Anda di halaman 1dari 10

Nama Kelompok 4 :

1. Audy Vionika / 2122091


2. Agnes Febyyana / 2122097
3. Fadillah Sekar N / 2122098

Kelas : PPJK2E

PERPAJAKAN II

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PENGERTIAN

Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah pungutan yang dibebankan atas transaksi
jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang
telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).

DASAR HUKUM

Dasar hukum dari penerapan Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia adalah Undang-
undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah atau yang sering disebut Undang-undang Pajak Pertambahan
Nilai 1984. Penyebutan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 dengan nama Undang-undang
Pajak Pertambahan Nilai 1984 diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983.

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 yang berlaku pada 1 April 1985 adalah
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 (berlaku 1 Januari 1995), Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2000 (berlaku 1 Januari 2001), dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (berlaku 1
Januari 2010).
OBJEK PPN

Objek yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau biasa disebut dengan Objek PPN adalah:

 Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean
yang dilakukan oleh pengusaha
 Impor Barang Kena Pajak
 Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean
 Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
 Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan Ekspor Jasa Kena Pajak
oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Daerah Pabean yang dimaksud adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah
darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi
Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur
mengenai kepabeanan yakni Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang nomor 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan.

Objek Pajak Pertambahan Nilai yang lain diatur dalam pasal 16 C dan Pasal 16 D UU PPN 1984
dan perubahannya yaitu

1. Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan
tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang
hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya
diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan
2. Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva
yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak,
kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan.
SUBJEK PPN
Subjek PPN dikelompokkan menjadi dua, yakni:

1. Pengusaha Kena Pajak (PKP)


Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau
JKP yang dikenai pajak berdasarkan UU no.42 tahun 2009. Penbgusaha yang
melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan kriteria pengusaha kecil tidak wajib
menjadi pengusaha kena pajak, kecuali memilih untuk dikukuhkan sebagai pengusaha
kena pajak.
Pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama satu tahun buku
melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah bruto dan/atau penerimaan
bruto tidak lebih dari Rp 4.800.000.000 .
PPN dipungut oleh PKP dalam kondisi berikut :
 PKP melakukan penyerahan BKP atau JKP
 PKP melakukan ekspor BKP, ekspor BKP Tidak Berwujud, ekspor JKP

Pengusaha yang melakukan penyerahan atau mengekspor Barang Kena Pajak atau
Jasa Kena Pajak berwujud maupun tidak berwujud di wilayah pabean, merupakan
subjek PPN yang wajib melakukan hal-hal berikut :

 Melaporkan usaha dan dikukuhkan sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak)


 Memungut pajak terutang
 Menyetorkan PPN yang masih dibayar dalam hal pajak keluaran lebih besar
daripada pajak masukan, yang dapat dikreditkan serta menyetorkan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang
 Melaporkan penghitungan pajak

Sebagai subjek PPN, PKP diwajibkan untuk buat Faktur Pajak dalam format yang
sudah ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), yakni Faktur Pajak
elektronik atau e-Faktur, atas penyerahan dan penerimaan BKP atau JKP serta
melaporkannya.
2. Non-PKP
Seorang individu atau pribadi dan non-PKP yang menggunakan BKP atau JKP di
wilayah pabean Indonesia merupakan subjek PPN.Akan tetapi, umumnya harga yang
dibayarkan oleh konsumen sudah termasuk PPN. Aturan mengenai ini tertuang
dalam dalam UU Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN) Pasal 4 Ayat (1) huruf b dan huruf
e, serta Pasal 16C.
PPN akan tetap terutang walaupun yang melakukan kegiatan bukanlah PKP, dalam
kondisi :
 Impor BKP
 Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean
 Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
 Melakukan kegiatan pembangunan

TARIF PPN

 Tarif PPN sebesar 10%

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan (UU


HPP), bab IV Pasal 7 ayat (1) tentang PPN, tarif PPN yang semula 10% akan naik secara
bertahap, yaitu sebesar 11% pada tahun 2022 dan akan menjadi 12% pada tahun 2025
mendatang.Pada tanggal 1 April 2022, Pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) bersepakat untuk menaikkan tarif PPN menjadi 11% dan sudah berlaku hingga
sekarang. Kenaikan tarif PPN ini menjadi salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan
jumlah penerimaan negara di sektor pajak. Tidak hanya itu, kenaikan tarif ini juga berguna
untuk menambal beban keuangan negara serta memperkokoh fondasi perpajakan Indonesia.

 Tarif PPN sebesar 0%

Tarif 0% dikenakan atas ekspor BKP berwujud/ekspor BKP tidak berwujud/ekspor JKP.
Pengenaan tarif 0% tidak berarti pembebasan dari pengenaan PPN. Dengan demikian, pajak
yang telah dibayar untuk perolehan BKP dan/atau JKP yang berkaitan dengan kegiatan
tersebut dapat dikreditkan.

Untuk menghitung tarif PPN maka akan dijelaskan melalui contoh soal berikut ini :

PT ABC sebagai PKP yang bergerak di penjualan alat elektronik menjual 10 set PC desktop
kepada PT XYZ dengan total harga senilai Rp300.000.000. Maka, berapa besaran PPN atas
transaksi tersebut?

=> Diketahui dari soal tersebut, dasar pengenaan pajak atau DPP adalah Rp300.000.000. Maka
ini cara sederhana menghitung PPN atas transaksi tersebut.

Besaran PPN= Tarif PPN x DPP

Besaran PPN= 11% x Rp300.000.000

Besaran PPN= Rp33000000

Maka, total nilai transaksi ditambahkan dengan PPN sebesar Rp333.000.000

DASAR PENGENAAN PAJAK (DPP) PPN

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) merupakan jumlah tertentu sebagai dasar untuk menghitung
PPN. DPP terdiri atas harga jual, nilai penggantian, nilai ekspor, nilai impor dan nilai lain
sebagai DPP.

Harga Jual adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang
dipungut berdasarkan Undang-Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam
faktur pajak.

Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP, tidak termasuk PPN dan
potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk
ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan Pabean untuk impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut
berdasarkan undang-undang PPN.

Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh eksportir.

Nilai Lain sebagai DPP adalah jumlah yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaaan
Pajak.

PENYERAHAN TERUTANG PPN DAN TIDAK TERUTANG PPN

Penyerahan Terutang PPN

Penyerahan yang terutang PPn dikelompokkan menjadi :

1. Ekspor;
Ekspor terdiri atas setiap kegiatan menyerahkan BKP berwujud/BKP tidak
berwujud/JKP dari dalam daerah Pabean ke luar daerah Pabean oleh pengusaha kena
pajak. Atas ekspor tersebut terutang PPN dan PPnBM dengan tarif 0%.
2. Penyerahan dalam negeri, terdiri atas :
a. Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri;
Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri merupakan PPN atas
penyerahan BKP/JKP di dalam daerah Pabean/di dalam negeri selain kepada
Pemungut PPN
b. Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh Pemungut PPN;
Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh Pemungut PPN merupakan penyerahan
BKP/JKP kepada Pemungut PPN. Atas penyerahan ini PPn langsung dipungut oleh
pembeli, yang disebut sebagai Pemungut PPN.
c. Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut;
Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut meliputi (Sukardji,2014) :
1. Impor BKP tertentu yang dibebaskan dari Bea Masuk dan dibebaskan PPN
2. Pelaksanaan proyek milik pemerintah yang dananya berasal dari hibah atau
pinjaman dari luar negeri
3. Impor barang operasional oleh mitra kerja pertamina untuk membangun
kilang
4. Impor berdasarkan kontrak bagi hasil minyak dan gas bumi
5. Kawasan pengembangan ekonomi terpadu

d. Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN.


Jenis BKP dan JKP yang dibebaaskan dari pengenaan PPN meliputi :
1. Impor dan/atau penyerahan BKP/JKP tertentu yang dibebaskan dari
pengenaan PPN
2. Impor dan/atau penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis yang
dibebaskan dari pengenaan PPN
3. Pemberian restitusi atau pembebasan PPN dan/atau PPnBM kepada
perwakilan negara asing atau badan internasional serta pejabat atau tenaga
ahlinya.

Penyerahan Tidak Terutang PPN

Penyerahan yang tidak terutang PPN merupakan penyerahan bukan BKP dan/atau bukan JKP,
tidak termasuk penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut dan penyerahan yang dibebaskan
dari pengenaan PPN.

Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat
berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud (merek
dagang, hak paten dan lain-lain) yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPn dan
PPnBM.

Bukan Barang Kena Pajak (Bukan BKP) jenis nya adalah sebagai berikut :

1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya.
2. Barang-barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh rakyat banyak.

Jasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau
perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak
tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena
pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan, yang dikenakan
pajak berdasarkan undang-undang PPn dan PPnBM.

Bukan Jasa Kena Pajak (Bukan JKP) jenis nya adalah sebagai berikut :

1. Jasa pelayanan kesehatan dan medis


2. Jasa pelayanan sosial
3. Jasa pengiriman surat dengan perangko meliputi jasa pengiriman surat dengan
menggunakan perangko tempel dan menggunakan cara lain pengganti perangko
tempel.
4. Jasa keuangan
5. Jasa asuransi
6. Jasa keagamaan
7. Jasa pendidikan
8. Jasa kesenian dan hiburan
9. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan
10. Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri
11. Jasa tenaga kerja
12. Jasa perhotelan
13. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan
secara umum
14. Jasa penyediaan tempat parkir
15. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam
16. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos
17. Jasa boga atau katering.

SAAT TERUTANG PPN

Terutangnya PPN menurut pasal 11 UU no.42 tahun 2009 terjadi pada saat :

1. Penyerahan BKP;
2. Impor BKP;
3. Penyerahan JKP;
4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar daerah Pabean;
5. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean;
6. Ekspor BKP berwujud;
7. Ekspor BKP tidak berwujud
8. Ekspor JKP.

Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau sebelum dimulainya
pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean, saat terutangnya PPn
adalah pada saat dilakukan pembayaran.

SAAT PENYETORAN DAN PELAPORAN PPN

Penyetoraaan PPN oleh Pengusaha Kena Pajak harus dilakukan paling lama akhir bulan
berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai disampaikan. Penyetoran PPN dilakukan dengan menggunakan formulir
surat setoran pajak.

Pelaporan PPN oleh Pengusaha Kena Pajak dilakukan paling lama pada akhir bulan
berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai (SPT masa PPN).
KESIMPULAN

1. Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah pungutan yang dibebankan atas transaksi
jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau wajib pajak
badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).
2. Dasar hukum dari penerapan Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia adalah Undang-
undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah atau yang sering disebut Undang-undang Pajak
Pertambahan Nilai 1984.
3. Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya
dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud
(merek dagang, hak paten dan lain-lain) yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-
Undang PPn dan PPnBM.
4. Jasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan
atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau
kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk
menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas
petunjuk dari pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang PPn dan
PPnBM.

DAFTAR PUSTAKA

Resmi, Siti. 2016. Perpajakan; TEori dan Kasus, Buku 2, Penerbit Salemba Empat,
Jakartahttps://id.wikipedia.org/wiki/Pajak_pertambahan_nilai

https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-efaktur/pajak-pertambahan-nilai-ppn

https://klikpajak.id/blog/siapa-saja-subjek-ppn-kriteria-dan-apa-kewajibannya/#Subjek_PPN

https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-efaktur/ini-tarif-ppn-2022-yang-berlaku-dan-
contoh-mudah-perhitungannya

Anda mungkin juga menyukai