Anda di halaman 1dari 101

Kementerian Keuangan Republik Indonesia

Direktorat Jenderal Pajak


Tahun 2013

PPh Pasal 21

- @fid nurcahya -
PPh Pasal 21

cara pelunasan PPh dalam tahun berjalan


melalui pemotongan pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
orang pribadi dalam negeri sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan
Gaji, Upah, Honorarium, Tunjangan, dan
Pembayaran lain dengan nama/bentuk
apapun

1. Pekerjaan;
2. Jasa;
3. Kegiatan
yang dilakukan orang pribadi

SPDN SPLN

PPh Pasal 21 PPh Pasal 26


Mekanisme Pemotongan PPh Psl 21/26
 Penghasilan
 Bukti Pemotongan:
• 1721 A1/A2
• Bukti Potong Non FInal
• Bukti Potong FInal
Pemberi Penghasilan
Pemotong PPh Pasal 21

Penerima Lapor SPT Masa


Penghasilan
PPh Psl 21 & SSP

KPP
Pemotong PPh Pasal 21/26

• pemberi kerja yang terdiri dari:


a. orang pribadi dan badan;
b. cabang, perwakilan atau unit, dalam hal yang
melakukan sebagian atau seluruh administrasi yang
terkait dengan pembayaran gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain adalah cabang,
perwakilan atau unit tersebut.
• bendahara atau pemegang kas pemerintah
• dana pensiun, badan penyelenggara Jaminan Sosial
Tenaga Kerja dan badan-badan lain
• orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas serta badan yang melakukan
pembayaran sehubungan dengan penyerahan jasa
• Penyelenggara kegiatan
Pemberi Kerja Bukan Pemotong
PPh Pasal 21/26

• Kantor perwakilan negara asing


• Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan
Menteri Keuangan
• Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata-
mata memperkerjakan orang pribadi untuk melakukan
pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam
rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas
Jenis Pemotongan PPh Pasal 21

TIDAK bersifat FINAL  dapat dikreditkan

bersifat FINAL  TIDAK dapat dikreditkan


Penerima Penghasilan yang Dikenakan
PPh Pasal 21/26

• pegawai;
• penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat
pensiun, THT, JHT, termasuk ahli warisnya;
• bukan pegawai;
• anggota dewan komisaris/pengawas yang tidak
merangkap sebagai pegawai;
• mantan pegawai;
• peserta kegiatan:
– Peserta perlombaan
– Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan,
kunjungan kerja
– Peserta/anggota kepanitiaan
– Peserta pendidikan, pelatihan dan magang
– Peserta kegiatan lainnya
Tidak Termasuk Penerima Penghasilan yang
Dipotong PPh Pasal 21

1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain


dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka
yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan
syarat:
a. bukan warga negara Indonesia,
b. di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di
luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta
c. negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

2. Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak
Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan,
dengan syarat:
a. bukan warga negara Indonesia,
b. tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain
untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Penghasilan yang Dikenakan PPh Pasal 21/26

• penghasilan pegawai tetap baik teratur maupun tidak teratur


• penghasilan penerima pensiun secara teratur
• uang pesangon, pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan
hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya
melewati jangka waktu 2 tahun;
• penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas
• imbalan kepada bukan pegawai;
• imbalan kepada peserta kegiatan;
• imbalan kepada dewan komisaris/pengawas yang bukan
merupakan pegawai tetap pada perusahaan yang sama;
• imbalan kepada mantan pegawai;
• penarikan dana pensiun oleh pegawai.
Termasuk:
Natura/Kenikmatan dari:

• Wajib Pajak PPh Final


• Wajib Pajak Norma Penghitungan Khusus
Penghitungan Besarnya
Penghasilan

Uang rupiah Uang asing Natura/kenikmatan


an

sesuai dengan yang Kurs Menteri


Harga Pasar
diterima/diperoleh Keuangan
Penghasilan yang Tidak Dikenakan
PPh Pasal 21/26

• Pembayaran manfaat atau santunan asuransi


kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna dan bea siswa
• Natura/kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah
• Iuran pensiun kepada dana pensiun yang telah
disahkan Menkeu, iuran THT/JHT yang dibayar pemberi
kerja
• Zakat/sumbangan wajib keagamaan dari
badan/lembaga yang dibentuk/disahkan pemerintah
• Bea siswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(3) huruf l UU PPh
PPh Pasal 21:
Pegawai tetap dan Penerima Pensiun Berkala

Setiap Masa Pajak, Masa Pajak terakhir


kecuali Masa Pajak terakhir

Perkiraan Penghasilan Neto Selisih antara PPh yang


yang akan diterima selama terutang atas seluruh
setahun, penghasilan kena pajak
 Penghasilan teratur selama setahun dengan PPh
sebulan dikali 12 yang telah dipotong masa-
masa sebelumnya
Masa Perolehan Penghasilan Kurang dari 12 Bulan

Disetahunkan Tidak Disetahunkan

1. WP OP DN meninggal
dunia atau meninggalkan 1. WP OP DN mulai bekerja
Indonesia selamanya; pada tahun berjalan;
2. Orang asing mulai
bekerja di Indonesia 2. WP OP DN pindah kerja
pada tahun berjalan ke pemberi kerja yang
untuk jangka waktu lebih lain
dari 6 bulan;
3. Karyawan pindah cabang
Penghitungan PPh Pasal 21

Pegawai tetap Penerima pensiun


Gaji, Tunjangan, Premi Asuransi
Uang Pensiun Berkala
Dibayar Pemberi Kerja
Dikurangi dengan Dikurangi dengan
1. Biaya jabatan, 5% dari pengh.
Bruto maks. Rp6.000.000 per Biaya Pensiun, 5% dari pengh.
tahun atau Rp500.000 per bulan Bruto maks. Rp2.400.000 per
2. Iuran pensiun, THT/JHT yang tahun atau Rp200.000 perbulan
dibayar sendiri

Penghasilan Neto (setahun/disetahunkan)

Dikurangi PTKP

Penghasilan Kena Pajak

Dikenakan Tarif Pasal 17


PTKP:
(PMK 101/PMK.010/2016)

Rp54.000.000,00 Untuk diri Wajib Pajak

Rp4.500.000,00 Tambahan utk WP Kawin

Tambahan untuk setiap


anggota keluarga sedarah
semenda dalam garis
Rp4.500.000,00
keturunan lurus serta anak
angkat yg menjadi tanggungan
sepenuhnya maksimal 3 orang

penerapan PTKP ditentukan oleh keadaan pada awal tahun


kalender atau awal bulan dari bagian tahun kalender

16
PTKP Karyawati

Kawin
Tidak
Kawin Suami tidak
Kawin
berpenghasilan

1. Diri sendiri; 1. Diri sendiri;


Hanya untuk 2. Status kawin; 2. Tanggungan
diri sendiri 3. Tanggungan maks 3.
maks 3.

menunjukkan ket. tertulis dari pemerintah daerah setempat


serendah-rendahnya kecamatan bahwa suami tidak menerima/
memperoleh penghasilan
Tarif

Sampai dengan Rp 50 juta


5% Sesuai
Pasal 17 ayat
(1) huruf a
UU PPh
Diatas Rp 50 juta s.d. Rp 250 juta
15%

Diatas Rp 250 juta s.d. Rp 500 juta


25%

Di atas Rp 500 juta 30%


PPh Pasal 21:
Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas

Upah/Uang Saku Harian, Mingguan, Dibayarkan Bulanan Atau Jumlah


Satuan, Borongan
Upah Kumulatif satu bulan
melebihi Rp 10.200.000
Upah/Uang Saku Harian
Dikali 12
≤ 450.000 > 450.000 Dikurangi PTKP Setahun

Tidak Dipotong Dikurangi 450.000 Penghasilan Kena Pajak

Dipotong 5% Dikenakan Tarif Ps 17

PPh Ps 21 Setahun
Upah kumulatif > Rp4,5 jt s.d. Rp10,2 jt sebulan
Dibagi 12
Upah sehari dikurangi PTKP sehari
PPh Pasal 21 Sebulan
Tarif PPh 21 = 5%
PPh Pasal 21:
Bukan Pegawai

Berkesinambungan Tidak
berkesinambungan Exc. Pasal 13 ayat (1) berkesinambungan

(50 % x Ph Bruto)
(50 % x Ph Bruto)
- (50 % x Ph Bruto)
PTKP sebulan,
Dihitung secara
Dihitung secara
kumulatif
kumulatif

Dalam hal Dokter Yang Praktik di RS/Klinik Jumlah Penghasilan Bruto adalah
Sebesar Jasa Dokter Yang Dibayarkan Pasien melalui RS/Klinik sebelum
Dipotong Biaya-Biaya atau Bagi Hasil RS/Klinik
Bukan Pegawai …

Dalam hal Bukan Pegawai:


 mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya maka besarnya
jumlah penghasilan bruto = jumlah pembayaran setelah
dikurangi bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan,
kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan
bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan tersebut
maka besarnya penghasilan bruto tersebut adalah sebesar
jumlah yang dibayarkan;
 melakukan penyerahan material atau barang maka besarnya
jumlah penghasilan bruto hanya atas pemberian jasanya saja,
kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan
antara pemberian jasa dengan material atau barang maka
besarnya penghasilan bruto tersebut termasuk pemberian jasa
dan material atau barang
PPh Pasal 21:
Lainnya

Dewan Komisaris/ Peserta program


Pengawas non Mantan Pegawai Pensiun yang masih
Pegawai tetap Berstatus pegawai

jasa produksi,
honorarium atau tantiem, gratifikasi,
imbalan yang penarikan dana
bonus atau imbalan pensiun
bersifat tidak teratur lain yang bersifat
tidak teratur

Tarif Pasal 17 atas Penghasilan Bruto


PPh Pasal 21:
Peserta Kegiatan

Tarif Pasal 17
UU PPh

Penghasilan Bruto

Penghasilan Bruto merupakan pembayaran yang bersifat utuh


dan tidak dipecah
TETAP Ph NETO - PTKP
PEGAWAI BULANAN Ph BRUTO - PTKP
TIDAK TETAP
Ph BRUTO – 450 RIBU
HARIAN
Ph BRUTO(> 4,5 jt s.d. 10,2 jt)
– PTKP Harian

Ph BRUTO(> 10,2 jt) – PTKP

PENSIUNAN BERKALA Ph NETO - PTKP

((50% X Ph Bruto) - PTKP bulanan)


BERKESINAMBUNGAN Kumulatif

BUKAN PEGAWAI BERKESINAMBUNGAN ex Psl 13 (1) (50% X Ph Bruto) Kumulatif

TIDAK BERKESINAMBUNGAN 50 % x Ph Bruto

KOMISARIS, MANTAN PEGAWAI, Ph Bruto Kumulatif


PENARIKAN DAPEN O/ PEGAWAI

PESERTA KEGIATAN Ph Bruto


Penerima Penghasilan Tidak ber-NPWP

PPh Pasal 21 sebesar 120%


lebih tinggi daripada PPh
Pasal 21 yang seharusnya
(20% lebih tinggi)

Setelah pemotongan sebelum pemotongan


PPh Pasal 21 bulan Ber-NPWP PPh Pasal 21 bulan
Desember Desember

Diperhitungkan oleh
merupakan kredit
pemotong dengan
pajak dalam SPT
PPh Pasal 21 bulan-
Tahunan PPh
bulan selanjutnya

Tidak berlaku untuk PPh Pasal 21 yang bersifat final


Ketentuan Khusus

Penghasilan bersumber dari


1. Uang Pesangon
APBN/D yang diterima oleh
2. Uang Manfaat Pensiun
Pejabat Negara, PNS,
3. THT/JHT
Anggota, TNI/Polri, dan
yang dibayarkan sekaligus
Pensiunannya

PP 68 Tahun 2010 PP 80 Tahun 2010


PPh Pasal 26

Tarif Pasal 26:


20 %

Penghasilan Bruto

Memperhatikan
Ketentuan P3B
Saat terutang
PPh Pasal 21/26

Penerima penghasilan Pemotong

akhir bulan dilaku-


Saat dilakukannya kannya pembayaran
pembayaran atau
atau akhir bulan
saat terutangnya terutangnya
penghasilan penghasilan
Kewajiban Pemotong

• Wajib Mendaftarkan Diri ke KPP


• Wajib menghitung, memotong, menyetorkan dan melaporkan
PPh Pasal 21 dan Pasal 26 yang terutang untuk setiap bulan
kalender.
• PPh Pasal 21/26 yang dipotong wajib disetor ke Kantor Pos
atau Bank paling lama 10 hari setelah Masa Pajak berakhir.
• Pemotong Pajak wajib lapor sekalipun nihil, paling lama 20
hari setelah Masa Pajak berakhir.
• Wajib Membuat Catatan atau Kertas Kerja Perhitungan PPh
Ps. 21/26 Untuk Setiap Masa Pajak
• Wajib Menyimpan Catatan atau Kertas Kerja Sesuai
Ketentuan
• Wajib Membuat Bukti Potong dan Memberikannya Kepada
Penerima Penghasilan
Bukti Pemotongan PPh Pasal 21

• Untuk pegawai tetap/penerima pensiun berkala:


– dibuat sekali setahun (Form 1721 A1/A2)
– diberikan paling lama 1 bulan setelah akhir tahun atau
pegawai berhenti
• Untuk selain pegawai tetap/penerima pensiun berkala:
– Dibuat setiap kali ada pemotongan
– Jika dalam satu bulan > 1 kali pembayaran maka bukti
potong dapat dibuat sekali dalam satu bulan
• Bukti Potong PPh Pasal 21 Tidak wajib dilampirkan dalam
SPT Masa PPh Pasal 21
Kewajiban Penerima Penghasilan

• Wajib Mendaftarkan Diri ke KPP


• Pegawai, Penerima Pensiun Berkala, dan Bukan Pegawai
tertentu Wajib Membuat Surat Pernyataan Yang Berisi Jumlah
Tanggungan Keluarga Pada Awal Tahun Kalender Atau Pada
Saat Menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri
• Wajib Menyerahkan Surat Pernyataan Tanggungan Keluarga
kpd Pemotong Pajak Pada Saat Mulai Bekerja Atau Mulai
Pensiun
• Wajib Membuat Surat Pernyataan Baru Dalam Hal Terjadi
Perubahan Tanggungan Keluarga Paling Lambat Sebelum
Mulai Tahun Kalender Berikutnya
Contoh – 1a : Pegawai Tetap – Gaji Bulanan

Untuk contoh-contoh pada slide ini diasumsikan penerima penghasilan yang dipotong
PPh Pasal 21 sudah memiliki NPWP, kecuali disebut lain dalam contoh tersebut.
Contoh – 1a : Pegawai Tetap – Gaji Bulanan
Contoh – 1b : Pegawai Tetap – Gaji Mingguan
Contoh – 1b : Pegawai Tetap – Gaji Mingguan
Contoh – 1c.1 : Pegawai Tetap – Uang Rapel

Retto pada tahun 2016 bekerja pada perusahaan PT Jaya


Abadi dengan memperoleh gaji sebulan Rp5.750.000,00 dan
membayar iuran pensiun sebesar Rp200.000,00. Retto
menikah tetapi belum mempunyai anak. Pada bulan Januari
penghasilan Retto dari PT Jaya Abadi hanya dari gaji.
Pada bulan Juni 2016 Retto menerima kenaikan gaji, menjadi
Rp6.750.000,00 sebulan dan berlaku surut sejak 1 Januari
2016. Dengan adanya kenaikan gaji yang berlaku surut
tersebut maka Retto menerima rapel sejumlah Rp
5.000.000,00 (selisih gaji yang seharusnya diterima untuk
masa Januari s.d. Mei 2016).
Berapa PPh Pasal 21 Terutang atas pembayaran uang rapel
tersebut?
Penghitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Uang Rapel
- Penghitungan PPh Pasal 21 atas Gaji (Lama)
Gaji Rp 5.750.000
Pengurangan :
Biaya Jabatan (5% xRp 5.750.000,00) Rp 287.500
Iuran Pensiun Rp 200.000 Rp 487.500
Penghasilan Neto sebulan Rp 5.262.500
Penghasilan Neto setahun (12 x Rp5.262.500,00 ) Rp 63.150.000
PTKP setahun :
- untuk diri sendiri Rp 54.000.000
- tambahan WP kawin Rp 4.500.000 Rp 58.500.000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 4.650.000
PPh Pasal 21 terutang :
5% x Rp4.650.000,00 = Rp 232.500

PPh Pasal 21 sebulan


Rp232.500,00 : 12 = Rp 19.375
- Penghitungan PPh Pasal 21 atas Gaji (Baru)
Gaji sebulan Rp 6.750.000
Pengurangan :
Biaya Jabatan (5% xRp6.750.000) = Rp 337.500
Iuran Pensiun = Rp 200.000 Rp 537.500
Penghasilan Neto sebulan Rp 6.212.500
Penghasilan Neto setahun ( 12 x Rp 6.212.500,00 ) Rp 74.550.000
PTKP setahun :
- untuk diri sendiri Rp 54.000.000
- tambahan WP kawin Rp 4.500.000 Rp 58.500.000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 16.050.000
PPh Pasal 21 setahun :
5% x Rp16.050.000,00 = Rp 802.500
PPh Pasal 21 sebulan
Rp802.500,00 : 12 Rp 66.875
PPh Pasal 21 Januari s.d Mei 2016 seharusnya adalah :
5 x Rp66.875,00 Rp 334.375
PPh Pasal 21 yang sudah dipotong Januari s.d Mei 2016
5 x Rp19.375,00 (dari perhitungan sebelumnya) Rp 96.875
PPh Pasal 21 untuk uang rapel Rp 237.500
Contoh – 1c.2 : Pegawai Tetap – Bonus

Atas pencapaian target penjualannya di semester I tahun


2016, Retto menerima bonus dari perusahaan sebesar 2 kali
gaji bulanannya. Bonus tersebut dibayarkan pada bulan
Agustus 2016
Berapa PPh Pasal 21 Terutang atas pembayaran uang bonus
tersebut?
Penghitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Bonus
Gaji setahun (12 x Rp6.750.000,00) Rp 81.000.000
Bonus Rp 13.500.000
Penghasilan bruto setahun Rp 94.500.000
Pengurangan :
Biaya Jabatan (5% xRp94.500.000,00) Rp 4.725.000
Iuran Pensiun (12 x Rp200.000,00) Rp 2.400.000 Rp 7.125.000
Penghasilan Neto setahun Gaji + Bonus Rp 87.375.000
PTKP setahun :
- untuk diri sendiri Rp 54.000.000
- tambahan WP kawin Rp 4.500.000 Rp 58.500.000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 28.875.000
PPh Pasal 21 setahun atas Gaji + Bonus :
5% x Rp28.875.000,00 = Rp 1.443.750
PPh Pasal 21 atas Gaji (dari contoh sebelumnya) Rp 802.500
PPh Pasal 21 atas Bonus Rp 641.250
Contoh – 1d:
Pegawai Tetap – Dipindahtugaskan dalam Tahun Berjalan
Contoh – 1d:
Pegawai Tetap – Dipindahtugaskan dalam Tahun Berjalan
Contoh – 1e: Pegawai Baru Mulai Bekerja Pada Tahun Berjalan (1)
Contoh – 1e: Pegawai Baru Mulai Bekerja Pada Tahun Berjalan (2)
Contoh – 1f: Pegawai Tetap Berhenti Bekerja Pada Tahun Berjalan (1)
Contoh – 1f: Pegawai Tetap Berhenti Bekerja Pada Tahun Berjalan (2)
Contoh – 1f: Pegawai Tetap Berhenti Bekerja Pada Tahun Berjalan (2)
Contoh – 1g: PT - Yang Sebagian Atau Seluruhnya Diperoleh Dalam Mata Uang Asing
Contoh – 1h: PT - PPh Pasal 21 Seluruh atau Sebagian Ditanggung Oleh Pemberi Kerja
Contoh – 1i: PT yang Menerima Tunjangan Pajak
Contoh – 1j: PT yang Menerima Natura dan Kenikmatan Lainnya yang
Diberikan oleh Wajib Pajak Yang Pengenaan Pajak Penghasilannya Bersifat
Final Atau Berdasarkan Norma Penghitungan Khusus (Deemed Profit)
Contoh – 1k: PT yang Baru Memiliki NPWP pada Tahun Berjalan
Contoh – 1l.1: PT pada Masa Pajak Terakhir – Bulan Desember
Contoh – 1l.2: PT pada Masa Pajak Terakhir –
Berhenti Bekerja sebelum Bulan Desember

Lihat Contoh Penghitungan – 1f: Pegawai Tetap Berhenti Bekerja Pada Tahun
Berjalan
Contoh – 3a.1: Pegawai/Tenaga Harian Lepas dengan Upah Harian

Joko dengan status belum menikah pada bulan Januari 2016 bekerja sebagai buruh harian PT
Cipta Mandiri Sejahtera. Ia bekerja selama 10 hari dan menerima upah harian sebesar
Rp450.000,00. Bagaimanakah perlakuan PPh Psl 21-nya?

Penghitungan PPh Pasal 21 terutang:


Upah sehari Rp 450.000,00
Dikurangi batas upah harian tidak dilakukan
pemotongan PPh Rp 450.000,00
Penghasilan Kena Pajak sehari Rp -
PPh Pasal 21 dipotong atas Upah sehari: Rp -

• Sampai dengan hari ke-10, karena jumlah kumulatif upah yang diterima belum melebihi
Rp4.500.000,00 maka tidak ada PPh Pasal 21 yang dipotong.
• Pada hari ke-11 jumlah kumulatif upah yang diterima melebihi Rp4.500.000,00, maka PPh
Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan upah setelah dikurangi PTKP yang sebenarnya.

Upah s.d hari ke-11 (Rp450.000,00 x 11) Rp 4.950.000,00


PTKP sebenarnya:
11 x (Rp54.000.000,00/ 360) Rp 1.650.000,00
Penghasilan Kena Pajak s.d hari ke-11 Rp 3.300.000,00
PPh Pasal 21 terutang s.d hari ke-11
5% x Rp3.300.000,00 Rp 165.000,00
PPh Pasal 21 yang telah dipotong s.d hari ke-10 Rp -
PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-11 Rp 165.000,00
• Sehingga pada hari ke-11, upah bersih yang diterima Joko sebesar:
Rp450.000,00 – Rp165.000,00= Rp285.000,00
• Misalkan Joko bekerja selama 12 hari, maka penghitungan PPh Pasal 21 yang harus
dipotong pada hari ke - 12 adalah sebagai berikut :

Pada hari kerja ke-12, jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong adalah:
Upah sehari Rp 450.000,00
PTKP sehari
untuk WP sendiri (Rp54.000.000,00: 360) Rp 150.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 300.000,00
PPh Pasal 21 terutang
5% x Rp300.000,00 Rp 15.000,00

Sehingga pada hari ke-12, Joko menerima upah bersih sebesar:


Rp450.000,00 – Rp15.000,00 = Rp435.000,00
Contoh – 3a.2: Pegawai/Tenaga Harian Lepas dengan Upah Harian
Contoh – 3b: Penerima Upah Satuan
Contoh – 3c: Penerima Upah Borongan
Contoh – 3d: Tenaga Harian Lepas Dibayarkan Bulanan
Contoh – 4a: Pembayaran Penghasilan kepada Mantan Pegawai
Contoh – 4b: Honorarium Komisaris yang Tidak Merangkap sebagai Pegawai Tetap
Contoh – 4c: Penarikan Dana Pensiun oleh Peserta Program Pensiun yang
Masih Berstatus Pegawai
Contoh – 5a
Bukan Pegawai Yang Menerima Penghasilan Yang Bersifat Berkesinambungan (1)
Contoh – 5a
Bukan Pegawai Yang Menerima Penghasilan Yang Bersifat Berkesinambungan (2)
Contoh – 5b
Bukan Pegawai Yang Menerima Penghasilan Yang Tidak Bersifat Berkesinambungan
Contoh – 5c
Bukan Pegawai, Sehubungan dengan Pemberian Jasa yang dalam Pemberian
Jasanya Mempekerjakan Orang Lain sebagai Pegawainya dan/atau Melakukan
Penyerahan Material/Bahan
Contoh – 6: Peserta Kegiatan
Contoh – 7
Pegawai dengan Status Wajib Pajak Luar Negeri yang Memperoleh Gaji
Sebagian atau Seluruhnya dalam Mata Uang Asing
Batasan Umur Dewasa

Dasar Hukum Pasal


Kitab Undang-Undang Pasal 330
Hukum Perdata Yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur
(Burgerlijk Wetboek) genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya.
UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 47
tentang Perkawinan Anak yang dimaksud dalam UU Perkawinan adalah yang belum
mencapai 18 tahun.
UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 1 angka 26
tentang Ketenagakerjaan Anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 (delapan
belas) tahun
UU No. 12 Tahun 1995 Pasal 1 angka 8
tentang Pemasyarakatan Anak didik pemasyarakatan adalah:
a. Anak pidana, yaitu anak yang berdasarkan putusan
pengadilan menjalani pidana di LAPAS anak paling lama
sampai berumur 18 (delapan belas) tahun;
b. Anak negara, yaitu anak yang berdasarkan putusan
pengadilan diserahkan pada negara untuk dididik dan
ditempatkan di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18
(delapan belas) tahun;
c. Anak sipil, yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau
walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di
LAPAS anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas)
tahun.
Batasan Umur Dewasa (lanjutan)
UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pasal 1
Pengadilan Anak Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai
umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan
belas) tahun dan belum pernah kawin
UU No. 39 Tahun 1999 tentang Pasal 1 angka 5
Hak Asasi Manusia Anak adalah setiap manusia yang berumur di bawah 18 (delapan
belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam
kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.
UU No. 23 Tahun 2002 tentang Pasal 1 ayat (1)
Perlindungan Anak Anak adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas)
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pasal 1 ayat (4)
Pornografi Anak adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas)
tahun.
UU No. 12 Tahun 2006 tentang Pasal 4
Kewarganegaraan Republik Warga Negara Indonesia adalah: a–g ...
Indonesia anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga
negara asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia
sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut
berumur 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin.
UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pasal 1 angka 5
Pemberantasan Tindak Pidana Anak adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas)
Perdagangan Orang tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Batasan Umur Dewasa (lanjutan)

Penjelasan Pasal 8 Ayat (4) UU PPh:

Yang dimaksud dengan “anak yang belum dewasa”


adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas)
tahun dan belum pernah menikah.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai