3
PPH PASAL 22
Objek PPh 22 :
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
2. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) berkenaan dengan pembayaran atas
pembelian barang; Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang
dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP); Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat
penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA),
berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan
mekanisme pembayaran langsung (LS);
3. Badan Usaha Milik Negara yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh
negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang
meliputi:PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara
(Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT
Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero)
Tbk., PT Hutama Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero); dan Bank-bank Badan Usaha Milik
Negara,berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan
kegiatan usahanya.
PEMUNGUT PPH PASAL 22
PER MEN KEU NOMOR 224/PMK.011/2012
4. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas,
industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil
produksinya kepada distributor di dalam negeri;
5. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan
importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam
negeri;
6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas
penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,
pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang
pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya.
TARIF PPH PASAL 22 ATAS IMPOR
PPH PASAL 23
Objek PPh 23 :
Penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak
yang berasal dari :
1. Bunga, dividen dan royalty yang
diterima WP Badan / WP OP
2. Penyerahan Jasa yang diterima oleh WP
Badan
3. Penyerahan Jasa yang diterima oleh WP
OP selain yg telah dipotong PPh 21
PEMOTONG PPH PASAL 23
1. Badan Pemerintah
2. Subjek Pajak Badan Dalam Negeri
3. BUT atau PerwakilanPerusahaan dalam Negeri
4. OP sebagai WPDN yang ditunjuk oleh DJP, yaitu
1. Akuntan, arsitek, dokter, notaris, PPAT (Kecuali camat)<
Pengacara konsultan yang melakukan kerja bebas
2. OP yang menjalankan usaha yg menyelenggarakan
Pembukuan
TARIF DAN DPP PPH 23
PPH PASAL 26
Objek PPh 26 :
Secara garis besar berdasarkan penerapannya,
objek PPh pasal 26 dibagi menjadi 3
kelompok yaitu :
1. Objek PPh yang dipotong 20% dari
Jumlah Bruto oleh Pihak yang wajib
membayarkan
2. Objek PPh yang dipotong PPh 26 yang
dipotong pajak 20% dari Perkiraan
Penghasilan Netto yaitu : Objek PPh yang
dipotong PPh 26 yg dipotong pajak
sebesar 20% dari PKP dikurangi Pajak dr
suatu BUT di Indonesia (Branch Profit
Tax)
PEMOTONG PPH PASAL 26
PER-52/PJ/2009 TATA CARA POT PUT
• Badan pemerintah;
• Subjek pajak dalam negeri;
• BUT atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya ;
• OP sebagai WPDN yang ditunjuk DJP yaitu akuntan,
arsitek, dokter, notaris, PPAT (Kec.Camat),Pengacara,
Konsultan yang melakukan pekerjaan bebas OP yg
menjalankan usaha dan yang menyelenggarakan
pembukuan
TARIF DAN DPP PASAL 26
PPH PASAL 4 AYAT (2) ATAU PPH FINAL
PERDAGANGAN nasional menjadi salah satu faktor pendorong ekonomi dalam negeri.
Terlebih Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan panjang pantai sepanjang 81.290 juta
kilometer serta luas lautan 5,8 juta kilometer persegi.
Dengan kondisi keadaan alam tersebut, perdagangan nasional membutuhkan angkutan laut
sebagai transportasi yang efisien. Pengangkutan barang dalam volume besar dari satu
daerah ke daerah lain lebih banyak membutuhkan fasilitas angkutan laut.
Selain itu, angkutan laut juga berperan dalam menstimulus pertumbuhan ekonomi daerah
tertinggal. Aspek lain yang perlu diperhatikan dalam transaksi perdagangan nasional
menggunakan jasa perusahaan pelayaran dalam negeri yakni tentang aspek perpajakannya.
Aturan mengenai perusahaan pelayaran diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 417/KMK.04/1996 tentang norma penghitungan khusus penghasilan neto bagi
wajib pajak perusahaan pelayaran dalam negeri.
Subjek pajak dari PPh Pasal 15 ini adalah orang yang bertempat tinggal atau badan yang
didirikan dan berkedudukan di Indonesia yang melakukan usaha pelayaran dengan kapal
yang didaftarkan, baik di Indonesia maupun di luar negeri atau dengan kapal pihak lain.
Wajib pajak perusahaan pelayaran dalam negeri dikenakan PPh atas seluruh penghasilan
yang diterima atau diperolehnya baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Oleh
karena itu penghasilan yang menjadi
Objek pengenaan PPh meliputi penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dari
pengangkutan orang dan/atau barang termasuk penyewaan kapal dari:
Apabila wajib pajak melakukan kegiatan jasa angkut (perusahaan pelayaran yang
beroperasi sendiri mencari muatan, pada trayek yang tetap dan melayani secara tetap
dengan freight tertentu) dan jasa sewa (meyewakan kapal) maka wajib pajak hanya
menghitung PPh atas jasa angkutnya saja karena penghasilan dari jasa sewa telah
dipotong oleh pihak lain.
Saat Terutangnya PPh Potong Pungut :
1.Untuk PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 , saat terutangnya pajak adalah
pada saat dibayarkan, disediakan untuk dibayar atau telah jatuh tempo
pembayarannya.
2.Untuk PPh Pasal 4 ayat (2), saat terutangnya pajak adalah saat
pembayaran atau saat terutang, mana yang lebih dahulu.
3.Untuk PPh Pasal 22, saat terutangnya pajak antara lain adalah, saat
pembayaran Bea Masuk atau saat penyelesaian dokumen PIB (untuk
impor), saat pembayaran, saat penjualan, saat penerbitan delivery
order, saat pembelian, tergantung objeknya masing-masing.
Saat Penyetoran dan Pelaporan PPh Potong Pungut
Bagi pihak yang dipotong juga terdapat sanksi pajak, antara lain:
5. Sanksi 100% dari pajak terutang jika pihak yang dipotong tidak memiliki
NPWP,
6. Sanksi pajak yang telah dipotong tidak dapat dikreditkan jika tidak
memenuhi persyaratan-persyaratan pengkreditan.
Perencanaan Pajak pada PPh Potong Pungut
pihak pemberi penghasilan sebagai pihak pihak penerima penghasilan sebagai pihak
pemotong/pemungut yang dipotong/dipungut
perencanaan pajak pada PPh Potong Pungut harus Hal ini dikarenakan
difokuskan pada dua sisi, yakni : dapat saja dalam masa
pajak yang sama
1. sisi sebagai wajib potong manakala perusahaan perusahaan berada pada
melakukan pembayaran atas objek PPh potong pungut posisi sebagai wajib
potong dan sekaligus
dan berada pada posisi pihak
2. sisi sebagai pihak yang dipotong manakala perusahaan yang dipotong.
Apabila objek PPh potong pungut tersebut ada pada pos penghasilan berarti PT A merupakan
pihak yang dipotong PPh potong pungut, sedangkan apabila objek PPh potong pungut ada pada
pos biaya berarti PT merupakan pihak yang wajib memotong PPh potong pungut tersebut.
Perencanaan Pajak pada Posisi sebagai Perencanaan Pajak pada Posisi sebagai Pihak yang
Dipotong
Pemotong
Adapun kewajiban perusahaan sebagai wajib Hak pengkreditan tersebut tidak bersifat otomatis,
karena untuk dapat mengkreditkan perusahaan harus
potong PPh potong pungut adalah:
memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, yaitu :
1. Kewajiban untuk memotong PPh atas objek 1. Harus didukung oleh bukti potong asli (atau
PPh potong pungut, dilakukan dengan legalisir sesuai asli).
menggunakan sarana bukti potong. 2. Tahun pengkreditan harus sesuai dengan tahun
2. Kewajiban menyetorkan PPh yang telah yang tertera pada bukti potong.
dipotong ke Kas Negara dengan 3. Jenis pajak yang tercantum pada bukti potong dan
menggunakan Billing. bukti setor harus benar (atau didukung oleh
SuratPemindahbukuan yang diterbitkan oleh KPP
3. Kewajiban melaporkan PPh yang telah
jika terjadi kesalahan jenis PPh yang dipotong).
dipotong dan disetor tersebut ke Kantor
Pelayanan Pajak tempat perusahaan terdaftar
dengan menggunakan sarana SPT Unifikasi
Hal Lain yang Harus Diperhatikan
Terkait dengan Perencanaan Pajak
pada PPh Potong Pungut
Dalam praktik sering terjadi dispute antara royalti dengan imbalan jasa teknik terkait
dengan pembayaran tersebut. Padahal perlakuan pajak antara keduanya berbeda. Untuk
menghindari timbulnya koreksi akibat adanya perbedaan interpretasi tersebut wajib pajak
harus memahami benar substansi dari transaksi tersebut dan memahami ciri-ciri yang
membedakan kedua objek pajak tersebut.
TERIMA KASIH