Anda di halaman 1dari 6

Nama : I Ketut Yoga Prayadnya

NPM : 1833121063
Kelas : D1 Akuntansi
Tax Planning PPN & Kajian Perpajakan dalam
Penyerahan Barang Di Luar Daerah Pabean
1. Pendahuluan
PPN adalah pajak tidak langsung yang dikenakan atas konsumsi barang atau jasa kena pajak di
dalam daerah pabean. Setiap pembelian dan penjualan barang atau jasa dari pengusaha kena pajak
dikenai PPN sesuai legal karakter dari PPN ini yang bersifat non kumulatif, maka dalam perlakuan
pajak PPN tidak membolehkan terjadinya pajak berganda karena konsumen terakhirlah yang harus
menanggung PPN ini. Objek PPN sebagaimana dijelaskan dalam UU PPN No 8 tahun 1983 yang
telah diubah terakhir kalinya dengan UU PPN No 42 tahun 2009 adalah sebagai berikut :
a. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha.
b. Impor Barang Kena Pajak.
c. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar {aerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
e. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
f. Ekspor JKP atau BKP oleh pengusaha kena pajak.
g. Kegiatan membangun sendiri di luar kegiatan usaha atau pekerjaannya yang digunakan untuk
tempat tinggal atau tempat usaha.
h. Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sepanjang PPN
dapat pada saat perolehan dapat dikreditkan.
Secara umum mekanisme pemungutan PPN menggunakan mekanisme Indirect Subtraction
Method atau Invoice Method sebagaimana tercermin dalam pasal 9 ayat (2), ayat (8) huruf b, ayat
(4), ayat (10), ayat (11) dan, ayat (12) UU PPN dan metode inilah yang terbaik dari metode lainnya
dengan alasan adanya kewajiban membuat faktur pajak setiap transaksi mengingat faktur pajak
merupakan bukti terpenting. Memudahkan melakukan pemeriksaan baik oleh pemeriksaan internal
maupun fiskus. Tidak perlu menentukan besarnya keuntungan untuk setiap barang yang dijual.
Kewajiban perpajakannya dapat dihitung setiap saat.
2. Memaksimalkan Mekanisme Pengkreditan PPN

1
Perusahaan sebaiknya memperoleh barang kena pajak atau jasa kena pajak dari pengusaha
kena pajak supaya pajak masukan yang dapat dikreditkan perusahaan perlu mengamati dengan
cermat jangan sampai terdapat pajak masukan yang belum dikreditkan. Pajak masukan yang dapat
dikreditkan adalah pajak masuk yang berhubungan langsung dengan produksi distribusi pemasaran
dan manajemen atas BKP atau jkp, dan faktur pajaknya adalah faktur pajak standar atau dokumen
yang disamakan dengan faktur pajak standar
Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan adalah :
1) Sebelum dikukuhkan menjadi PKP
2) Faktur pajak sederhana
3) Faktur pajak cacat
4) Pajak masukan dapat atas pembelian mobil sedan Jeep ,Station Wagon, van dan Combi.
5) Pajak masukan berkaitan dengan produksi BKP atau JKP.
6) Pajak masukan yang tidak ada kaitannya secara langsung dengan kegiatan usaha atas BKP.
7) Pajak masukan yang dilaporkan pada SPT masa PPN, yang ditemukan pada saat
pemeriksaan atau ditagih melalui SKP.
Mekanisme Pengkreditan dan Pelaporan PPN
Mekanisme penggeseran PPN dilakukan melalui pemungutan kembali PPN dari pembelian
berikutnya. Jika jumlah PPN yang dipungutnya lebih besar dari dan PPN yang telah dibayar pada
saat perolehannya maka kelebihannya harus disetorkan ke kas negara mekanisme ini sering disebut
dengan indirect subtraction method. Pajak keluaran adalah PPN terutang yang wajib dipungut
oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan JKP ekspor BKP berwujud ekspor barang
kena pajak tidak berwujud dan ekspor barang jasa kena pajak. Pajak masukan adalah pajak
pertambahan nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan
BKP dan atau perolehan JKP.
3. Faktur Pajak
Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat PKP yang melakukan penyerahan BKP atau
jkp atau bukti pungutan pajak karena impor BKP yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai. Fktur pajak hanya boleh dibuat oleh PKP, faktur pajak merupakan bukti pungutan pajak
yang dibuat oleh PKP atau karena impor BKP yang digunakan oleh DJBC, dan PPN yang dipungut
berfungsi sebagai pajak keluaran bagi penjual dan pajak masukan bagi pembeli. PKP perlu
memperhatikan tata cara pembuatan faktur pajak agar tidak dikenai sanksi perpajakan

2
keterlambatan atau kekeliruan dalam pembuatan faktur pajak dapat dikenakan sanksi 2% dari DPP.
Sesuai dengan pasal 14 ayat 4 UU KUHP secara umum faktur pajak dapat dibagi menjadi tiga yaitu
faktur pajak, faktur pajak gabungan, dokumen tertentu yang dipersamakan dengan faktur pajak.
Saat pembuatan faktur pajak
a. Untuk meringankan beban administrasi wajib pajak saat yang tepat untuk membuat faktur
pajak adalah pada saat terutangnya pajak yaitu pada saat penyerahan atau dalam hal
pembayaran mendahului penyerahan maka faktur pajak dibuat pada saat pembayaran.
b. Untuk membantu likuiditas wajib pajak saat penyetoran PPN dan pelaporan SPT masa PPN
diperlonggar menjadi paling lambat akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
c. Faktur pajak gabungan merupakan faktur pajak yang harus dibuat paling lambat pada akhir
bulan penyerahan BKP atau JKP.
Penundaan pembuatan faktur pajak
a. Dalam hal penjualan BKP/JKP yang pembayarannya belum diketahui pembuatan faktur
pajak bisa ditunda sampai akhir bulan berikutnya setelah penyerahan BKP/JKP dalam
kaitan dengan saat pembuatan faktur pajak makin lambat PKP membuat faktur pajak maka
akan lebih baik karena PKP tidak perlu menalangi pembayaran PPN.
b. Berkaitan dengan hal ini sebaiknya PKP penjual dalam menentukan syarat pembayaran
yang ideal yaitu tidak lebih 45 hari. Setelah penyerahan BKP atau jkp. Jika pembayaran
baru diterima PKP setelah lewat 45 hari berarti bahwa TKP penjual akan menalangi
pembayaran PPN ke kas negara.
4. Saat Terutang PPN
Sesuai peraturan Menkeu No.240/PMK 03/2009, saat terutangnya PPN ditetapkan sebagai
berikut.
1) Pemungutan pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah menganut
prinsip akrual artinya terutangnya pajak terjadi pada saat penyerahan BKP/JKP meskipun
pembayaran atas penyerahan tersebut belum diterima.
2) Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau sebelum penyerahan jkp
atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan BKP atau JKP
dari luar Daerah Pabean saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran.
5. Batas Waktu Penyetoran PPN dan Pelaporan SPT Masa PPN

3
Sesuai PER Dirjen pajak No 14/PJ/2010, batas waktu penyetoran PPN dan pelaporan SPT Masa
PPN ditetapkan sebagai berikut :
1) PPN dan PPN BM yang terutang dalam satu masa pajak harus disetor paling lama akhir
bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dan sebelum SPT masa PPN disampaikan
dalam hal tanggal jatuh tempo penyetorannya bertepatan dengan hari libur termasuk sabtu
atau hari libur nasional penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
2) SPT Masa PPN harus disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya
masa kerja dalam hal akhir bulan adalah hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur
nasional maka SPT masa PPN dapat disampaikan pada hari kerja berikutnya.
6. Memaksimalkan Fasilitas di Bidang PPN
Sejak diberlakukannya UU Nomor 36 tahun 2008, fasilitas di bidang PPN yang dikenal dalam
ketentuan PPN adalah PPN Tidak Dipungut, PPN Dibebaskan dan PPN Ditanggung Pemerintah.
Bagi PKP yang mendapatkan fasilitas PPN Tidak Dipungut, PPN Masukan yang berhubungan
dengan perolehan BKP/JKP tetap dapat dikreditkan. Sedangkan bagi PKP yang mendapatkan
fasilitas PPN Dibebaskan, PPN Masukan yang berhubungan dengan perolehan BKP/JKP Tidak
dapat dikreditkan. Fasilitas yang berkaitan dengan PPN adalah (1) Fasilitas PPN tidak dipungut.
(2) Fasilitas PPN dibebaskan. (2) Fasilitas PPN ditanggung pemerintah.
Dalam perencanaan pajak memaksimalkan pemanfaatan fasilitas tersebut akan memberikan
dampak pada berkurangnya jumlah yang harus dibayar oleh pembeli terhadap barang yang dibeli
dari penjual minimal 10% dari harga jual, dan sebaliknya pemanfaatan tersebut akan mendorong
penjual untuk menurunkan harga jualnya secara proporsional sehingga terjadi suatu keseimbangan
pasar yang baru dari produk yang bersangkutan akibat dari efisiensi harga yang diperoleh.
Memaksimalkan fasilitas tersebut akan mendorong pembentukan harga barang di pasar yang lebih
murah sehingga bisa dijangkau oleh masyarakat omset penjualan akan meningkat yang bermuara
pada perolehan profit dan setoran pajak juga akan lebih besar.
7. Sentralisasi Tempat PPN Terutang
Pengecualian dari ketentuan dalam Pasal 12 ayat f UU PPN dengan tujuan untuk
mempermudah administrasi perpajakan, wajib pajak dengan kriteria tertentu yang memiliki lebih
dari satu tempat untuk melakukan penyerahan BKP/JKP dapat mengajukan permohonan
pemusatan atau sentralisasi tempat PPN terutang kepada Kanwil DJP setempat dengan ketentuan
sebagai berikut:

4
1) PKP yang terdaftar di KPP wajib pajak besar nya dapat melakukan sentralisasi otomatis
sesuai dengan KEP 355/PJ./2002. Dalam hal PKP tersebut mempunyai satu atau lebih
tempat kegiatan usaha tempat terutang pajak untuk seluruh tempat kegiatan usaha tersebut
ditetapkan hanya di tempat PKP dikukuhkan oleh KPP wajib pajak besar.
2) PKP yang memiliki lebih dari satu tempat PPN terutang dapat memilih satu tempat atau
lebih sebagai tempat pemusatan PPN terutang syarat-syarat pengajuan sentralisasi bagi
pengusaha kena pajak yang memiliki lebih dari satu tempat pajak pertambahan nilai yaitu:
a. PKP harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kanwil tembusan ke
kepada kepala KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tempat PPN terutang.
b. Tempat tinggal tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha PKP yang berada di
Kawasan Berikat; berada di kawasan ekonomi khusus mendapatkan fasilitas
Kemudahan Impor Tujuan Ekspor, tidak dapat dipilih sebagai tempat PPN terutang
yang akan dipusatkan.
c. Pemberitahuan secara tertulis harus memenuhi persyaratan.
8. Memaksimalkan Restitusi PPN
Pemilihan restitusi sangat bergantung pada kondisi masing-masing WP atau PKP.
Pertimbangan utama dalam menentukan pilihan tersebut berkaitan dengan biaya pemeriksaan dan
opportunity cost yang timbul dari kelebihan pajak yang ada di negara yang. Kriteria umum bagi
manajemen dalam memutuskan perlu tidaknya mengajukan permohonan restitusi adalah:
1) Bila besarnya PPN yang lebih bayar tersebut cukup signifikan atau material jumlahnya.
2) Bila kondisi keuangan perusahaan mengalami gangguan cash flow.
3) Bila sudah diyakini kesiapan perusahaan untuk diperiksa oleh fiskus
4) Bila prediksi masa depan pembayaran PPN menunjukkan lebih bayar PPN
9. Membangun Sendiri Tidak Dalam Kegiatan.
Usaha membangun sendiri untuk tempat tinggal atau tempat usaha oleh orang pribadi atau
badan dikenai PPN dengan kondisi luas bangunan 200 m2 atau lebih, bangunan permanen, tarif
10% x 40% x biaya bangunan tanpa harga tanah, setiap bulan pada tanggal 15 bulan berikutnya
sejak pembangunan dimulai.
10. PPN atas Barang Gratis Untuk Kepentingan Promosi
Kegiatan ini sering terjadi dalam praktik baik pada saat perusahaan baru memulai kegiatan
bisnisnya maupun pada saat perusahaan sudah berjalan dan sebagai bagian dari implementasi

5
marketing strategi perusahaan mereka melakukan kegiatan promosi nya untuk meningkatkan omset
penjualan.
11. Penjagaan Terhadap Cash Flow Perusahaan.
Salah satu tujuan dilakukannya tax planning oleh manajemen perusahaan adalah untuk
menjaga kesehatan cash flow. Dengan cara menyegarkan pengajuan Nomor Pokok Pengusaha
Kena Pajak (NPPKP) pada perusahaan yang baru berdiri memilih, mendirikan perusahaan di lokasi
dengan mendapatkan fasilitas perpajakan PPN, mengusahakan membeli bahan baku pada saat akan
menjalankan proses produksi, mengajukan permohonan sentralisasi PPN bagi perusahaan yang
mempunyai kantor cabang, penanganan faktur pajak yang baik.
12. Pengendalian Pajak Melalui Tax Review
Pengendalian pajak perlu dilakukan untuk mengetahui apakah semua perencanaan pajak yang
telah dilaksanakan sesuai dengan rencana. Pengendalian pajak dapat dilakukan melalui penelaahan
pajak (tax review) merupakan pelayanan yang bertujuan menelaaah dan meneliti tingkat kepatuhan
wajib pajak secara umum dan memberikan rekomendasi untuk mengenalkan pajak yang belum
diketahui perusahaan. Tax review meliputi seluruh kewajiban perpajakan wajib pajak termasuk
PPN dan PPnBM. Tax review memiliki tujuan untuk mengetahui apakah terdapat kesalahan
implementasi kewajiban dan prosedural perpajakan dan kemudian dilakukan perbaikan dan
penyesuaian dengan ketentuan peraturan perpajakan. Hasil tax review dapat digunakan sebagai
bahan acuan dasar untuk menyusun SPT tahunan PPH badan. Hasil tax review dapat dimanfaatkan
sebagai upaya antisipasi apabila sewaktu-waktu dilakukan pemeriksaan pajak.
13. Tanggung Jawab Renteng
Pada awalnya ketentuan tanggung jawab renteng ini diatur pada pasal 33 UU KUP Nomor 16
Tahun 2000, kemudian ketentuan ini dihapus dalam UU KUP Nomor 28 Tahun 2007 kemudian
dihidupkan lagi melalui penambahan pasal 16 F ke dalam UU PPN No 42 tahun 2009 yakni
“pembeli barang kena pajak atau penerima jasa kena pajak bertanggung jawab secara renteng atas
pembayaran pajak sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa pajak telah dibayar”.
Maka seorang manajer perusahaan atau PKP harus melakukan pengawasan secara lebih
cermat dengan memastikan jangan pernah ada satupun faktur penjualan yang diterbitkan
perusahaan tanpa disertai faktur pajak dan setiap transaksi penjualan harus ada kontrak sehingga
dispute tentang syarat penjualan atau harga pajak termin pembayaran dan lain-lain bisa dihindari
di kemudian hari.

Anda mungkin juga menyukai