Anda di halaman 1dari 7

Resume Week 12

Pajak Pertambahan Nilai / VAT (Value Added Tax)

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari
barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN
disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak
tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan
penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan
langsung pajak yang ia tanggung.

Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia

Secara teknis, mekanisme yang berlaku terhadap PPN di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP wajib memungut PPN dari


pembeli/penerima BKP/JKP yang bersangkutan sebesar 10% dari Harga Jual atau
penggantian, dan membuat Faktur Pajak sebagai bukti pemungutannya.
2. PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak Keluaran bagi PKP
Penjual BKP/JKP, yang sifatnya sebagai pajak yang harus dibayar (utang pajak).
3. Pada waktu PKP di atas melakukan pembelian/perolehan BKP/JKP yang dikenakan PPN,
PPN tersebut merupakan Pajak Masukan yang sifatnya sebagai pajak yang dibayar di
muka, sepanjang BKP/JKP yang dibeli tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan
usahanya.
4. Untuk setiap Masa Pajak (setiap bulan), apabila jumlah Pajak Keluaran lebih besar
daripada Pajak Masukan, maka selisihnya harus disetor ke Kas Negara paling lama akhir
bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. Dan sebaliknya, apabila jumlah Pajak Masukan
lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisih tersebut dapat dikompensasi ke masa
pajak berikutnya. Restitusi hanya dapat diajukan pada akhir tahun buku. Hanya PKP yang
disebutkan dalam Pasal 9 ayat (4b) UU Nomor 42 Tahun 2009 saja yang dapat
mengajukan restitusi untuk setiap Masa Pajak.
5. PKP di atas wajib menyampaikan SPT Masa PPN setiap bulan ke Kantor Pelayanan
Pajak terkait paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.

Dasar Pengenaan Pajak PPN (DPP)


Untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai digunakan
nilai yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sendiri terdiri
dari:
1. Harga Jual
Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak.
2. Penggantian
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa
Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.
3. Nilai Impor
Nilai Impor adalah uang yang digunakan sebagai dasar penghitungan Bea Masuk
ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak.
4. Nilai Ekspor
Nilai Ekspor adalah uang atau biaya yang diminta oleh eksportir.
5. Nilai Lain
Nilai Lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak yang
diatur oleh Menteri Keuangan.

DPP PPN (Dasar Pengenaan Pajak PPN) yang diatur dalam Pasal 9 ayat 1 sebagai berikut:

• Untuk penyerahan BKP atau pemanfaatan BKP tidak berwujud, DPP-nya adalah jumlah
harga jual.
• Untuk pengimporan BKP, DPP-nya adalah nilai impor (definisi nilai impor lihat Pasal 1
angka 20 UU PPN).
• Untuk pengeksporan BKP, DPP-nya adalah nilai ekspor.
• Untuk kasus penyerahan BKP/JKP tertentu, DPP-nya adalah nilai lain. Nilai lain adalah
suatu jumlah yang ditetapkan Menteri Keuangan sebagai Dasar Pengenaan PPN atas jenis
penyerahan BKP/JKP tertentu.

Tarif PPN dan Kenaikan Tarif PPN Terbaru 12%

Sesuai Pasal 7 UU No. 42 Tahun 2009 disebutkan besar tarif PPN adalah sebagai berikut:

• Tarif umum 10% untuk penyerahan dalam negeri


• Tarif khusus 0% diterapkan atas ekspor BKP berwujud maupun tidak berwujud, dan
ekspor JKP.
• Tarif Pajak sebesar 10% dapat berubah menjadi lebih rendah, yaitu 5% dan paling tinggi
15% sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah.
Jika mengacu pada RUU KUP yang tengah digodog antara pemerintah dan parlemen, maka
dengan rencana kenaikan tarif pajak menjadi 12% ini masih di bawah dari ketentuan tarif PPN
paling tinggi sebesar 15%

Rumus & Cara Perhitungan PPN


Perhitungan PPN yang terutang dilakukan dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Dasar
Pengenaan Pajak (DPP). ​Proses perhitungan tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut:

PPN = Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Pajak Penjualan Atas Barang Mewah/luxury-goods sales tax (LGST)

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) ialah pajak yang dikenakan pada barang yang
tergolong mewah kepada produsen untuk menghasilkan atau mengimpor barang dalam kegiatan
usaha atau pekerjaannya. PPnBM hanya dikenakan 1 kali pada saat penyerahan barang ke
produsen.

Pengertian menghasilkan barang ialah kegiatan:

• Merakit, yaitu menggabungkan bagian-bagian lepas dari suatu barang menjadi barang
setengah jadi atau barang jadi. Contohnya merakit mobil, barang elektronik, dan perabot
rumah tangga .
• Memasak, yaitu mengolah barang dengan cara memanaskan baik dicampur bahan lain
maupun tidak.
• Mencampur, yaitu mempersatukan dua atau lebih unsur untuk menghasilkan satu atau
lebih barang lain.
• Mengemas, yaitu menempatkan suatu barang ke dalam suatu benda untuk melindunginya
dari kerusakan atau meningkatkan pemasarannya.
• Membotolkan, yaitu memasukkan minuman atau benda cair ke dalam botol yang ditutup
menurut cara tertentu.
• Kegiatan lain yang sama dengan kegiatan tersebut yang dikerjakan dengan bantuan orang
atau badan usaha lain.

Tujuan Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Berikut ini adalah beberapa pertimbangan mengapa pemerintah menganggap pemungutan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah sangat penting. Berikut penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU PPN No.
42 TAHUN 2009:

Perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dan
konsumen yang berpenghasilan tinggi;

• Perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas BKP yang tergolong mewah;
• Perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional;
• Perlu untuk mengamankan penerimaan negara.

Apa Saja Barang yang Dikenakan Pajak?

Pada 1 Maret 2017, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menandatangani Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) Nomor: 35/PMK.010/2017 tentang Jenis Barang Kena Pajak Yang Tergolong
Mewah Selain Kendaraan Bermotor Yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Berdasarkan Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang PPN, Pajak Penjualan atas Barang Mewah
dikenakan terhadap beberapa barang berikut:

1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) tergolong mewah dilakukan oleh pengusaha yang
menghasilkan BKP tergolong mewah di dalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya.
2. Impor barang kena pajak yang tergolong mewah.

Dengan demikian, PPnBM hanya dikenakan pada saat penyerahan BKP Mewah oleh pabrikan
(pengusaha yang menghasilkan) dan pada saat impor BKP mewah. PPnBM tidak dikenakan lagi
pada rantai penjualan setelah itu. Adapun pihak yang memungut PPnBM tentu saja pabrikan
BKP Mewah pada saat penyerahan atau penjualan BKP Mewah. Sementara itu, PPnBM atas
impor BKP Mewah dilunasi oleh importir bersamaan dengan pembayaran PPN impor dan PPh
Pasal 22 impor.

Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah lainnya adalah:

• Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau


• Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
• Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau
• Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
• Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu
ketertiban masyarakat.

Mekanisme Pengenaan PPnBM

Mekanisme pengenaan PPnBM sedikit berbeda dengan PPN. Mekanisme pemungutan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah dilakukan dengan faktur pajak sebagaimana diisyaratkan dalam
pemungutan PPN. Hanya saja, bagi PPnBM tidak dikenal istilah pajak masukan, sehingga tidak
dikenal sistem pengkreditan seperti dalam PPN.

Tarif PPnBM

Pengenaan tarif Barang Kena Pajak tergolong mewah digolongkan ke dalam beberapa kategori
sebagai berikut ini:
• Tarif 10% = Kendaraan umum kategori tertentu, alat rumah tangga, alat pendingin,
hunian mewah, televisi, dan minuman non-alkohol.
• Tarif 20% = Kendaraan bermotor kategori tertentu, alat fotografi, berbagai jenis
permadani, peralatan olahraga impor, dan barang
• Tarif 25% = Kendaraan bermotor berat dan berbahan bakar solar, misalnya combi, pick
up, dan minibus.
• Tarif 35% = Minuman bebas alkohol, bahan berbahan kulit impor, batu kristal, bus, dan
barang pecah belah

Cara Menghitung PPnBM

Bisnis barang mewah seperti barang elektronik, mobil, gadget, dan sebagainya sedang
berkembang pesat di Indonesia. Sebagai pelaku bisnis, Anda wajib memahami cara perhitungan
pajak barang mewah ini. Cara menghitung Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang sebagai
berikut:

PPnBM terutang = DPP PPnBM X tarif pajak

PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP)

Adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak/jasa kena pajak yang dikenai
pajak Undang-Undang PPN 1984 atau sekarang sudah berubah menjadi Undang-Undang nomor
42 tahun 2009 (menurut perubahan pada UU Cipta Kerja)

Kewajiban pengusaha kena pajak :

a. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak


b. Memungut PPN & PPnBM yang terutang
c. Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal pajak keluaran lebih besar
daripada pajak masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah yang terutang
d. Melaporkan perhitungan pajak

Pengecualian Kewajiban Pengusaha Kena Pajak :

a) Pengusaha Kecil dengan jumlah peredaran bruto/penerimaan bruto dalam satu tahun tidak
lebih dari Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah)
b) Pengusaha yang semata-mata menyerahkan barang/jasa yang tidak dikenakan PPN

PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK

Adalah setiap kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak yang mempunyai pengertian sebagai
berikut :

1. Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian.


2. Pengalihan BKP karena suatu perjanjian sewa beli/sewa guna usaha (leasing).
3. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang.
4. Pemakaian sendiri/pemberian cuma-cuma atas BKP.
5. BKP berupa persediaan/aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan,
yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan.
6. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya/penyerahan BKP antar cabang.
7. Penterahan BKP secara konsinyasi.
8. Penyerahan BKP oleh PKP dalam rangka perjanjian pembiayaan.

Barang Tidak Kena Pajak dan Jasa tidak kena pajak

Menurut pasal 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan


Perpajakan (UU HPP) sejumlah barang dan jasa tertentu tetap diberikan fasilitas bebas PPN
maupun tetap tidak dikenakan PPN.

Barang dan jasa tertentu yang tetap diberikan fasilitas bebas PPN antara lain :

Barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa sosial, jasa asuransi, jasa
keuangan, jasa angkutan umum, jasa tenaga kerja, vaksin, buku pelajaran dan kitab suci, air
bersih termasuk biaya sambung/pasang dan biaya beban tetap, listrik, rusun sederhana, rusunami,
RS, RSS, jasa konstruksi untuk rumah ibadah dan jasa konstruksi untuk bencana nasional, mesin,
hasil kelautan perikanan, ternak, bibit/benih, pakan ternak, pakan ikan, bahan pakan, jangat dan
kulit mentah, bahan baku kerajinan perak, minyak bumi, gas bumi, panas bumi, emas batangan
dan emas granula, senjata/alutsista, dan alat foto udara.

Sedangkan barang tertentu dan jasa tertentu yang tetap tidak dikenakan PPN antara lain barang
yang merupakan:

Objek Pajak Daerah, jasa yang merupakan objek Pajak Daerah, uang, emas batangan untuk
kepentingan cadangan devisa negara, surat berharga, jasa keagamaan, dan jasa yang disediakan
oleh pemerintah.

Faktur Pajak

- Pengertian

Faktur pajak adalah bentuk atau bukti pungutan pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)
atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). Agar lebih
mudah dipahami, singkatnya faktur pajak digunakan oleh PKP ketika akan menjual barang atau
jasa kena pajak yang dimiliki.

Setiap barang atau jasa kena pajak yang dijual, PKP wajib menerbitkan faktur pajak sebagai
bukti bahwa perusahaan tersebut telah memungut pajak dari setiap orang yang membeli barang
atau jasa mereka. Setelahnya, seluruh faktur pajak yang telah diterbitkan harus dilaporkan
kepada kantor pajak sebagai bentuk transparansi antara PKP dan Direktorat Jenderal Pajak
sehingga tidak dianggap bahwa perusahaan tersebut melakukan penggelapan pajak.

- Jenis-jenis

1. Faktur Pajak Standar.

2. Faktur Pajak Gabungan.

3. Faktur Pajak Sederhana.

- Faktur pajak dibuat pada :

• Saat penyerahan BKP/JKP.


• Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan BKP/JKP.
• Saat penerimaan pembayaran termin.
• Saat lain yang diatur/berdasarkan peraturan menteri keuangan.

Anda mungkin juga menyukai