Anda di halaman 1dari 35

TAX PLANNING PADA WITHOLDING TAX (PPH POTONG PUNGUT)

SELAIN PPH PASAL 21

MAYA QODARSI – 01044882124005

WISNU BHATARA WARDANA-01044822225004


PENDAHULUAN
Sistem withholding tax Keuntungan Penerapan withholding tax
system dalam pemotongan pajak penghasilan :

1. Bagi WP dan Fiskus : dapat efisiensi waktu,


Pemotongan atau akuntabilitas data, biaya, serta kinerja
Pemungutan/pot put
2. Bagi pemerintah (Ditjen Pajak), dapat
meningkatkan kepatuhan secara sukarela karena
pembayar pajak secara tidak langsung telah
Sistem perpajakan dimana pihak membayar pajaknya, pengumpulan pajak secara
ketiga baik WP OP maupun otomatis bagi pemerintah tanpa mengeluarkan
Wajib Pajak Badan Dalam biaya administrasi pemungutan, meningkatkan
Negeri diberi kepercayaan oleh penerimaan pajak
peraturan perundang-undangan 3. meningkatkan penerimaan pajak
untuk melaksanakan kewajiban
memotong atau memungut pajak
atas penghasilan yang
dibayarkan kepada penerima
penghasilan
OBJEK PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PPH

PEMOTONGAN PEMUNGUTAN PEMOTONGAN


PEMOTONGAN PEMOTONGAN
PPh PPh PPh
PPh PPh
PASAL 21/26 PASAL 22 PASAL4
PASAL 23/26 PASAL15
AYAT (2)

Variasi/Keberagaman Pot Put : 4. Dasar pengenaannya ada yang berbasiskan jumlah


bruto (gross amount) sebelum PPN dan ada pula yang
1. Obyek
dikenakan dari nilai perkiraan neto (net estimated
2. Tarif PPh pot-put
income)
3. Sifat pemotongannya yang final
5. Saat terutangnya yang variatif, mulai saat dibayar,
dan tidak final
tersedia untuk dibayar, sampai saat jatuh tempo.

3
PPH PASAL 22
Objek PPh 22 :

1. Kegiatan Usaha di Bidang Impor


2. Kegiatan Usaha di Bidang Lain yang
memperoleh pembayaran atas barang
dari APBN/D yang dilakukan melalui
pemungut” yg ditunjuk
PEMUNGUT PPH PASAL 22
PER MEN KEU NOMOR 224/PMK.011/2012

1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;

2. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) berkenaan dengan pembayaran atas
pembelian barang; Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang
dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP); Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat
penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA),
berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan
mekanisme pembayaran langsung (LS);

3. Badan Usaha Milik Negara yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh
negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang
meliputi:PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara
(Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT
Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero)
Tbk., PT Hutama Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero); dan Bank-bank Badan Usaha Milik
Negara,berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan
kegiatan usahanya.
PEMUNGUT PPH PASAL 22
PER MEN KEU NOMOR 224/PMK.011/2012

4. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas,
industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil
produksinya kepada distributor di dalam negeri;
5. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan
importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam
negeri;
6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas
penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,
pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang
pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya.
TARIF PPH PASAL 22 ATAS IMPOR
PPH PASAL 23

Objek PPh 23 :
Penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak
yang berasal dari :
1. Bunga, dividen dan royalty yang
diterima WP Badan / WP OP
2. Penyerahan Jasa yang diterima oleh WP
Badan
3. Penyerahan Jasa yang diterima oleh WP
OP selain yg telah dipotong PPh 21
PEMOTONG PPH PASAL 23
1. Badan Pemerintah
2. Subjek Pajak Badan Dalam Negeri
3. BUT atau PerwakilanPerusahaan dalam Negeri
4. OP sebagai WPDN yang ditunjuk oleh DJP, yaitu
1. Akuntan, arsitek, dokter, notaris, PPAT (Kecuali camat)<
Pengacara konsultan yang melakukan kerja bebas
2. OP yang menjalankan usaha yg menyelenggarakan
Pembukuan
TARIF DAN DPP PPH 23
PPH PASAL 26
Objek PPh 26 :
Secara garis besar berdasarkan penerapannya,
objek PPh pasal 26 dibagi menjadi 3
kelompok yaitu :
1. Objek PPh yang dipotong 20% dari
Jumlah Bruto oleh Pihak yang wajib
membayarkan
2. Objek PPh yang dipotong PPh 26 yang
dipotong pajak 20% dari Perkiraan
Penghasilan Netto yaitu : Objek PPh yang
dipotong PPh 26 yg dipotong pajak
sebesar 20% dari PKP dikurangi Pajak dr
suatu BUT di Indonesia (Branch Profit
Tax)
PEMOTONG PPH PASAL 26
PER-52/PJ/2009 TATA CARA POT PUT

• Badan pemerintah;
• Subjek pajak dalam negeri;
• BUT atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya ;
• OP sebagai WPDN yang ditunjuk DJP yaitu akuntan,
arsitek, dokter, notaris, PPAT (Kec.Camat),Pengacara,
Konsultan yang melakukan pekerjaan bebas OP yg
menjalankan usaha dan yang menyelenggarakan
pembukuan
TARIF DAN DPP PASAL 26
PPH PASAL 4 AYAT (2) ATAU PPH FINAL

Objek PPh Pasal 4 ayat 2 :


a. Bunga dan diskonto obligasi yg diperdagangkan di
BE
b. Penghasilan dari Transaksi penjualan saham di BE
c. Bunga Deposito dan Tabungan serta diskonto SBI
d. Penghasilan berupa hadiah atas undian
e. Penghasilan atas sewa tanah atau bangunan
f. Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi
g. Penghasilan dari Pengalihan harta berupa tanah dan
atau bangunan
h. Dividen yang diterima atau diperoleh WP OP dalam
negeri
i. Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi OP
PEMUNGUT PAJAK PPH 4 (2)
TARIF DAN DASAR PENGENAAN PAJAK (DPP)
TARIF DAN DASAR PENGENAAN PAJAK (DPP)
PPH PASAL 15
PASAL 15 UU
•PPH
Norma Penghitungan Khusus untuk menghitung penghasilan netto dari
Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan
Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3) ditetapkan Menteri Keuangan.

Penjelasan Pasal 15 UU PPh


• Ketentuan ini mengatur tentang Norma Penghitungan Khusus untuk
golongan Wajib Pajak tertentu, antara lain perusahaan pelayaran atau
penerbangan internasional, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan
pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing,
perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah
(“build, operate, and transfer”).
• Untuk menghitung kesukaran dalam menghitung besarnya Penghasilan
Kena Pajak bagi golongan Wajib Pajak tertentu tersebut, berdasarkan
pertimbangan praktis atau sesuai dengan kelaziman pengenaan pajak
dalam bidang-bidang usaha tersebut, Menteri Keuangan diberi wewenang
untuk menetapkan Norma Penghitungan Khusus guna menghitung
besarnya penghasilan netto dari Wajib Pajak tertentu tersebut.
PPH PASAL 15
 Norma Penghitungan khusus untuk menghitung penghasilan netto dari
Wajib Pajak tertentu yg tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan Pasal
16 ayat (1) atau ayat (3), ditetapkan Menteri Keuangan:
 Perusahaan Pelayaran atau Penerbangan Internasional;
 Perusahaan Asuransi Luar Negeri;
 Perusahaan pengeboran minyak,gas dan panas bumi;
 Perusahaan dagang asing;
 Perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah.
Penerima DPP Tarif Sifa pemotongan
penghasilan
Pelayaran Dlm Semua Imbalan 1,2 % Final
Negeri
Prsh penerbangan Semua imbalan 1,8% Uang Muka PPh 23
Dalam Negeri berasal dr charter bagi penerima ph
Pelayaran dan Ph dari Pelabuhan 2,64% Final
Penerbangan LN di Indonesia ke
LN atau
sebaliknya
Kantor Perwakilan Penyerahan barang 0,44% Final
Dagang kpd OP atau
badan di
Indonesia
Perjanjian bangun Niloai tertinggi Nilai 5% Final
Serah pasar dan NJOP
1. Pelayaran Dalam Negeri

PERDAGANGAN nasional menjadi salah satu faktor pendorong ekonomi dalam negeri.
Terlebih Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan panjang pantai sepanjang 81.290 juta
kilometer serta luas lautan 5,8 juta kilometer persegi.
Dengan kondisi keadaan alam tersebut, perdagangan nasional membutuhkan angkutan laut
sebagai transportasi yang efisien. Pengangkutan barang dalam volume besar dari satu
daerah ke daerah lain lebih banyak membutuhkan fasilitas angkutan laut.
Selain itu, angkutan laut juga berperan dalam menstimulus pertumbuhan ekonomi daerah
tertinggal. Aspek lain yang perlu diperhatikan dalam transaksi perdagangan nasional
menggunakan jasa perusahaan pelayaran dalam negeri yakni tentang aspek perpajakannya.
Aturan mengenai perusahaan pelayaran diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 417/KMK.04/1996 tentang norma penghitungan khusus penghasilan neto bagi
wajib pajak perusahaan pelayaran dalam negeri.

Subjek dan Objek Pajak

Subjek pajak dari PPh Pasal 15 ini adalah orang yang bertempat tinggal atau badan yang
didirikan dan berkedudukan di Indonesia yang melakukan usaha pelayaran dengan kapal
yang didaftarkan, baik di Indonesia maupun di luar negeri atau dengan kapal pihak lain.
Wajib pajak perusahaan pelayaran dalam negeri dikenakan PPh atas seluruh penghasilan
yang diterima atau diperolehnya baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Oleh
karena itu penghasilan yang menjadi

Objek pengenaan PPh meliputi penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dari
pengangkutan orang dan/atau barang termasuk penyewaan kapal dari:

- Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lain di Indonesia,


- Pelabuhan di Indonesia keluar pelabuhan Indonesia,
- Pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia, dan
- Pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lain di luar Indonesia.

Apabila wajib pajak melakukan kegiatan jasa angkut (perusahaan pelayaran yang
beroperasi sendiri mencari muatan, pada trayek yang tetap dan melayani secara tetap
dengan freight tertentu) dan jasa sewa (meyewakan kapal) maka wajib pajak hanya
menghitung PPh atas jasa angkutnya saja karena penghasilan dari jasa sewa telah
dipotong oleh pihak lain.
Saat Terutangnya PPh Potong Pungut :

1.Untuk PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 , saat terutangnya pajak adalah
pada saat dibayarkan, disediakan untuk dibayar atau telah jatuh tempo
pembayarannya.
2.Untuk PPh Pasal 4 ayat (2), saat terutangnya pajak adalah saat
pembayaran atau saat terutang, mana yang lebih dahulu.
3.Untuk PPh Pasal 22, saat terutangnya pajak antara lain adalah, saat
pembayaran Bea Masuk atau saat penyelesaian dokumen PIB (untuk
impor), saat pembayaran, saat penjualan, saat penerbitan delivery
order, saat pembelian, tergantung objeknya masing-masing.
Saat Penyetoran dan Pelaporan PPh Potong Pungut

1. Penyetoran PPh potong pungut dilakukan ke kas


paling lambat tanggal 10 bulan berikut dengan
menggunakan Billing
2. Pelaporan PPh dilakukan ke KPP tempat
pemotong/pemungut terdaftar paling lambat
tanggal 20 bulan berikut dengan menggunakan
unifikasi PER-23/PJ/2020
Sanksi-sanksi Pajak Terkait

1. Sanksi kurang potong (2% dari pajak yang kurang dipotong),


2. Sanksi terlambat potong (2% perbulan dari pajak yang terlambat dipotong),
3. Salah potong misalnya seharusnya memotong PPh Pasal 23 tapi dipotong
PPh Pasal 21 (dianggap tidak memotong),
4. Sanksi tidak memotong, sanksi memotong tapi tidak menyetorkan, dll.

Bagi pihak yang dipotong juga terdapat sanksi pajak, antara lain:
5. Sanksi 100% dari pajak terutang jika pihak yang dipotong tidak memiliki
NPWP,
6. Sanksi pajak yang telah dipotong tidak dapat dikreditkan jika tidak
memenuhi persyaratan-persyaratan pengkreditan.
Perencanaan Pajak pada PPh Potong Pungut

Sistem Withholding Tax

pihak pemberi penghasilan sebagai pihak pihak penerima penghasilan sebagai pihak
pemotong/pemungut yang dipotong/dipungut

untuk mencapai efisiensi yang maksimal

perencanaan pajak pada PPh Potong Pungut harus Hal ini dikarenakan
difokuskan pada dua sisi, yakni : dapat saja dalam masa
pajak yang sama
1. sisi sebagai wajib potong manakala perusahaan perusahaan berada pada
melakukan pembayaran atas objek PPh potong pungut posisi sebagai wajib
potong dan sekaligus
dan berada pada posisi pihak
2. sisi sebagai pihak yang dipotong manakala perusahaan yang dipotong.

menerima/memperoleh penghasilan yang merupakan


objek PPh potong pungut.
Contoh :
Pada laporan rugi laba PT A terdapat objek PPh potong pungut baik pada pos
penghasilan maupun pada pos biaya, sebagai berikut :

Pada pos penghasilan :


1. Penghasilan royalti dari PT B ( objek PPh
pasal 23) Penghasilan dari sewa peralatan
dari PT C (objek PPh pasal 4 ayat (2)/PPh
final) Pada pos biaya :
a. Biaya bunga pinjaman kepada PT C (objek
PPh pasal 23)
b. Biaya sewa showroom kepada PT D (objek
PPh pasal 4 ayat (2)/PPh final)
c. Biaya jasa konsultan pajak XYZ ( objek
PPh pasal 23)

Apabila objek PPh potong pungut tersebut ada pada pos penghasilan berarti PT A merupakan
pihak yang dipotong PPh potong pungut, sedangkan apabila objek PPh potong pungut ada pada
pos biaya berarti PT merupakan pihak yang wajib memotong PPh potong pungut tersebut.
Perencanaan Pajak pada Posisi sebagai Perencanaan Pajak pada Posisi sebagai Pihak yang
Dipotong
Pemotong

Pada posisi sebagai pemotong, perusahaan


Pada posisi sebagai pihak yang dipotong, perusahaan
memiliki kewajiban yang wajib dilaksanakan memiliki hak pengkreditan atas PPh yang telah dipotong
dan apabila perusahaan tidak atau lalai oleh pihak ketiga terhadap PPh Badan perusahaan
melaksanakan kewajiban tersebut, maka secara (sepanjang PPh yang dipotong tidak tergolong PPh
otomotis perusahaan akan terkena sanksi pajak. final).

Adapun kewajiban perusahaan sebagai wajib Hak pengkreditan tersebut tidak bersifat otomatis,
karena untuk dapat mengkreditkan perusahaan harus
potong PPh potong pungut adalah:
memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, yaitu :
1. Kewajiban untuk memotong PPh atas objek 1. Harus didukung oleh bukti potong asli (atau
PPh potong pungut, dilakukan dengan legalisir sesuai asli).
menggunakan sarana bukti potong. 2. Tahun pengkreditan harus sesuai dengan tahun
2. Kewajiban menyetorkan PPh yang telah yang tertera pada bukti potong.
dipotong ke Kas Negara dengan 3. Jenis pajak yang tercantum pada bukti potong dan
menggunakan Billing. bukti setor harus benar (atau didukung oleh
SuratPemindahbukuan yang diterbitkan oleh KPP
3. Kewajiban melaporkan PPh yang telah
jika terjadi kesalahan jenis PPh yang dipotong).
dipotong dan disetor tersebut ke Kantor
Pelayanan Pajak tempat perusahaan terdaftar
dengan menggunakan sarana SPT Unifikasi
Hal Lain yang Harus Diperhatikan
Terkait dengan Perencanaan Pajak
pada PPh Potong Pungut

1. Jika terjadi kesalahan potong


2. Jika pihak penerima penghasilan tidak mau dipotong pajak (kontrak “net of tax”)
Rekonsiliasi Obyek Pemotongan PPh
Pot-Put
Khusus untuk Pembayaran kepada WPLN, perlu
diperhatikan apakah penghasilan yang diberikan Pembahasan rekonsiliasi/ekualisasi objek
kepada pihak WPLN tersebut merupakan passive pemotongan PPh pot-put ini dapat
income (bunga, dividen dan royalti) atau active
income (penghasilan dari jasa atau kegiatan), karena dilakukan tinjauannya dari 2 (dua) aspek,
perlakuan pajaknya akan berbeda manakala kita yaitu:
bertransaksi dengan WPLN mitra perjanjian (tax
treaty partner) dan WPLN Non treaty partner.
1. Aspek perusahaan sebagai pihak
pemberi penghasilan (pemotong) dan
1. Perlakuan pajak jika WPLN tersebut merupakan
resident negara treaty partner: 2. Segi perusahaan selaku pihak penerima
2. Perlakuan pajak jika WPLN tersebut bukan
penghasilan (pihak yang dipotong).
merupakan resident negara treaty partner (non treaty
partner):
Mengelola perbedaan interpretasi mengenai objek pajak pada
suatu transaksi
Dalam praktik sering terjadi perbedaan interpretasi antara wajib pajak dengan fiskus atas
objek PPh potong pungut dalam suatu transaksi.

Contohnya : pembayaran sehubungan dengan informasi berkenaan dengan pengalaman di


bidang ilmu pengetahuan, perdagangan dan industry.

Dalam praktik sering terjadi dispute antara royalti dengan imbalan jasa teknik terkait
dengan pembayaran tersebut. Padahal perlakuan pajak antara keduanya berbeda. Untuk
menghindari timbulnya koreksi akibat adanya perbedaan interpretasi tersebut wajib pajak
harus memahami benar substansi dari transaksi tersebut dan memahami ciri-ciri yang
membedakan kedua objek pajak tersebut.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai