Anda di halaman 1dari 4

Nama : Indah Handayani

Nim : M20220280

PAJAK MASUKAN

Pajak Masukan dalam PPN


Pajak masukan dalam PPN adalah pajak yang seharusnya dibayar oleh PKP atas:
 Perolehan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak
 Pemanfataan BKP/JKP tidak berwujud dari luar daerah pabean
 Impor Barang Kena Pajak telah dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak pada saat
pembelian barang kena pajak/ jasa kena pajak dalam masa pajak tertentu.

Secara lebih sederhana, bisa dikatakan bahwa pengertian pajak masukan dalam PPN adalah
pajak yang telah dipungut oleh PKP pada saat pembelian barang/jasa kena pajak dalam masa
pajak tertentu. Pajak masukan dijadikan kredit pajak oleh PKP untuk memperhitungkan sisa
pajak yang terutang.

Adanya PPN masukan tidak terlepas dari tata cara umum PPN yang mengharuskan PKP
melakukan pengkreditan atau pengurangan antara PPN keluaran atau pajak keluaran dengan
PPN masukan. Jika PPN masukan ternyata lebih besar ketimbang PPN keluaran, maka bisa
diartikan PKP yang bersangkutan lebih banyak membayar PPN ketimbang memungut PPN.

Jika selisih antara PPN keluaran dan PPN Masukan ternyata lebih besar PPN masukan, maka
kelebihan pembayaran PPN tersebut bisa dikompensasikan di masa pajak berikutnya atau PKP
bisa juga mengajukan pengembalian atau restitusi di akhir tahun buku. Itulah definisi PPN
Masukan secara sederhana.

Dasar Hukum Pengkreditan PPN Masukan


Dasar hukum kegiatan pengkreditan PPN masukan ini adalah Undang-Undang Nomor 42
Tahun 2009 tentang PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) atau biasa
disebut juga UU PPN dan PPnBM.

Dasar hukum utama yang melandasi pengkreditan PPN masukan adalah Pasal 9 Ayat (2),
yang menyebutkan bahwa PPN masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan PPN
keluaran pada masa pajak yang sama.

Pasal 9 UU PPN dan PPnBM secara keseluruhan mengatur mengenai perlakuan PPN
masukan, mulai dari perlakuan pengkreditan PPN masukan standar, dalam arti PPN masukan
bagi PKP pada umumnya, hingga perlakuan khusus bagi PKP yang PPN masukannya
memenuhi kriteria tertentu.
Syarat dan Batas Waktu Pengkreditan PPN Masukan
Agar PPN masukan dapat dikreditkan untuk suatu masa pajak yang sama, ada beberapa
syarat yang harus dipenuhi dan berlaku untuk seluruh bidang usaha. Syarat-syarat tersebut
antara lain:
1. Tercantum dalam faktur pajak lengkap atau dokumen tertentu yang diperlakukan sama
dengan faktur pajak.
2. Berhubungan langsung dengan kegiatan usaha. Ini artinya pengeluaran yang dilakukan
oleh PKP untuk hal-hal di luar operasional usaha.

Sementara, untuk batas waktu PPN masukan sebagaimana diatur dalam UU PPN dan
PPnBM adalah, 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan. Hal ini diatur
dalam Pasal 9 Ayat (9) UU PPN dan PPnBM yang secara spesifik menyebutkan:

“Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran
pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3
(tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum
dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan“.

Ditetapkannya interval waktu 3 bulan setelah masa pajak yang bersangkutan ini tidak
terlepas dari kemungkinan terjadinya kesalahan dalam penulisan faktur. Contohnya, faktur
pajak tak juga dikirimkan oleh PKP penjual ke PKP pembeli, sehingga PKP pembeli belum
bisa melakukan pengkreditan PPN masukan.

Karakteristik Pajak Masukan


Dalam penerapan pungutan PPN, PKP mengkreditkan pajak masukan dan pajak keluaran
dalam suatu masa pajak yang sama. Apabila dalam masa pajak tersebut pajak keluaran lebih
besar, maka kelebihan pajak keluaran tersebut harus disetorkan ke kas negara.

Sebaliknya, apabila dalam masa pajak tersebut, masa pajak masukan lebih besar dari pajak
keluaran, kelebihan pajak masukan dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. Dalam
tata cara ini, jumlah yang harus dibayarkan oleh PKP dapat berubah sesuai dengan pajak
masukan yang dibayar.

Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan

Berdasarkan UU PPN 42/2009 Pasal 9 ayat (8) adapun pajak masukan yang tidak dapat
dikreditkan, antara lain :

 Perolehan BKP dan/atau JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP


(pengusaha kena pajak).
 Perolehan BKP dan/atau JKP yang tidak memiliki hubungan langsung dengan
kegiatan usaha.
 Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor, meliputi sedan dan station wagon.
Adapun yang dikecuali yaitu barang dagangan atau disewakan.
 Pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar wilayah pabean
sebelum pengusaha dikukuhan sebagai PKP (pengusaha kena pajak).
 Perolehan BKP dan/atau JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi syarat atau
kriteria, contohnya mencantumkan keterangan tentang penyerahan BKP/JKP atau
tidak mencantumkan identitas secara lengkap seperti nama, alamat, dan NPWP
pembeli BKP/JKP.
 Pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar wilayah pabean
yang faktur pajaknya tidak memenuhi syarat atau kriteria yang telah diatur DJP
mengenai penetapan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan
faktur pajak.
 Perolehan BKP dan/atau JKP yang pajak masukannya ditagih melalui penerbitan
ketetapan pajak.
 Perolehan BKP dan/atau JKP yang pajak masukannya tidak dilaporkan pada SPT
Masa PPN yang ditemukan pada saat dilakukan pemeriksaan.
 Perolehan BKP selain barang modal dan/atau JKP sebelum PKP berproduksi.

Pengkreditan Pajak Masukan


1. Pajak masukan dalam satu masa pajak dikreditkan dengan pajak keluaran untuk masa
pajak yang sama.
2. Pajak masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan pajak keluaran
pada masa pajak yang sama dapat dikreditkan pada masa berikutnya paling lama tiga
bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan.
3. PKP yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang
pajak, pajak masukan atas perolehan/impor barang modalnya dapat dikreditkan.
4. Pajak masukan yang dibayar untuk perolehan BKP/JKP harus dikreditkan dengan
pajak keluaran tempat PKP dikukuhkan.

Contoh Penghitungan/Pengkreditan PPN Masukan


Untuk menemukan PPN terutang yang harus Anda setorkan ke kas negara, sebelumnya Anda
harus melakukan pengurangan antara PPN keluaran dan masukan yang dapat dikreditkan.
Hasil dari pengurangan tersebutlah yang harus disetorkan oleh PKP ke kas negara.

Meski pajak masukan ini dapat dikreditkan, namun ada batasan waktu pajak masukan bisa
dikreditkan. Pajak masukan dapat dikreditkan dengan PPN keluaran pada masa pajak yang
sama. Dapat pula dikreditkan pada masa pajak berikutnya, namun selambat-lambatnya dalam
waktu 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak.

Contohnya sebagai berikut:

Pengusaha yang sudah PKP dalam masa pajak Februari 2020 memiliki komposisi PPN
sebagai berikut ini:

Atas penyerahan BKP, PPN keluaran PKP tersebut sebesar Rp100.000.000. Sedangkan pajak
masukannya sebesar Rp90.000.000.

Maka PPN keluaran – pajak masukan = Rp100.000.000 – Rp90.000.000 = Rp10.000.000


(PPN kurang bayar).

– Pada masa pajak Maret 2020

PPN keluaran PKP tersebut sebesar Rp110.000.000

Sedangkan pajak masukannya sebesar Rp130.000.000


Maka, PPN keluaran – pajak masukan = – Rp20.000.000 (kelebihan PPN)

– Pada masa pajak April 2020

PPN keluaran PKP tersebut sebesar Rp110.000.000

Sedangkan pajak masukannya sebesar Rp90.000.000

Maka, PPN keluaran – pajak masukan = Rp20.000.000 (PPN kurang bayar)

PPN kurang bayar sebesar Rp20.000.000

Kelebihan bayar pada bulan Rp20.000.000

Jadi PPN masa April Rp0 atau nihil.

Baik PPN keluaran dan masukan yang dilakukan oleh PKP ini wajib dituangkan dalam faktur
pajak sebagai bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP atas penyerahan BKP/JKP.

https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-efaktur/ppn-masukan

https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-efaktur/pengertian-pajak-masukan-dan-pajak-
keluaran-dalam-ppn

Anda mungkin juga menyukai