Ihsan Priyawibawa
LAIN-LAIN
DISCLAIMER
Panduan Praktis ini disusun dalam rangka peningkatan kapasitas dan kompetensi pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal
Pajak dalam memahami proses bisnis, regulasi perpajakan terkait, critical point/modus penghindaran pajak, dan strategi
penggalian potensi pajak serta pengawasan terhadap Wajib Pajak.
Materi dalam panduan praktis ini bersumber dari berbagai literatur, narasumber, regulasi, serta sumber lainnya.
Informasi/bahan yang digunakan dalam modul ini hanya untuk kepentingan internal Direktorat Jenderal Pajak, digunakan
sebagai salah satu referensi/acuan dalam pelaksanaan penggalian potensi pajak dan pelaksanaan tugas lainnya.
1 PROSES BISNIS
2 ASPEK PERPAJAKAN
3
CRITICAL POINT / MODUS
PENGHINDARAN PAJAK
4 STUDI KASUS
5 METODE / TEKNIK
PENGGALIAN POTENSI
PROSES BISNIS
1 2 3 4
Pembayaran
ASPEK PERPAJAKAN
No Tahap Kegiatan Keterangan Potensi Pajak
Tahap Impor/Pembelian
1 Lokal
a. Impor Impor barang/PIB PPN Impor/PPh 22 Impor
a. Pembelian
b. Pembelian Lokal Barang PPN Masukan
b. Jasa Angkutan PPh Pasal 21/23
2 Penjualan a. Kewajaran
Harga PPN Keluaran
b. Jasa Angkutan PPh Pasal 21/PPh pasal 23
c. Sewa PPh Pasal 4 ayat
▪ Mark Up Biaya
Critical Point / Modus Penghindaran Pajak yang mungkin dilakukan oleh Wajib Pajak adalah
melaporkan omset yang lebih rendah dari seharusnya dan Pembenanan Biaya yang tidak
seharusnya dibiayakan sesuai ketentuan perpajakan. Salah satu cara untuk mengetahui omset
yang sebenarnya adalah dengan melihat jumlah Pembelian melalui detil PM dan PIB Wajib
Pajak lalu bandingkan dengan Penjualan melalui detil PK.
Untuk mengetahui jumlah Pembelian, sumber data yang diperlukan antara lain:
1. Dokumen PIB
2. Detil Faktur Pajak Masukan
3. Buku Stok opname Persediaan
4. Penggunaan Jasa Angkutan pembelian
STUDI KASUS
1. PT ABC sebagai distributor pupuk subsidi melaporkan peredaran usaha pada SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2019
sebesar Rp 6.700.000.000,- namun berdasarkan penelitian terdapat penghasilan atas jasa sesuai bukti potong PPh Pasal 23 dari
pihak ketiga sebesar Rp 1.000.000.000,- dan gudang yang disewa oleh pihak produsen dan atas penghasilan tersebut belum
dilaporkan oleh wajib pajak.
potensi PPh Final, PPN dan PPh Pasal 25/29 badan
2. PT DEF sebagai distributor pupuk non subsidi melaporkan peredan usaha pada SPT Tahunan PPh Badan sebesar Rp
5.000.000.000,- ,pembelian barang (pupuk) sebesar Rp.4.500.000.000,- dan biaya-biaya sebesar Rp 400.000.000,-. Namun
berdasarkan penelitian terdapat data faktur pajak pembelian barang (pupuk) sebesar Rp 6.500.000.000,- sehingga terindikasi wajib
pajak tidak melaporkan peredaran usaha sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan tidak menerbitkan faktur pajak.
potensi PPN dan PPh Pasal 25/29 badan
3. PT GHI sebagai distributor pupuk non subsidi melaporkan peredaran usaha pada SPT Masa PPN dengan cara digunggung
sedangkan berdasarkan ketentuan distributor wajib menerbitkan faktur pajak atas setiap penyerahan barang sehingga terindikasi
menyembunyikan omset yang sebenarnya.
potensi PPN
4. Pak Johan sebagai pengusaha yang menjual pupuk non subsidi melaporkan peredaran pada SPT Tahunan PPh Orang Pribadi
sebesar Rp 2.000.000.000 sedangkan berdasarkan penelitian terdapat data faktur pembelian sebesar Rp 4.000.000.000
potensi PPh Final (PP23)
METODE / TEKNIK PENGGALIAN POTENSI
Teknik dan langkah penggalian potensi serta pengawasan yang dapat digunakan yaitu:
1. Meneliti unit/jumlah detil produk/barang yang diimpor dan pembelian lokal vs detil Penjualan
Produk Yang sama
a. Biaya Pengangkutan, dimana Wajib Pajak tidak melakukan kewajiban memotong PPh
Pasal 21 atau 23
b. Biaya Penghapusan Piutang, dimana Wajib Pajak mencatat Biaya penghapusan Piutang
namun tidak memenuhi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 207/PMK.010/2015 tanggal 20
November 2015
c. Biaya Promosi, tidak memenuhi Peraturan Menteri Keuangan No.02/PMK.03/2010
d. Meneliti PPN Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP yang penyerahannya dibebaskan
tidak dapat dikreditkan. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 bahwa atas
Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang
Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
Terima
kasih