Anda di halaman 1dari 50

TAXATION

TAXN6040
Week 3
Income Tax Article 21 and 22
LO 3 : CALCULATE SPECIFIC INCOME
TAXES AND PERSONAL ANNUAL
INCOME TAX.
SUB TOPICS
-TAX WITHHOLDER
-INCOME RECIPIENT
-TAX OBJECT AND NON-OBJECT
-CALCULATING INCOME TAX ARTICLE 21
-VARIOUS CASE IN CALCULATION OF INCOME TAX ART 21
-MONTHLY TAX RETURN (SPT)
-TAX WITHHOLDER TAX ARTICLE 22
-OBJECT OF INCOME TAX ARTICLE 22
-TAX BASIS AND TAX RATE
-CALCULATING INCOME TAX ARTICLE 22
- MONTHLY TAX RETURN (SPT)

 
PPH PASAL 21
Gaji, Upah, Honorarium, Tunjangan, dan
Pembayaran lain dengan nama/bentuk
apapun

1. Pekerjaan;
2. Jasa;
3. Kegiatan
yang dilakukan orang pribadi

SPDN SPLN

PPh Pasal 21 PPh Pasal 26


Pemotong PPh Pasal 21/26

• pemberi kerja yang terdiri dari:


a. orang pribadi dan badan;
b. cabang, perwakilan atau unit, dalam hal yang melakukan
sebagian atau seluruh administrasi yang terkait dengan
pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain adalah cabang, perwakilan atau unit
tersebut.
• bendahara atau pemegang kas pemerintah
• dana pensiun, badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga
Kerja dan badan-badan lain
• orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas serta badan yang melakukan pembayaran sehubungan
dengan penyerahan jasa
• Penyelenggara kegiatan
Pemberi Kerja Bukan Pemotong
PPh Pasal 21/26

• Kantor perwakilan negara asing


• Organisasi-organisasi internasional yang
ditetapkan Menteri Keuangan
• Pemberi kerja orang pribadi yang tidak
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas yang semata-mata memperkerjakan
orang pribadi untuk melakukan pekerjaan
rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam
rangka melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas
Penerima Penghasilan yang Dikenakan
PPh Pasal 21/26

• pegawai;
• penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat
pensiun, THT, JHT, termasuk ahli warisnya;
• bukan pegawai;
• anggota dewan komisaris/pengawas yang tidak
merangkap sebagai pegawai;
• mantan pegawai;
• peserta kegiatan:
– Peserta perlombaan
– Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan,
kunjungan kerja
– Peserta/anggota kepanitiaan
– Peserta pendidikan, pelatihan dan magang
– Peserta kegiatan lainnya
Penghasilan yang Dikenakan PPh Pasal 21/26

• penghasilan pegawai tetap baik teratur maupun tidak teratur


• penghasilan penerima pensiun secara teratur
• uang pesangon, pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari
tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati
jangka waktu 2 tahun;
• penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas
• imbalan kepada bukan pegawai;
• imbalan kepada peserta kegiatan;
• imbalan kepada dewan komisaris/pengawas yang bukan
merupakan pegawai tetap pada perusahaan yang sama;
• imbalan kepada mantan pegawai;
• penarikan dana pensiun oleh pegawai.

Termasuk:
Natura/Kenikmatan dari:

• Wajib Pajak PPh Final


• Wajib Pajak Norma Penghitungan Khusus
Penghitungan Besarnya
Penghasilan

Uang rupiah Uang asing Natura/


kenikmatanan

sesuai dengan yang Kurs Menteri


Harga Pasar
diterima/diperoleh Keuangan
Penghasilan yang Tidak Dikenakan
PPh Pasal 21/26

• Pembayaran manfaat atau santunan asuransi


kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna dan bea siswa
• Natura/kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah
• Iuran pensiun kepada dana pensiun yang telah
disahkan Menkeu, iuran THT/JHT yang dibayar pemberi
kerja
• Zakat/sumbangan wajib keagamaan dari
badan/lembaga yang dibentuk/disahkan pemerintah
• Bea siswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(3) huruf l UU PPh
PPh Pasal 21:
Pegawai tetap dan Penerima Pensiun
Berkala

Setiap Masa Pajak, Masa Pajak terakhir


kecuali Masa Pajak terakhir

Perkiraan Penghasilan Neto Selisih antara PPh yang


yang akan diterima selama terutang atas seluruh
setahun, penghasilan kena pajak selama
 Penghasilan teratur setahun dengan PPh yang telah
sebulan dikali 12 dipotong masa-masa
sebelumnya
Masa Perolehan Penghasilan Kurang dari 12 Bulan

Disetahunkan Tidak Disetahunkan

1. WP OP DN meninggal dunia
atau meninggalkan 1. WP OP DN mulai bekerja
Indonesia selamanya; pada tahun berjalan;
2. Orang asing mulai bekerja
di Indonesia pada tahun 2. WP OP DN pindah kerja ke
berjalan untuk jangka pemberi kerja yang lain
waktu lebih dari 6 bulan;
3. Karyawan pindah cabang
Penghitungan PPh Pasal 21

Pegawai tetap Penerima pensiun


Gaji, Tunjangan, Premi Asuransi
Uang Pensiun Berkala
Dibayar Pemberi Kerja
Dikurangi dengan Dikurangi dengan
1. Biaya jabatan, 5% dari pengh.
Bruto maks. Rp6.000.000 per Biaya Pensiun, 5% dari pengh.
tahun atau Rp500.000 per bulan Bruto maks. Rp2.400.000 per
2. Iuran pensiun, THT/JHT yang tahun atau Rp200.000 perbulan
dibayar sendiri

Penghasilan Neto (setahun/disetahunkan)

Dikurangi PTKP

Penghasilan Kena Pajak

Dikenakan Tarif Pasal 17


PTKP

Batasan PTKP 2016 untuk:


a. Diri Wajib Pajak Orang Pribadi sebesar Rp54.000.000;
b. Tambahan bagi Wajib Pajak Kawin Rp 4.500.000;
c. Tambahan untuk istri yang penghasilannya digabung
dengan suami Rp 54.000.000; dan
d. Tambahan untuk setiap tanggungan Rp. 4.500.000.
PTKP Karyawati

Kawin
Tidak
Kawin Suami tidak
Kawin
berpenghasilan

1. Diri sendiri; 1. Diri sendiri;


Hanya untuk 2. Status kawin; 2. Tanggungan
diri sendiri 3. Tanggungan maks 3.
maks 3.

menunjukkan ket. tertulis dari pemerintah daerah setempat


serendah-rendahnya kecamatan bahwa suami tidak menerima/
memperoleh penghasilan
Tarif

Sampai dengan Rp 50 juta


5% Sesuai
Pasal 17 ayat (1)
huruf a
UU PPh
Diatas Rp 50 juta s.d. Rp 250 juta
15%

25%
Diatas Rp 250 juta s.d. Rp 500 juta

Di atas Rp 500 juta 30%


PPh Pasal 21
Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja
Lepas
Upah/Uang Saku Harian, Mingguan, Dibayarkan Bulanan Atau Jumlah
Satuan, Borongan
Upah Kumulatif satu bulan
melebihi Rp 8,2 JT
Upah/Uang Saku Harian
Dikali 12
≤ 450.000 > 450.000 Dikurangi PTKP Setahun

Tidak Dipotong Dikurangi 450.000 Penghasilan Kena Pajak

Dipotong 5% Dikenakan Tarif Ps 17

PPh Ps 21 Setahun
Upah kumulatif > Rp4,5jt s.d. Rp8,2 jt sebulan
Dibagi 12
Upah sehari dikurangi PTKP sehari
PPh Pasal 21 Sebulan
Tarif PPh 21 = 5%
PPh Pasal 21:
Bukan Pegawai

Berkesinambungan Tidak
berkesinambungan Exc. Pasal 13 ayat (1) berkesinambungan

(50 % x Ph Bruto)
(50 % x Ph Bruto)
- (50 % x Ph Bruto)
PTKP sebulan,
Dihitung secara
Dihitung secara
kumulatif
kumulatif

Dalam hal Dokter Yang Praktik di RS/Klinik Jumlah Penghasilan Bruto adalah
Sebesar Jasa Dokter Yang Dibayarkan Pasien melalui RS/Klinik sebelum
Dipotong Biaya-Biaya atau Bagi Hasil RS/Klinik
PPh Pasal 21:
Lainnya

Dewan Komisaris/ Peserta program


Pengawas non Mantan Pegawai Pensiun yang masih
Pegawai tetap Berstatus pegawai

jasa produksi, tantiem,


honorarium atau gratifikasi, bonus atau
imbalan yang bersifat penarikan dana
imbalan lain yang pensiun
tidak teratur bersifat tidak teratur

Tarif Pasal 17 atas Penghasilan Bruto


PPh Pasal 21:
Peserta Kegiatan

Tarif Pasal 17
UU PPh

Penghasilan Bruto

Penghasilan Bruto merupakan pembayaran yang bersifat utuh


dan tidak dipecah
TETAP Ph NETO - PTKP

PEGAWAI BULANAN Ph BRUTO - PTKP


TIDAK TETAP
Ph BRUTO – 450 RIBU
HARIAN
Ph BRUTO(>4,5jt s.d.8,2jt) –
PTKP Harian

Ph BRUTO(>8,2jt) – PTKP

PENSIUNAN BERKALA Ph NETO - PTKP

((50% X Ph Bruto) - PTKP bulanan)


BERKESINAMBUNGAN Kumulatif

BUKAN PEGAWAI BERKESINAMBUNGAN exc Psl 13 (1) (50% X Ph Bruto) Kumulatif

TIDAK BERKESINAMBUNGAN 50 % x Ph Bruto

KOMISARIS, MANTAN PEGAWAI, Ph Bruto Kumulatif


PENARIKAN DAPEN O/ PEGAWAI

PESERTA KEGIATAN Ph Bruto


Penerima Penghasilan Tidak ber-NPWP

PPh Pasal 21 sebesar 120%


lebih tinggi daripada PPh
Pasal 21 yang seharusnya
(20% lebih tinggi)

Setelah pemotongan sebelum pemotongan


PPh Pasal 21 bulan PPh Pasal 21 bulan
Desember Desember

Ber-NPWP

Diperhitungkan oleh
merupakan kredit
pemotong dengan
pajak dalam SPT
PPh Pasal 21 bulan-
Tahunan PPh
bulan selanjutnya

Tidak berlaku untuk PPh Pasal 21 yang bersifat final


Ketentuan Khusus

Penghasilan bersumber dari


1. Uang Pesangon
APBN/D yang diterima oleh
2. Uang Manfaat Pensiun
Pejabat Negara, PNS,
3. THT/JHT
Anggota, TNI/Polri, dan
yang dibayarkan sekaligus
Pensiunannya

PP 68 Tahun 2010 PP 80 Tahun 2010


PPh Pasal 26

Tarif Pasal 26:


20 %

Penghasilan Bruto

Memperhatikan
Ketentuan P3B
Saat terutang
PPh Pasal 21/26

Penerima penghasilan Pemotong

akhir bulan dilaku-


Saat dilakukannya kannya pembayaran
pembayaran atau
atau akhir bulan
saat terutangnya terutangnya
penghasilan penghasilan
Kewajiban Pemotong

• Wajib Mendaftarkan Diri ke KPP


• Wajib menghitung, memotong, menyetorkan dan melaporkan PPh
Pasal 21 dan Pasal 26 yang terutang untuk setiap bulan kalender.
• PPh Pasal 21/26 yang dipotong wajib disetor ke Kantor Pos atau
Bank paling lama 10 hari setelah Masa Pajak berakhir.
• Pemotong Pajak wajib lapor sekalipun nihil, paling lama 20 hari
setelah Masa Pajak berakhir.
• Wajib Membuat Catatan atau Kertas Kerja Perhitungan PPh Ps.
21/26 Untuk Setiap Masa Pajak
• Wajib Menyimpan Catatan atau Kertas Kerja Sesuai Ketentuan
• Wajib Membuat Bukti Potong dan Memberikannya Kepada
Penerima Penghasilan
Bukti Pemotongan PPh Pasal 21

• Untuk pegawai tetap/penerima pensiun berkala:


– dibuat sekali setahun (Form 1721 A1/A2)
– diberikan paling lama 1 bulan setelah akhir tahun atau
pegawai berhenti
• Untuk selain pegawai tetap/penerima pensiun berkala:
– Dibuat setiap kali ada pemotongan
– Jika dalam satu bulan > 1 kali pembayaran maka bukti
potong dapat dibuat sekali dalam satu bulan
• Bukti Potong PPh Pasal 21 Tidak wajib dilampirkan dalam
SPT Masa PPh Pasal 21
Kewajiban Penerima Penghasilan

• Wajib Mendaftarkan Diri ke KPP


• Pegawai, Penerima Pensiun Berkala, dan Bukan Pegawai
tertentu Wajib Membuat Surat Pernyataan Yang Berisi Jumlah
Tanggungan Keluarga Pada Awal Tahun Kalender Atau Pada
Saat Menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri
• Wajib Menyerahkan Surat Pernyataan Tanggungan Keluarga
kpd Pemotong Pajak Pada Saat Mulai Bekerja Atau Mulai
Pensiun
• Wajib Membuat Surat Pernyataan Baru Dalam Hal Terjadi
Perubahan Tanggungan Keluarga Paling Lambat Sebelum Mulai
Tahun Kalender Berikutnya
TAX ARTICLE 22
Tax withholder

Menteri Keuangan dapat menetapkan:


1. bendahara pemerintah untuk memungut pajak
sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan
barang;
2. badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib
Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau
kegiatan usaha di bidang lain; dan
3. Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari
pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat
mewah.

31
Bina Nusantara University
Tax withholder
Pemungut PPh 22:
a. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor
barang;
b. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-
lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas
pembelian barang;
c. bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan
dengan mekanisme uang persediaan (UP);
d. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat
Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA, untuk
pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan
mekanisme pembayaran langsung (LS);
Bina Nusantara University 32
Tax withholder

Pemungut PPh 22:


e. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen,
industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk
oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil
produksinya di dalam negeri;
f. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas
penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas;
g. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Kepala
Kantor Pelayanan Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk
keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
h. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang
tergolong sangat mewah.
33
Bina Nusantara University
Object of income tax
article 22
• Impor .
• Pembayaran atas pembelian barang oleh bendahara
pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran.
• Penjualan BBM, Gas dan pelumas oleh Produsen atau
importir BBM, Gas dan Pelumas.
• Penjualan barang produksi: kertas, semen, otomotif,
baja.
• Pembelian bahan untuk keperluan industri atau ekspor
dari pedagang pengumpul.
• Penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Bina Nusantara University 34
Object of income tax
article 22
Barang yang tergolong sangat mewah  adalah :
• pesawat terbang pribadi dan helikopter pribadi;
• kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya;
• rumah beserta tanahnya, dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih
dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau luas bangunan lebih dari
400m2 (empat ratus meter persegi);
• apartemen, kondominium, dan sejenisnya, dengan harga jual atau
pengalihannya lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau luas
bangunan lebih dari 150m2 (seratus lima puluh meter persegi);
• kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang
berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv),
minibus, dan sejenisnya, dengan harga jual lebih dari Rp2.000.000.000,00
(dua miliar rupiah) atau dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000cc;
• kendaraan bermotor roda dua dan roda tiga, dengan harga jual lebih dari
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) atau dengan kapasitas silinder 35
lebih dari 250cc.
Bina Nusantara University
Tax basis and tax rate

• Atas impor:
1. yang menggunakan Angka Pengenal Impor (APl), sebesar
2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor, kecuali atas
impor kedelai, gandum dan tepung terigu sebesar 0,5%
(setengah persen) dari nilai impor;
2. yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API),
sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor;
dan/atau
3. yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen)
dari harga jual lelang.

Bina Nusantara University 36


Tax basis and tax rate

• Atas pembelian barang oleh bendahara pemerintah


dan Kuasa Pengguna Anggaran sebesar 1,5% (satu
setengah persen) dari harga pembelian.
• Penjualan barang yang tergolong sangat mewah
sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN.

Bina Nusantara University 37


Tax basis and tax rate

• Atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh


produsen atau importir bahan bakar minyak, gas dan pelumas
adalah sebagai berikut:
1. Bahan Bakar Minyak sebesar:
a. 0,25% dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan
Nilai untuk penjualan kepada SPBU Pertamina;
b. 0,3% dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai
untuk penjualan kepada SPBU bukan Pertamina dan Non SPBU;
2. Bahan Bakar Gas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk
Pajak Pertambahan Nilai;
3. Pelumas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai.
38
Bina Nusantara University
Tax basis and tax rate

• Atas penjualan hasil produksi di dalam negeri oleh badan usaha


yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri
kertas, industri baja, dan industri otomotif:
1. penjualan kertas di dalam negeri sebesar 0,1% dari dasar
pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai;
2. penjualan semua jenis semen di dalam negeri sebesar 0,25%
dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai;
3. penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau
lebih di dalam negeri sebesar 0,45% dari dasar pengenaan
pajak Pajak Pertambahan Nilai
4. penjualan baja di dalam negeri sebesar 0,3% dari dasar
pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai.
Bina Nusantara University 39
Tax basis and tax rate

• Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau


ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang
bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian,
dan perikanan yang ditunjuk sebagai pemungut Pajak
Penghasilan Pasal 22 dari pedagang pengumpul sebesar
0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari harga
pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

Bina Nusantara University 40


Tax basis and tax rate
Besarnya pungutan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 100% (seratus persen)
daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang
dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.

Bina Nusantara University 41


Calculating income tax
article 22
Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar
penghitungan Bea Masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF)
ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang
dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan kepabeanan di bidang impor.

Bina Nusantara University 42


PENGECUALIAN
PEMUNGUTAN PPH PASAL 22

1. Impor barang-barang dan/atau penyerahan barang yang


berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
tidak terutang PPh. Pengecualian tersebut, harus
dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22
yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
PENGECUALIAN
PEMUNGUTAN PPH PASAL 22
2. Impor barang-barang yang dibebaskan dari bea masuk:
 yang dilakukan ke dalam Kawasan Berikat (kawasan tanpa bea
masuk hingga barang tersebut dikeluarkan untuk impor, ekspor
atau re-impor) dan Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE),
yaitu tempat penimbunan barang dagangan karena pengimpornya
tidak membayar bea masuk sebagaimana mestinya;
 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 PP Nomor 6
Tahun 1969 tentang Pembebanan atas Impor sebagaimana diubah
dan ditambah terakhir dengan PP Nomor 26 tahun 1988 Jo.
Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1973;
 berupa kiriman hadiah;
 untuk tujuan keilmuan
PENGECUALIAN
PEMUNGUTAN PPH PASAL 22

3.Pembayaran atas penyerahan barang yang dibebankan


kepada belanja negara/daerah yang meliputi jumlah kurang
dari Rp 2.000.000,- (bukan merupakan jumlah yang dipecah-
pecah).

4.Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik,


gas, air minum/PDAM, benda-benda pos, dan telepon.
PEMBAYARAN PPH PASAL
22
• PPh Pasal 22 adalah cicilan PPh pada tahun berjalan.
Maksudnya, pada akhir tahun, cicilan ini akan
diperhitungkan menjadi kredit pajak PPh badan atau PPh
orang pribadi.

• PPh Pasal 22 yang berbentuk SSE, artinya PPh Pasal 22


tersebut dibayar langsung ke bank persepsi oleh wajib pajak
yang bersangkutan pada saat transaksi. Transaksi yang wajib
dibayar langsung adalah transaksi yang berkaitan dengan
impor dan bendahara.
KEWAJIBAN MEMBUAT BUKTI
PUNGUT
• Pemungut PPh Pasal 22 selain wajib membuat bukti pungut juga
wajib menyetor PPh yang dipungut dengan kode pajak 411122-900
ke bank persepsi, kemudian melaporkannya dalam SPT Masa PPh
Pasal 22.

• Sedangkan pihak yang dipungut mendapat bukti pungut dan dapat


dikreditkan pada akhir tahun di SPT Tahunan.

• Penjualan bahan bakar minyak dan gas ke agen atau penyalur


dikenakan atas PPh bersifat final. Artinya, wajib pajak yang hanya
memiliki usaha tersebut, maka hanya wajib lapor SPT Tahunan yang
dilampiri bukti potong.
Monthly Tax Return (SPT)
• SPT masa PPh pasal 22 oleh bea cukai:
Batas waktu pembayaran: 1 hari setelah dipungut
Batas waktu pelaporan: 7 hari setelah pembayaran
• SPT masa PPh pasal 22-Bendaharawan pemerintah:
Batas waktu pembayaran: hari yang sama saat penyerahan barang.
Batas waktu pelaporan: tanggal 14 bulan berikutnya
• SPT masa PPh pasal 22-Pertamina:
Batas waktu pembayaran: sebelum delivery order dibayar
Batas waktu pelaporan: -
• SPT masa PPh pasal 22-Pemungut tertentu:
Batas waktu pembayaran: tanggal 10 bulan berikutnya
Batas waktu pelaporan: 20 hari setelah akhir masa pajak 48
Bina Nusantara University
REFERENCES
• Siti Resmi.  (2016).  Perpajakan : Teori dan Kasus (Buku
1).  Edisi 9.  Salemba Empat.  Jakarta.   ISBN: 978-979-061-
652-3.
Thank You

Anda mungkin juga menyukai