidak disetorkan ke kas negara;
c) 7 (tujuh) dokumen telah dipungut, tetapi tidak disetorkan ke kas negara; dan
d) 5 (lima) dokumen tidak dipungut, tetapi disetorkan ke kas negara.
31 Bea Meterai
F. Latihan Soal
2. Salah satu kriteria Wajib Pajak yang ditetapkan sebagai Pemungut Bea Meterai
adalah Wajib Pajak yang menerbitkan dan/atau memfasilitasi penerbitan dokumen
objek pemungutan Bea Meterai selain cek dan bilyet giro dengan jumlah …
a. rata-rata 1.000 (seribu) dokumen dalam 1 (satu) bulan
b. rata-rata 1.000 (seribu) dokumen dalam 1 (satu) tahun
c. lebih dari 1.000 (seribu) dokumen dalam 1 (satu) tahun
d. lebih dari 1.000 (seribu) dokumen dalam 1 (satu) bulan
4. Bea Meterai yang dipungut untuk setiap masa pajak wajib disetorkan paling lambat
tanggal … setelah masa pajak berakhir
a. 10 (sepuluh) bulan berikutnya
b. 15 (lima belas) bulan berikutnya
c. 20 (dua puluh) bulan berikutnya
d. akhir bulan berikutnya
5. Pemungutan Bea Meterai atas dokumen objek pemungutan Bea Meterai selain cek
dan bilyet giro dilakukan dengan membubuhkan …
a. meterai dalam bentuk lain
b. meterai tempel
c. meterai percetakan
d. meterai elektronik
32 Bea Meterai
BAB IV
LARANGAN BAGI PEJABAT
DAN KETENTUAN PIDANA
33 Bea Meterai
4 BAB IV
LARANGAN BAGI PEJABAT
DAN KETENTUAN PIDANA
B. Ketentuan Pidana
Ketentuan pidana terkait pemalsuan dan penyalahgunaan meterai, termasuk
penggunaan meterai bekas pakai diatur dalam Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 26 UU
10/2020.
34 Bea Meterai
1. Pasal 24 UU 10/2020 mengatur bahwa setiap orang yang:
a) meniru atau memalsu meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik
Indonesia dengan maksud untuk memakai atau meminta orang lain
memakai meterai tersebut sebagai meterai asli, tidak dipalsu, atau sah; atau
b) dengan maksud yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
membuat meterai dengan menggunakan cap asli secara melawan hukum,
termasuk membuat meterai elektronik dan meterai dalam bentuk lain, secara
melawan hukum,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
35 Bea Meterai
C. Latihan Soal
2. Pihak yang meniru atau memalsu meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah
Republik Indonesia dengan maksud untuk memakai atau meminta orang lain
memakai meterai tersebut sebagai meterai asli dipidana dengan pidana penjara
paling lama …
a. 5 (lima) tahun
b. 6 (enam) tahun
c. 7 (tujuh) tahun
d. 8 (delapan) tahun
3. Pidana denda bagi pihak yang meniru atau memalsu meterai yang dikeluarkan
oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan maksud untuk memakai atau
meminta orang lain memakai meterai tersebut sebagai meterai asli adalah …
a. paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
b. paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)
c. paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)
d. paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
4. Pidana denda bagi pihak yang menjual meterai yang tandanya, tanda tangannya,
cirinya, atau tanggal dipakainya dihilangkan, seolah-olah meterai tersebut belum
dipakai adalah …
a. paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
b. paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)
c. paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)
d. paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
36 Bea Meterai
5. Pihak yang memakai meterai yang tandanya, tanda tangannya, cirinya, atau
tanggal dipakainya dihilangkan, seolah-olah meterai tersebut belum dipakai,
dipidana dengan pidana penjara paling lama …
a. 2 (dua) tahun
b. 3 (tiga) tahun
c. 4 (empat) tahun
d. 5 (lima) tahun
37 Bea Meterai
KUNCI JAWABAN
BAB II BAB IV
1. B 1. D
2. D 2. C
3. B 3. A
4. D 4. D
5. B 5. B
38 Bea Meterai
DAFTAR PUSTAKA
39 Bea Meterai
DAFTAR PENULIS
Fifi Firyanti
Kepala Seksi Peraturan Pajak Tidak Langsung Lainnya
di Direktorat Peraturan Perpajakan I
Suharyani
Penelaah Teknis Kebijakan Tk. II di Direktorat
Peraturan Perpajakan I
Dwi Nurcahyanto
Penelaah Teknis Kebijakan Tk. III di Direktorat
Peraturan Perpajakan I
Agus Romadi
Penelaah Teknis Kebijakan Tk. V di Direktorat
Peraturan Perpajakan I
40 Bea Meterai