Anda di halaman 1dari 26

Tax Planning atas

Pajak Pertambahan Nilai

TM 5:
Irsan Lubis
MANAJEMEN PERPAJAKAN

Definisi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

UU No. 8 Tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM  UU No. 42 Tahun 2009  UU
No. 11 Tahun 2020 sttd UU No. 7 Tahun 2021: Tidak disebutkan definisi PPN
secara eksplisit.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) / Value Added Tax (VAT) adalah pajak yang
dikenakan atas konsumsi dalam negeri oleh Wajib Pajak Orang Pribadi, Badan,
dan Pemerintah.
PPN bersifat objektif, tidak kumulatif, dan merupakan pajak tidak langsung.
Maksudnya, pajak tersebut disetor oleh pihak lain yang bukan penanggung
pajak.
Subjek pajak PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP).

1
UU 11/2020 jo UU 7/2021
PMK 18/PMK.03/2021
Tarif PPN dan PPnBM PMK 59/PMK.03/2022

1. Tarif PPN adalah 10%  Per April 2022, tarif berubah 11%.

2. Tarif PPN sebesar 0% (sepuluh persen) diterapkan atas:


• ekspor Barang Kena Pajak (BKP) Berwujud;
• ekspor BKP Tidak Berwujud; dan
• ekspor Jasa Kena Pajak.
3. Tarif PPnBM adalah paling rendah 10% dan paling tinggi 200%
4. Tarif PPnBM atas ekspor BKP yang tergolong mewah adalah 0%.

UU 11/2020 jo UU 7/2021
PMK 18/PMK.03/2021
Tarif PPN dan PPnBM PMK 59/PMK.03/2022

• Dalam hal tidak ditemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis untuk jumlah yg
dibayarkan atau seharusnya dibayarkan atau ditemukan adanya kontrak atau
perjanjian tertulis akan tetapi tidak dgn tegas dinyatakan bahwa dlm jumlah kontrak
atau perjanjian sudsh termasuk PPN, PPN yg terutang dihitung sebesar 11% dikalikan
dgn jumlah yg dibayarkan atau seharusnya dibayarkan
• Dalam Hal Transaksi dilakukan dalam Mata Uang Asing
Penghitungan besarnya PPN atau PPN & PPnBM yg terutang, harus dikonversi ke dalam
mata uang rupiah dgn mempergunakan kurs yg ditetapkan Menkeu yg berlaku pada
saat pembuatan Faktur Pajak. (PP 1/2012 jo PP 9/2021)

2
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PP 1/2012 jo PP 9/2021

Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang
terutang, berupa:
1. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak
termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga
yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
2. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP),ekspor
Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak
termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga
yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau
seharusnya dibayar oleh penerima jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak
dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PP 1/2012 jo PP 9/2021

3. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk
ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN yang
dipungut menurut Undang-Undang PPN.
4. Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh eksportir.
5. Nilai lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan
Pajak dengan Keputusan Menteri Keuangan.

3
DPP Nilai lain PP 1/2012 jo PP 9/2021

Nilai lain yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak adalah sebagai berikut :
1. untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian
setelah dikurangi laba kotor;
2. untuk pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian
setelah dikurangi laba kotor;
3. untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual
rata-rata;
4. untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;
5. untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran;
6. untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan, adalah harga pasar wajar;

DPP Nilai lain PP 1/2012 jo PP 9/2021

7. untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya
dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang adalah harga pokok
penjualan atau harga perolehan;
8. untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang adalah harga lelang;
9. untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 11 % dari jumlah yang ditagih atau
jumlah yang seharusnya ditagih; atau
10. untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 11% dari
jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.

4
Tax Planning atas PPN

1. Memanfaatkan ketentuan mengenai syarat dan kewajiban menjadi Pengusaha


Kena Pajak (PKP)
2. Memanfaatkan ketentuan mengenai barang atau jasa mana yang:
 Terutang PPN
 Terutang tapi tidak dipungut PPN
 Tidak dikenakan PPN
 Dibebaskan dari PPN
3. Memaksimalkan Pajak Masukan / Optimalisasi PPN Masukan
4. Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak sesuai dengan masa pajaknya

Tax Planning atas PPN

5. Terbitkan Faktur Pajak selama mungkin (dalam kurun waktu yang


diperbolehkan).
6. Perhatikan syarat sah-nya Faktur Pajak supaya bisa dikreditkan
7. Melakukan Impor Inden pada Importir yang telah memiliki NPWP
8. Hindari pengenaan sanksi/denda perpajakan
9. Memanfaatkan fasilitas perpajakan di bidang PPN
10. Kapitalisasi biaya pembangunan ke dalam harga perolehan tanah seperti
biaya pengurugan, pengerasan dll ( efisiensi PPN Kegiatan Membangun
Sendiri / PPN KMS )

5
Tax Planning atas PPN

11. Perketat term of payment untuk mencegah Wajib Pajak “nalangin” PPN
Pembeli ( Pre-financing )
12. Melakukan pemusatan pajak terutang ( Sentralisasi )
13 Rekonsiliasi DPP PPN Keluaran setahun dengan Peredaran Usaha dalam SPT
PPh Badan
14. Dan sebagainya

1
Syarat Menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) PMK 197/PMK.03/2013

Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan
Undang-Undang.
1. Orang Pribadi atau Badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya :
 menghasilkan Barang Kena Pajak (BKP)

 mengimpor Barang Kena Pajak (BKP)

 mengekspor Barang Kena Pajak (BKP)

 melakukan usaha perdagangan

 memanfaatkan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud dari luar daerah
pabean
 melakukan usaha Jasa Kena Pajak (JKP)

 memanfaatkan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar daerah pabean

6
1
Syarat Menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP)

2. Memiliki Peredaran usaha atau Omzet dalam 1 (satu) tahun lebih dari Rp.
4.800.000.000,-
Bagi Orang Pribadi atau Badan yang mempunyai Peredaran usaha atau Omzet
dalam 1 (satu) tahun tidak lebih dari Rp. 4.800.000.000,-. dapat
mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak
(PKP) dan disebut Pengusaha Kecil Kena Pajak.
3. Harus mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Pengusaha Kena
Pajak (SK-PKP)

1
Kewajiban Pengusaha Kena Pajak

1. Menerbitkan Faktur Pajak untuk setiap Penyerahan Barang Kena Pajak dan
atau Jasa Kena Pajak.
2. Menyetorkan PPN yang kurang bayar ke Kantor Pos atau Bank Persepsi
paling lambat pada akhir bulan berikut sebelum melaporkan SPT Masa PPN.
3. Melaporkan Transaksi Penyerahan Barang Kena Pajak, Barang Tidak Kena
Pajak, Jasa Kena Pajak dan Jasa Tidak Kena Pajak ke Kantor Pelayanan
Pajak dengan menggunakan SPT Masa PPN paling lambat pada akhir bulan
berikut.

7
2 Ketentuan Pajak mengenai Barang dan Jasa
Barang & Jasa Impor dan/atau Penyerahan BKP Dan/Atau JKP Tertentu
Yang Dibebaskan Dari Pengenaan PPN
yang Tidak
Bab II PP No 49 Tahun 2022
Dikenai PPN
Pasal 4A ayat (2) & (3) UU PPN Impor dan/atau Penyerahan BKP Tertentu Yang Bersifat
stdtd UU 7/2021 HPP Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan PPN
- BARANG (Berwujud & Bab III PP No 49 Tahun 2022
Tidak Berwujud) Penyerahan JKP Tertentu Yang Bersifat Strategis Di Dalam
- JASA Daerah Pabean dan/atau Pemanfaatan JKP Tertentu Yang
Bersifat Strategis Dari Luar Daerah Pabean Di Dalam
Daerah Pabean Yang Dibebaskan Dari Pengenaan PPN
Barang yang Termasuk penyerahan BKP Bab IV PP No 49 Tahun 2022
Dikenai Pajak Impor dan/atau Penyerahan BKP Dan JKP Tertentu Yang
Pasal 1A ayat 1
(BKP) & Jasa Bersifat Strategis, dan/atau Pemanfaatan JKP Tertentu
Yang Bersifat Strategis Dari Luar Daerah Pabean Di Dalam
yang Dikenai Daerah Pabean Yang Tidak Dipungut PPN
Pajak (JKP) Tidak termasuk penyerahan Bab V PP No 49 Tahun 2022
BKP
Impor BKP Yang Dibebaskan Dari Pungutan Bea Masuk
Pasal 1A ayat 2 Yang Tidak Dipungut PPN Dan PPnBM
Bab VI PP No 49 Tahun 2022

2 Ketentuan Pajak mengenai Barang dan Jasa


Barang & Jasa
yang Tidak
Dikenai PPN
Pasal 4A ayat (2) & (3) UU PPN BKP Tertentu Bersifat Strategis yang Dibebaskan
stdtd UU 7/2021 HPP
dari Pengenaan PPN
BARANG & JASA PP No 49 Tahun 2022

Alat Angkutan Tertentu Dan Penyerahan JKP


Barang & Jasa terkait Alat Angkutan Tertentu yang Impor dan
Kena Pajak Penyerahannya Tidak Dipungut PPN
PP No 50 Tahun 2019
(BKP & JKP)
PPN/PPnBM atas Impor BKP yang Dibebaskan
dari Pungutan Bea Masuk
PMK No. 198/PMK.010/2019

BKP & JKP yang Penyerahannya Terutang PPN

8
2
Pasal 1A ayat (1) UU PPN jo
Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) UU 11/2020 jo UU 7/2021

Barang Kena Pajak (BKP) adalah objek PPN yang berbentuk barang baik
barang berwujud maupun barang tidak berwujud.
Termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah:
1. penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian;
2. pengalihan Barang Kena Pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli
dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing);
3. penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui
juru lelang;
4. pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak;

2
Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)

5. Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat
pembubaran perusahaan;
6. Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya
dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang;
7. Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi;
8. Penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka
perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang
penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak
yang membutuhkan Barang Kena Pajak.

9
2
Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)

9. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha


atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan
sendiri atau digunakan pihak lain.
10. Penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan oleh PKP, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak
Masukannya tidak dapat dikreditkan karena perolehan BKP atau JKP yang
tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha dan perolehan
dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van, dan
kombi kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan.

2
Barang Kena Pajak (BKP) Tidak Berwujud

1. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian


atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses
rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak
serupa lainnya;
2. penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial,
komersial, atau ilmiah;
3. pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau
komersial;
4. pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan
atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1, penggunaan atau hak
menggunakan peralatan/perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian
pengetahuan atau informasi tersebut pada angka 3, berupa :

10
2
Barang Kena Pajak (BKP) Tidak Berwujud

4.a. penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara
atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit,
kabel, serta optik, atau teknologi yang serupa;
4.b. penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman
suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang
disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi
yang serupa; dan
4.c. penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum
radio komunikasi;

2
Barang Kena Pajak (BKP) Tidak Berwujud

5. penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films),
film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio;
dan
6. pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan
penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-
hak lainnya sebagaimana tersebut di atas.

11
2
Syarat Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)

Penyerahan barang yang dikenai pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai


berikut:
1. barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP,
2. barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP Tidak Berwujud,
3. penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
4. penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
5. dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak maupun Pengusaha yang seharusnya
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi belum dikukuhkan.

2 Pasal 1A ayat (2) UU PPN jo UU 11/2020 jo UU 7/2021

Tidak Termasuk Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)

Tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah:


1. penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud
dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang;
2. penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-piutang;
3. penyerahan Barang Kena Pajak dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan
pemusatan tempat pajak terutang;
4. pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak
yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah
Pengusaha Kena Pajak; dan

12
2
Tidak Termasuk Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)

5. Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan
yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan.
6. Pengalihan Barang Kena Pajak untuk tujuan setoran modal pengganti saham
atau Penyertaan modal dalam bentuk aset (imbreng)

2 Pasal 4A ayat (2) UU PPN stdtd UU 7/2021 HPP

Barang yang Tidak Dikenakan PPN (Negative List PPN)

Barang yang Tidak Dikenakan PPN:


1. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,
warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman, baik yang dikonsumsi
di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan
oleh usaha jasa boga atau katering, yang merupakan objek pajak daerah
dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang pajak daerah dan retribusi daerah
2. Uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat
berharga

13
2
Jasa Kena Pajak (JKP) Pasal 1 angka 6 UU PPN

Jasa Kena Pajak (JKP) adalah objek PPN yang berbentuk jasa.
Termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa Kena Pajak adalah:
1. penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan
oleh Pengusaha
2. pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean
3. ekspor Jasa Kena Pajak (JKP) oleh Pengusaha Kena Pajak
4. Jasa Kena Pajak yang dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri dan/atau yang
diberikan secara cuma-cuma.

2
Syarat Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP)
Pasal 4 ayat 1 huruf c UU PPN

Penyerahan jasa yang dikenai pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai


berikut:
1. jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak,
2. penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;
3. penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
4. dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak maupun Pengusaha yang seharusnya
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi belum dikukuhkan.

14
2 Pasal 4A ayat (3) UU PPN stdtd UU 7/2021 HPP

Jasa yang Tidak Dikenakan PPN (Negative List PPN)

Jasa yang Tidak Dikenakan PPN:


1. Jasa keagamaan
2. Jasa kesenian dan hiburan, meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh
pekerja seni dan hiburan yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi
daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pajak daerah dan retribusi daerah
3. Jasa perhotelan, meliputi jasa penyewaan kamar dan/atau jasa penyewaan
ruangan di hotel yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak
daerah dan retribusi daerah

2
Jasa yang Tidak Dikenakan PPN (Negative List PPN)

4. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan


pemerintahan secara umum, meliputi semua jenis jasa sehubungan dengan
kegiatan pelayanan yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah sesuai
dengan kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan
jasa tersebut tidak dapat disediakan oleh bentuk usaha lain
5. Jasa penyediaan tempat parkir, meliputi jasa penyediaan atau
penyelenggaraan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir
atau pengusaha pengelola tempat parkir kepada pengguna tempat parkir
yang merupakan objek pajak daerah dari retribusi daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan
retribusi daerah.

15
2
Jasa yang Tidak Dikenakan PPN (Negative List PPN)

6. Jasa boga atau katering, meliputi semua kegiatan pelayanan penyediaan


makanan dan minuman yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi
daerah dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak
daerah dan retribusi daerah.

3
Memaksimalkan Pajak Masukan

 Sebaiknya membeli Barang Kena Pajak (BKP)/Jasa Kena Pajak (JKP) dari
Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk mendapatkan Faktur Pajak.
 Pastikan semua faktur pajak sudah diterima dalam satu masa pajak, jangan
sampai terdapat pajak masukan yang belum dikreditkan.
 Mengkreditkan pajak masukan atas perolehan barang modal seperti misalnya
pembelian mesin-mesin pabrik untuk memproduksi barang-barang yang akan
diekspor maupun yang akan dijual di dalam negeri, juga pembelian bahan
baku untuk proses produksinya.
 Perhatikan syarat sah-nya faktur pajak (masukan) supaya bisa dikreditkan.

16
4
PP 1/2012 jo PP 9/2021
Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak PER 03/PJ/2022

 Terbitkan Faktur Pajak selama mungkin (dalam kurun waktu yang sesuai
ketentuan penerbitan faktur pajak).
 Laporkan faktur pajak sesuai dengan masa pajaknya.
 Hindari pengenaan sanksi, karena PKP tidak membuat faktur pajak dengan
lengkap dan melaporkan dengan tepat waktu, maka akan dikenai sanksi
sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
 Meningkatkan jumlah penjualan ekspor karena berdasarkan ketentuan atas
transaksi ekspor dikenakan tarif PPN sebesar 0%

Faktur Pajak PER 03/PJ/2022

Sebagai bukti pemungutan PPN atas penyerahan BKP dan/atau JKP, maka PKP akan
menerbitkan Faktur Pajak yang dibuat pada saat terutangnya PPN, dikecualikan dari
ketentuan tersebut adalah Faktur Pajak Gabungan.

Kode dan nomor seri faktur pajak terdiri dari 16 digit, yaitu:
2 digit pertama menunjukkan kode transaksi.
1 digit berikutnya menunjukkan kode status.
13 digit berikutnya adalah nomor seri faktur pajak yang ditentukan oleh DJP.

17
4

Faktur Pajak PER 03/PJ/2022

Faktur Pajak PER 03/PJ/2022

Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak setelah melewati jangka
waktu 3 (tiga) bulan.
1. Sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat, tidak diperlakukan sebagai Faktur Pajak.
2. Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut dianggap tidak
menerbitkan Faktur Pajak.
3. Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dafam Faktur Pajak tersebut tidak dapat
dikreditkan sebagai Pajak Masukan.

18
5
Melakukan Impor Inden pada Importir yang telah memiliki NPWP

Impor inden adalah suatu kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah


pabean yang dilakukan oleh importir untuk dan atas nama pemesan (indentor)
berdasarkan perjanjian pemasukan barang impor antara importir dengan
indentor, yang segala pembiayaan impor antara lain L/C, bea, pajak, maupun
biaya yang berhubungan dengan impor sepenuhnya menjadi beban indentor
dan sebagai balas jasa importir memperoleh komisi dari indentor.

Berdasarkan ketentuan mengenai impor inden, atas barang yang diberikan dari
importir ke indentor tidak terutang PPN, sedangkan komisi yang dibayarkan
indentor kepada importir terutang PPN dan faktur pajak dapat dikreditkan.
SE-39/PJ.32/1990

5
Melakukan Impor Inden pada Importir yang telah memiliki NPWP

Contoh :
Jika PT. Indah hendak mengimpor garmen dari perusahaan di luar negeri, namun
karena tidak memiliki izin impor, maka PT. Indah membutuhkan Perusahaan Lain
(PT. Lestari) untuk melakukan kegiatan impor ini.
PT. Indah disebut sebagai Indentor dan Pihak PT. Lestari disebut sebagai Importir.
 PPh Pasal 22 dan PPN Impor yang sudah dibayar dapat dikreditkan oleh
Importir.
 Indentor membayar jasa importir sebagai komisi, terutang objek pemotongan
PPh Pasal 23 sebesar 2% (Jasa Perantara).

19
6
Berbagai Sanksi/Denda terkait dengan PPN

1. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat faktur
pajak atau terlambat membuat faktur pajak. Pasal 14 ayat (1) huruf d & e
juncto Pasal 14 ayat (4) UU KUP
2. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi faktur
pajak secara lengkap. Pasal 13 ayat (1) huruf e juncto pasal 13 ayat (2) UU
KUP
3. Sanksi Pidana sebagaimana diatur Pasal 39 ayat (1) huruf a dan b : Tidak
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan
menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak

7
Pemanfaatan Fasilitas Perpajakan di bidang PPN

1. Fasilitas PPN terutang tidak dipungut: Pasal 16B UU PPN

 Kawasan berikat PMK 65/PMK.04/2021

 KAPET (Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu) PP No. 10 Tahun 2012

 EPTE (Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor)


 Dll
2. Fasilitas PPN dibebaskan
 Impor dan atau penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis
 Dll PP No 49/2022
3. Fasilitas insentif PPN di masa Pandemi Covid 19.

20
8
PMK 61/PMK.03/2022

Tarif PPN & DPP Kegiatan Membangun Sendiri (KMS)


Kegiatan Membangun Sendiri dikenakan PPN apabila :
1. Kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau
pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau
digunakan pihak lain, termasuk yang dilakukan melalui kontraktor atau pemborong
tetapi atas kegiatan membangun tersebut tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai.
2. Bangunan adalah berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau
dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan
kriteria:
a. konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan
sejenis, dan/atau baja;
b. diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha;
c. luas keseluruhan paling sedikit 200 m2

8
PMK 61/PMK.03/2022

Tarif PPN & DPP Kegiatan Membangun Sendiri (KMS)


Tarif PPN Kegiatan membangun sendiri adalah sebesar 11%
Dasar Pengenaan Pajak adalah 20% dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang
dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah.
Termasuk dalam pengertian jumlah biaya yang dikeluarkan dan atau dibayarkan untuk
membangun sendiri adalah juga jumlah PPN yang dibayar atas perolehan bahan dan
jasa untuk kegiatan membangun sendiri tersebut.
Saat Dan Tempat Pajak Terutang
1. Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri dimulai pada saat
dibangunnya bangunan sampai dengan bangunan selesai.
2. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu
kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2
(dua) tahun.
3. Tempat pajak terutang atas kegiatan membangun sendiri adalah di tempat bangunan tersebut
didirikan.

21
9
Fasilitas Pembebasan PPN dan PPN Tidak Dipungut Pasal 16B UU PPN

1. Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari
pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun selamanya, untuk:
a. Kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean;
b. Penyerahan BKP tertentu atau penyerahan JKP tertentu;
c. Impor BKP tertentu;
d. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean;
e. Pemanfaatan JKP tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
2. Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan/atau perolehan JKP yang atas
penyerahannya tidak dipungut PPN dapat dikreditkan.
3. Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan/atau perolehan JKP yang atas
penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN tidak dapat dikreditkan.

9
Kawasan Bebas PP No. 10 Tahun 2012

Kawasan Bebas atau disebut kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas adalah
suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak
Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai.
• Pemasukan Barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean diberikan pembebasan
bea masuk dan PPN, tidak dipungut PPh Pasal 22 dan/atau pembebasan cukai.
• Pemasukan Barang ke Kawasan Bebas dari tempat lain dalam Daerah Pabean melalui
pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk, tidak dipungut PPN.
• Pemasukan Barang ke Kawasan Bebas dari tempat lain dalam Daerah Pabean yang tidak
melalui pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk, dipungut PPN dan/atau cukai
• Barang Kena Pajak yang dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah
Pabean terutang PPN.

22
9
Kawasan Bebas PP No. 10 Tahun 2012

• Penyerahan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari tempat lain dalam Daerah Pabean
ke Kawasan Bebas, tidak dipungut PPN.
• Penyerahan Jasa Kena Pajak dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas
yang penyerahannya tidak dilakukan di Kawasan Bebas, dikenai PPN.
• Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan
Bebas, tidak dipungut PPN.

9
Pengusaha di Kawasan Berikat (PDKB) dan
Pengusaha Kawasan Berikat PMK 65/PMK.04/2021

Fasilitas PPN tidak dipungut dan pembebasan PPN untuk Pengusaha Di Kawasan Berikat
(PDKB) atau Pengusaha Kawasan berikat.
PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atas:
1. Pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat untuk
diolah lebih Janjut;
2. Pemasukan kembali barang dan Hasil Produksi Kawasan Berikat dalam rangka
subkontrak dari Kawasan Berikat lain atau perusahaan industri di tempat lain dalam
daerah pabean ke Kawasan Berikat;
3. Pemasukan kembali mesin dan/atau cetakan (moulding) dalam rangka peminjaman
dari Kawasan Berikat lain atau perusahaan di tempat lain dalam daerah pabean ke
Kawasan Berikat;

23
9
Pengusaha di Kawasan Berikat (PDKB) dan
Pengusaha Kawasan Berikat PMK 65/PMK.04/2021

4. Pemasukan Hasil Produksi Kawasan Berikat lain, atau perusahaan di tempat lain dalam
daerah pabean yang bahan baku untuk menghasilkan hasil produksi berasal dari
tempat lain dalam daerah pabean, untuk diolah lebih lanjut oleh Kawasan Berikat;
5. Pemasukan hasil produksi yang berasal dari Kawasan Berikat lain, atau perusahaan di
tempat lain dalam daerah pabean yang bahan baku untuk menghasilkan hasil produksi
tesebut dari tempat lain dalam daerah pabean, yang semata-mata akan digabungkan
dengan barang Hasil Produksi Kawasan Berikat untuk diekspor; atau
6. Pemasukan pengemas dan alat bantu pengemas dari tempat lain dalam daerah
pabean ke Kawasan Berikat untuk menjadi satu kesatuan dengan Hasil Produksi
Kawasan Berikat.

9
Pengusaha di Kawasan Berikat (PDKB) dan
Pengusaha Kawasan Berikat PMK 65/PMK.04/2021

Penangguhan Bea Masuk, pembebasan Cukai, pembebasan PPN atau PPN dan PPnBM,
tidak dipungut PPh Pasal 22 lmpor, diberikan alas pemasukan barang dari Kawasan
Bebas yang akan diolah lebih lanjut dan/atau digabungkan dengan hasil produksi di
Kawasan Berikat.

Barang yang mendapat fasilitas pembebasan PPN ataupun PPN tidak dipungut adalah
barang yang merupakan barang untuk dikonsumsi di Kawasan Berikat, seperti makanan,
minuman, bahan bakar dan pelumas.

24
Contoh Penghitungan PPN dan PPnBM
1. PKP “A” menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual Rp 25.000.000,- Pajak
Pertambahan Nilai yang terutang = 11% x Rp25.000.000 = Rp2.750.000,
PPN sebesar Rp2.750.000 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh
Pengusaha Kena Pajak “A”.
2. PKP “B” melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan memperoleh Penggantian
sebesar Rp20.000.000 PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP “B” = 11% x
Rp20.000.000 = Rp 2.200.000
PPN sebesar Rp2.200.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut
oleh Pengusaha Kena Pajak “B”.
3. Seseorang mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan Nilai
Impor sebesar Rp15.000.000 PPN yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai = 11% x Rp15.000.000 = Rp 1.650.000

Contoh Penghitungan PPN dan PPnBM


4. Pengusaha Kena Pajak “D” mengimpor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah
dengan Nilai Impor sebesar Rp5.000.000 Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
tersebut selain dikenai PPN juga dikenai PPnBM misalnya dengan tarif 20%.
Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas impor Barang Kena Pajak yang
tergolong mewah tersebut adalah:
Dasar Pengenaan Pajak = Rp 5.000.000
PPN = 11% x Rp5.000.000 = Rp550.000
PPn BM = 20% x Rp5.000.000 = Rp1.000.000
5. Kemudian PKP “D” menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari suatu
BKP yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM dengan tarif misalnya
35%. Oleh karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak
dapat dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp1.000.000 dapat ditambahkan ke dalam
harga BKP yang dihasilkan oleh PKP “D” atau dibebankan sebagai biaya.

25
Contoh Penghitungan PPN dan PPnBM
Lanjutan nomor 5:
Misalnya PKP “D” menjual BKP yang dihasilkannya dengan harga Rp50.000.000, maka
penghitungan PPN dan PPn BM yang terutang adalah :
Dasar Pengenaan Pajak = Rp50.000.000
PPN = 11% x Rp50.000.000 = Rp5.500.000
PPn BM = 35% x Rp50.000.000 = Rp17.500.000
PPN sebesar Rp550.000 yang dibayar pada saat impor merupakan pajak masukan
bagi PKP “D” dan PPN sebesar Rp5.500.000 merupakan pajak keluaran bagi PKP “D”.
Sedangkan PPnBM sebesar Rp1.000.000 tidak dapat dikreditkan. Begitu pun dengan
PPnBM sebesar Rp17.500.000 tidak dapat dikreditkan oleh PKP “X

-end-

26

Anda mungkin juga menyukai