Anda di halaman 1dari 6

Nama : Shafira Aulia Kurniawan

Wida Royani
NPM : 24081120071
24081120038
Tugas Perpajakan 2

1. Berikut merupakan karakteristik dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN):


1) Pajak Tidak Langsung
Dari segi ekonomi, beban pajak dialihkan kepada pihak lain, yaitu. mereka yang
mengkonsumsi barang dan atau jasa kena pajak. Dari segi hukum, kewajiban membayar
pajak kepada kas negara tidak terletak pada penanggung beban pajak melainkan pada
Pengusaha Kena Pajak yang bertindak sebagai penjual Barang Kena Pajak, atau Pengusaha
Kena Pajak yang memberikan Jasa Kena Pajak.
2) Pajak Objektif
Pajak obyektif adalah jenis pajak yang kewajiban membayar PPN ditentukan oleh faktor
sasaran, bukan tarif sasaran. Oleh karena itu, berapapun penghasilan seseorang atau
seseorang (perseorangan atau badan hukum), ia wajib membayar PPN atas konsumsi
Barang Kena Pajak. Berbeda dengan perpajakan subyektif yang memperhitungkan status
penghasilan subjek.
3) Multi Stage Levy
Setiap penyerahan barang yang menjadi objek PPN mulai dari tingkat pabrikan
(manufacture) kemudian di tingkat pedagang besar (wholesaler) dan di tingkat pedagang
pengecer (retailer) dikarenakan PPN.
4) Tidak menimbulkan Pajak Berganda
Kemungkinan pengenaan pajak berganda seperti yang dialami dalam era UU Pajak
Penjualan (PPn) 1951 dapat dihindari sebanyak mungkin karena PPN di pungut atas nilai
tambah saja dan hanya pengguna saja yang akhirnya menanggung PPN. PPN yang dipungut
oleh Pengusaha Kena Pajak, penjual, tidak langsung di setor ke Kas Negara, namun masih
harus dikurangi dengan PPN yang dibayar kepada PKP lain saat perolehan BKP (Pajak
Masukan).
5) Pemungutan menggunakan Faktur Pajak
PPN dipungut dengan menggunakan media pemungutan, media pemungutan tersebut
disebut dengan Faktur Pajak yang merupakan bukti pemungutan PPN. Mulai 1 Oktober
2020 setiap pengusaha kena pajak yang melakukan pemungutan PPN diwajibkan
menggunakan e-faktur untuk menghindari penyalahgunaan faktur pajak juga untuk
mempermudah administrasi penggunaan faktur pajak.
6) Merupakan Pajak atas konsumsi dalam negeri
Jika dikenakan pada konsumsi akhir, tujuan akhir PPN adalah mengenakan pajak atas
pengeluaran individu dan unit, serta lembaga swasta dan publik, dalam bentuk barang atau
jasa dari anggaran belanja negara.
7) Bersifat netral, Netralisasi PPN di bentuk 2 faktor, yaitu:
a. PPN dikenakan baik atas konsumsi barang maupun jasa.
b. Dalam pemungutannya, PPN menganut prinsip tempat tujuan (destination principle)
dan prinsip tempat asal (origin principle).

2. Objek PPN
1) Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah
Pabean yang dilakukan oleh pengusaha
2) Impor BKP dan/atau pemanfaatan JKP/BKP Tak Berwujud dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean
3) Ekspor BKP dan/atau JKP
4) Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan
oleh orang pribadi atau badan
5) Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk
diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan

3. Barang Kena Pajak (BKP)


Barang Kena Pajak (BKP) merupakan barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat
berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud, yang dikenakan
pajak berdasarkan UU PPN.
Pengaturan cakupan BKP dalam UU PPN bersifat “negative list”, dalam artian bahwa pada
prinsipnya seluruh barang merupakan BKP, kecuali ditetapkan sebagai barang yang tidak dikenai
PPN.

4. Jasa Kena Pajak (JKP)


Jasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan jasa berdasarkan undang-undang yang menyediakan
barang, fasilitas, kemudahan atau hak, termasuk jasa yang diberikan untuk pembuatan barang
pesanan atau permintaan dengan bahan dan/atau petunjuk kepada pelanggan yang dikenakan pajak
menurut ketentuan yang berlaku.
Seperti halnya cakupan BKP, pengaturan cakupan JKP dalam UU PPN juga bersifat “negative list”,
dalam artian bahwa pada prinsipnya seluruh jasa merupakan JKP, kecuali ditetapkan sebagai jasa
yang tidak dikenai PPN.

5. Subjek PPN
Subjek PPN di Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan adalah
1. Pengusaha Kena Pajak (PKP), baik orang pribadi maupun badan, yang melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP), yang dikenakan pajak berdasarkan UU
PPN.
2. Non-PKP yang melakukan impor BKP, pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean
di dalam daerah pabean, pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, dan
melakukan kegiatan pembangunan

6. Kawasan berikat adalah tempat penyimpanan barang impor dan/atau barang yang berada di tempat
lain dalam daerah pabean untuk diolah atau digabungkan hasilnya terutama untuk tujuan ekspor.

7. Pemungutan PPN menganut prinsip akrual, artinya terutangnya pajak terjadi pada saat penyerahan
BKP atau JKP meskipun pembayaran atas penyerahan tersebut belum sepenuhnya diterimaa saat
impor BKP.
Saat terutangnya PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 11 UU PPN adalah pada saat:
− Penyerahan BKP;
− Impor BKP;
− Penyerahan JKP;
− Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean;
− Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean;
− Ekspor BKP Berwujud;
− Ekspor BKP Tidak Berwujud; atau
− Ekspor JKP.
Tempat Terutangnya PPN Terdapat beberapa tempat terutang PPN yang juga diatur dalam UU PPN
yaitu:
− Penyerahan BKP/JKP adalah ditempat tinggal (Pengusaha Orang Pribadi) atau tempat
kedudukan (Pengusaha Badan) dan tempat kegiatan usaha dilakukan, yaitu di tempat
pengusaha dikukuhkan sebagai PKP.
− Impor BKP adalah di tempat dimasukannya BKP kedalam Daerah Pabean dan dipungut
melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
− Pemanfaatan BKP Tidaj Berwujud dari luar Daerah Pabean adalah di tempat orang pribadi
BKP Tidak Berwujud/JKP tersebut terdapat Wajib Pajak.
− Atas Kegiatan Membangun Sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan saha atau pekerjaan
adalah ditempat bangunan didirikan.
Direktur Jenderal Pajak (DJP) juga berhak menentukan tempat lain selain tempat yang
disebutkan diatas, sebagai tempat PPN terutang atas ekspor BKP, baik atas permohonan
tertulis dari PKP secara jabatan.

8. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) sesuai dengan yang
diatur pada Pasal 1 ayat (4) Peraturan Dirjen Pajak No. PER-24/PJ/2012.

9. DPP (Dasar Pengenaan Pajak)


DPP adalah jumlah dari harga jual, penggantian, biaya ekspor / impor atau biaya lainnya yang
digunakan sebagai dasar cara menghitung pajak yang akan dikenakan PPN dan PPh.
Berikut dua jenis DPP:
a) Jenis Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan ( DPP PPh )
Sebagaimana tercantum dalam kentetuan Undang-Undang (UU) Pajak Penghasilan (PPh),
dasar pengenaan pajak penghasilan (DPP PPh) adalah:
− DPP PPh Pasal 4 ayat 2
Dasar pemotongan pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 adalah dari jumlah penghasilan
atas jasa atau sewa tersebut.
− DPP PPh Pasal 15
Dasar pengenaan pajak PPh 15 adalah norma penghitungan khusus penghasilan neto,
yakni 4% dari peredaran bruto. Besarnya PPh yang terutang adalah 1,2% dari
peredaran bruto dan bersifat final. PPh Pasal 15 ini adalah pengenaan pajak pada wajib
pajak perusahaan pelayaran.
− DPP PPh Pasal 21
Dasar pengenaan pajak penghasilan PPh 21 untuk menentukan tarif pajak penghasilan
pegawai dan bukan pegawai
− DPP PPh Pasal 23
DPP PPh 23 adalah nilai atas imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa
manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain yang dipotong dari jumlah
bruto tidak termasuk PPN.
− DPP PPh Pasal 26
Dasar Pengenaan Pajak Pasal 26 ini terbagi menjadi tiga jenis DPP PPh 26, yakni yang
didasarkan pada jumlah penghasilan bruto dan penghasilan neto.
b) Jenis Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai ( DPP PPN )
− DPP Harga jual
− DPP Penggantian
− DPP Nilai ekspor
− DPP Nilai lain

10. PPN adalah pajak yang ditambahkan dan dipungut atas suatu transaksi. Pihak penjual yang sudah
dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) harus membuat faktur pajak elektronik sebagai
bukti pemungutan PPN dan melaporkannya setiap bulan melalui SPT. Tarif PPN sebagai berikut:
Tarif umum 10% untuk penyerahan dalam negeri
Tarif khusus 0% diterapkan atas ekspor Barang Kena Pajak (BKP) berwujud maupun tidak
berwujud, dan ekspor Jasa Kena Pajak (JKP).
Tarif Pajak sebesar 10% dapat berubah menjadi lebih rendah, yaitu 5% dan paling tinggi 15%
sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah.

11. Perhitungan PPN


Dalam UU 7/2021 tarif PPN naik dari 10% menjadi 11% yang berlaku pada 1 April 2022. Cara
menghitung PPN yaitu mengalikan tarif PPN 11% dengan dasar pengenaan pajak yang meliputi
harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain.
Rumus PPN adalah PPN = Tarif PPN x DPP

12. Mekanisme pengkreditan pajak masukan


Kredit pajak merupakan jumlah dari pajak yang dipotong atau dipungut oleh pihak lain dan sudah
dikurangi dengan semua pajak terutang. Aturan mengenai mekanisme pengkreditan Pajak Masukan
diatur di Pasal 9 UU PPN
Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak
yang sama. Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi
persyaratan yang diatur dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9) UU PPN. Apabila dalam suatu Masa
Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, selisihnya merupakan Pajak
Pertambahan Nilai yang harus disetor oleh Pengusaha Kena Pajak. Begitu pula sebaliknya, apabila
dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak
Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasi ke Masa Pajak berikutnya.
Atas kelebihan Pajak Masukan ini dapat diajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun
buku.

13. Perhitungan ppn kurang atau lebih disetor atau dibayar


Apabila pajak keluaran lebih besar dibanding pajak masukan, maka hasilnya adalah PPN kurang
bayar. Tetapi apabilapajak masukan lebih besar dibanding pajak keluaran, maka hasilnya adalah
nihil

14. Pelaporan
Seluruh Wajib Pajak (WP) orang pribadi harus melakukan pelaporan pajak tepatnya, pada
tanggal 30 atau 31 bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. Selain itu, pelaporan SPT
Masa PPN harus dilakukan dalam bentuk dokumen elektronik sesuai yang sudah ditentukan pada
Pasal 3A PMK 9/2018 s.t.d.t.d PMK 18/2021

15. Pajak penjualan atas barang mewah


Berdasarkan undang-undang yang berlaku di Indonesia Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
(PPnBM) adalah pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh
pengusaha untuk mengimpor barang tersebut dalam kegiatan usahanya.

Anda mungkin juga menyukai