M P OK 6
KE L O
• PPh pasal 21
• PPh pasal 23
• PPh pasal 26
• PPh final pasal 4 ayat (2)
Income Tax Object
and The Exemption
Objek pajak adalah penghasilan atau tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima Wajib Pajak, baik
Objek Pajak dari dalam negeri maupun luar negeri, yang dapat
Penghasilan Bruto
Nominal Keterangan
Rp54.000.000 WP OP
Lapisan Tarif Rentang Penghasilan (UU PPh) Tarif Rentang Penghasilan (UU HPP) Tarif
2 Rp50 juta - Rp250 juta 15% Rp60 juta - Rp250 juta 15%
3 Rp250 juta - Rp500 juta 25% Rp250 juta - Rp500 juta 25%
Hitungan 1 Hitungan 2
Penghasilan sebulan tidak lebih dari Penghasilan sebulan lebih dari
Rp 4.500.000 Rp 4.500.000
Batas upah sehari tidak kena pajak Batas upah sehari tidak kena pajak
(PTKP sehari) = Rp 450.000 (PTKP sehari) = PTKP setahun/360 hari
Upah 1 bulan 9 hari x Rp 500.000
= Rp 4.500.000
Dilakukanmelalui:
• Bank persepsi/kantor pos
• Setelah melakukan pembayaran maka akan mendapat SSP
• Jatuh tempo pembayaran: tanggal 10 Bulan berikutnya
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-
02/PJ/2019 Pasal 4 ayat (1);
Pelaporan Pasal 6
SPT masa elektronik wajib
PPh Pasal 21 disampaikan oleh WP yang:
Penyampaian SPT oleh WP
sebagaimana dimaksud dalam
● Terdaftar di KPP Madya, KPP
Pasal 3 ayat (1) dapat
di lingkungan Kantor Wilayah
dilakukan melalui: a. e-Filing;
Dirjen Pajak Jakarta Khusus,
b. cara langsung;
dan KPP di lingkungan Kantor
c. Pos dengan bukti
Wilayah Dirjen Pajak Wajib
pengiriman surat; atau
Pajak Besar
d. Perusahaan jasa ekspedisi
● Sudah pernah menyampaikan
atau jasa kurir dengan bukti
Bentuk SPT masa dalam bentuk
pengiriman surat.
dokumen elektronik
• Dokumen Elektronik
• Form Kertas (Hardcopy)
PPh Pasal 26
PPh Pasal 26 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima
wajib pajak luar negeri dari Indonesia selain Bentuk Usaha Tetap ( BUT )
dari badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara
kegiatan, BUT, perwakilan perusahaan luar negeri.
2. Sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto atas penghasilan
Mohammed Safee seorang atlet dari Malaysia. Ia mengikuti lomba lari maraton di
Indonesia dan berhasil meraih juara dengan hadiah uang tunai sebesar Rp200.000.000.
Tarif PPh Pasal 26 adalah 20%
PPh 26 atas hadiah adalah:
= Rp 200.000.000 x 20%
= Rp 40.000.000
Besar perkiraan penghasilan neto untuk premi
asuransi dan reasuransi yang dibayarkan pada
Contoh Perhitungan perusahaan asuransi luar negeri adalah 50%
PT AAA memiliki penghasilan kena pajak BUT Jika penghasilan setelah pajak sebesar
di Indonesia pada 2020 sebesar Rp15.000.000.000 ini ditanamkan kembali di
Rp20.000.000.000. Indonesia, maka penghasilan tersebut tidak
dipotong pajak.
Tarif PPh Pasal 26 adalah 20%
Contoh Perhitungan Perkiraan penghasilan neto PPh 26 adalah 25%:
= Rp20.000.000.000 x 25%
PPh Pasal 26 (Tax Treaty)
= Rp5.000.000.000
PPh 26 atas transaksi penjualan saham adalah:
= Rp5.000.000.000 x 20%
Robert adalah seorang warga negara asing asal Kanada. = Rp1.000.000.000
Ia memiliki saham PT AAA di Indonesia sebesar 30%.
Sementara itu, apabila negara asal wajib pajak dan
Tahun 2020 Robert menjual seluruh sahamnya senilai
pemotong PPh Pasal 26 tersebut merupakan negara
Rp20.000.000.000 kepada Charles yang merupakan
yang mempunyai tax treaty atau P3B dengan
warga negara Inggris.
Indonesia, maka tidak akan dikenakan pajak
Diasumsikan ketiga negara (Indonesia, Kanada, dan
penghasilan pasal 26. Atau dalam perjanjian P2B
Inggris) tidak termasuk dalam hubungan P3B atau tersebut disebutkan ada ketentuan besar tarif tertentu,
Perjanjian Pajak (tax treaty). yakni mulai dari 0% hingga 20%.
Penyetoran
PPh Pasal 26
•Dilakukan oleh pihak pemotong dengan •WP PKP atau Non-PKP yang melakukan transaksi
cara melaporkan SPT Masa PPh 26. diharuskan membuat bukti pemotongan PPh 26
•Jatuh tempo pelaporan pada tanggal 20 menggunakan e-Bupot sejak 1 Oktober 2020
bulan berikutnya setelah bulan terutang PPh
26
Calculating, Paying, Reporting, the
Withholding Income Tax Article 22
PPh Pasal 22
• Impor barang.
• Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh Dirjen Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik
Pusat maupun Daerah.
• Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan BUMN dan BUMD yang dananya dari belanja negara
dan atau belanja daerah.
• Penjualan hasil produksi di dalam negeri yang dilakukan oleh badan usaha yang bergerak di bidang industri
semen, kertas, baja dan industri otomotif.
• Penjualan hasil produksi yang dilakukan oleh Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di
bidang BBM premix dan gas.
• Pembelian bahan bahan untuk keperluan industri atau ekspor industri dan eksportir yang bergerak
dalamsector perhutanan, perkebunan, pertanian serta perikanan dari pedagang pengumpul.
Dikecualikan dari Pemungutan PPh Pasal 22
Atas Pelumas
• Tarif 0,3% dari DPP
Tarif PPh Pasal 22
Atas Pembelian
• Tarif 1,5% dari harga pembelian dikenakan atas pembelian barang oleh Dirjen
Anggaran/Bendaharawan yang dananya berasal dari APBN atau APBD
• Tarif 0,25% dari harga pembelian dikenakan atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan
industri atau ekspor oleh industri yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian.
dan perikanan dari pedagang pengumpul.
Tarif PPh Pasal 22
Atas Penjualan
• Tarif 0,25% dari DPP PPN dikenakan atas penjualan hasil industri semen di dalam negeri.
• Tarif 0,3% dari DPP PPN dikenakan atas penjualan hasil produksi industri baja di dalam negeri
• Tarif 0,45% dari DPP PPN atas penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih
di dalam negeri.
• Tarif 0,1% dari DPP PPN dikenakan atas penjualan Hasil Produksi industri kertas di dalam negeri.
• Tarif 0,3% dari DPP PPN dikenakan atas semua jenis obat.
• Tarif 0,45% dari DPP PPN atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh agen tunggal
pemegang merk (ATPM), agen pemegang merk (APM) dan importir umum kendaraan bermotor.
Saat Terutang dan Pelunasan PPh Pasal 22
Atas Impor terutang saat pembayaran BP, jika dibebaskan dilunasi saat penyelesaian PIB.
Atas pembelian barang oleh Dirjen Anggaran/Bendaharawan terutang dan dipungut saat
pembayaran barang
Atas penjualan semen, industri baja, otomotif, kertas, dan lain-lain terutang dan dipungut saat
penjualan.
Atas penjualan pertamina, minyak, gas, dan pelumas terutang dan dipungut saat penerbitan surat
perintah pengeluaran barang.
Atas pemberlian bahan-bahan dari pedangang pengumpul terutang dan dipungut pada saat
pembelian
Contoh Perhitungan PPh Pasal 22
PPh Pasal 26
PPh yang dipotong atas penghasilan yang bersumber
dari Indonesia yang diterima atau Wajib Pajak luar
negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia.
Menghitung PPh Pasal 23
PPh Pasal 23 dihitung dengan mengalikan tarif dan jumlah bruto penghasilan, dengan formula:
PPh Pasal 23 =
Tarif x Dasar Pengenaan Pajak
Tarif ini dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan.
Ketentuan tarif ini diatur dalam UU PPh No. 36/2008.
• 15% dari DPP untuk pajak dividen, royalti, bunga, hadiah dan
penghargaan
• 2% dari DPP untuk objek pajak lainnya, misalnya sewa dan imbalan
jasa yang tidak dipotong PPh Pasal 21
• 100% atau dua kali lipat tarif standar PPh 23, jika tidak memiliki
NPWP
Tarif Khusus PPh Pasal 23
Pada tarif kategori objek pajak hadiah dan penghargaan diterapkan ketentuan khusus, yakni:
• 25% dari DPP jika hadiah undian atau lotre yang dianggap sebagai penghasilan
• 20% dari DPP jika penerima hadiah dan penghargaan ekspatriat, dan bukan termasuk BUT
internasional
• 15% dari DPP jika penerima adalah sebuah organisasi, termasuk BUT
• Hadiah lainnya dan penghargaan, termasuk penghargaan karier akan dikenakan tarif yang
sama seperti halnya tarif pajak yang berlaku menurut PPh 21
Contoh Perhitungan PPh 23 dengan tarif 15% dan 2 %
Jika jumlah PPh yang harus dibayar oleh seorang WP pemilik NPWP sebesar Rp1.000.000,
maka PPh yang harus dibayar oleh WP yang tidak memiliki NPWP adalah sebesar
Catatan: untuk PT Perkasa dikategorikan menjadi non-objek pajak sebab % penyertaan modalnya lebih dari 25% dan
untuk PT BNI (BUMN) juga merupakan non-objek pajak karena merupakan badan usaha milik negara yang menjadi
pengecualian dari objek pajak.
Aturan Penggunaan PPh Pasal 23/26
PPh Pasal 23/26 ini digunakan untuk pemungutan pajak penghasilan yang
menjadi subjek dan objek PPh 23/26 sesuai ketentuan yang berlaku dalam UU
PPh.
Ketika melakukan transaksi yang menjadi objek PPh 23/26, maka pemotong atau
pemungut pajak penghasilan ini harus membuat bukti pemotongan.
Bukti pemotongan diserahkan pada pihak atau subjek yang telah dipungut PPh
23/26, serta digunakan untuk melakukan pembayaran dan pelaporan SPT Masa
PPh 23/26 oleh pihak/subjek pemotong, sesuai batas waktu yang ditentukan.
Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 23
• PPh Pasal 23 Terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran pada akhir bulan terutangnya
penghasilan yang bersangkutan. Hal yang dimaksud dengan saat terutangnya penghasilan yang
bersangkutan adalah saat pembebanan sebagai biaya oleh pemotong pajak sesuai dengan metode
pembukuan yang dianutnya.
• PPh Pasal 23 harus disetorkan oleh Pemotong Pajak selambat-lambatnya tanggal 10 bulan takwim
berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
• Pemotong PPh Pasal 23 diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa selambat-lambatnya 20
hari setelah Masa Pajak berakhir.
• Pemotong Pph Pasal 23 harus memberikan tanda bukti pemotongan kepada orang pribadi atau badan
yang dibebani Pajak Penghasilan yang dipotong.
• Pelaksanaan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23 dilakukan secara desentralisasi,
artinya dilakukan di tempat terjadinya pembayaran atau terutangnya penghasilan yang merupakan
Objek PPh Pasal 23.
Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 26
Penghasilan berikut ini terutang Pajak Penghasilan Pasal 26 pada akhir bulan
dilakukannya pembayaran atau terutang nya penghasilan yang bersangkutan.
• Penghasilan yang bersumber dari modal dalam bentuk dividen, bunga termasuk
premium, diskonto, premi swap, imbalan sehubungan dengan penggunaan harta;
penghasilan sehubungan dengan jasa; pekerjaan dan kegiatan; hadiah dan
penghargaan; pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
• Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia.
• Premi asuransi dan reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar
negeri.
Ketentuan yang berkaitan dengan penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 26
• PPh Pasal 26 yang telah dipotong harus disetorkan selambat-lambatnya tanggal 10 bulan takwim
berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
• Pemotong PPh Pasal 26 diwajibkan untuk menyampaikan SPT masa selambat-lambatnya 20 hari
setelah masa pajak berakhir.
• Pemotong PPh Pasal 26 harus memberikan tanda bukti pemotongan kepada orang pribadi atau
badan yang dibebani membayar pajak penghasilan yang dipotong.
• Pemotong PPh Pasal 26 atas penghasilan berupa PKP yang dipotong dikurangi pajak dari semua
bentuk usaha tetap di Indonesia, terutang dan harus dibayar selambat-lambatnya tanggal 25
bulan ketiga tahun pajak atau bagian tahun pajak berakhir, sebelum SPT tahunan disampaikan.
Calculating, Paying, Reporting, the Withholding
Income Tax Article 4 (2)
PPH Pasal 4 Ayat 2
• Tarif sebesar 25% untuk penghasilan berupa hadiah undian (PP No. 132 Tahun 2000).
• Tarif sebesar 20% untuk penghasilan berupa bunga deposito serta jenis-jenis tabungan dan obligasi
negara (PP No. 131 Tahun 2000).
• Tarif masing-masing 0,1% dan 0,5% untuk penghasilan dari transaksi penjualan saham pendiri dan
saham bukan pendiri (PP. No 14 Tahun 1997).
• Tarif sebesar 5% untuk penghasilan dari transaksi pengalihan hak atas tanah atau bangunan dan usaha
real estate (PP No. 71 Tahun 2008).
• Tarif sebesar 10% untuk penghasilan atas dividen yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi dalam
negeri (Pasal 17 ayat 2C).
Contoh Perhitungan
Diki mendapatkan hadiah dari brand A Ara memiliki tabungan di bank dengan saldo rata-rata bulan
senilai Rp 20.000.000. Berapa pungutan Januari 2019 adalah Rp 450.000.000. Bunga yang diberikan
PPh? oleh bank yakni 9% per tahun. Bunga yang diterima pada
bulan Januari 2019 adalah Rp 3.375.000.Berapa pungutan
PPh?
• Wajib Pajak orang pribadi atau badan wajib melaporkan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) yang
dipotong atau dibayar sendiri:
1.secara langsung;
2.melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
3.dengan cara lain melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir
dengan bukti pengiriman surat atau saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak sesuai dengan perkembangan teknologi informasi.