Disusun oleh :
Kelompok 8
Kelas D6 Akuntansi
C. Faktur Pajak
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat PKP yang melakukan
penyerahan BKP atau JKP, atau bukti pungutan pajak karena impor BKP yang
digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Dari definisi di atas, beberapa poin penting yang dapat dicatat adalah:
1. Faktur Pajak hanya boleh dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak.
2. Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP atau
karena impor BKP yang digunakan oleh DJBC.
3. PPN yang dipungut berfungsi sebagai Pajak Keluaran bagi penjual dan Pajak
Masukan bagi pembeli.
PKP perlu memperhatikan tata cara pembuatan pembuatan Faktur Pajak agar
tidak dikenai sanksi perpajakan. Keterlambatan atau kekeliruan dalam pembuatan
Faktur Pajak dapat dikenakan sanksi 2% dari DPP sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) UU
KUP. Secara umum, Faktur Pajak dapat dibagi menjadi tiga:
1. Faktur Pajak
2. Faktur Pajak Gabungan
3. Dokumen tertentu yang dipersamakan dengan Faktur Pajak (lihat juga
SE_No.43/PJ/2010 dan PER-14/PJ/2010)
Saat Pembuatan Faktur Pajak
a. Untuk meringankan beban administrasi wajib pajak, saat yang tepat untuk
membuatan Faktur Pajak adalah pada saat terutangnya pajak, yaitu pada saat
penyerahan atau dalam hal pembayaran mendahului penyerahan maka Faktur
Pajak dibuat pada saat pembayaran. Dengan. pengaturan ini, Wajib Pajak tidak
perlu lagi membuat faktur pen- jualan (invoice) yang berbeda dengan Faktur
Pajak.
b. Untuk membantu likuiditas Wajib Pajak, saat penyetoran PPN dan pelaporan
SPT Masa PPN diperlonggar menjadi paling lambat akhir bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir.
c. Faktur Pajak Gabungan merupakan Faktur Pajak yang harus dibuat paling
lambat pada akhir bulan penyerahan BKP dan atau JKP.
Untuk meringankan beban administrasi, Pengusaha Kena Pajak diperkenankan
membuat Faktur Pajak gabungan paling lama pada akhir bulan penyerahan Barang
Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak, meskipun di dalam bulan
penyerahan telah terjadi pembayaran baik sebagian maupun seluruhnya.
Penundaan Pembuatan Faktur Pajak
Dalam hal penjualan BKP/JKP yang pembayarannya belum diketahui,
pembuatan faktur pajak bisa ditunda sampai akhir bulan berikutnya setelah
penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Dalam kaitan dengan
saat pembuatan Faktur Pajak, makin lambat PKP membuat Faktur Pajak, maka
akan lebih baik karena PKP tidak perlu menalangi pembayaran PPN.
Berkaitan dengan hal ini, sebaiknya PKP penjual dalam menentukan syarat
pembayaran yang ideal, yaitu tidak lebih 45 hari setelah penyerahan BKP atau
JKP (penerbitan invoice). Jika pembayaran baru diterima PKP setelah lewat
waktu 45 hari berarti bahwa PKP penjual akan menalangi pembayaran PPN ke
Kas Negara.
Penjagaan terhadap batas waktu penyetoran PPN dan pelaporan SPT Masa PPN ini
sangat penting, karena keterlambatan pelaporan SPT masa PPN tersebut akan dikenai
denda Rp 500.000, sedangkan untuk keterlambatan penyetoran PPN dikenal denda
bunga 2% per bulan dari PPN yang terutang.
Dalam hal Barang Kena Pajak Tertentu yang dibebaskan dari penge- naan PPN
digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindah- tangankan kepada
pihak lain, baik sebagian atau seluruhnya, dalam jangka 5 (lima) tahun sejak saat
impor dan atau perolehan, maka PPN yang dibebaskan wajib dibayar dalam
jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Barang Kena Pajak tersebut dialihkan
penggunaannya atau dipindahta- ngankan.
d. Impor dan atau penyerahan BKP Tertentu yang Bersifat Strategis (PP. 12 Tahun
2001 jo. PP 43 Tahun 2002 jo. PP 46 Tahun 2003)
1. Atas impor Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa:
b) Makanan ternak unggas dan ikan dan atau bahan baku untuk pembuatan
makan ternak, unggas dan ikan.
c) Barang hasil pertanian. Hasil pertanian yang dibebaskan dari pengenaan PPN
adalah barang hasil pertanian yang dipetik langsung, diambil langsung atau
disadap langsung dari sumbernya, termasuk hasil pemrosesan yang dilakukan
dengan cara: dikeringkan dengan cara dijemur atau dengan cara lain; dirajang;
diasinkan atau digarami; dibekukan atau didinginkan; dipecah; dicuci atau
disucihamakan; direndam, direbus; disayat, dikupas, dibelah; diperam; digaruk;
dipisahkan dari kulit atau biji atau pelepah; atau dikemas dengan cara sangat
sederhana untuk tujuan melindungi barang yang bersangkutan, yang diserahkan
oleh petani atau kelompok petani.
d) Bibit dan atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehu- tanan,
petemakan, penangkaran, atau perikanan. e) Air bersih yang dialirkan melalui
pipa oleh Perusahaan Air Minum.
Yang dimaksud dengan Perusahaan Air Minum adalah Perusa- haan Air Minum
milik Pemerintah dan atau Swasta. Termasuk dalam pengertian air bersih yang
disalurkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum yang atas penyerahannya
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah air bersih yang
diserahkan dengan cara lain, seperti penyerahan melalui mobil tangki air.
f) Listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6.600 watt. g) Makanan
ternak, unggas, dan ikan dan atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak,
unggas, dan ikan.
h) Bibit dan atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehu- tanan,
peternakan, penangkaran, atau perikanan.2. Atas penyerahan Barang Kena Pajak
Tertentu yang bersifat strategis dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai, berupa:
Syarat-syarat pengajuan sentralisasi bagi Pengusaha Kena Pajak yang memiliki lebih dari
satu tempat Pajak Pertambahan Nilai (PER. 19/PJ/2010):
Sentralisasi tempat terutangnya PPN tersebut pada dasarnya merupa. kan fasilitas
yang bisa dimanfaatkan oleh PKP. Dengan izin sentralisasi, maka akan terdapat
penghematan biaya administrasi dan pengaturan cash flow perusahaan yang lebih
baik dalam melaksanakan hak dan kewajiban di bidang PPN.
Pohan, Chairil Anwar. 2015. Manajemen Perpajakan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama