Anda di halaman 1dari 7

PPN dan PPNBM

( Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Audit Perpajakan )

DOSEN PENGAMPU :
Nurdina, SE., M.SA.

NAMA ANGGOTA (KELOMPOK 4) :


1. Laksana Surya Gumelar (191600001)
2. Wahyu Eka Safitri (191600049)
3. Dina Dwi Arista (191600117)
4. Ibnu Hakim Alsanda (191600167)
5. Vira Aulia Nur Salsabillah (191600223)
6. Annis Fauziah (191600243)
7. Heru B. Santoso (201609008)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA
2022
1. Pengertian PPN dan PPNBM

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) merupakan dua
jenis pajak yang berbeda meski memiliki sejumlah unsur yang sama.

 PPN merupakan pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai yang muncul karena
pemakaian faktor-faktor produksi oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menyiapkan,
menghasilkan dan memperdagangkan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak(JKP).
 PPnBM merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang masuk golongan barang
mewah. Pengenaan PPnBM dibebankan pada produsen atau PKP yang menghasilkan atau
mengimpor barang mewah.
2. Karakteristik PPN dan PPNBM
 PPN memiliki 7 karakteristik, antara lain:
1. Merupakan pajak tidak langsung. Artinya, beban pajak dialihkan kepada pihak lain,
yakni pihak yang mengkonsumsi barang atau jasa yang menjadi objek pajak. Selain itu,
tanggung jawab penyetoran pajaknya tidak berada di pihak yang memikul beban pajak.
2. Merupakan pungutan yang sifatnya objektif. Kewajiban untuk membayar PPN
ditentukan oleh objek pajak, sehingga kondisi subjek pajak tidak diperhitungkan sama
sekali. Kondisi seseorang sebagai subjek pajak, terlepas dari gender, status sosial
ataupun daya beli semuanya sama di mata PPN sehingga dikenakan besaran pungutan
yang sama.
3. Multi stage tax. Artinya, PPN dikenakan pada seluruh rantai produksi dan distribusi.
Setiap barang yang menjadi objek PPN mulai dari pabrikan ke pedagang besar hingga ke
pengecer atau ritel, semuanya dikenakan PPN.
4. Dihitung dengan metode indirect substraction. Pajak yang dipungut PKP penjual tidak
langsung disetorkan ke kas negara. PPN terutang yang harus dibayarkan ke kas negara
merupakan hasil perhitungan mengurangkan PPN yang dibayar kepada PKP lain yang
dinamakan pajak masukan dengan PPN yang dipungut dari pembeli yang dinamakan
pajak keluaran.
5. Merupakan pajak atas konsumsi umum dalam negeri. PPN hanya dikenakan
padakonsumsi BKP dan/atau JKP yang dilakukan di dalam negeri. Oleh karena itu,
komoditas impor juga dikenai PPN dengan besaran sama dengan komoditas lokal.
6. Bersifat netral. Netralitas PPN dibentuk oleh dua faktor, yakni dikenakan atas konsumsi
barang maupun jasa dan menganut prinsip tempat tujuan (destination principle) dalam
pemungutannya.
7. Tidak menimbulkan pajak berganda. Kemungkinan adanya pajak berganda
dapatdihindari karena PPN hanya dipungut atas nilai tambah saja.
 PPNBM memiliki 4 karakteristik, antara lain :
1. Merupakan pungutan tambahan. PPnBM merupakan pungutan tambahan yang
dikenakan pada barang mewah disamping PPN. Hal ini dimaksudkan agar konsumen
yang membeli barang mewah, yang notabene merupakan konsumen dengan daya beli
tinggi, memikul beban tambahan lebih tinggi dibanding konsumen berdaya beli rendah.
Sebab, jika tidak dibebankan pungutan tambahan, maka tidak ada asas keadilan, karena
konsumen yang daya belinya tinggi membayar persentase pajak yang sama dengan
konsumen dengan daya beli rendah.
2. Hanya dikenakan satu kali. PPnBM hanya dikenakan satu kali, yaitu pada saat
impor/penyerahan BKP yang tergolong mewah yang dilakukan pabrikan yang
menghasilan BKP yang tergolong mewah.
3. Tidak dapat dikreditkan. Karena sasaran PPnBM adalah konsumen, maka tujuan
memberi beban pajak tambahan tidak akan tercapai apabila PPnBM dapat dikreditkan
karena PPnBM yang dibayar akan masuk kembali ke kas perusahaan pedagang besar.
Oleh karena itu, PPnBM akan dibebankan sebagai biaya oleh PKP yang menyerahkan
BKP pada mata rantai distribusi yang kedua, sehingga akan menjadi unsur harga jual
yang diinta dari pembeli, yaitu PKP pada jalur berikutnya atau konsumen yang secara
langsung membeli dari pedagang besar.
4. Jika diekspor, PPnBM yang dibayar pada saat perolehan dapat diminta kembali. Meski
PPnBM tidak dapat dikreditkan, tetapi apabila BKP yang tergolong mewah diekspor,
maka PPNBM yang dibayar berkaitan dengan perolehan BKP yang tergolong mewah
yang berhubungan langsung dengan BKP, dapat diajukan permintaan restitusi.
3. Perbedaan PPN dan PPNBM

Berdasarkan masing-masing karakteristiknya, secara garis besar PPN dan PPNBM, yakni:

a) Jenis pungutan. Pada PPN, jenis pungutan yang dibebankan adalah pungutan atas nilai
tambah barang. Sedangkan, PPNBM merupakan pungutan tambahan yang dikenakan
selain PPN kepada barang yang sifatnya mewah.
b) Pengenaan Pajak. PPN dikenakan di setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur
distribusi, mulai dari tingkat pabrikan, tingkat pedagang besar hingga tingkat pedagang
pengecer. Sedangkan, PPNBM hanya dikenakan satu kali, yakni saat impor atau saat
penyerahan BKP di dalam negeri oleh pabrikan yang menghasilkannya.
c) Pengkreditan. PPN dapat dikreditkan melalui mekanisme pajak masukan dan pajak
keluaran. Sedangkan, PPNBM tidak dapat dikreditkan dengan PPN atau PPnBM lainnya.
4. Subjek PPN dan PPNBM

Subjek pajak PPN dan PPNBM adalah pengusaha Kena Pajak (PKP). Walaupun demikian,
karena PPN dan PPNBM merupakan pajak yang tidak langsung maka prinsipnya beban pajak
bisa digeser kepada pihak lain (Text Shifting).

 Subjek PPN dan PPNBM ada dua kategori

yaitu :

a) Pengusaha kena pajak (PKP) yang meliputi Pabrikan/Produsen, Pengusaha real estate,
Importir, Indentor.
b) Pengusaha yang memilih menjadi pengusaha kena pajak yang meliputi eksportir dan
Pedagang yang merupakan Barang Kena Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak.
 Bukan subjek PPN
a) Pengusaha bidang pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan perkebunan.
b) Pengusaha kecil yaitu pengusaha yang nilai peredaran setahun lebih kecil atau sama
dengan Rp. 240.000.000,- atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran brutonya tidak
lebih dari Rp. 120.000.000,-
5. Pengecualian objek PPN dan PPNBM
 Jenis Barang Yang Tidak Dikenakan PPN dan PPNBM:
1. Barang hasil pertanian, hasil perkebunan dan hasil kehutanan yang dipetik langsung,
diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya.
2. Barang hasil peternakan, perburuan / penangkapan, penangkaran yang diambil
langsung dari sumbernya.
3. Barang hasil penangkapan atau budidaya perikanan yang diambil langsung dari
sumbernya.
 Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN dan PPNBM
1. Jasa dibidang pelayanan medic,
2. Jasa dibidang pelayanan social
3. Jasa dibidang pengiriman surat
4. Jasa dibidang perbankan, asuransi dan sewa guna usaha untuk hak opsi,dll
6. Dasar Pengenaan Pajak PPN
Untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai digunakan
nilai yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sendiri terdiri
dari:

a. Harga Jual
Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak.
b. Penggantian
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa
Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.
c. Nilai Impor
Nilai Impor adalah uang yang digunakan sebagai dasar penghitungan Bea Masuk
ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak.
d. Nilai Ekspor
Nilai Ekspor adalah uang atau biaya yang diminta oleh eksportir.
e. Nilai Lain
Nilai Lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak
yang diatur oleh Menteri Keuangan. DPP PPN (Dasar Pengenaan Pajak PPN) yang
diatur dalam Pasal 9 ayat 1
7. Tarif Pajak PPN
PPN = Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak (DPP

Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 10%. Sedangkan tariff PPN sebesar 0% diterapkan atas:

a. Ekspor BKP Berwujud

b. Ekspor BKP Tidak Berwujud

c. Ekspor JKP

8. Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

Tarif penjualan atas barang mewah dapat diterapkan dalam beberapa kelompok tariff, yaitu
tariff paling rendah adalah 10% dan yang paling tinggi adalah 200%. Ketentuan mengenai tariff
kelompok barang kena pajak yang tergolong mewah yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang
Mewah dengan peraturan pemerintah. Sedangkan ketentuan mengenai jenis barang yang
dikenai PPn BM siatur dengan peraturan menteri keuangan.
 PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP wajib memungut PPN dari pembeli/penerima
BKP/JKP yang bersangkutan sebesar 10% dari Harga Jual atau penggantian, dan membuat
Faktur Pajak sebagai bukti pemungutannya.

 PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak Keluaran bagi PKP
Penjual BKP/JKP, yang sifatnya sebagai pajak yang harus dibayar (utang pajak).
9. Tarif PPnBM
PPNBM = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif

Berdasarkan Pasal 8 UU PPN 1984, tarif PPnBM adalah sebagai berikut:

a. Atas impor atau penyerahan “Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah” oleh Pabrikan
BKP yang terrgolong mewah tersebut, dikenakan PPnBM di samping PPN;

b. Tarif PPnBM yang semula berkisar antara 10% sampai dengan setinggi-tingginya 50% sejak
1 Januari 2001 diubah menjadi paling rendah 10% dan paling tinggi 75%.

c. Atas ekspor BKP yang Tergolong Mewah dikenakan PPnBM dengan tarif 0%.

Contoh Soal Cara Perhitungan PPN

1. Pengusaha Kena Pajak Mitra menyerahkan Barang Kena Pajak secara Cuma-Cuma untuk
membantu korban bencana merapi Yogyakarta senilai Rp. 330.000.000 termasuk laba 10%.
Berapa PPN yang terutang atas penyerahan BKP tersebut:
Jawab :
DPP = 100 x harga jual termasuk laba
100 + %laba
= 100 x Rp. 330.000.000
110
= Rp. 300.000.000

PPN = 10% x Rp. 300.000.000

= Rp. 30.000.000
2. Pengusaha kena pajak Abraham menjual tunai BKP kepada pengusaha kena pajak Bahrul
dengan harga jual Rp. 25. 000.000,- PPN yang terutang :

Jawab:

10 x Rp. 25.000.000 = Rp. 2.500.000,-

PPN sebesar Rp. 2.500.000,- tersebut merupakan pajak keluaran yang dipungut oleh pengusaha
kena pajak Abraham. Sedangkan bagi pengusaha kena pajak Bahrul. PPN tersebut merupakan
pajak masukan.

3. Seseorang mengimpor BKP dari luar daerah Pabean dengan nilai impor Rp. 15.000.000,- PPN
yang dipungut melalui Direktorat Jendral Bea dan Cukai :

Jawab:

10% x Rp. 15.000.000 = Rp. 1.500.000,-

Contoh Soal Cara Perhitungan PPNBM

1. PKP PT Raya Buana sebagai pabrikan menyerahkan barang hasil produksinya dengan harga
jual Rp. 10.000.000,-. Barang tersebut merupakan BKP yang tergolong mewah dengan tarif PPn
BM sebesar 40 %. Penghitungan pajak yang harus dipungut adalah sebagai berikut :
PPN                       = 10 % x Rp. 10.000.000 = Rp. 1.000.000,-
PPn BM                = 40 % x Rp. 10.000.000 = Rp. 4.000.000,-

Anda mungkin juga menyukai