Modul ini disusun dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan ajar di lingkungan Pusdiklat
Pajak Jakarta. Mengingat batasan waktu yang tersedia untuk penyajian materi dalam diklat, maka
kedalaman isi modul ini disesuaikan dengan jumlah pelatihan yang tersedia tersebut.
Tujuan umum pembelajaran Bea Meterai ini adalah agar peserta diklat memahami
ketentuan‐ketentuan perundang‐undangan tentang bea meterai dan tugas‐tugas DJP dalam
pengelolaan bea meterai.
Adapun Tujuan Khusus dari pembelajaran Bea Meterai ini agar peserta diklat :
1. Memahami pengertian bea meterai
2. Dapat menjelaskan subjek, saat terutang, dan tarif bea meterai
3. Dapat menjelaskan cara pelunasan bea meterai
4. Dapat menjelaskan sanksi‐sanksi atas kewajiban pemenuhan bea meterai, Kedaluwarsa, dan
ketentuan Pidana
5. Dapat menjelaskan penerapan peraturan Bea Meterai
1. Pajak adalah peralihan kekayaan dari orang/badan ke Pemeerintah
2. Pajak dipungut berdasarkan ketentuan undang‐undang serta aturan pelaksanaannya sehingga
dapat dipaksakan;
3. Dalam pembayaran pajak, tidak dapat ditunjukkan kontraprestasi langsung secara individual yang
diberikan oleh Pemerintah;
4. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah;
5. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran‐pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemaasukannya
masih terdapat surplus, maka surplus tersebut digunakan untuk investasi publik.
6. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari Pemerintah.
7. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung.
Selanjutnya tentang bea meterai dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang – Undang Nomor.
13 tahun 1985 tentang Bea Meterai :”Dengan nama bea meterai dikenakan pajak atas dokumen
yang disebut dalam undang – undang ini”. Hal ini menunjukkan bahwa UU Bea Meterai dengan
tegas menyatakan bahwa bea meterai adalah pengenaan pajak atas dokumen.
Pasal 1 ayat (2) UU Bea Meterai memberikan definisi dokumen sebagai kertas yang berisikan
tulisan yag mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan, atau kenyataan bagi
seseorang dan atau pihak‐pihak yang berkepentingan. Definisi ini memberikan pengertian
dokumen secara sempit, yaitu terbatas pada kertas yang berisikan tulisan. Dikatakan secara
Gambar 1: Skema Surat
B. Saat Terutang Bea Meterai
Saat terutang bea meterai sangat perlu diketahui karena akan menentukan besarnya tarif
bea meterai yang berlaku dan juga berguna untuk menentukan daluarsa pemenuhan bea meterai
dan denda admininistrasi yang terutang. Saat terutang bea meterai ditentukan oleh jenis dan di
mana suatu dokumen dibuat. Pasal 5 UU Bea Meterai menentukan saat terutang bea meterai sebagai
berikut:
a. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak, adalah pada saat dokumen itu diserahkan;
Lebih jauh dijelaskan bahwa yang dimaksud saat dokumen itu diserahkan termasuk juga bahwa
pada saat itu dokumen tersebut diterima oleh pihak untuk siapa dokumen itu dibuat, bukan pada
saat ditandatangani, misalnya kuintansi, cek, dan sebagainya.
b. Dokumen yang dibuat oleh lebih dari salah satu pihak, adalah pada saat selesainya dokumen
dubuat, yang ditutup dengan pembubuhan tanda tangan dari yang bersangkutan. Sebagai contoh
surat perjanjian jual beli. Bea Meterai terhutang pada saat ditandatanganinya perjanjian
tersebut.
c. Dokumen yang dibuat di luar negeri adalah pada saat digunakan di Indonesia.
1. Surat Perjanjian dan surat-surat lainnya (a.l. Surat Kuasa, Rp 1.000,00 Rp 2000,00 Rp 6.000,00
surat hibah, surat pernyataan) yang dibuat dengan tujuan
untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai
perbuatan, kenyataan/keadaan yang bersifat perdata.
4,a. Surat yang memuat sejumlah uang lebih dari Rp 1 juta (harga Rp 1.000,00 Rp 2000,00 Rp 6.000,00
4.b. Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp 250.000,00 Rp 500,00 Rp 1.000,00 Rp 3.000,00
tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,00
4c Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp 100.000,00 Rp 500,00 Tidak terutang Tidak dikenakan
tetapi tidak lebih dari Rp 250.000,00
4d Surat yang memuat jumlah uang tidak lebih dari Rp Tidak terutang Tidak terutang Tidak dikenakan
1.00.000,00
5a Surat berharga seperti wesel, promes,dan aksep yang Rp 1.000,00 Rp 2000,00 Rp 6.000,00
hargaa nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,00
5b Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep yang Rp 500,00 Rp 1000,00 Rp 3.000,00
hargaa nominalnya lebih dari Rp 250.000,00 tetapi tidak
lebih dari Rp 1.000.000,00
5c Surat berharga seperti wesel, promes,dan aksep yang Rp 500,00 Tidak terutang Tidak dikenakan
hargaa nominalnya tidak lebih dari Rp 250000,00
5d Surat berharga seperti wesel, promes,dan aksep yang Tidak terutang Tidak terutang Tidak dikenakan
hargaa nominalnya tidak lebih dari Rp 100.000,00
6a Cek dan bilyet giro yang harga nominalnya lebih dari Rp Rp 1000,00 Rp 1000,00 Rp 3.000,00
1.000.000,-
6b Cek dan bilyet giro yang harga nominalnya lebih dari Rp Rp500,00 Rp 1000,00 Rp 3.000,00
250.000,- terapi tidak ebih dari Rp 1.000.000,--
6c Cek dan bilyet giro yang harga nominalnya lebih dari Rp Rp 500,00 Rp 1000,00 Rp 3.000,00
100.000,00 tetapi tidak lebh dari Rp 250.000,00
6d Cek dan bilyet giro yang harga nominalnya tidak lebih dari Rp Tdk terutang *) Rp 1000,00 Rp 3.000,00
100.000,-
7a Efek yang harga nominalnya lebih dari Rp 1.000.000 Rp 1.000,00 Rp 2.000,00 Rp 6.000,00
7b Efek yang harga nominalnya lebih dari Rp 250.000.,00 tetapi Rp 500,00 Rp 1.000,00 Rp 3.000,00
tidak lebih dari Rp 1,000,000,00
7d Efek yang harga nominalnya tidak lebih dari Rp 100.000.,00 Tidak terutang Tidak terutang Rp 3.000,00
8. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat bukti di muka Rp 1.000,00 Rp 2000,00 Rp 6.000,00
pengadilan melputi :
a. Surat-surat biasa dan surat kerumah-tanggaan;
b. Surat-surat yang semula tidak dikenakan bea
meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan
untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain,
selain dari masksud semula.
Keterangan :
*) Berdasarkan Peraturan Pemerintah anomor 13 Tahun 1989 tentang Perubahan Besarnya Tarif
Bea Meterai dan besarnya bea meterai atas batas harga nominal yang dikenakan bea meterai ata cek dan bilyet giro, diubah menjadi Rp 500,00
dengan tidak memperhatikan besarnya hyang dikenakan besrga nominal.rnya.
C. Akibat Apabila Ketentuan Cara Pelunasan Bea Meterai Tidak Dipenuhi
Pelunasan bea meterai, baik dengan menggunakan benda bea meterai maupun dengan cara
lain, harus memenuhi ketentuan yang telah dikemukakan di atas. Apabila ternyata ketentuan
pelunasan bea meterai tidak dipenuhi, maka dokumen tersebut dinyatakan tidak ber meterai dan
tentunya dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Undang‐Undang bea meterai
dengan tegas menentukan apabila ketentuan tentang cara pelunasan bea meterai tidak dipenuhi,
maka berlaku ketentuan di bawah ini.
Dalam hal pemenuhan dengan menggunakan benda bea meterai tidak memenuhi ketentuan, maka
dokumen yang bersangkutan dianggap tidak ber meterai (Pasal 7 ayat (9) UU Bea Meterai). Hal ini
berakibat akan dikenakan sanksi berupa denda administrasi sebesar 200% dari bea meterai yang
tidak dibayar.
Dalam hal pemenuhan dengan menggunakan mesin teraan meterai atau cara lainnya sebagaimana
dimaksudkan dalm Pasal 7 ayat (2) huruf b UU Bea Meterai dilakukan tanpa izin, maka berdasarkan
Pasal 14, perubahan tersebut merupakan kejahatan sehingga dapat diancam dengan pidana penjara
selama‐lamanya tujuh tahun.
d. Besarnya Bea Meterai yang harus dilunasi dengan cara pemeteraian kemudian adalah:
1) Atas dokumen yang semula tidak terutang Bea Meterai namun akan digunakan sebagai alat
pembuktian di muka pengadilan adalah sebesar Bea Meterai yang terutang sesuai dengan
peraturan yang berlaku pada saat pemeteraian kemudian dilakukan.
2) Atas dokumen yang tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya adalah sebesar Bea
Meterai yang terutang;
3) Atas dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia adalah sebesar
Bea Meterai yang terutang sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat pemeteraian
kemudian dilakukan.
2. Tata Cara Pemeterian Kemudian dengan menggunakan Meterai Tempel
Tata cara pemeteraian kemudian dengan menggunakan meterai tempel diatur dalam
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep‐02/PJ/2003 tanggal 6 januari 2003, sebagai
berikut :
a. Pemegang dokumen membawa dokumen yang akan dilunasi dengan Cara pemeteraian
kemudian kepada Pejabat pos pada Kantor Pos terdekat;
b. Pemegang dokumen melunasi Bea Meterai vang terutang atas dokumen yanq
dimeteraikan kemudian tersebut sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 476/KMK.03/2002 tentang Pelunasan Bea Meterai
Dengan Cara Pemeteraian Kemudian dengan cara menempelkan Meterai Tempel pada
dokumen yang akan dimeteraikan kemudian.
B. Daluwarsa Bea Meterai
Berdasarkan Pasal 12 UU Bea Meterai kewajiban pemenuhan bea meterai dan denda
administrasi yang terutang daluwarsa setelah lampau waktu lima tahun, terhitung sejak tanggal
dokumen dibuat. Ditinjau dari segi kepastian hukum daluwarsa lima tahun dihitung sejak
tanggal dokumen dibuat, berlaku untuk seluruh dokumen termasuk kuitansi. UU Bea Meterai
menentukan bahwa yang daluwarsa adalah kewajiban pemenuhan bea meterai dan denda
administrasi yang terutang. Hal ini berarti apabila dokumen yang dibuat, baik sepihak maupun
oleh beberapa pihak, merupakan dokumen yang harus dikenakan bea meterai, tetapi ternyata
tidak dipenuhi oleh pihak pembuat pemegang dokumen tersebut dalam jangka lima tahun dan
tidak terjadi sengketa, maka setelah lewat lima tahun kewajiban bea meterai atas dokumen
C. Ketentuan Khusus
Dalam UU Bea Meterai terdapat ketentuan khusus bagi para pejabat tertentu yang tidak
dibenarkan untuk melakukan sesuatu jika dokumen yang diajukan kepadanya ternyata bea
meterainya tidak atau kurang dilunasi sesuai dengan tarif yang berlaku. Sesuai Pasal 11 UU Bea
Meterai pejabat pemerintah, hakim, panitera, juru sita, notaris, dan pejabat umum lainnya,
masing‐masing dalam tugas atau jabatannya tidak dibenarkan untuk melakukan tindakan di
antaranya:
1. Menerima, mempertimbangkan, atau menyimpan dokumen yang bea meterainya tidak atau
kurang dibayar;
2. Melekatkan dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dibayar sesuai dengan
tarifnya pada dokumen yang lain yang berkaitan;
3. Membuat salinan, tembusan, rangkapan, atau petikan dari dokumen yang bea meterainya
tidak atau kurang dibayar; atau