Anda di halaman 1dari 48

Bea

Meterai
Diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak

i Bea Meterai
Disclaimer:
Isi dalam modul ini semata-mata hanya digunakan untuk pembelajaran dalam rangka
pengembangan kompetensi pegawai DJP.
Rujukan utama tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penerbit:
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI
Januari 2024

Hanya untuk Internal DJP

ii Bea Meterai
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI III


KATA PENGANTAR V
DAFTAR TABEL VII
DAFTAR GAMBAR VIII

BAB I OBJEK, TARIF, SAAT TERUTANG, DAN PIHAK YANG TERUTANG 2


A. Pengenaan Bea Meterai di Indonesia 2
B. Objek Bea Meterai 3
C. Non-Objek Bea Meterai 4
D. Fasilitas Pembebasan dari Pengenaan Bea Meterai 6
E. Tarif Bea Meterai 7
F. Saat Terutang 8
G. Pihak yang Terutang 9
H. Kedaluwarsa 11
I. Latihan Soal 11

BAB II PEMBAYARAN BEA METERAI, PENENTUAN KEABSAHAN METERAI,


DAN PEMETERAIAN KEMUDIAN 13
A. Pembayaran Bea Meterai yang Terutang 13
B. Meterai Tempel 13
C. Meterai Elektronik 15
D. Meterai Dalam Bentuk Lain 17
E. Pembayaran Bea Meterai dengan Menggunakan Surat Setoran Pajak 20
F. Penentuan Keabsahan Meterai 21
G. Pemeteraian Kemudian 21
H. Latihan Soal 23

iii Bea Meterai


BAB III PEMUNGUTAN BEA METERAI 25
A. Objek Pemungutan Bea Meterai 25
B. Kriteria Pemungut Bea Meterai 25
C. Penetapan dan Pencabutan Penetapan Pemungut Bea Meterai 26
D. Kewajiban Pemungut Bea Meterai 27
E. Sanksi bagi Pemungut Bea Meterai 30
F. Latihan Soal 32

BAB IV LARANGAN BAGI PEJABAT DAN KETENTUAN PIDANA 34


A. Larangan Bagi Pejabat 34
B. Ketentuan Pidana 34
C. Latihan Soal 36

KUNCI JAWABAN 38
DAFTAR PUSTAKA 39
DAFTAR PENULIS 40

iv Bea Meterai
KATA
PENGANTAR
Dunia terus berubah, kegiatan ekonomi Wajib Pajak juga berubah
mengikuti perkembangan dunia digital. Direktorat Jenderal
Pajak (DJP) juga berubah dengan melakukan reformasi
melalui Pembaharuan Sistem Administrasi Perpajakan
yang meliputi pelaksanaan berbagai Inisiatif Strategis
terkait 5 Pilar Reformasi Perpajakan, yaitu Organisasi,
Sumber Daya Manusia (SDM), Peraturan Perundang-
undangan, Proses Bisnis, serta Teknologi Informasi dan
Basis Data.

Tujuan dari reformasi tersebut adalah mewujudkan kondisi


yang dapat memberikan daya dukung kepada optimalisasi
penerimaan pajak, di antaranya:

1. struktur organisasi yang efektif dan efisien dengan memperhatikan cakupan geografis,
karakteristik organisasi, ekonomi, kearifan lokal, potensi penerimaan dan rentang
kendali (span of control) yang memadai, mendukung perluasan jangkauan pelayanan
dan pengawasan Wajib Pajak dan penyelesaian tugas tepat waktu dan berkualitas;

2. sumber daya manusia yang tangguh, akuntabel dan berintegritas dalam rangka
menjalankan administrasi perpajakan demi mencapai target penerimaan pajak dan
strategis lainnya;

3. peraturan perundang-undangan yang harmonis, sederhana (simple), mendukung


perluasan jangkauan pelayanan, peningkatan kualitas pelayanan dan pembinaan Wajib
Pajak, peningkatan kemudahan berusaha (ease of doing business), meningkatkan
perekonomian dan penerimaan perpajakan, serta sesuai dengan kebutuhan
stakeholders, perkembangan perekonomian, dan teknologi informasi;

4. proses bisnis inti administrasi perpajakan yang efektif, efisien, dan akuntabel;

5. sistem informasi administrasi perpajakan yang terpercaya, handal, terintegrasi dengan


proses bisnis inti administrasi perpajakan dan didukung dengan basis data yang akurat
(reliable) dan dapat dipergunakan sebagai Single Source of Truth (SSO).

v Bea Meterai
Untuk mendukung tercapainya tujuan reformasi perpajakan, diperlukan SDM yang
berkualitas. Oleh karena itu, Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya
Aparatur (KITSDA) bersama Subject Matter Expert (SME) menyusun 13 modul materi
perpajakan dan non perpajakan sebagai berikut:

1. Seri modul materi perpajakan yang terdiri atas: KUP, PPh, PPN, PBB, dan Bea Meterai;

2. Seri modul materi non perpajakan yang terdiri atas: Organisasi, Keuangan, Kepegawaian,
Internalisasi Kepatuhan, Tata Naskah Dinas, serta Teknologi Informasi dan Komunikasi

3. Seri modul materi khusus untuk Account Representative dan Penelaah Keberatan.

Modul tersebut digunakan sebagai salah satu sarana pembelajaran dan pengembangan
kompetensi pegawai. Modul ini diharapkan dapat membantu seluruh pegawai DJP untuk
memahami tugas dan pekerjaannya dengan lebih mudah sehingga dapat berkontribusi
secara optimal pada organisasi untuk mendorong meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak
(WP) dan mengurangi Tax Gap. Pada akhirnya, dapat berkontribusi untuk mendukung
penerimaan pajak sesuai yang diamanatkan dalam APBN dan meningkatkan Tax Ratio.

Direktur Kepatuhan Internal dan


Transformasi Sumber Daya Aparatur

Ditandatangani secara elektronik


Lucia Widiharsanti

vi Bea Meterai
DAFTAR TABEL

Tabel 1-1 : Objek, Batas Nilai Nominal Dokumen, Pihak yang Terutang, Saat Terutang,
dan Tarif Bea Meterai ..................................................................................... 10
Tabel 2-1 : Bea Meterai yang Wajib Dibayar melalui Pemeteraian Kemudian ................... 22
Tabel 3-1 : Objek, Saat, dan Cara Pemungutan Bea Meterai ............................................ 27

vii Bea Meterai


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2-1 : Ciri Umum dan Ciri Khusus pada Meterai Tempel ....................................... 14
Gambar 2-2 : Kode Unik dan Keterangan Tertentu pada Meterai Elektronik ..................... 16

viii Bea Meterai


BAB I
OBJEK, TARIF, SAAT
TERUTANG, DAN PIHAK
YANG TERUTANG

1 Bea Meterai
1 BAB I
OBJEK, TARIF, SAAT
TERUTANG, DAN PIHAK
YANG TERUTANG

A. Pengenaan Bea Meterai di Indonesia


Bea Meterai adalah pajak atas dokumen. Saat ini, pengenaan Bea Meterai di Indonesia
dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai
(UU 10/2020) yang diundangkan pada tanggal 26 Oktober 2020 dan mulai berlaku pada
tanggal 1 Januari 2021. Bea Meterai merupakan salah satu jenis pajak tertua di
Indonesia yang sudah mulai dikenal sejak tahun 1817. Secara umum, terdapat 4 (empat)
periode pengenaan Bea Meterai sebagai berikut.
1. Tahun 1817 – 1921
Pengenaan Bea Meterai di Indonesia sudah mulai dikenal sejak tahun 1817 yaitu
pada masa penjajahan Belanda, yang disebut De Heffing Van Het Recht Kleinnegel.
Dalam peraturan tersebut pengenaan Bea Meterai didasarkan pada perbuatan atau
persetujuan yang tercantum dalam surat (akta). Tahun 1885 aturan pengenaan Bea
Meterai tersebut diganti dengan Ordonantie op de heffing van het legel recht in
Nederhlands Indie. Pada periode ini, terdapat 2 (dua) cara pengenaan Bea Meterai
yaitu secara seragam dan secara sebanding, untuk akta yang dibuat melalui pejabat
umum. Peraturan ini berlaku sampai dengan tahun 1921.
2. Tahun 1921 – 1985
Mulai tahun 1921 berlaku Zegel Verordening 1921 atau Aturan Bea Meterai 1921
(ABM 1921) yang dimuat dalam Staatsblad 1921 Nomor 498. ABM 1921
mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1965 (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 121) dan kemudian ditetapkan
menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1969 (Lembaran Negara Tahun 1969
Nomor 38). Undang-undang ini merupakan perubahan atau penyempurnaan dari
ABM 1921. Dengan demikian, secara substantial sistematik isinya masih sama dan
dijiwai oleh ABM 1921.

2 Bea Meterai
3. Tahun 1986 – 2020
Dalam reformasi perpajakan tahun 1983, pemerintah membuat perubahan besar
dalam kebijakan fiskal dan menerbitkan undang-undang baru di bidang perpajakan,
termasuk Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (UU
13/1985). Undang-undang yang berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 1986 ini
menghapus ABM 1921 dan perubahannya. UU 13/1985 mengatur bahwa Bea
Meterai dikenakan atas dokumen, yaitu kertas yang berisikan tulisan yang
mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan, atau kenyataan bagi
seseorang dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang ini berlaku
sampai dengan tanggal 31 Desember 2020.
4. Tahun 2021 s.d. saat ini
Sejak tanggal 1 Januari 2021, pengenaan Bea Meterai dilaksanakan berdasarkan
UU 10/2020. Pengaturan Bea Meterai dilaksanakan berdasarkan asas
kesederhanaan, efisiensi, keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan. Salah satu
perubahan mendasar dalam pengenaan Bea Meterai berdasarkan UU 10/2020
adalah perluasan objek Bea Meterai yang mencakup seluruh jenis dokumen,
termasuk dokumen elektronik.

B. Objek Bea Meterai


Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, Bea Meterai adalah pajak atas dokumen.
Sebagai salah satu jenis pajak, Bea Meterai merupakan kontribusi wajib kepada negara
yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan jasa
timbal balik (kontraprestasi) secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Objek Bea Meterai adalah dokumen, yaitu sesuatu yang ditulis atau tulisan, dalam
bentuk tulisan tangan, cetakan, atau elektronik, yang dapat dipakai sebagai alat bukti
atau keterangan. Oleh karena itu, terutang atau tidaknya Bea Meterai ditentukan oleh
eksistensi dokumen. Bea Meterai dikenakan jika terdapat dokumen yang terutang Bea
Meterai. Demikian pula sebaliknya, jika tidak ada dokumen, maka tidak ada Bea Meterai.
Bea Meterai dikenakan atas dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan
mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata yang meliputi:
1. surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang
sejenis, beserta rangkapnya;
2. akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya;
3. akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) beserta salinan dan kutipannya;
4. surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
5. dokumen transaksi surat berharga, termasuk dokumen transaksi kontrak
berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun;

3 Bea Meterai
6. dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan
risalah lelang, dan grosse risalah lelang;
7. dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) yang menyebutkan penerimaan uang atau
berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau
diperhitungkan; dan
8. dokumen lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Batasan nilai nominal dokumen yang dikenai Bea Meterai pada angka 7 dapat
diturunkan atau dinaikkan sesuai dengan kondisi perekonomian nasional dan tingkat
pendapatan masyarakat, yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah
berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Kondisi
perekonomian nasional dan tingkat pendapatan masyarakat antara lain dapat
ditunjukkan dari tingkat pertumbuhan ekonomi, inflasi, investasi, penerimaan negara,
dan/atau daya beli masyarakat.
Selain dikenakan atas dokumen perdata, Bea Meterai juga dikenakan atas dokumen
yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan. Untuk dokumen yang akan digunakan
sebagai alat bukti di pengadilan, Bea Meterai dikenakan atas dokumen yang
sebelumnya bukan merupakan objek Bea Meterai dan atas dokumen objek Bea Meterai
yang Bea Meterainya belum dibayar lunas, termasuk dokumen yang Bea Meterainya
belum dibayar lunas tetapi telah kedaluwarsa. Pembayaran Bea Metarai atas dokumen
yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan dilakukan dengan mekanisme
pemeteraian kemudian.
Pada prinsipnya Bea Meterai dikenakan 1 (satu) kali untuk setiap dokumen. Sebagai
contoh, untuk dokumen berupa surat perjanjian yang dibuat oleh 2 (dua) pihak dalam 2
(dua) rangkap, maka masing-masing dokumen terutang Bea Meterai. Demikian pula,
atas grosse, salinan, dan kutipan akta notaris dan PPAT dikenai Bea Meterai yang sama
dengan dokumen aslinya. Ketentuan ini berlaku pula untuk dokumen yang akan
digunakan sebagai alat bukti di pengadilan. Atas dokumen objek Bea Meterai yang Bea
Meterainya telah dibayar sesuai ketentuan, maka tidak wajib lagi dilakukan pemeteraian
kemudian saat akan digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.

C. Non-Objek Bea Meterai


Bea Meterai tidak dikenakan atas dokumen-dokumen sebagai berikut.
1. Dokumen yang terkait lalu lintas orang dan barang, dalam rangka menunjang
kegiatan lalu lintas orang dan barang sebagai berikut.
a) Surat penyimpanan barang.
b) Konosemen, yaitu surat muatan kapal atau surat keterangan (pengantar)
barang yang diangkut dengan kapal.
c) Surat angkutan penumpang dan barang.
d) Bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang.

4 Bea Meterai
e) Surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim.
f) Surat lainnya yang dapat dipersamakan dengan surat sebagaimana
dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf e, seperti surat titipan barang,
ceel gudang, dan manifes penumpang.
2. Segala bentuk ijazah, termasuk dalam pengertian ijazah adalah surat tanda tamat
belajar, tanda lulus, surat keterangan telah mengikuti suatu pendidikan, pelatihan,
kursus, penataran, dan yang sejenisnya.
3. Tanda terima pembayaran gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan
pembayaran lainnya yang berkaitan dengan hubungan kerja, serta surat yang
diserahkan untuk mendapatkan pembayaran dimaksud.
4. Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah,
bank, dan lembaga lainnya yang ditunjuk oleh negara berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
5. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat
dipersamakan dengan itu yang berasal dari kas negara, kas pemerintahan daerah,
bank, dan lembaga lainnya yang ditunjuk berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
6. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi.
7. Dokumen yang menyebutkan simpanan uang atau surat berharga, pembayaran
uang simpanan kepada penyimpan oleh bank, koperasi, dan badan lainnya yang
menyelenggarakan penyimpanan uang, atau pengeluaran surat berharga oleh
kustodian kepada nasabah.
Dokumen yang menyebutkan simpanan uang mencakup dokumen yang berisi
pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam simpanan nasabah di rekening
di bank, koperasi, dan badan lainnya yang menyelenggarakan penyimpanan uang
dan/atau berisi pemberitahuan saldo atas simpanan tersebut. Contoh dokumen
simpanan uang di bank antara lain berupa tabungan dan giro.
Dokumen yang menyebutkan simpanan surat berharga mencakup pula dokumen
yang berisi pembukuan, penyimpanan, kepemilikan, atau pemberitahuan saldo
surat berharga nasabah di kustodian. Contoh dokumen simpanan surat berharga
di kustodian antara lain statement of account.
8. Surat gadai.
9. Tanda pembagian keuntungan, bunga, atau imbal hasil dari surat berharga,
dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
10. Dokumen yang diterbitkan atau dihasilkan oleh Bank Indonesia dalam rangka
pelaksanaan kebijakan moneter, antara lain dokumen penerbitan Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) dan Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI), repurchase
agreement (repo) dan reverse repurchase agreement surat berharga, dokumen
swap termasuk swap lindung nilai, dokumen transaksi USD repo, dokumen
pembelian wesel ekspor berjangka, serta dokumen penempatan berjangka.

5 Bea Meterai
D. Fasilitas Pembebasan dari Pengenaan Bea Meterai
Pasal 22 UU 10/2020 mengatur bahwa Bea Meterai yang terutang dapat diberikan
fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai, baik untuk sementara waktu maupun
selamanya. Ketentuan mengenai fasilitas di bidang Bea Meterai ini diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pemberian Fasilitas
Pembebasan dari Pengenaan Bea Meterai (PP 3/2022) yang mulai berlaku pada tanggal
12 Januari 2022. Pemberian fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai
diberikan untuk dokumen-dokumen sebagai berikut.
1. Dokumen yang menyatakan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam
rangka percepatan proses penanganan dan pemulihan kondisi sosial ekonomi
suatu daerah akibat bencana alam yang ditetapkan sebagai bencana alam.
Jenis dokumen yang mendapat fasilitas adalah dokumen yang diperlukan dalam
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui program pemerintah di
bidang pertanahan untuk penanggulangan bencana alam. Dalam hal ini, bencana
alam adalah bencana alam yang telah mendapat status keadaan darurat bencana
yang meliputi proses siap siaga, tanggap darurat, dan transisi darurat ke pemulihan.
Fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai diberikan sesuai dengan jangka
waktu pelaksanaan program pemerintah di bidang pertanahan untuk
penanggulangan bencana alam.
2. Dokumen yang menyatakan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang
digunakan untuk melaksanakan kegiatan yang semata-mata bersifat keagamaan
dan/atau sosial yang tidak bersifat komersial.
PP 3/2022 mengatur bahwa dokumen yang mendapatkan fasilitas pembebasan dari
pengenaan Bea Meterai merupakan dokumen yang diperlukan dalam pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan dengan cara (a) wakaf, (b) hibah atau hibah
wasiat kepada badan keagamaan atau badan sosial, atau (c) pembelian yang
dilakukan oleh badan keagamaan atau badan sosial.
3. Dokumen dalam rangka mendorong atau melaksanakan program pemerintah
dan/atau kebijakan lembaga yang berwenang di bidang moneter atau jasa
keuangan.
Dalam memori penjelasan UU 10/2020, yang dimaksud dengan “kebijakan lembaga
yang berwenang di bidang moneter atau jasa keuangan” antara lain dalam rangka:
a) melaksanakan pendalaman atau pengembangan sektor jasa keuangan;
b) melaksanakan penyehatan atau menjaga keberlangsungan lembaga jasa
keuangan, dan/atau
c) mendorong fungsi intermediasi lembaga jasa keuangan.
Selanjutnya PP 3/2022 mengatur bahwa fasilitas pembebasan dari pengenaan
Bea Meterai atas dokumen dalam rangka mendorong atau melaksanakan
program pemerintah dan/atau kebijakan lembaga yang berwenang di bidang
moneter atau jasa keuangan, diberikan untuk:

6 Bea Meterai
a) dokumen transaksi surat berharga yang dilakukan di pasar perdana berupa
formulir konfirmasi penjatahan efek dengan nilai paling banyak
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah);
b) dokumen transaksi surat berharga yang dilakukan di bursa efek berupa
konfirmasi transaksi dengan nilai paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah);
c) transaksi surat berharga yang dilakukan melalui penyelenggara pasar
alternatif dengan nilai paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah);
d) transaksi surat berharga berupa dokumen konfirmasi pembelian dan/atau
penjualan kembali unit penyertaan produk investasi berbentuk kontrak
investasi kolektif dengan nilai paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah); dan
e) transaksi surat berharga yang dilakukan melalui layanan urun dana dengan
nilai paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
4. Dokumen yang terkait pelaksanaan perjanjian internasional yang telah mengikat
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perjanjian
internasional atau berdasarkan asas timbal balik.
Dokumen yang mendapatkan fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai
merupakan dokumen yang terutang Bea Meterai oleh (a) organisasi internasional
serta pejabat perwakilan organisasi internasional atau (b) perwakilan negara asing
serta pejabat perwakilan negara asing. Pembebasan diberikan dalam hal organisasi
internasional serta pejabat perwakilan organisasi internasional atau perwakilan
negara asing serta pejabat perwakilan negara asing tidak termasuk sebagai subjek
Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan.

E. Tarif Bea Meterai


Bea Meterai dikenakan atas dokumen objek Bea Meterai dengan tarif tetap sebesar
Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah). Tarif Bea Meterai tersebut dapat diturunkan atau
dinaikkan sesuai dengan kondisi perekonomian nasional dan tingkat pendapatan
masyarakat. Di samping itu, UU 10/2020 juga mengatur bahwa dokumen objek Bea
Meterai dapat dikenai Bea Meterai dengan tarif tetap yang berbeda dalam rangka
melaksanakan program pemerintah dan mendukung pelaksanaan kebijakan moneter
dan/atau sektor keuangan. Perubahan besaran tarif atau besaran tarif tetap yang
berbeda ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah berkonsultasi dengan DPR
RI.

7 Bea Meterai
F. Saat Terutang
Dalam UU 10/2020, saat terutang Bea Meterai diatur secara terperinci per jenis
dokumen sebagai berikut.
1. Bea Meterai terutang pada saat dokumen dibubuhi tanda tangan, untuk:
a) surat perjanjian beserta rangkapnya;
b) akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya; dan
c) akta PPAT beserta salinan dan kutipannya.
Saat terutang Bea Meterai atas dokumen yang dibubuhi tanda tangan dalam
ketentuan ini adalah pada saat dokumen itu telah selesai dibuat, yang ditutup
dengan pembubuhan tanda tangan dari yang bersangkutan.
2. Bea Meterai terutang pada saat dokumen selesai dibuat, untuk:
a) surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun; dan
b) dokumen transaksi surat berharga, termasuk dokumen transaksi kontrak
berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Saat terutang Bea Meterai atas dokumen dalam ketentuan ini adalah pada saat
dokumen dibuat oleh pihak yang menerbitkan dokumen. Dokumen dalam
ketentuan ini tidak melibatkan atau membutuhkan tanda tangan sehingga saat
terutang atas jenis dokumen dalam ketentuan ini terjadi pada saat dokumen
selesai dibuat. Penentuan selesai dibuatnya suatu dokumen biasanya diketahui
dari tanggal dokumen atau tanda lainnya yang dapat menunjukkan saat dokumen
selesai dibuat. Sebagai contoh, trade confirmation terutang Bea Meterai pada
saat dibuat secara sistem oleh perusahaan.
3. Bea Meterai terutang pada saat dokumen diserahkan kepada pihak untuk siapa
dokumen tersebut dibuat, untuk:
a) surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta
rangkapnya;
b) dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang,
salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang; dan
c) dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) yang menyebutkan penerimaan uang atau
berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi
atau diperhitungkan.
Saat terutang untuk dokumen dalam ketentuan ini terkait dengan manfaat atas
dokumen yang baru terjadi saat diserahkan kepada pihak untuk siapa dokumen
dibuat.
4. Bea Meterai terutang pada saat dokumen diajukan ke pengadilan, untuk
dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.

8 Bea Meterai
5. Bea Meterai terutang pada saat dokumen digunakan di Indonesia, untuk
dokumen objek Bea Meterai yang dibuat di luar negeri.
Yang dimaksud dengan "saat digunakan di Indonesia" adalah saat dokumen
dimaksud dimanfaatkan atau difungsikan sebagai pelengkap atau penyerta untuk
suatu urusan dalam yurisdiksi Indonesia. Sebagai contoh, dokumen perjanjian
utang piutang yang dibuat di luar negeri, digunakan di Indonesia pada saat
dokumen tersebut dijadikan sebagai dasar untuk penagihan utang piutang, dasar
untuk pencatatan atau pembukuan, atau lampiran dalam suatu laporan.
Apabila dalam pelaksanaan di lapangan terdapat kesulitan mengenai penetapan saat
terutangnya Bea Meterai, maka Menteri dapat menetapkan saat lain selain yang
ditentukan dalam UU 10/2020. Sebagai contoh, dalam hal pembuatan dokumen
berupa bukti pengalihan surat berharga tidak dapat diketahui saat selesainya, maka
dapat ditetapkan saat lain untuk menentukan saat terutangnya Bea Meterai, misalnya
saat kontrak ditandatangani atau saat dicatat dalam pembukuan. Ketentuan lebih
lanjut mengenai penentuan saat lain terutangnya Bea Meterai diatur dalam Peraturan
Menteri.

G. Pihak yang Terutang


Pihak yang terutang merupakan pihak yang dikenai Bea Meterai dan wajib membayar
Bea Meterai yang terutang. Seperti halnya saat terutang, pengaturan mengenai pihak
yang terutang Bea Meterai diatur secara terperinci per jenis dokumen sebagai berikut.
1. Untuk dokumen yang dibuat sepihak, Bea Meterai terutang oleh pihak yang
menerima dokumen.
2. Untuk dokumen yang dibuat oleh 2 (dua) pihak atau lebih, Bea Meterai terutang
oleh masing-masing pihak atas dokumen yang diterimanya.
3. Untuk dokumen berupa surat berharga, Bea Meterai terutang oleh pihak yang
menerbitkan surat berharga.
4. Untuk dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan, Bea Meterai
terutang oleh pihak yang mengajukan dokumen sebagai alat bukti di pengadilan.
5. Untuk dokumen objek Bea Meterai yang dibuat di luar negeri dan digunakan di
Indonesia, Bea Meterai terutang oleh pihak yang menerima manfaat atas
dokumen.
Ketentuan mengenai pihak yang terutang Bea Meterai tersebut di atas tidak
menghalangi pihak atau para pihak untuk bersepakat atau menentukan mengenai pihak
yang membayar Bea Meterai.

9 Bea Meterai
Secara keseluruhan, ketentuan mengenai objek, batas nilai nominal dokumen, pihak
yang terutang, saat terutang, dan tarif Bea Meterai dapat diringkas dalam tabel berikut.

Tabel 1-1 : Objek, Batas Nilai Nominal Dokumen, Pihak yang Terutang, Saat
Terutang, dan Tarif Bea Meterai

Batasan
Nilai Pihak yang Saat
Objek Tarif
Nominal Terutang Terutang
Dokumen
Surat perjanjian, beserta
-
rangkapnya
Masing-
Saat
Akta notaris beserta grosse, masing pihak
- dibubuhi
salinan, dan kutipannya atas dokumen
tanda
yang
tangan
Akta PPAT beserta salinan dan diterimanya
-
kutipannya

Pihak yang
Surat berharga - menerbitkan
dokumen Saat
selesai
Dokumen transaksi surat Pihak yang dibuat
Sesuai
berharga, termasuk dokumen menerima
PP 3/2022
transaksi kontrak berjangka dokumen

Surat keterangan, pernyataan,


atau surat lainnya yang sejenis, -
beserta rangkapnya
Rp10.000
Saat
Dokumen lelang - diserahkan
kepada
Dokumen yang menyatakan Pihak yang
pihak untuk
jumlah uang dengan nilai menerima
siapa
nominal lebih dari Rp 5jt yang: dokumen
dokumen
a. menyebutkan penerimaan tersebut
uang, atau Rp5.000.000 dibuat
b. berisi pengakuan bahwa
utang seluruhnya atau
sebagiannya telah dilunasi
atau diperhitungkan
Pihak yang Saat
Dokumen yang digunakan
- mengajukan diajukan ke
sebagai alat bukti di pengadilan
dokumen pengadilan
Pihak yang Dokumen
Dokumen yang dibuat di luar Sesuai menerima digunakan
negeri ketentuan manfaat atas di
dokumen Indonesia

Sumber: UU 10/2020, PP 3/2022

10 Bea Meterai
H. Kedaluwarsa
Bea Meterai yang terutang menjadi kedaluwarsa setelah jangka waktu 5 (lima) tahun
sejak saat terutang. Ditinjau dari segi kepastian hukum, kedaluwarsa 5 (lima) tahun
sejak saat terutang Bea Meterai berlaku untuk semua dokumen.

I. Latihan Soal

1. Bea Meterai dikenakan … untuk setiap dokumen


a. 1 (satu) kali
b. 2 (dua) kali
c. 3 (tiga) kali
d. 4 (empat) kali

2. Dokumen berikut yang dikenai Bea Meterai adalah ...


a. surat gadai
b. dokumen yang menyebutkan simpanan uang
c. surat keterangan
d. ijazah

3. Dokumen surat perjanjian terutang Bea Meterai pada saat …


a. dokumen dibubuhi tanda tangan
b. dokumen digunakan di Indonesia
c. dokumen selesai dibuat
d. dokumen diajukan ke pengadilan

4. Pihak yang terutang atas dokumen yang dibuat di luar negeri adalah …
a. pihak yang menerima dokumen
b. pihak yang menerbitkan dokumen
c. pihak yang menerima manfaat atas dokumen
d. masing-masing pihak atas dokumen yang diterimanya

5. Bea Meterai yang terutang menjadi kedaluwarsa setelah jangka waktu … sejak
saat terutang
a. 10 (sepuluh) tahun
b. 8 (delapan) tahun
c. 6 (enam) tahun
d. 5 (lima) tahun

11 Bea Meterai
BAB II
PEMBAYARAN BEA METERAI,
PENENTUAN KEABSAHAN METERAI,
DAN PEMETERAIAN KEMUDIAN

12 Bea Meterai
2 BAB II
PEMBAYARAN BEA METERAI,
PENENTUAN KEABSAHAN METERAI,
DAN PEMETERAIAN KEMUDIAN

A. Pembayaran Bea Meterai yang Terutang


Pembayaran Bea Meterai yang terutang pada dokumen dilakukan dengan
menggunakan meterai atau surat setoran pajak. Meterai merupakan label atau carik
dalam bentuk tempel, elektronik, atau bentuk lainnya yang memiliki ciri dan mengandung
unsur pengaman yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia dan digunakan
untuk membayar Bea Meterai. Meterai yang digunakan untuk pembayaran Bea Meterai
dapat berupa meterai tempel, meterai elektronik, dan meterai dalam bentuk lain yang
ditetapkan oleh Menteri.

B. Meterai Tempel
Meterai tempel adalah meterai berupa carik yang penggunaannya dilakukan dengan
cara ditempel pada dokumen.
1. Ciri Umum dan Ciri Khusus pada Meterai Tempel
Meterai tempel memiliki ciri umum yang paling sedikit memuat (a) gambar
lambang negara Garuda Pancasila, (b) frasa “Meterai Tempel”, dan (c) angka yang
menunjukkan nilai nominal. Selain ciri umum tersebut, meterai tempel juga
memiliki ciri khusus sebagai unsur pengaman yang terdapat pada desain, bahan,
dan teknik cetak, serta dapat bersifat:
a) terbuka (overt), yaitu ciri meterai tempel yang dapat diketahui tanpa
menggunakan alat bantu;
b) semi tertutup (semicovert), yaitu ciri meterai tempel yang dapat diketahui
dengan menggunakan alat bantu; dan
c) tertutup (covert/forensic), yaitu ciri meterai tempel yang dapat diketahui hanya
melalui pemeriksaan forensik.

13 Bea Meterai
Ciri umum dan ciri khusus meterai tempel yang berlaku sebagai sarana
pembayaran Bea Meterai saat ini diatur dalam PMK-134/PMK.03/2021 dan mulai
berlaku pada tanggal 20 Januari 2021.

Gambar 2-1 : Ciri Umum dan Ciri Khusus pada Meterai Tempel

Sumber: PMK-134/PMK.03/2021

2. Pengadaan, Pengelolaan, dan Penjualan Meterai Tempel


Meterai tempel merupakan salah satu dokumen sekuriti negara yang memiliki
unsur pengaman dan digunakan sebagai sarana pembayaran Bea Meterai
sehingga harus tersedia di masyarakat. Ketiadaan meterai tempel dapat
menghambat kepentingan warga negara dalam memenuhi kewajiban
perpajakannnya. Oleh karena itu, untuk menjamin ketersediaan meterai tempel
yang berkualitas, tepat waktu, dan aman, maka Pemerintah menugaskan
Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia untuk
melaksanakan pencetakan meterai tempel dan menugaskan PT Pos Indonesia
(Persero) untuk melaksanakan distribusi dan penjualan meterai tempel.

3. Pembayaran Bea Meterai dengan Menggunakan Meterai Tempel


Sejak berlakunya UU 10/2020, terdapat 2 (dua) desain meterai tempel yang dapat
digunakan untuk pembayaran Bea Meterai sebagai berikut.
a) Meterai tempel yang dicetak berdasarkan UU 10/2020.
Meterai tempel yang dicetak berdasarkan UU 10/2020 dengan nilai nominal
Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) mulai berlaku pada tanggal 20 Januari
2021. Pembayaran Bea Meterai dilakukan dengan membubuhkan meterai
tempel yang sah dan berlaku serta belum pernah dipakai untuk pembayaran

14 Bea Meterai
Bea Meterai atas suatu dokumen, pada dokumen yang terutang Bea Meterai.
Pembubuhan meterai tempel dilakukan dengan ketentuan:
1) meterai tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di
tempat tanda tangan akan dibubuhkan; dan
2) tanda tangan dibubuhkan sebagian di atas kertas dan sebagian di atas
meterai tempel disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun
dilakukannya penandatangan.
b) Meterai tempel yang dicetak berdasarkan UU 13/1985.
Meterai tempel yang dicetak berdasarkan UU 13/1985 dan peraturan
pelaksanaannya dengan nilai nominal sebesar Rp6.000,00 (enam ribu rupiah)
dan Rp3.000,00 (tiga ribu rupiah) yang masih tersisa, masih dapat digunakan
sampai dengan tanggal 31 Desember 2021 dan tidak dapat ditukarkan
dengan uang atau dalam bentuk apa pun. Pembayaran Bea Meterai dilakukan
dengan ketentuan:
1) menggunakan meterai tempel yang sah dan berlaku sesuai dengan PMK-
65/PMK.03/2014, serta belum pernah dipakai untuk pembayaran Bea
Meterai atas suatu dokumen;
2) meterai tempel direkatkan pada dokumen yang terutang Bea Meterai
dengan nilai total paling sedikit Rp9.000,00 (sembilan ribu rupiah);
3) meterai tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di
tempat tanda tangan akan dibubuhkan; dan
4) tanda tangan dibubuhkan sebagian di atas kertas dan sebagian di atas
semua meterai tempel disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan
tahun dilakukannya penandatanganan.

C. Meterai Elektronik
Meterai elektronik adalah meterai berupa label yang penggunaannya dilakukan dengan
cara dibubuhkan pada dokumen melalui sistem tertentu. Sejalan dengan penambahan
dokumen dalam bentuk elektronik sebagai objek Bea Meterai, UU 10/2020 juga
menambahkan cara pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai
Elektronik, khusus untuk dokumen elektronik.
1. Kode Unik dan Keterangan Tertentu pada Meterai Elektronik
Meterai elektronik memiliki kode unik dan keterangan tertentu. Kode unik pada
meterai elektronik berupa 22 (dua puluh dua) digit nomor seri yang dihasilkan oleh
sistem meterai elektronik. Keterangan tertentu pada meterai elektronik terdiri atas
(a) gambar lambang negara Garuda Pancasila, (b) tulisan “METERAI
ELEKTRONIK”, dan (c) angka dan tulisan yang menunjukkan tarif Bea Meterai.

15 Bea Meterai
Gambar 2-2 : Kode Unik dan Keterangan Tertentu pada Meterai Elektronik

1. Gambar lambang negara


Garuda Pancasila
2. Tulisan “METERAI ELEKTRONIK”

3. Angka “10000” dan


Tulisan “SEPULUH RIBU RUPIAH”
4. Kode unik

Sumber: PMK-134/PMK.03/2021

2. Pengadaan, Pengelolaan, dan Penjualan Meterai Elektronik


Seperti halnya meterai tempel, meterai elektronik merupakan salah satu dokumen
sekuriti negara yang digunakan untuk membayar pajak atas dokumen. Oleh
karena itu, untuk menjamin ketersediaan meterai elektronik yang berkualitas, tepat
waktu, dan aman, Pemerintah menugaskan Perusahaan Umum (Perum)
Percetakan Uang Republik Indonesia untuk melaksanakan pembuatan dan
distribusi meterai elektronik. Dalam mendistribusikan meterai elektronik,
Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia bekerja sama
dengan distributor, yaitu badan usaha yang memiliki kemampuan dan kualifikasi
dalam mendukung pendistribusian meterai elektronik melalui sistem meterai
elektronik.
Pendistribusian meterai elektronik kepada distributor dilakukan setelah
memastikan bahwa distributor telah melakukan deposit terlebih dahulu. Deposit
oleh distributor dilakukan dengan menggunakan formulir SSP atau kode billing
dengan kode akun pajak 411611 dan kode jenis setoran 102 sebesar nilai meterai
elektronik yang diminta. Setelah dipastikan distributor melakukan deposit,
selanjutnya Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia
memberikan kuota meterai elektronik kepada distributor untuk didistribusikan
kepada pemungut Bea Meterai dan dijual kepada pengecer maupun masyarakat
umum.

3. Pembayaran Bea Meterai dengan Menggunakan Meterai Elektronik


Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan meterai elektronik dilakukan
dengan ketentuan:
a) pembubuhan Meterai Elektronik dilakukan melalui sistem meterai elektronik;
dan
b) meterai elektronik yang dibubuhkan pada dokumen memiliki kode unik dan
keterangan tertentu.

16 Bea Meterai
Pembubuhan meterai elektronik dapat dilakukan dengan mengunggah dokumen
satu per satu pada portal meterai elektronik atau dengan menggunakan sistem
yang telah terintegrasi dengan Application Programming Interface (API) sistem
meterai elektronik.

D. Meterai Dalam Bentuk Lain


Meterai dalam bentuk lain merupakan meterai yang dibuat dengan menggunakan mesin
teraan meterai digital, sistem komputerisasi, teknologi percetakan, dan sistem atau
teknologi lainnya. Saat ini, terdapat 3 (tiga) jenis meterai dalam bentuk lain, yaitu meterai
teraan, meterai komputerisasi, dan meterai percetakan. Wajib Pajak yang telah memiliki
izin untuk mencetak atau membuat meterai dalam bentuk lain disebut Pembuat Meterai.

1. Meterai Teraan
Meterai teraan yaitu meterai berupa label yang penggunaannya dilakukan dengan
cara dibubuhkan pada dokumen dengan menggunakan mesin teraan meterai
digital. Berdasarkan PMK-134/PMK.03/2021, meterai teraan memiliki unsur yang
meliputi:
a) warna teraan merah;
b) logo Kementerian Keuangan;
c) tulisan “Direktorat Jenderal Pajak”;
d) logo dan/atau tulisan nama Pembuat Meterai;
e) tulisan “METERAI TERAAN”;
f) angka yang menunjukkan tarif Bea Meterai;
g) tanggal, bulan, dan tahun pembubuhan;
h) nomor mesin; dan
i) kode unik.

2. Meterai Komputerisasi
Meterai komputerisasi yaitu meterai berupa label yang penggunaannya dilakukan
dengan cara dibubuhkan pada dokumen dengan menggunakan sistem
komputerisasi. Berdasarkan PMK-134/PMK.03/2021, meterai komputerisasi
memiliki unsur yang meliputi (a) tulisan “BEA METERAI LUNAS” dan (b) angka
yang menunjukkan tarif Bea Meterai. Pembuat Meterai wajib menyampaikan
laporan pembuatan meterai komputerisasi ke KPP tempat Pembuat Meterai
terdaftar paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan. Jika pada suatu bulan
Pembuat Meterai tidak membuat meterai komputerisasi maka Pembuat Meterai
tetap menyampaikan laporan.

17 Bea Meterai
3. Meterai Percetakan
Meterai percetakan yaitu meterai berupa label yang penggunaannya dilakukan
dengan cara dibubuhkan pada dokumen dengan menggunakan teknologi
percetakan. Meterai percetakan ini hanya digunakan dalam rangka pemungutan
Bea Meterai atas dokumen surat berharga berupa cek dan bilyet giro. Berdasarkan
PMK-134/PMK.03/2021, meterai percetakan memiliki unsur yang meliputi (a)
tulisan “METERAI PERCETAKAN”, (b) logo Kementerian Keuangan, (c) angka
yang menunjukkan tarif Bea Meterai, dan (d) nama Pembuat Meterai. Pembuat
Meterai wajib menyampaikan laporan pembuatan meterai percetakan ke KPP
tempat Pembuat Meterai terdaftar paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan.
Jika pada suatu bulan Pembuat Meterai tidak membuat meterai percetakan maka
Pembuat Meterai tetap menyampaikan laporan.

4. Izin Pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain


Pencetakan atau pembuatan meterai dalam bentuk lain dilaksanakan oleh
Pembuat Meterai setelah memperoleh izin Menteri. Dalam hal ini, Pembuat
Meterai merupakan wajib pajak yang telah memiliki izin untuk mencetak atau
membuat meterai dalam bentuk lain.
Untuk menjadi Pembuat Meterai, Wajib Pajak harus mengajukan permohonan izin
secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar. Wajib Pajak yang dapat mengajukan
permohonan izin pembuatan meterai dalam bentuk lain merupakan Wajib Pajak
yang:
a) memiliki mesin teraan meterai digital, untuk membuat meterai teraan;
b) terutang Bea Meterai atas lebih dari 1.000 (seribu) dokumen dalam 1 (satu)
bulan dan memiliki perangkat untuk membuat meterai komputerisasi; atau
c) menyelenggarakan usaha percetakan dan telah mendapatkan (a) izin
operasional di bidang pencetakan dokumen sekuriti dari Badan Koordinasi
Pemberantasan Rupiah Palsu dan (b) penetapan sebagai perusahaan
percetakan warkat debet dan dokumen kliring dari Bank Indonesia, untuk
membuat meterai percetakan.
Berdasarkan permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala
KPP tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan surat izin atau surat penolakan
pemberian izin, paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal bukti
penerimaan surat permohonan Wajib Pajak. Izin pembuatan meterai teraan dan
meterai komputerisasi tidak terdapat jangka waktu berlakunya sedangkan untuk
meterai percetakan, izin pembuatan meterai percetakan berlaku sampai dengan
masa berlaku izin operasional di bidang pencetakan dokumen sekuriti dari Badan
Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu berakhir. Jika masa berlaku izin
pembuatan meterai percetakan telah berakhir maka Pembuat Meterai mengajukan
kembali permohonan pembuatan meterai percetakan.

18 Bea Meterai
Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala KPP tempat Pembuat Meterai terdaftar
dapat melakukan pencabutan izin pembuatan meterai dalam bentuk lain
berdasarkan permohonan Pembuat Meterai atau secara jabatan. Wajib Pajak
dapat mengajukan permohonan pencabutan izin pembuatan meterai dalam
bentuk lain dalam hal (a) mesin teraan meterai digital mengalami kerusakan
sehingga tidak dapat digunakan atau (b) Pembuat Meterai tidak akan membuat
meterai teraan atau meterai komputerisasi di kemudian hari. Saldo deposit yang
masih tersisa pada saat pencabutan izin pembuatan meterai teraan atau meterai
komputerisasi berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat diajukan
pemindahbukuan atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang
seharusnya tidak terutang.
Sementara itu, pencabutan izin pembuatan meterai dalam bentuk lain secara
jabatan dilakukan dalam hal (a) Pembuat Meterai tidak memenuhi ketentuan untuk
membuat meterai komputerisasi, (b) Pembuat Meterai tidak atau terlambat
menyampaikan laporan pembuatan meterai teraan atau meterai komputerisasi,
atau (c) KPP tempat Pembuat Meterai terdaftar menemukan terjadinya
penyalahgunaan izin pembuatan meterai dalam bentuk lain.

5. Pembayaran Bea Meterai dengan Menggunakan Meterai Dalam Bentuk Lain


Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan meterai dalam bentuk lain
dilakukan oleh Pembuat Meterai setelah memperoleh izin Menteri dengan
ketentuan:
a) pembubuhan dilakukan oleh Pembuat Meterai;
b) deposit mencukupi untuk melakukan pembubuhan meterai teraan atau
meterai komputerisasi, atau pembubuhan meterai percetakan dilakukan
berdasarkan permintaan Pemungut Bea Meterai; dan
c) meterai dalam bentuk lain yang dibubuhkan pada dokumen memiliki unsur
yang sesuai dengan ketentuan.
Jika dokumen yang terutang Bea Meterai terdiri atas 2 (dua) halaman atau lebih,
meterai dalam bentuk lain dibubuhkan pada lembar pertama dokumen.
Pembuat Meterai yang akan membubuhkan meterai teraan wajib melakukan
penyetoran di muka Bea Meterai (deposit), dengan menggunakan kode akun
pajak 411611 (empat satu satu enam satu satu) dan kode jenis setoran 2xx sesuai
dengan nomor urut mesin teraan meterai digital yang terdaftar, sebesar
Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) atau kelipatannya. Pembubuhan meterai
teraan akan mengurangi saldo deposit sebesar nilai nominal meterai yang
dibubuhkan. Penggunaan meterai teraan relatif aman, karena mesin teraan
meterai digital tidak dapat membubuhkan meterai teraan jika saldo deposit tidak
mencukupi.

19 Bea Meterai
Dalam pembuatan meterai komputerisasi, Pembuat Meterai harus melakukan
deposit sebelum membuat meterai komputerisasi, dengan menggunakan kode
akun pajak 411611 (empat satu satu enam satu satu) dan kode jenis setoran 101
(satu nol satu) sebesar perkiraan kebutuhan pemeteraian. Pembubuhan meterai
komputerisasi akan mengurangi saldo deposit sebesar nilai nominal meterai yang
dibubuhkan. Pembuat Meterai tidak diperkenankan untuk membuat meterai
komputerisasi dengan jumlah yang melebihi nilai deposit. Oleh karena itu,
Pembuat Meterai yang membuat meterai komputerisasi dengan jumlah yang
melebihi nilai deposit harus melakukan pemeteraian kemudian sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Bea Meterai.
Sedangkan untuk meterai percetakan, pembubuhan meterai dilakukan
berdasarkan permintaan Pemungut Bea Meterai tanpa didahului deposit.
Selanjutnya, atas pembubuhan meterai percetakan tersebut, Pemungut Bea
Meterai wajib menyetorkan Bea Meterai dan melaporkan pemungutan dan
penyetoran Bea Meterai melalui SPT Masa Bea Meterai sesuai dengan ketentuan
PMK-151/PMK.03/2021.

E. Pembayaran Bea Meterai dengan Menggunakan Surat Setoran


Pajak
Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) dilakukan
dalam hal mekanisme pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan meterai
dianggap tidak efisien atau bahkan tidak dimungkinkan. Pemberian alternatif ini
dimaksudkan untuk memberikan kemudahan dalam pembayaran Bea Meterai.
Berdasarkan PMK-134/PMK.03/2021, pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan
SSP dilakukan oleh pihak yang terutang dalam hal (a) pemeteraian kemudian dengan
jumlah lebih dari 50 (lima puluh) dokumen, (b) meterai tempel tidak tersedia atau tidak
dapat digunakan, atau (c) terjadi kegagalan sistem meterai elektronik.
Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan SSP dilakukan dengan ketentuan:
1. menyetorkan Bea Meterai yang terutang ke kas negara dengan menggunakan
kode akun pajak 411611 (empat satu satu enam satu satu) dan kode jenis setoran
100 (satu nol nol);
2. membuat daftar dokumen, untuk pembayaran Bea Meterai atas 2 (dua) dokumen
atau lebih; dan
3. melekatkan SSP yang telah mendapatkan NTPN dengan dokumen yang terutang
Bea Meterai atau daftar dokumen tersebut dalam huruf b.

20 Bea Meterai
F. Penentuan Keabsahan Meterai
Ketentuan mengenai keabsahan pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan
meterai tempel, meterai elektronik, dan meterai dalam bentuk lain diatur dalam PMK-
134/PMK.03/2021. Pembayaran Bea Meterai tidak sah dan dokumen dianggap tidak
dibubuhi meterai jika ketentuan mengenai keabsahan pembayarannya tidak terpenuhi.
Direktur Jenderal Pajak menentukan keabsahan meterai dalam hal diperlukan
penentuan keabsahan Meterai, berdasarkan permintaan dari pihak yang terutang atau
pihak lain. Permintaan penentuan keabsahan meterai tersebut harus dilampiri dengan
meterai yang dimintakan penentuan keabsahannya. Keabsahan meterai ditentukan
berdasarkan hasil penelitian. Dalam hal diperlukan, Direktur Jenderal Pajak dapat
meminta keterangan atau penjelasan dari pihak yang melaksanakan pencetakan
meterai tempel atau pembuatan meterai elektronik.

G. Pemeteraian Kemudian
Pemeteraian kemudian adalah pemeteraian yang memerlukan pengesahan dari pejabat
yang ditetapkan oleh Menteri. Berdasarkan PMK-134/PMK.03/2021, pejabat yang
melakukan pengesahan atas pemeteraian kemudian adalah pejabat pos dan pejabat
pengawas. Pejabat pos adalah pejabat PT Pos Indonesia (Persero) yang diserahi tugas
melayani permintaan pemeteraian kemudian dan pejabat pengawas adalah pegawai
negeri sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang menduduki jabatan pengawas
pada KPP dan Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP).
Selanjutnya, SE-07/PJ/2022 mengatur bahwa pejabat pengawas yang dapat melakukan
pengesahan atas pemeteraian kemudian adalah Kepala Seksi Pelayanan dan Kepala
KP2KP.
Pemeteraian kemudian dilakukan oleh pihak yang terutang, untuk dokumen yang Bea
Meterainya tidak atau kurang dibayar sebagaimana mestinya dan/atau dokumen yang
digunakan sebagai alat bukti di pengadilan. Bea Meterai yang wajib dibayar melalui
pemeteraian kemudian ditentukan sebesar:
1. Bea Meterai yang terutang atas dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang
dibayar ditambah dengan sanksi administratif; dan
2. Bea Meterai yang terutang atas dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di
pengadilan.

21 Bea Meterai
Tabel 2-1 : Bea Meterai yang Wajib Dibayar melalui Pemeteraian Kemudian

Objek Bea Meterai Sanksi


Saat Terutang
Pemeteraian Kemudian yang Terutang Administratif

tarif Bea Meterai yang 100% dari Bea


sejak tanggal
Dokumen yang Bea berlaku pada saat Meterai yang
1 Januari 2021
Meterainya tidak atau terutangnya Bea Meterai terutang
kurang dibayar tarif Bea Meterai yang 200% dari Bea
sebelum tanggal
sebagaimana mestinya berlaku pada saat Meterai yang
1 Januari 2021
terutangnya Bea Meterai terutang
tarif Bea Meterai yang
Dokumen yang
berlaku pada saat
digunakan sebagai alat - -
pemeteraian kemudian
bukti di pengadilan
dilakukan

Sumber: UU 10/2020, PMK-134/PMK.03/2021

Bea Meterai yang terutang tersebut pada tabel 2-1 dibayarkan dengan mengunakan
meterai tempel, meterai elektronik, atau SSP. Sedangkan sanksi administratif dibayar
dengan menggunakan SSP dengan kode akun pajak 411611 (empat satu satu enam
satu satu) dan kode jenis setoran 512 (lima satu dua).
Pihak yang terutang yang tidak atau kurang membayar Bea Meterai yang terutang
diterbitkan surat ketetapan pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, sebesar Bea Meterai yang tidak atau
kurang dibayar ditambah sanksi administratif.

22 Bea Meterai
H. Latihan Soal

1. Pihak yang ditugaskan untuk mencetak meterai tempel adalah …


a. Direktorat Jenderal Pajak
b. Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia
c. Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Negara Republik Indonesia
d. PT Pos Indonesia (Persero)

2. Pihak yang ditugaskan untuk mendistribusikan dan menjual meterai tempel


adalah …
a. Direktorat Jenderal Pajak
b. Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia
c. Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Negara Republik Indonesia
d. PT Pos Indonesia (Persero)

3. Pihak yang ditugaskan untuk membuat dan mendistribusikan meterai elektronik


adalah …
a. Direktorat Jenderal Pajak
b. Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia
c. Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Negara Republik Indonesia
d. PT Pos Indonesia (Persero)

4. Berikut adalah kondisi yang memungkinkan pembayaran Bea Meterai dengan


menggunakan Surat Setoran Pajak, kecuali …
a. pemeteraian kemudian dengan jumlah lebih dari 50 (lima puluh) dokumen
b. meterai tempel tidak tersedia atau tidak dapat digunakan
c. terjadi kegagalan sistem meterai elektronik
d. belum memiliki izin pembuatan meterai dalam bentuk lain

5. Berikut ini merupakan jenis meterai dalam bentuk lain, kecuali …


a. meterai teraan
b. meterai tempel
c. meterai percetakan
d. meterai komputerisasi

23 Bea Meterai
BAB III
PEMUNGUTAN
BEA METERAI

24 Bea Meterai
3 BAB III
PEMUNGUTAN BEA
METERAI

A. Objek Pemungutan Bea Meterai


Pasal 10 UU 10/2020 mengatur bahwa pemungutan Bea Meterai yang terutang atas
dokumen dapat dilakukan oleh Pemungut Bea Meterai. Ketentuan lebih lanjut mengenai
penetapan Pemungut Bea Meterai dan tata cara pemungutan, penyetoran, dan
pelaporan Bea Meterai diatur dalam PMK-151/PMK.03/2021.
Perlu diperhatikan bahwa tidak seluruh objek Bea Meterai yang diatur dalam Pasal 3 UU
10/2020 menjadi objek pemungutan. Demikian pula, dokumen yang mendapat fasilitas
pembebasan dari pengenaan Bea Meterai dikecualikan dari pemungutan Bea Meterai.
PMK-151/PMK.03/2021 mengatur bahwa dokumen yang menjadi objek pemungutan
Bea Meterai meliputi:
1. surat berharga berupa cek dan bilyet giro;
2. dokumen transaksi surat berharga termasuk dokumen transaksi kontrak
berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
3. surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta
rangkapnya; dan
4. dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah), yang menyebutkan penerimaan uang atau
berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau
diperhitungkan.

B. Kriteria Pemungut Bea Meterai


Pemungut Bea Meterai adalah pihak yang wajib memungut Bea Meterai yang terutang
atas dokumen tertentu dari pihak yang terutang, menyetorkan Bea Meterai ke kas
negara, dan melaporkan pemungutan dan penyetoran Bea Meterai melalui SPT Masa
Bea Meterai ke Direktorat Jenderal Pajak. PMK-151/PMK.03/2021 mengatur bahwa

25 Bea Meterai
Wajib Pajak yang ditetapkan sebagai Pemungut Bea Meterai merupakan Wajib Pajak
dengan kriteria:
1. memfasilitasi penerbitan cek dan bilyet giro; dan/atau
2. menerbitkan dan/atau memfasilitasi penerbitan:
a) dokumen transaksi surat berharga termasuk dokumen transaksi kontrak
berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
b) surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta
rangkapnya; dan
c) dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah), yang menyebutkan penerimaan uang atau
berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi
atau diperhitungkan,
dengan jumlah lebih dari 1.000 (seribu) dokumen dalam 1 (satu) bulan.

C. Penetapan dan Pencabutan Penetapan Pemungut Bea Meterai


1. Penetapan Pemungut Bea Meterai
Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk menetapkan Wajib Pajak
sebagai Pemungut Bea Meterai dengan menerbitkan surat penetapan sebagai
Pemungut Bea Meterai. Surat penetapan ini mulai berlaku terhitung sejak awal
bulan berikutnya setelah tanggal surat penetapan. Wajib Pajak yang memenuhi
kriteria tetapi belum ditetapkan sebagai Pemungut Bea Meterai dapat
menyampaikan surat pemberitahuan untuk ditetapkan sebagai Pemungut Bea
Meterai kepada Direktur Jenderal Pajak. Surat pemberitahuan tersebut dapat
menjadi pertimbangan bagi Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk
untuk menetapkan Wajib Pajak sebagai Pemungut Bea Meterai.
Untuk saat ini, berdasarkan SE-56/PJ/2021, penetapan Wajib Pajak sebagai
Pemungut Bea Meterai dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Pajak. Penetapan
Pemungut Bea Meterai dilakukan berasarkan data dan/atau informasi yang dimiliki
atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atau surat pemberitahuan untuk
ditetapkan sebagai Pemungut Bea Meterai yang disampaikan oleh Wajib Pajak
melalui alamat pos elektronik yang dikelola oleh Direktorat Potensi, Kepatuhan,
dan Penerimaan (Direktorat PKP).

2. Pencabutan Penetapan Pemungut Bea Meterai


Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk dapat mencabut penetapan
Pemungut Bea Meterai dalam hal Pemungut Bea Meterai tidak memenuhi kriteria
sebagai Pemungut Bea Meterai selama 3 (tiga) bulan berturut-turut, dengan
menerbitkan surat pencabutan penetapan sebagai Pemungut Bea Meterai.
Pencabutan penetapan mulai berlaku terhitung sejak awal bulan berikutnya
setelah tanggal surat pencabutan penetapan.

26 Bea Meterai
D. Kewajiban Pemungut Bea Meterai
Pemungut Bea Meterai wajib (a) memungut Bea Meterai yang terutang atas dokumen
tertentu dari pihak yang terutang, (b) menyetorkan Bea Meterai ke kas negara, serta (c)
melaporkan pemungutan dan penyetoran Bea Meterai melalui SPT Masa Bea Meterai
ke kantor Direktorat Jenderal Pajak.
1. Kewajiban Pemungutan
Secara keseluruhan, ketentuan mengenai objek, saat, dan cara pemungutan Bea
Meterai dirangkum dalam tabel berikut.

Tabel 3-1 : Objek, Saat, dan Cara Pemungutan Bea Meterai

Objek Pemungutan Saat Pemungutan Cara Pemungutan

Saat dokumen Membubuhkan meterai


Surat berharga berupa
diterima dari pembuat percetakan melalui Pembuat
cek dan bilyet giro
meterai Meterai
Dokumen transaksi surat Saat dokumen selesai
• Membubuhkan meterai
berharga dibuat elektronik pada dokumen
Surat keterangan, surat • Dalam hal terjadi kegagalan
pernyataan, atau surat sistem meterai elektronik:
lainnya yang sejenis 1. Membubuhkan tanda
pemungutan yang terdiri
Dokumen yang atas tulisan “BEA METERAI
menyatakan jumlah uang LUNAS” dan angka yang
lebih dari Rp 5jt, yang: menunjukkan tarif Bea
a. menyebutkan Saat dokumen Meterai.
penerimaan uang, diserahkan kepada 2. Membuat daftar dokumen
atau pihak yang terutang yang tidak dapat dibubuhi
b. berisi pengakuan meterai elektronik dengan
bahwa utang menggunakan format
seluruhnya atau Lampiran III SPT Masa Bea
sebagiannya telah Meterai.
dilunasi atau 3. Melampirkan daftar
diperhitungkan dokumen dalam SPT Masa
Bea Meterai.

Sumber: PMK-151/PMK.03/2021

27 Bea Meterai
Pemungutan Bea Meterai dilakukan pada saat:
a) dokumen diterima dari Pembuat Meterai, untuk dokumen objek pemungutan
Bea Meterai berupa cek dan bilyet giro;
b) dokumen selesai dibuat oleh pihak yang menerbitkan atau memfasilitasi
penerbitan dokumen, untuk dokumen objek pemungutan Bea Meterai berupa
dokumen transaksi surat berharga termasuk dokumen transaksi kontrak
berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun; atau
c) dokumen diserahkan kepada pihak yang terutang, untuk dokumen objek
pemungutan Bea Meterai berupa:
1) surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis,
beserta rangkapnya; dan
2) dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah), yang menyebutkan penerimaan uang
atau berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah
dilunasi atau diperhitungkan.

Pemungutan Bea Meterai dilakukan dengan membubuhkan (a) meterai


percetakan pada cek dan bilyet giro atau (b) meterai elektronik pada dokumen
objek pemungutan Bea Meterai selain cek dan bilyet giro. Untuk kebutuhan
pembubuhan meterai elektronik Pemungut Bea Meterai dapat meminta meterai
elektronik dari distributor dengan ketentuan sebagai berikut.
a) Permintaan meterai elektronik paling banyak sebesar kebutuhan pemeteraian
untuk 1 (satu) masa pajak pada 2 (dua) bulan pertama terhitung sejak
ditetapkan sebagai Pemungut Bea Meterai.
b) Untuk kebutuhan pemeteraian masa pajak berikutnya, Pemungut Bea Meterai
dapat meminta meterai elektronik dari distributor setelah melakukan
penyetoran Bea Meterai yang terutang untuk masa pajak sebelumnya yang
telah menjadi kewajibannya.
Dalam hal terjadi kegagalan sistem meterai elektronik, maka Pemungut Bea
Meterai tetap wajib memungut Bea Meterai dengan membuat daftar dokumen
yang tidak dapat dibubuhi meterai elektronik, dan dilampirkan dalam SPT Masa
Bea Meterai. Ketentuan mengenai tata cara pemungutan Bea Meterai dalam hal
terjadi kegagalan sistem meterai elektronik diatur lebih lanjut dalam PER-
26/PJ/2021 s.t.d.d. PER-2/PJ/2023.
PER-26/PJ/2021 s.t.d.d. PER-2/PJ/2023 mengatur bahwa pemungutan Bea
Metarai dengan membubuhkan meterai elektronik dilakukan dengan (a)
mengunggah dokumen yang akan dibubuhi meterai elektronik satu per satu pada
portal sistem meterai elektronik atau (b) menggunakan sistem yang digunakan
oleh Pemungut Bea Meterai untuk menerbitkan dan/atau memfasilitasi penerbitan
dokumen yang telah terintegrasi dengan Application Programming Interface (API)
sistem meterai elektronik. Dengan demikian, kegagalan sistem meterai elektronik
terjadi jika:

28 Bea Meterai
a) sistem meterai elektronik tidak dapat diakses, tidak memberikan respons
pada proses pembubuhan meterai elektronik, dan/atau meterai elektronik
tidak dapat dibubuhkan pada suatu jenis dokumen elektronik, berdasarkan
pemberitahuan dari Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik
Indonesia; atau
b) proses integrasi memerlukan penyesuaian agar dapat digunakan untuk
membubuhkan meterai elektronik, untuk jangka waktu paling lama 6 (enam)
bulan terhitung sejak saat mulai berlakunya penetapan sebagai Pemungut
Bea Meterai yang dapat diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan dengan
menyampaikan pemberitahuan perpanjangan jangka waktu integrasi sistem
secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak dengan menyebutkan alasan
perpanjangan dan perkiraan waktu penyelesaian proses integrasi dengan API
sistem meterai elektronik.
Dalam hal tejadi kegagalan sistem meterai elektronik, pemungutan Bea Meterai
dilakukan dengan membubuhkan tanda pemungutan Bea Meterai pada dokumen,
yang terdiri atas tulisan “BEA METERAI LUNAS” dan angka yang menunjukkan
tarif Bea Meterai. Selanjutnya, Pemungut Bea Meterai membuat daftar dokumen
yang tidak dapat dibubuhi meterai elektronik dengan menggunakan format
Lampiran III SPT Masa Bea Meterai dan melampirkan daftar dokumen tersebut
dalam SPT Masa Bea Meterai untuk masa pajak terjadinya kegagalan sistem
meterai elektronik.

2. Kewajiban Penyetoran
Bea Meterai yang dipungut untuk setiap masa pajak wajib disetorkan paling lambat
tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Jika batas
akhir penyetoran jatuh pada hari libur, maka penyetoran dapat dilakukan paling
lama pada hari kerja berikutnya. Hari libur merupakan hari Sabtu, hari Minggu, hari
libur nasional, hari yang ditetapkan sebagai hari libur untuk penyelenggaraan
Pemilihan Umum, atau hari yang ditetapkan untuk cuti bersama secara nasional.
Penyetoran dilakukan dengan menggunakan kode akun pajak 411611 (empat satu
satu enam satu satu) dan kode jenis setoran:
a) 900 (sembilan nol nol), untuk pemungutan dengan membubuhkan meterai
percetakan;
b) 901 (sembilan nol satu), untuk pemungutan apabila pembubuhan meterai
elektronik tidak memungkinkan untuk dilakukan; atau
c) 902 (sembilan nol dua), untuk pemungutan dengan membubuhkan meterai
elektronik.
Penyetoran Bea Meterai dengan kode jenis setoran 902 (sembilan nol dua)
disertai dengan pencantuman NPWP distributor yang mendistribusikan meterai
elektronik kepada Pemungut Bea Meterai pada kolom keterangan. Dengan
demikian, penyetoran tersebut akan diperhitungkan sebagai deposit bagi
distributor.

29 Bea Meterai
3. Kewajiban Pelaporan
Pelaporan atas pemungutan dan penyetoran Bea Meterai dilakukan dengan
menyampaikan SPT Masa Bea Meterai ke kantor Direktorat Jenderal Pajak paling
lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. SPT
Masa Bea Meterai terdiri dari formulir induk, lampiran I yang berisi daftar
pemungutan menggunakan meterai percetakan, lampiran II yang berisi daftar
pemungutan menggunakan meterai elektronik, lampiran III yang berisi daftar
dokumen yang tidak dapat dibubuhi meterai elektronik, dan lampiran IV yang berisi
daftar dokumen yang mendapat fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea
Meterai. Untuk saat ini, SPT Masa Bea Meterai berbentuk elektronik dan
disampaikan melalui laman sptbeameterai.pajak.go.id. SPT Masa Bea Meterai
tetap wajib disampaikan meskipun dalam suatu masa pajak tidak terdapat
dokumen yang wajib dipungut Bea Meterainya. Jika batas akhir pelaporan jatuh
pada hari libur, maka pelaporan dapat dilakukan paling lama pada hari kerja
berikutnya.
Pemungut Bea Meterai dengan kemauan sendiri dapat membetulkan SPT Masa
Bea Meterai yang telah disampaikan dalam hal (a) terdapat salah tulis atau salah
hitung atau (b) terdapat surat berharga berupa cek dan/atau bilyet giro yang Bea
Meterainya telah dipungut tetapi tidak digunakan. Atas penyampaian SPT Masa
Bea Meterai yang menyatakan kelebihan penyetoran Bea Meterai dapat diajukan
permohonan pemindahbukuan atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak
yang seharusnya tidak terutang.
Ketentuan mengenai (a) penandatanganan SPT Masa Bea Meterai, (b)
pengenaan sanksi administratif dalam hal Pemungut Bea Meterai tidak atau
terlambat menyampaikan SPT Masa Bea Meterai, dan (c) pembetulan SPT Masa
Bea Meterai, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang ketentuan umum dan tata cara perpajakan.

E. Sanksi bagi Pemungut Bea Meterai


Pasal 11 UU 10/2020 mengatur mengenai sanksi bagi Pemungut Bea Meterai yang (a)
tidak melaksanakan pemungutan dan/atau penyetoran, (b) terlampat menyetorkan Bea
Meterai, dan (c) tidak atau terlambat melaporkan SPT Masa Bea Meterai, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketentuan umum dan tata cara
perpajakan.
1. Surat Ketetapan Pajak
Pemungut Bea Meterai yang tidak melaksanakan kewajiban pemungutan, dan/atau
penyetoran Bea Meterai sebagaimana telah diuraikan di atas, diterbitkan surat
ketetapan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Jumlah kekurangan Bea Meterai dalam
surat ketetapan pajak sebesar Bea Meterai yang tidak atau kurang dipungut
dan/atau tidak atau kurang disetor, ditambah sanksi administratif sebesar 100%
(seratus persen) dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dipungut dan/atau tidak
atau kurang disetor, dengan contoh kasus sebagai berikut.

30 Bea Meterai
Berdasarkan hasil pemeriksaan atas laporan pemungutan Bea Meterai, ditemukan
15 (lima belas) dokumen objek pemungutan Bea Meterai dengan rincian sebagai
berikut:
a) 1 (satu) dokumen telah dipungut dan disetorkan ke kas negara;
b) 2 (dua) dokumen tidak dipungut dan tidak disetorkan ke kas negara;
c) 7 (tujuh) dokumen telah dipungut, tetapi tidak disetorkan ke kas negara; dan
d) 5 (lima) dokumen tidak dipungut, tetapi disetorkan ke kas negara.

Berdasarkan data tersebut, pengenaan sanksi administratif adalah sebesar 100%


(seratus persen) atas:
a) 2 (dua) dokumen yang tidak dipungut dan tidak disetorkan ke kas negara; dan
b) 7 (tujuh) dokumen yang telah dipungut, tetapi tidak disetorkan ke kas negara.
Sedangkan atas 1 (satu) dokumen yang telah dipungut dan disetorkan ke kas
negara dan 5 (lima) dokumen yang tidak dipungut, tetapi disetorkan ke kas negara,
tidak dikenai sanksi administratif.

Dengan demikian, perhitungan dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar


(SKPKB) adalah sebagai berikut.

Bea Meterai terutang Rp150.000,00


Bea Meterai telah disetor
1 x Rp10.000,00 = Rp10.000,00
5 x Rp10.000,00 = Rp50.000,00 +
Rp 60.000,00 -
Bea Meterai kurang disetor Rp 90.000,00
Sanksi Pasal 11 ayat (3) = 100% x 9 x Rp10.000,00 Rp 90.000,00 +
Bea Meterai yang masih harus dibayar Rp180.000,00

2. Surat Tagihan Pajak


Pemungut Bea Meterai yang terlambat menyetorkan Bea Meterai dan/atau tidak
atau terlambat melaporkan pemungutan dan penyetoran Bea Meterai, diterbitkan
surat tagihan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang ketentuan umum dan tata cara perpajakan.

31 Bea Meterai
F. Latihan Soal

1. Berikut merupakan dokumen yang bukan merupakan objek pemungutan Bea


Meterai adalah …
a. surat berharga berupa cek dan bilyet giro
b. dokumen transaksi surat berharga
c. surat perjanjian
d. surat keterangan

2. Salah satu kriteria Wajib Pajak yang ditetapkan sebagai Pemungut Bea Meterai
adalah Wajib Pajak yang menerbitkan dan/atau memfasilitasi penerbitan dokumen
objek pemungutan Bea Meterai selain cek dan bilyet giro dengan jumlah …
a. rata-rata 1.000 (seribu) dokumen dalam 1 (satu) bulan
b. rata-rata 1.000 (seribu) dokumen dalam 1 (satu) tahun
c. lebih dari 1.000 (seribu) dokumen dalam 1 (satu) tahun
d. lebih dari 1.000 (seribu) dokumen dalam 1 (satu) bulan

3. Penetapan sebagai Pemungut Bea Meterai mulai berlaku sejak …


a. tanggal surat penetapan
b. awal bulan penetapan
c. awal bulan berikutnya setelah tanggal surat penetapan
d. akhir bulan berikutnya setelah tanggal surat penetapan

4. Bea Meterai yang dipungut untuk setiap masa pajak wajib disetorkan paling lambat
tanggal … setelah masa pajak berakhir
a. 10 (sepuluh) bulan berikutnya
b. 15 (lima belas) bulan berikutnya
c. 20 (dua puluh) bulan berikutnya
d. akhir bulan berikutnya

5. Pemungutan Bea Meterai atas dokumen objek pemungutan Bea Meterai selain cek
dan bilyet giro dilakukan dengan membubuhkan …
a. meterai dalam bentuk lain
b. meterai tempel
c. meterai percetakan
d. meterai elektronik

32 Bea Meterai
BAB IV
LARANGAN BAGI PEJABAT
DAN KETENTUAN PIDANA

33 Bea Meterai
4 BAB IV
LARANGAN BAGI PEJABAT
DAN KETENTUAN PIDANA

A. Larangan Bagi Pejabat


Pasal 21 UU 10/2020 mengatur bahwa pejabat yang berwenang dalam menjalankan
tugas atau jabatannya, dilarang:
1. menerima, mempertimbangkan, atau menyimpan dokumen yang merupakan
objek Bea Meterai yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar;
2. melekatkan dokumen objek Bea Meterai yang Bea Meterainya tidak atau kurang
dibayar pada dokumen lain yang berkaitan;
3. membuat salinan, tembusan, rangkap, atau petikan dari dokumen objek Bea
Meterai yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar; dan/atau
4. memberikan keterangan atau catatan pada dokumen objek Bea Meterai yang
Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar.
Ketentuan ini dimaksudkan agar pejabat yang berwenang masing-masing dalam
menjalankan tugas atau jabatannya turut meyakinkan bahwa Bea Meterai yang terutang
atas dokumen telah dibayar sebagaimana mestinya. Pejabat yang berwenang dalam
ketentuan ini antara lain hakim, panitera, jurusita, notaris, PPAT, pegawai aparatur sipil
negara, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia,
dan pejabat negara. Pejabat yang melanggar ketentuan dikenai sanksi administratif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
disiplin dan kewajiban atau larangan pegawai aparatur sipil negara, pejabat negara, atau
pejabat umum lainnya.

B. Ketentuan Pidana
Ketentuan pidana terkait pemalsuan dan penyalahgunaan meterai, termasuk
penggunaan meterai bekas pakai diatur dalam Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 26 UU
10/2020.

34 Bea Meterai
1. Pasal 24 UU 10/2020 mengatur bahwa setiap orang yang:
a) meniru atau memalsu meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik
Indonesia dengan maksud untuk memakai atau meminta orang lain
memakai meterai tersebut sebagai meterai asli, tidak dipalsu, atau sah; atau
b) dengan maksud yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
membuat meterai dengan menggunakan cap asli secara melawan hukum,
termasuk membuat meterai elektronik dan meterai dalam bentuk lain, secara
melawan hukum,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

2. Pasal 25 UU 10/2020 mengatur bahwa setiap orang yang memakai, menjual,


menawarkan, menyerahkan, mempunyai persediaan untuk dijual, atau
memasukkan ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia:
a) meterai yang dipalsu atau dibuat secara melawan hukum seolah-olah asli,
tidak dipalsu, dan dibuat secara tidak melawan hukum; atau
b) barang yang dibubuhi meterai sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
seolah-olah barang tersebut asli, tidak dipalsu, dan dibuat secara tidak
melawan hukum,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

3. Pasal 26 10/2020 mengatur bahwa setiap orang yang:


a) menghilangkan tanda yang gunanya untuk menunjukkan suatu meterai tidak
dapat dipakai lagi pada meterai Pemerintah Republik Indonesia yang telah
dipakai dengan maksud untuk memakai atau meminta orang lain
memakainya seolah-olah meterai tersebut belum dipakai;
b) dengan maksud yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
menghilangkan tanda tangan, ciri, atau tanda saat dipakainya meterai
Pemerintah Republik Indonesia yang telah dipakai sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku harus dibubuhkan di atas atau
pada meterai tersebut; atau
c) memakai, menjual, menawarkan, menyerahkan, mempunyai persediaan
untuk dijual, atau memasukkan ke wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia meterai yang tandanya, tanda tangannya, cirinya, atau tanggal
dipakainya dihilangkan, seolah-olah meterai tersebut belum dipakai,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda
paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

35 Bea Meterai
C. Latihan Soal

1. Berikut merupakan contoh pejabat yang dilarang menerima, mempertimbangkan,


atau menyimpan dokumen objek Bea Meterai yang Bea Meterainya tidak atau
kurang dibayar, kecuali ...
a. hakim
b. panitera
c. notaris
d. pejabat swasta

2. Pihak yang meniru atau memalsu meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah
Republik Indonesia dengan maksud untuk memakai atau meminta orang lain
memakai meterai tersebut sebagai meterai asli dipidana dengan pidana penjara
paling lama …
a. 5 (lima) tahun
b. 6 (enam) tahun
c. 7 (tujuh) tahun
d. 8 (delapan) tahun

3. Pidana denda bagi pihak yang meniru atau memalsu meterai yang dikeluarkan
oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan maksud untuk memakai atau
meminta orang lain memakai meterai tersebut sebagai meterai asli adalah …
a. paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
b. paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)
c. paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)
d. paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)

4. Pidana denda bagi pihak yang menjual meterai yang tandanya, tanda tangannya,
cirinya, atau tanggal dipakainya dihilangkan, seolah-olah meterai tersebut belum
dipakai adalah …
a. paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
b. paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)
c. paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)
d. paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)

36 Bea Meterai
5. Pihak yang memakai meterai yang tandanya, tanda tangannya, cirinya, atau
tanggal dipakainya dihilangkan, seolah-olah meterai tersebut belum dipakai,
dipidana dengan pidana penjara paling lama …
a. 2 (dua) tahun
b. 3 (tiga) tahun
c. 4 (empat) tahun
d. 5 (lima) tahun

37 Bea Meterai
KUNCI JAWABAN

BAB I BAB III


1. A 1. C
2. C 2. D
3. A 3. C
4. C 4. A
5. D 5. D

BAB II BAB IV
1. B 1. D
2. D 2. C
3. B 3. A
4. D 4. D
5. B 5. B

38 Bea Meterai
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai


Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2021 tentang Pengadaan, Pengelolaan, dan
Penjualan Meterai
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan dari
Pengenaan Bea Meterai
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 133/PMK.03/2021 tentang Peraturan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2021 tentang Pengadaan, Pengelolaan, dan
Penjualan Meterai
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.03/2021 tentang Pembayaran Bea Meterai,
Ciri Umum dan Ciri Khusus pada Meterai Tempel, Kode Unik dan Keterangan
Tertentu pada Meterai Elektronik, Meterai Dalam Bentuk Lain, dan Penentuan
Keabsahan Meterai, serta Pemeteraian Kemudian
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.03/2021 tentang Penetapan Pemungut Bea
Meterai dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Bea Meterai
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-26/PJ/2021 tentang Tata Cara Pemungutan
Bea Meterai Dalam Hal Terjadi Kegagalan Sistem Meterai Elektronik
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-2/PJ/2023 tentang Perubahan atas
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-26/PJ/2021 tentang Tata Cara
Pemungutan Bea Meterai Dalam Hal Terjadi Kegagalan Sistem Meterai Elektronik
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-56/PJ/2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Penetapan dan Pencabutan Penetapan Pemungut Bea Meterai
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-07/PJ/2022 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pembubuhan Cap Pemeteraian Kemudian

39 Bea Meterai
DAFTAR PENULIS

Fifi Firyanti
Kepala Seksi Peraturan Pajak Tidak Langsung Lainnya
di Direktorat Peraturan Perpajakan I

Rebahan secukupnya, berjuang selelahnya

Suharyani
Penelaah Teknis Kebijakan Tk. II di Direktorat
Peraturan Perpajakan I

Jangan pernah takut melangkah,


bukankah selalu ada langkah pertama dalam hidup?

Dwi Nurcahyanto
Penelaah Teknis Kebijakan Tk. III di Direktorat
Peraturan Perpajakan I

Daripada mengutuki kegelapan, lebih baik ambil lilin dan nyalakan.

Agus Romadi
Penelaah Teknis Kebijakan Tk. V di Direktorat
Peraturan Perpajakan I

If you succeed you will be happy,


if you fail you will be wise, just try.

40 Bea Meterai

Anda mungkin juga menyukai