Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH MANAJEMEN PAJAK KELOMPOK 5

“TAX PLANNING PPN”

DOSEN PEMBIMBING :

MIKE YOLANDA S.P, M.M

NAMA ANGGOTA KELOMPOK 5:

1. SUCI RAMADHINI 20233095


2. TRISYA OKTAVIANI MUSLIM 20233097
3. ZILVANY VEBIOLA 20233102
4. ZULHADI 20233103

PRODI MANAJEMEN PAJAK

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan


kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan
hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah manajemen pajak ini
tepat waktu. Dengan bimbingan dari ibuk Mike yolanda S.P , M.M . Selain itu,
penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca .

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu selaku


guru mata pelajaran/dosen mata kuliah. Tugas yang telah diberikan ini dapat
menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu
proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan
makalah ini.

Penulis

Lubuk basung 12 oktober 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar belakang
b. Rumusan masalah
c. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

a. memaksimalkan mekanisme pengkreditan pajak

b. faktur pajak

c. saat terutang pajak

d. batas waktu penyetoran PPN dan pelaporan SPT masa PPN

e. memaksimakan fasillitas dan bidang PPN

f. sentralisasi pengenaan PPN

g. memaksimalkan pengenaan PPN

h. pengendalian pajak melalui tax review

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN

SARAN

REFERENSI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pajak bagi negara adalah salah satu penerimaan penting yang akan digunakan untuk
membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan
(fungsi budgeter/budgetory). Selain itu, pajak sebagai alat kebijakan moneter serta mengatur
kehidupan dengan mendorong atau mengekang suatu cara hidup (fungsi
mengatur/regulatory). Sedangkan bagi perusahaan, pajak menjadi suatu beban yang akan
mengurangi laba bersih, sehingga dalam rangka meningkatkan efisiensi daya saiang, maka
manajer wajib menekan beban pajak seoptimal mungkin (Mangunsong, 2002). Untuk
meminimalisasikan beban pajak yang ditanggung wajib pajak dapat ditempuh dengan cara
rekayasa yang masih berada dalam ruang lingkup perpajakan hingga di luar ketentuan
perpajakan. Upaya untuk meminimalisasikan pajak sering disebut dengan teknik perencanaan
pajak (tax planning) (Rori, 2013).

Perencanaan pajak adalah salah satu cara yang dapat dimanfaatkan oleh wajib pajak
dalam melakukan langkah awal dalam manajemen pajak. Manajemen pajak merupakan
sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar.Tetapi dalam jumlah pajak yang
dibayarkan dapat ditekan seminimal mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang
diinginkan.

Analisis yang akan dilakukan diharapkan dapat memberikan masukan kepada perusahaan
agar menerapkan perencanaan pajak sehingga dapat meminimalkan beban pajak yang akan
dibayarkan. Namun tetap sesuai dengan peraturan yang ada sehingga tidak melanggar
undang-undang yang ada.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana Menerapkan Mekanisme Pengkreditan PPN yang Tepat
2. Jelaskan pengertian faktur serta jenis-jenis nya dan contoh
3. Pengertian, Contoh, Perhitungan, Cara Bayar pajak terutang
4. Jelaskan bagaimana memaksimakan fasillitas dan bidang PPN
5. Jelaskan batas waktu penyetoran PPN dan pelaporan SPT masa PPN
6. Jelaskan memaksimakan fasillitas dan bidang PPN
7. Jelaskan sentralisasi pengenaan PPN

C. Tujuan

Dapat mengetahui bagaimana cara dalam perencanaan pajak atau tax planning dan cara
menerapkan mekanisme pengkreditan ppn dan penggertian faktur dan bagaimana cara bayar
pajak terutang dan sebagainya.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Menerapkan Mekanisme Pengkreditan PPN yang Tepat

Pada dasarnya mekanisme pengkreditan PPN memiliki konsep yang sederhana.

“Jika pajak keluaran lebih besar dari pajak masukan, maka selisihnya merupakan PPN yang
harus dibayar.”

“Jika pajak keluaran lebih kecil dari pajak masukan, maka selisihnya merupakan kelebihan
bayar PPN yang bisa dikompensasi dengan masa pajak berikutnya atau dikenakan restitusi.”

Pasal 9 UU Nomor 42 tahun 2009 mengatur lebih jauh mengenai mekanisme pengkreditan
pajak masukan. Pasal ini mengatur dimana pajak masukan dikreditkan dengan pajak keluaran
untuk masa pajak yang sama.

Selain menerapkan mekanisme pengkreditan pajak yang tepat, penting untuk menyetorkan
SPT Masa PPN dalam jangka waktu yang ditetapkan, paling lama akhir bulan berikutnya
setelah berakhirnya masa pajak.

Perlu diperhatikan juga, bahwa pajak masukan yang dapat dikreditkan harus memenuhi
persyaratan formal maupun material. Tidak semua pajak masukan dapat dikreditkan,
contohnya dalam faktur pajak tidak lengkap.

Persyaratan pengkreditan PM diatur dalam Pasal 9 dan Pasal 16B UU PPN.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan terhadap suatu nilai
tambah Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang diserahkan oleh
Pengusaha Kena Pajak (PKP). Guna menemukan jumlah angka PPN yang terutang maka
dilakukan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.

Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan


Nilai (UU PPN), definisi Pajak Masukan adalah Pajak Masukan adalah PPN yang seharusnya
sudah dibayar oleh PKP karena perolehan BKP dan/atau perolehan JKP dan/atau
pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan JKP dari
luar Daerah Pabean dan/atau impor BKP. Sedangkan Pajak Keluaran adalah PPN terutang
yang harus dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP, ekspor
BKP Berubah, barang ekspor Kena Pajak Tidak Berwujud dan /atau ekspor JKP. Setelah
mengetahui apa itu Pajak Masukan dan Pajak Keluaran, simak uraian berikut untuk
mengetahui mekanismenya pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.

Mekanisme pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran, memenuhi ketentuan


terkait Pajak Masukan yang diatur dalam Pasal 9 UU PPN. Diantaranya:
1.Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa
Pajak yang sama;

2.Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan
penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal
dapat dikreditkan;

3.Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran
pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3
bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan
sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan;

4.Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi
persyaratan formal dan material;

5.Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan,
selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor oleh Pengusaha Kena
Pajak;

6.Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar
daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke
Masa Pajak berikutnya.

7.Penggunaan pedoman pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran digunakan


oleh:

*PKP selain melakukan penyerahan yang terutang pajak, juga juga melakukan penyerahan
yang tidak terutang pajak. Sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak
tidak dapat diketahui dengan pasti.

*PKP yang peredaran usahanya dalam satu Tahun Pajak tidak melebihi jumlah tertentu.

*PKP yang melakukan kegiatan tertentu

Contoh kasus:

PT X (PKP)

-Pada tanggal 1 Februari 2020 menjual seperangkat elektronik kepada PT A senilai Rp 500
Juta,

-Pada tanggal 2 Februari 2020 memberikan jasa pemeliharaan listrik kepada PT B dengan fee
sebesar Rp 200 Juta
B. Faktur Pajak

Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak Pengusaha Kena Pajak (PKP), yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP).

Artinya, ketika PKP menjual suatu barang atau jasa kena pajak, ia harus menerbitkan Faktur
Pajak sebagai tanda bukti dirinya telah memungut pajak dari orang yang telah membeli
barang/jasa kena pajak tersebut.

Perlu diingat bahwa barang/jasa kena pajak yang diperjualbelikan, telah dikenai biaya pajak
selain harga pokoknya.

PKP adalah bisnis/perusahaan/pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak


dan/atau JKP yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). PKP harus dikukuhkan terlebih
dahulu oleh DJP, dengan beberapa persyaratan tertentu.

Perlu diingat, Faktur Pajak harus dibuat oleh PKP untuk setiap penyerahan BKP dan/atau
JKP, ekspor BKP tidak berwujud, dan ekspor JKP.

Jenis-jenis Faktur Pajak:

1.Faktur Pajak Keluaran adalah faktur pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak saat
melakukan penjualan terhadap barang kena pajak, jasa kena pajak, dan atau barang kena
pajak yang tergolong dalam barang mewah;

2.Faktur Pajak Masukan adalah faktur pajak yang didapatkan oleh PKP ketika melakukan
pembelian terhadap barang kena pajak atau jasa kena pajak dari PKP lainnya;

3.Faktur Pajak Pengganti adalah penggantian atas faktur pajak yang telah terbit sebelumnya
dikarenakan ada kesalahan pengisian, kecuali kesalahan pengisian NPWP. Sehingga, harus
dilakukan pembetulan agar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;

4.Faktur Pajak Gabungan adalah faktur pajak yang dibuat oleh PKP yang meliputi seluruh
penyerahan yang dilakukan kepada pembeli barang kena pajak atau jasa kena pajak yang
sama selama satu bulan kalender;

5.Faktur Pajak Digunggung adalah faktur pajak yang tidak diisi dengan identitas pembeli,
nama, dan tandatangan penjual yang hanya boleh dibuat oleh PKP Pedagang Eceran;

6.Faktur Pajak Cacat adalah faktur pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar,
dan/atau tidak ditandatangani termasuk juga kesalahan dalam pengisian kode dan nomor seri.
Faktur pajak cacat dapat dibetulkan dengan membuat faktur pjak pengganti;

7.Faktur Pajak Batal adalah faktur pajak yang dibatalkan dikarenakan adanya pembatalan
transaksi. Pembatalan juga harus dilakukan ketika ada kesalahan pengisian NPWP dalam
faktur pajak.
Ada pula dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak. Yaitu
dokumen yang tidak memiliki format sebagaimana faktur pajak pada umumnya, tetapi tetap
dipersamakan kedudukannya.

Contohnya adalah tagihan listrik, tagihan pemakaian air, tagihan telepon selular, dan lain
sebagainya.

Contoh faktur pajak sebagai berikut:

C. Saat Terutang Pajak

Pengertian, Contoh, Perhitungan, Cara Bayar

Pajak terutang merupakan sejumlah nilai dari kewajiban pajak yang harus dibayarkan Wajib
Pajak (WP), baik WP Badan maupun WP Orang Pribadi ke negara. Temukan penjelasan
pajak terutang ini mulai dari pengertian, contoh, perhitungan hingga cara bayarnya.

Untuk mengetahui kapan saat terutang, berapa besar pajak terutang yang harus disetorkan ke
kas negara atau bahkan bisa diminta pengembalian (restitusi) pajak dari kelebihan
pembayaran pajaknya, diatur dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan.

Pengertian Pajak Terutang

Pajak Terutang adalah pajak yang harus dibayar pasa suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam
Tahun Pajak, atau Bagian Tahun Pajak sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku.
1. Masa Pajak adalah sama dengan satu bulan kalender
2. Tahun Pajak adalah sama dengan satu tahun kalender atau tahun takwin

Dasar Hukum Pajak Terutang

Ada tiga Undang-Undang Perpajakan yang menjadi dasar hukum Pajak Terutang,
diantaranya:

1.Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP)

2.Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh)

3.Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM

Jenis Pajak Terutang

Dalam peraturan perundang-undangan perpajakan tersebut, Pajak Terutang terdapat dalam


PPh, PPN, dan PPnBM, diantaranya:

A. PPh Terutang

Pajak Penghasilan (PPh) Terutang adalah pajak terutang yang dihitung dari Penghasilan Kena
Pajak.

1.Pajak Terutang PPh Pasal 21

Penghasilan pasal 21 terutang adalah pada saat dilakukan pembayaran atau pada saat
terutangnya pajak penghasilan yang bersangkutan dan PPh 21 terutang bagi pemotong untuk
setiap masa pajak.

2.Pajak Terutang PPh Pasal 22

PPh 22 Terutang adalah terutangnya pajak penghasilan oleh wajib pajak badan usaha tertentu,
baik pemerintah maupun swasta atas perdagangan ekspor, impor dan reimport.

3.Pajak Terutang PPh Pasal 23

Pajak Terutang PPh 23 adalah terutangnya pajak penghasilan atas dividen pada saat
pembayaran dan saat disediakan untuk dibayarkan, saat bunga dan sewa jatuh tempo, saat
royalti dan imbalan jasa teknil atau jasa manajemen maupun jasa lainnya ditentukan dalam
kontrak/perjanjian/faktur.

4.Pajak Terutang PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi


PPh 25 Badan adalah pembayaran pajak penghasilan pajak orang pribadi yang dilakukan
secara diangsur.

Sedangkan PPh 29 Badan adalah pajak yang harus dilunasi WP Badan sebagai akibat PPh
Terutang dalam SPT Tahunan PPh lebih besar daripada kredit pajak yang telah dipotong atau
dipungut oleh pihak lain yang telah disetor.

Terutanya PPh Pasal 25/29 Badan ini terjadi pada saat adanya kekurangan pajak orang
pribadi yang terutang pada akhir tahun pajak.

5.Pajak Terutang PPh Pasal 25/29 Badan

PPh 25 Badan adalah pembayaran pajak penghasilan badan yang dilakukan secara diangsur.

Sedangkan PPh 29 Badan adalah pajak yang harus dilunasi WP Badan sebagai akibat PPh
Terutang dalam SPT Tahunan PPh lebih besar daripada kredit pajak yang telah dipotong atau
dipungut oleh pihak lain yang telah disetor.

6.Pajak Terutang PPh Pasal 26

PPh Pasal 26 Terutang adalah terutangnya pajak penghasilan pada bulan dilakukannya
pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan tergantung peristiwa yang terjadi
terlebih dahulu untuk pemotongan pajak penghasilan wajib pajak luar negeri (WNA/Warga
Negara Asing)

7.Pajak Terutang PPh Pasal 15

PPh Pasal 15 Terutang adalah terutangnya pajak penghasilan dari pengankutan orang/barang,
termasuk penyewaan kapal yang dilakukan dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan
laiannya di dalam negeri maupun luar negeri, dari pelabuhan luar negeri ke pelabuhan
Indonesia dan luar negeri ke pelabuhan lainnya di luar Indonesia

8.Pajak Terutang PPh Pasal 4 ayat 2

Terutangnya PPh Pasal 4 ayat 2 ini ketika dilakukannnya sewa atas tanah dan/atau bangunan,
di mana WP yang menyewakan wajib memotong PPh terutang pada saat pembayaran atau
terutangnya sewa tergantung peristiwa mana yang lebih dahulu terjadi.

Sedangkan untuk penghasilan dari usaha jada konstruksi, pengguna jasa wajib memotong
PPh terutang pada saat pembayaran.

Saat Terutang

Sederhananya, Pajak Terutang ini timbul ketika adanya suatu transaksi perpajakan yang
dilakukan, apakah itu pemungutan/pemotongan/pembayaran Pajak Penghasilan maupun
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

D. Batas Waktu Penyetoran PPN Dan Pelaporan SPT Masa PPN


Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan SPT Masa PPN Dan PPnBM

1. Bagi PPN dan PPn BM bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP), batas waktu
pembayaran/penyetoran pajak adalah pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya
Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan. Sedangkan untuk batas waktu
pelaporan SPT Masa-nya adalah pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya
Masa Pajak.
2. untuk PPN dan PPn BM bagi Bendaharawan, batas waktu pembayaran/penyetoran
pajak adalah pada tanggal 7 bulan berikutnya, sedangkan untuk batas waktu pelaporan
SPT Masa-nya adalah pada tanggal 14 bulan berikutnya
3. Bagi PPN dan PPn BM bagi Pemungut Non Bendaharawan, maka batas waktu
pembayaran/penyetoran pajak adalah pada tanggal 15 bulan berikutnya, sedangkan
untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah pada tanggal 20 bulan berikutnya.

E. Memaksimakan Fasillitas Dan Bidang PPN

Memaksimalkan Fasilitas di bidang PPNBagi PKP yang mendapatkan fasilitas PPN tidak
dipungut, PPN Masukan yang berhubungandengan perolehan BKP/JKP tetap dapat dikredit-
kan, sedangkan bagi PKP yang mendapatkan

fasilitas PPN dibebaskan,PPN Masukan yang berhubungan dengan perolehan BKP/JKP


tidakdapat dikreditkan. Fasilitas PPN adalah sbb:

1.Fasilitas PPN tidak dipungut

2.Fasilitas PPN dibebaskan

3.Fasilitas PPN ditanggung pemerintah

Sentralisasi Pengenaan PPNSebelum mengambil keputusan untuk memilih pemusatan tempat


terutang, sebaiknya perusahaanmelakukan penelitian dan mempertimbangkan mana cara yang
lebih menguntungkan, apakahdalam pelaporan pajaknya perusahaan memakai sistem
sentralisasi atau desentralisasi. Dalampasal 1A ayat f UU PPN disebutkan bahwa penyerahan
BKP dari pusat ke cabang atausebaliknya dan penyerahan BKP antar cabang termasuk dalam
pengertian penyerahanBKP.Pengecualian tsb dengan tujuan untuk mempermudah
administrasi perpajakan.

F. Sentralisasi Pengenaan PPN

penjelasan Ditjen Pajak (DJP) dalam laman resminya, pemusatan PPN atau sentralisasi PPN
berarti melakukan pemusatan tempat penerbitan dan pengkreditan faktur pajak. Tempat yang
dipilih sebagai pemusatan juga berfungsi sebagai tempat pelaporan SPT masa PPN.1 Jul 2020

G. Memaksimalkan Pengenaan PPN


Definisi Restitusi PPN

Restitusi PPN adalah pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
yang diberikan oleh negara, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kepada Pengusaha
Kena Pajak (PKP).

Restitusi PPN terjadi apabila jumlah PPN yang disetorkan oleh PKP ternyata lebih besar
ketimbang jumlah PPN yang terutang.

Restitusi PPN ini diatur dalam Undang-Undang (UU) No. 28 tahun 2007, yang menjelaskan
bahwa jika jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah pajak
yang terutang, DJP akan menerbitkan surat ketetapan pajak lebih bayar (SKPLB), setelah
sebelumnya melakukan pemeriksaan terlebih dahulu

Landasan Hukum Tata Laksana Restitusi PPN

Restitusi PPN memiliki landasan hukum UU No. 28 tahun 2007 dan diperkuat dengan
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 192/PMK.03/2007 dan kemudian diubah menjadi PMK
Nomor 74/PMK.03/2012 dan kemudian diubah lagi menjadi PMK Nomor 198/PMK.03/2013,
serta yang terbaru PMK Nomor 39/PMK.03/2018.

Ketentuan berbentuk UU merupakan upaya pemerintah untuk menginformasikan syarat-


syarat wajib pajak badan/PKP dalam mengajukan restitusi PPN. Sementara, PMK yang
dibuat perubahannya hingga tiga kali merupakan tata cara pelaksanaan pendahuluan
kelebihan pembayaran pajak atau percepatan restitusi pajak/restitusi PPN.

Percepatan restitusi pajak atau dalam hal ini percepatan restitusi PPN ini diperlukan agar PKP
mendapat kepastian hukum bahwasanya kelebihan PPN yang telah disetorkan ke negara
dapat diajukan restitusi dengan lebih cepat.

Definisi Restitusi PPN

Restitusi PPN adalah pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
yang diberikan oleh negara, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kepada Pengusaha
Kena Pajak (PKP).

Restitusi PPN terjadi apabila jumlah PPN yang disetorkan oleh PKP ternyata lebih besar
ketimbang jumlah PPN yang terutang.

Restitusi PPN ini diatur dalam Undang-Undang (UU) No. 28 tahun 2007, yang menjelaskan
bahwa jika jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah pajak
yang terutang, DJP akan menerbitkan surat ketetapan pajak lebih bayar (SKPLB), setelah
sebelumnya melakukan pemeriksaan terlebih dahulu.

Landasan Hukum Tata Laksana Restitusi PPN


Restitusi PPN memiliki landasan hukum UU No. 28 tahun 2007 dan diperkuat dengan
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 192/PMK.03/2007 dan kemudian diubah menjadi PMK
Nomor 74/PMK.03/2012 dan kemudian diubah lagi menjadi PMK Nomor 198/PMK.03/2013,
serta yang terbaru PMK Nomor 39/PMK.03/2018.

Ketentuan berbentuk UU merupakan upaya pemerintah untuk menginformasikan syarat-


syarat wajib pajak badan/PKP dalam mengajukan restitusi PPN. Sementara, PMK yang
dibuat perubahannya hingga tiga kali merupakan tata cara pelaksanaan pendahuluan
kelebihan pembayaran pajak atau percepatan restitusi pajak/restitusi PPN.

Percepatan restitusi pajak atau dalam hal ini percepatan restitusi PPN ini diperlukan agar PKP
mendapat kepastian hukum bahwasanya kelebihan PPN yang telah disetorkan ke negara
dapat diajukan restitusi dengan lebih cepat.

Percepatan Restitusi PPN

Percepatan restitusi PPN telah ditetapkan oleh pemerintah melalui DJP sejak bulan April
2018 dengan tujuan menurunkan cost compliance. Pasalnya, restitusi PPN dapat diberikan
tanpa terlebih dahulu melewati alur pemeriksaan.

Sebelumnya, agar mendapatkan restitusi PPN, PKP terlebih dahulu harus melewati proses
pemeriksaan dari DJP sebelum menerima Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB). Nah,
proses hingga keluarnya SKPLB ini sebelumnya bisa memakan waktu 10 bulan. Namun, kini
dengan dikeluarkannya PMK Nomor 39/PMK.03/2018, proses restitusi PPN maksimal
memakan waktu 1 bulan.

Dipercepatnya proses restitusi PPN ini juga merupakan upaya pemerintah dalam
memaksimalkan tugas pemeriksa pajak dalam lingkup DJP. Hal ini diungkapkan Kasubdit
Perencanaan Pemeriksaan DJP, Tunjung Nugroho kepada awak media bulan April 2018 lalu.

Ia mengungkapkan, dari 6.000 petugas pemeriksa pajak yang ada, sebanyak 20% hingga 30%
fokus pada pemeriksaan PPN. Dengan adanyta percepatan restitusi PPN ini, 80% dari jumlah
pegawai yang berfokus di pemeriksaan PPN bisa dialihkan ke pemeriksaan pajak lain

Syarat Mendapatkan Percepatan Restitusi PPN

Percepatan restitusi PPN ini diberikan kepada wajib pajak yang masuk klasifikasi sebagai
berikut:

1.Wajib pajak kriteria tertentu, yakni wajib pajak yang memenuhi kriteria

-Tepat waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) selama tiga tahun pajak

-Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang
telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
-Laporan keuangan wajib pajak telah diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawasan
keuangan pemerintah dengan pendapat wajar tanpa pengecualian selama 3 (tiga) tahun
berturut-turut.

-Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka
waktu 5 tahun terakhir

2.Wajib pajak persyaratan tertentu

Percepatan restitusi PPN diberikan untuk PKP yang menyampaikan SPT masa pajak PPN
dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp 1 miliar. Untuk mendapatkan restitusi PPN ini,
PKP terlebih dahulu mengajukan permohonan dengan cara mengisi kolom Pengembalian
Pendahuluan dalam SPT.

Terhadap PKP yang mengajukan restitusi PPN ini DJP akan melakukan penelitian terkait
pajak masukan. Penelitian dilakukan dengan cara memastikan pajak masukan yang
dikreditkan oleh telah dilaporkan dalam SPT masa pajak PPN PKP yang membuat faktur
pajak dan/atau pajak masukan yang dibayar sendiri telah divalidasi dengan Nomor Transaksi
Penerimaan Negara (NTPN).

H. Pengendalian Pajak Melalui Tax Review

Setelah pengendalian pajak selesai disusun dan diimplementasikan, ada satu lagi tahapyang
harus dilakukan yaitu pengendalian pajak melalu penelaahan pajak (tax review). Tax
reviewmerupakan pelayanan yang bertujuan untuk menelaah dan meneliti tingkat kepatuhan
wajibpajak secara umum dan memberikan rekomendasi dan meminimalkan pajak yang
belumdiketahui perusahaan.Tax ReviewUntuk Menangani Masalah KepatuhanUntuk
menjaga agar tetap menjadi wajib pajak patuh maka perusahaan seharusnyamempunyai
program yang disebut Tax Review:1.Reviewwaktu penerbitan faktur pajak :

a.Penerbitan faktur pajak berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku

b.Pembayaran tidak lebih dari tanggal terakhir dari bulan berikutnya

c.SPT masa PPN harus dimasukan pada tanggal terakhir bulan berikutnya

2.Periksa apakah PPN masukan atas pembelian berhubungan dengan kegiatan usaha
ataubisnis perusahaan dan telah dikreditkan dengan ppn keluaran

3. Review penyiapan pst masa ppn

4.Memastikan memiliki system filingatau penyimpanan dokumen PPN yang cukup


untukdapat menghadapin pemeriksaan pajak dengan baik.
5.Hasil ekualisasi harus dapat menjelaskan berkaitan dengan perbedaan antara penjualanyang
dilaporkan pada SPT PPh badan dengan penjualan yang di laporkan pada SPT
masaPPN.Analisis Tax ReviewTax reviewdiharapkan dapat mengendalikan beban pajak
perusahaan yang diakibatkantidak dipenuhinya kewajiban perpajakan dengan benar dan tepat

1.Tujuan Tax ReviewPPN

a.Untuk Mengetahui sejau mana unit bisnis melakukan pemenuhan kewajibanperpajakan


PPN-nya, sesuai dengan peraturan perpajakan.

b.Meminimalisasi terjadi transaksi berkaitan dengan PPN yang dapat menimbulkanrisiko


permasalahan perpajakan.

c.Meminimalisasikan sanksi perpajakan PPN yang diakibatkan kesalahanpencatatan yang


dilakukan oleh unit bisnis dan memperbaikinya.

d.Agar unit bisnis tidak melakukan kesalahan yang sama pada waktu yang akandating.

e.Mempersiapakan unit bisnis dalam menghadapi pemeriksaan yang dilakukan olehpihak


fiskus.

2.Prosedur Tax ReviewProsedur yang dilakukan dalam tax review PPN mencakup langkah-
langkah antara lainsebagai berikut :

a.Melakukan kegiatan monitoring berupa penelitian data yang telah dikirimkan olehunit
bisnis, yaitu SPT masa PPN dan SPT tahunan badan,laporan keuangan
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Pajak bagi negara adalah salah satu penerimaan penting yang akan digunakan untuk
membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan
(fungsi budgeter/budgetory). Selain itu, pajak sebagai alat kebijakan moneter serta mengatur
kehidupan dengan mendorong atau mengekang suatu cara hidup (fungsi
mengatur/regulatory). Pasal 9 UU Nomor 42 tahun 2009 mengatur lebih jauh mengenai
mekanisme pengkreditan pajak masukan. Pasal ini mengatur dimana pajak masukan
dikreditkan dengan pajak keluaran untuk masa pajak yang sama. Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) merupakan pajak yang dikenakan terhadap suatu nilai tambah Barang Kena Pajak
(BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang diserahkan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Guna menemukan jumlah angka PPN yang terutang maka dilakukan pengkreditan Pajak
Masukan terhadap Pajak Keluaran. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak Pengusaha
Kena Pajak (PKP), yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan
Jasa Kena Pajak (JKP). Pajak terutang merupakan sejumlah nilai dari kewajiban pajak yang
harus dibayarkan Wajib Pajak (WP), baik WP Badan maupun WP Orang Pribadi ke negara.
Temukan penjelasan pajak terutang ini mulai dari pengertian, contoh, perhitungan hingga
cara bayarnya.

SARAN

Kita sebagai wajib pajak harus sadar akan kewajiban kita dalam membayar pajak tepat waktu
yang telah diatur oleh undang-undang serta pasal tentang perpajakan.

REFERENSI

https://www.coursehero.com/file/p5vid03/9-Pengendalian-Pajak-Melalui-Tax-Review-
Setelah-pengendalian-pajak-selesai/
https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-efaktur/restitusi-ppn-adalah#:~:text=Restitusi
%20PPN%20adalah%20pengembalian%20kelebihan,ketimbang%20jumlah%20PPN
%20yang%20terutang

https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-efaktur/pemusatan-ppn

https://www.coursehero.com/file/p6ehbfg/Memaksimalkan-Fasilitas-di-bidang-PPN-Bagi-
PKP-yang-mendapatkan-fasilitas-PPN/

https://www.online-pajak.com/tentang-efiling/pelaporan-pajak

https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-efaktur/saat-terutang-ppn

https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-efaktur/pengertian-e-faktur-contoh-faktur-pajak

https://www.online-pajak.com/seputar-efaktur-ppn/tax-planning-ppn

Anda mungkin juga menyukai