Anda di halaman 1dari 27

PPH PASAL 21/26

I.PPH PASAL 21

A. Pengertian Pajak Penghasilan 21

PPh 21 adalah Pajak atas penghasilan yang dikenakan atas penghasilan berupa
gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan bentuk
apapun yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan jasa dan kegiatan.

B. Unsur-unsur PPh Pasal 21

1. Wajib Pajak

2. Pemotong Pajak

3. Obyek Pajak

4. Subjek Pajak

5. Tarif Pajak

C. Wajib Pajak PPh Pasal 21

1. Pegawai Tetap

Orang pribadi yang bekrja pada pemberi kerja yang menerima atau memperoleh
gaji dalam jumlah tertentu secara berjkala, termasuk anggota dewan komisaris dan
anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus ikut meengelola
kegiatan perusahaan secara langsung.

2. Pegawai Lepas

Ornag pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya menerima imbalan
apabila orang pribadi yang bersangkutan bekerja.

3. Penerima Pensiun

Orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau memperoleh imbalan untuk
pekerjaan yang dilakukan di masa lalu, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya
yang menerima uang pensiun, Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua.

4. Penerima Honorarium

Orang pribadi yang menrima atau memperoleh imbalan sehubungan dengna jasa,
jabatan, atau kegiatan yang dilakukannya.
5. Penerima Upah

Orang pribadi yang menerima upah harian, upah mingguan, upah borongan, atau
upah satuan.

D. Bukan Wajib Pajak PPh Pasal 21

1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara
asing

2. Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam


keputusan Mentri Keuangan No. 611/KMK.04/1994 sepanjang bukan warga negara
Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau pekerjaan lain.

E. Pemotong Pajak PPh

1. Pemberi kerja baik orang pribadi, badan, BUT baik induk maupun cabang

2. Bendaharawan pemerintah pusat /daerah, Instansi, Departemen, KBRI, dll

3. Dana Pensiun, PT. TASPEN, ASTEK, JAMSOSTEK, THT

4. BUMN/ BUMD

5. Yayasan, lembaga, kepanitiaan, asosiasi, organisasi

F. Hak dan Kewajiban Pemotong Pajak

Menurut pasal 22 PMK No. 252/PMK.03/2008, hak dan kewajiban pemotong pajak
adalah:

1. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 dan Penerima Penghasilan yang
Dipotong PPh Pasal 21 wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai
denan ketentuan yang berlaku.

2. Pegawai, penerima pensiun berkala, serta bukan pegawai sebagaimana


dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf a

G. Bukan Pemotong PPh 21

1. Perwakilan Diplomatik seperti kedutaan besar negara sahabat

2. Badan / Organisasi Internasional seperti organisasi PBB

H. Obyek Pajak PPh Pasal 21

1. Penghasilan Teratur
2. Penghasilan Tidak Teratur

3. Upah harian, mingguan, satuan & borongan

4. Premi asuransi yang dibayar pemberi kerja

5. Uang tebusan pensiun, Pesangon THT, dll

6. Honorarium dengan nama dan bentuk apapun

7. Imbalan dengan nama dan bentuk apapun

8. Penghasilan natura yang diberikan oleh bukan wajib pajak

I. Tidak Termasuk Penghasilan

1. Pembayaran oleh perusahaan asuransi

2. Penerimaan dalam bentu Natura

3. Iuran pensiun & THT yang dibayar pemberi kerja

4. Natura yang diberikan oleh pemerintah

5. Kenikmatan Pajak yang ditanggung pemberi kerja

J. Pengurang Penghasilan yang diperbolehkan

1. Biaya Jabatan , khusus untuk Peg. Tetap:

a. Tanpa melihat memiliki jabatan atau tidak

b. Besarnya 5% dari Penghasilan Bruto maksimum Rp 1.296.000 setahun atau


Rp 108.000 sebulan

2. Iuran Pensiun dan THT:

a. Yang dibayar pegawai

b. Yayasan dana pensiun yang di setujui menteri keuangan

c. Jumlahnya tidak dibatasi

3. Biaya Pensiun

Khusus untuk penerima pensiun berkala atau bulanan: Besarnya 5% dari uang
pensiun maksimu Rp 432.000 setahun atau Rp 36.000 sebulan

4. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)


a. Menurut keadaan wajib pajak tanggal 1 januari /awal tahun, khusunya
WPDN

b. Keadaan pada saat datang ke Indonesia khusus WNA

c. Besarnya PTKP :

1) WP sendiri : Rp 24.300.000

2) Status Kawin : Rp 2.025.000

3) Istri berpenghasilan : Rp 24.300.000

4) Tanggunan Mak 3 orang : Rp 2.025.000/anak

PTKP untuk istri berpenghasilan tidak digunakan untuk menghitung PPh 21 . PTKP
ini khusus untuk menghitung bagi wajib pajak orang pribadi yang istrinya
berpenghasilan yang wajib menyampaikan SPT Tahunan.

K. Tarif Pajak PPh Pasal 21

1. Tarif Pasal 17 (mulai berlaku 1 Jan 2009) yaitu :

a. 5% penghasilan s/d Rp 50 juta

b. 15% penghasilan Rp 50 juta s/d Rp 250 juta

c. 25% penghasilan Rp 250 juta s/d 500 juta

d. 30% penghasilan diatas 500 juta

2. Tarif Pasal 17 dikanakan atas :

a. Penghasilan Kena Pajak (PKP) dari :

1) Pegawai tetap

2) Penerima pensiun berkala

3) Pegawai tidak tetap

4) Pemagang, calon pegawai

5) Kegiatan Multilevel marketing

b. Penghasilan Bruto dari :

1) Honorarium, Bea siswa, uang saku, hadiah penghargaan, komisi, dll.

2) Honorarium anggota dewan komisaris/pengawas tidak merangkap peg. Tetap


3) Jasa produksi, tantiem, bonus yang diterima mantan pegawai

4) Penarikan dana pensiun iuran pasti

5) Pembayaran lain : pemain musik, olahragawan dll

3. Tarif 15% dikenakan atas Tenaga Ahli Dengan Norma Perhitungan 50%
Penghasilan bruto yang dibayarkan kepada:

a. Pengacara

b. Akuntan

c. Arsitek

d. Dokter

e. Konsultan, notaries

f. Penilai, aktuaris

4. Tarif 5 % dikenakan atas:

a. Upah harian

b. Upah mingguan

c. Upah satuan

d. Upah borongan

Jika upah yg diterima sehari diatas Rp 24.000 sehari dan tidak lebih dari Rp
240.000 sebulan dan tidak dibayarkan secara bulanan

L. Cara Menghitung PPh Pasal 21

1. Pegawai Tetap

a. Penghasilan Neto dihitung dengan cara mengurangi biaya jabatan, dan iuran
yang terikat pada gaji kepada dana pensium yang pendiriannya telah disahkan
Menteri Keuangan dan iuran THT kepada badan penyelenggara jamsostek, kecuali
kepada badan penyelenggara Taspen dari penghasilan bruto.

b. Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, penghasilan netonya


dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak

c. Menggunakan Tarif Pasal 17 undang-undang PPh.

2. Pegawai Tidak Tetap, Pemagang, dan Calon Pegawai


a. Untuk menghitung besarnya PKP adalah penghasilan bruto dikurangi PTKP

b. Menggunakan Tarif Umum Pasal 17 Undang-Undang PPh.

3. Penerima Pensiun

a. Untuk menentukan besarnya penghasilan neto penerima pensiun,


penghasilan bruto berupa uang pensiun dikurangi dengan biaya pensiun yaitu biaya
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara uang pensiun yang besarnya 5%
dari penghasilan bruto.

b. Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, penghasilan netonya


dikurangi dengan PTKP yang sebenarnya.

c. Menggunakan Tarif Umum Pasal 17 Undang-Undang PPh.

d. Perhitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan yang diterima atau
diperoleh penerima pensiun pada tahun pertama pensiun dihitung sebagai berikut:

1) Terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan


cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun, kemudian dikalikan
banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan menerima pensiun sampai
dengan bulan Desember.

2) Penghasilan neto yang disetahunkan tersebut ditambah dengan penghasilan


neto dalam tahun yang bersangkutan yang diterima atau diperoleh dari pemberi
kerja sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan yang tercantum
dalam bukti pemotongan PPh Pasla 21 sebelum pensiun;

3) Untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak, jumlah penghasilan pdaa huruf b


tersebut dikurangi dengan PTKP, dan selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 atas
Penghasilan Kena Pajak tersebut;

4) PPh Pasal 21 atas uang pensiun dalam tahun yang bersangkutan dihitung
dengan cara mengurangi PPh Psal 21 pada huru

e. Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan untuk tahun kedua
dan selanjutnya dihitung sebagai berikut:

4. Pegawai yang Menerima Upah Harian, Upah Mingguan, Upah Satuan, Upah
Borongan, dan Upah Saku Harian

5. Penerima Bea Siswa

6. Uang Tebusan Pensiun, Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua (THT),
Uang Pesangon, dan Pembayaran Lain Sejenis yang Dibayarkan Sekaligus

7. Pemotongan PPh Pasal 21 atas Dana Pensiun yang Dialihkan kepada


Perusahaan Asuransi Jiwa dengan Cara Membeli Anuitas Seumur Hidup
8. Uang Lembur

9. Uang Rapel

10. Penghasilan Karyawati

11. Jasa Produksi, Tantiem, Gratifikasi, THR, Bonus, Premi, dan Penghasilan Sejenis
Lainnya yang Sifatnya Tidak Tetap dan Pada Umumnya Diberikan Sekali Saja atau
Sekali Setahun

12. Imbalan atas Jasa atau Kegiatan yang Jumlahnya tidak Dihitung atas Dasar
Banyaknya Hari yang Diperlukan untuk Menyelesaikan Jasa/Kegiatan yang Diberikan

13. Penghasilan yang DIterima atau Diperoleh Sehubungan dengan Kegiatan


Multilevel Marketing

14. Honorarium Anggota Dewan Komisaris/Pengawas yang Tidak Merangkap


Pegawai Tetap

15. Jasa Produksi, Tantiem, Gratifikasi, dan Bonus untuk Mantan Pegawai

16. Penghasilan Tenaga Ahli

17. Penghasilan yang Sebagian atau Seluruhnya Diperoleh dalam Mata Uang Asing

18. PPh Pasal 21 Seluruh/Sebagian Ditanggung oleh Pemberi Kerja

19. Tunjangan Pajak

20. Penerimaan dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan Lainnya

21. Pengambilan Dana Pensium oleh Peserta Pensiun yang Dibayarkan oleh
Penyelenggara Program Pensiun

Contoh PPH PASAL 21

Rajib bekerja pada PT Jadul sebagai pegawai tetap sejak 1 September 20xx. Rajib
menikah tetapi belum punya anak. Gaji sebulan adalah sebesar Rp8.000.000,00 dan
iuran pensiun yang dibayar tiap bulan sebesar Rp150.000,00. Hitung PPh 21 untuk
bulan September 20xx!

Gaji sebulan Rp 8.000.000,00

Pengurangan:

1. Biaya Jabatan 5% x Rp8.000.000,00 Rp 400.000,00

2. luran Pensiun Rp
150.000,00(+)

Rp 550.000,00(-)

Penghasilan neto sebulan Rp 7.450.000,00

Penghasilan neto setahun 4 x Rp 29.800.000,00


Rp7.450.000,00

PTKP setahun (TK/0)

- untuk WP sendiri Rp 24.300.000,00

- tambahan karena menikah Rp 2.025.000,00(+)

Rp
26.325.000,00(-)

Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 3.475.000,00

PPh Pasal 21 terutang 5% x Rp3.475.000,00 = Rp 173.750,00


PPh Pasal 21 bulan September Rp173.750,00 : 4 = Rp 43.438,00

II.PPH PASAL 22

A. Pengertian

Merupakan pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan yang dipungut


oleh :

Bendaharawan pemerintah baik pusat maupun daerah, instansi atau lembaga


pemerintah dan lembaga-lembaga Negara lainnya sehubungan dengan
pembayaran atas penyerahan barang.

Badan-badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan


kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha di bidang lainnya.

B. Pemungut Pajak

Pemungut PPh Pasal 22 adalah:

Bank Devisa dan Dirjen Bea Cukai, atas impor barang


Direktorat Jendral Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik ditingkat Pusat
maupun Pemerintah Daerah, yang melakukan atas pembeliaan barang.

Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang melakukan
pembayaran atas pembelian barang yang dananya dari belanja Negara dan atau
belanja daerah, kecuali badan-badan tersebut pada butir 4.

Bank Indonesia (BI), Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Badan Urusan
Logistik (BULOG), PT TELKOM, PLN,PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau
Stell, dan BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik
dari APBN maupun non APBN.

Badan usaha yang bergerak dibidang industri semen, industri rokok, industri kertas,
industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan
Pajak, atas penjualan hasil produksi di dalam negeri.

C. Objek Pemungutan PPh Pasal 22

Yang merupakan obyek Pemungutan Pph psl 22 adalah:

Impor Barang

Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan Dirjen Anggaran,


Bendaharawan pemerintah baik ditingkat Pusat maupun Pemerintah Daerah.

Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh BUMN dan BUMD yang
dananya dari belanja Negara dan atau belanja daerah.

Penjualan hasil produksi yang dilakukan oleh Pertamina dan badan usaha lain selain
Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas.

Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industry atau ekspor industry dan


eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan
perikanan dari pedagang pengumpul.

Dikecualikan dari pemungutan PPh pasal 22 adalah:

Impor barang

Impor barang yang dibebaskan dari Bea masuk :

Barang dari perwakilan Negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di
Indonesia berdasarkan asas timbal balik.

Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial atau
kebudayaan.

Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan alam.


Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah

Barang pindahan

Vaksin polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN)

Dalam hal impor sementara jika pada waktu impor nyata-nyata dimaksudkan untuk
diekspor kembali.

Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,-(Satu juta rupiah) dan


tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.

Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum / PDAM
dan benda-benda pos.

D. CARA MENGHITUNG PPh PASAL 22

Cara menghitung PPh pasal 22 atas kegiatan Impor Barang

Besarnya PPh pasal 22 atas impor:

Yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), tarif pemungutannya sebesar


2,5% dari nilai impor.

PPh Pasal 22 = 2,5% x Nilai Importir

Yang tidak menggunakan Angka Pengenal Imortir (API), tarif pemungutannya


sebesar 7,5% dari nilai impor

PPh Pasal 22 = 7,5% x Nilai Importir

Yang tidak dikuasai,tarif pemungutannya sebesar 7,5% dari harga jual lelang.

PPh Pasal 22 = 7,5% x Harga Jual Lelang

Catatan :

Yang dimaksud dengan nilai impor adalah nilai berupa uang yang digunakan
sebagai dasar perhitungan bea masuk. Nilai impor dihitung sebesar Cost Insurance
Freight (CIF) +Bea Masuk+ Pungutan pabean lainnya.

Contoh 1:
PT ANGGARA, memiliki nomor API, melakukan impor komputer dari Amerika Serikat
dengan perincian sbb:

Harga Komputer (Cost)US$ 20,000.00

Asuransi (Insurance) US$ 1,000.00

Biaya angkut (Freight) .US$ 4,000.00

Harga Pabean ..US$ 25,000.00

Pungutan :

- Bea Masuk 20% US$ 5,000.00

- Bea Masuk Tambahan 10% US$ 2,500.00

NILAI IMPOR US$ 32,500.00

Apabila pada tanggal impor (sesuai dokumen impor:pemberitahuan impor barang)


nilai kurs US $ 1.00= Rp 10.000,00 maka:

Dasar pengenaan PPh Pasal 22: US$ 32,500.00 x Rp 10.000,00= Rp


325.000.000,-

PPh Pasal 22 yang harus dipungut :Rp 325.000.000,00 x 2,5% = Rp 8.125.000,00


III.PPH PASAL 23

PPH PASAL 23 (Perhitungan, Pemotongan, Pencatatan, Pelaporan)


Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang
berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang
telah dipotong PPh Pasal 21.

Pemotong dan Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23

Pemotong PPh Pasal 23:

badan pemerintah;

Subjek Pajak badan dalam negeri;

penyelenggaraan kegiatan;

bentuk usaha tetap (BUT);

perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;

Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur
Jenderal Pajak.

Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23:

WP dalam negeri;

BUT

Tarif dan Objek PPh Pasal 23

15% dari jumlah bruto atas:

dividen kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga,
dan royalti;

hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.

2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.

2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan
jasa konsultan.

2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya, yaitu:

Jasa penilai;

Jasa Aktuaris;
Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;

Jasa perancang;

Jasa pengeboran di bidang migas kecuali yang dilakukan oleh BUT;

Jasa penunjang di bidang penambangan migas;

Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas;

Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;

Jasa penebangan hutan

Jasa pengolahan limbah

Jasa penyedia tenaga kerja

Jasa perantara dan/atau keagenan;

Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan KSEI dan
KPEI;

Jasa kustodian/penyimpanan-/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;

Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;

Jasa mixing film;

Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan


dan perbaikan;

Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau
TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang
konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi

Jasa perawatan / pemeliharaan / pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air,


gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang
lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai
pengusaha konstruksi

Jasa maklon

Jasa penyelidikan dan keamanan;

Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;

Jasa pengepakan;
Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang
atau media lain untuk penyampaian informasi;

Jasa pembasmian hama;

Jasa kebersihan atau cleaning service;

Jasa katering atau tata boga.

Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% ebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23

Yang dimaksud dengan jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang
dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya
oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk
usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak
dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:

Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai


imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang diabayarkan oleh WP penyedia tenaga
kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan
pengguna jasa;

Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan


faktur pembelian);

Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan


kepada pihak ketiga(dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan
perjanjian tertulis);

Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran


sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak
ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah
dibayarkan kepada pihak ketiga).

(3). DPP-nya 13.33% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN):


Jasa pelaksanaan konstruksi, termasuk jasa perawatan /pemeliharaan/perbaikan
bangunan, jasa instalasi/pemasangan mesin, listrik/telepon/air/gas/AC/TV Kabel,
sepanjang jasa tersebut dilakukan Wajib Pajak yang ruang lingkup pekerjaannya
dibidang konstruksi dan mempunyai izin/sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi,

(4). DPP-nya 26.67% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN):


a. Jasa perencanaan konstruksi.
b. Jasa pengawasan konstruksi.
(5). DPP-nya 10% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN):
Jasa pembasmian hama dan Jasa pembersihan, Jasa Catering, Jasa selain jasa-jasa
tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Penghitungan PPh Pasal 23 terutang menggunakan jumlah bruto tidak termasuk


PPN

Dikecualikan dari Pemotongan PPh Pasal 23:

Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;

Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan
hak opsi;

Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
WP dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha
yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;

bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMD, kepemilikan saham pada badan yang


memberikan dividen paling rendah 25% ( dua puluh lima persen) dari jumlah modal
yang disetor;

Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan
kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;

SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;

Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan
yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan.

Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 23

PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran, disediakan


untuk dibayar, atau telah jatuh tempo pembayarannya, tergantung peristiwa yang
terjadi terlebih dahulu.

PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan
takwim berikutnya setelah bulan saat terutang pajak.
SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20 hari
setelah Masa Pajak berakhir.

Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 23
bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional,
penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Prosedur, Perhitungan & Perlakuan PPh Pasal 23

Cara perhitungannya sebenarnya sederhana saja, jauh lebih mudah dibandingkan


perhitungan PPh Pasal 21. Sebelum ke cara dan contoh perhitungannya, serta
prosedur pencatatan dan pelaporannya, ada beberapa jargon (istilah) yang perlu
dipahami pengertiannya (yang saya sebutkan disini adalah yang penting-penting
saja), yaitu:

BUT = Acronym dari Badan Usaha Tetap = Representative Office = Perwakilan


perusahaan asing yang berkedudukan di Indonesia.

Jumlah Bruto/Penghasilan Bruto/Nilai Bruto = Total nilai transaksi persewaan =


Penghasilan yang diterima atas persewaan sebelum memperhitungkan adanya
perkiraan cost/expense yang timbul guna memperoleh penghasilan tersebut.

Jumlah Neto/Penghasilan Neto/Nilai Neto = Total Nilai transaksi persewaan


[dikurangi] perkiraan cost/expense yang timbul guna memperoleh penghasilan
persewaan tersebut.

DPP = Dasar Pengenaan Pajak = Nilai Neto/Penghasilan Neto = Penghasilan setelah


dikurangi perkiraan expense/cost.

Pemotong = Pihak yang melakukan pemotongan atas obyek PPh Pasal 23 (silahkan
baca kembali FAQ).

Terpotong = Pihak penerima penghasilan atas obyek PPh Pasal 23 (silahkan baca
kembali FAQ).

Okay, cukup jargonnya. Next is how tos.

Kalau kita summarized dari FAQ tadi, maka obyek pajak dan tarifnya dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu:

Obyek pajak yang PPH Pasal 23 menggunakan Jumlah Bruto sebagai DPP (Dasar
Pengenaan Pajak).

Contoh Kasus-1:
Pada tanggal 10 May 2008, PT. Sukses Gemilang, membagikan dividen masing-
masing Rp 10,000,000 kepada 20 pemegang sahamnya. Atas dividen yang
dibagikan, PT. Sukses Gemilang wajib memungut PPh Pasal 23.

a). Dari sisi pemotong:


Berapa besarnya PPh Pasal 23 yang harus di potong? Bagaimana cara mencatat
pembagian dividen tersebut? Bagaimana prosedur pemotongan, pencatatan dan
pelaporan PPh Pasal 23-nya? Bagaimana pengaruhnya terhadap PPh Pasal 25 dan
29 PT. Sukses Gemilang?

b). Dari sisi yang terpotong:


Apa yang harus dilakukan?, apa pengaruh PPh Pasal 23 terhadap PPh Pasal 25 dan
PPh Pasal 29 pihak yang terpotong?

Read on.

Tarif PPh Pasal 23 atas dividen adalah 15% (baca kembali FAQ), sehingga besarnya
PPh Pasal 23 yang dipotong kepada masing-masing pemegang saham dihitung
dengan formula:

PPh Pasal 23 = Tarif x Jumlah Bruto = 15% x 10,000,000


PPh Pasal 23 = Rp 1,500,000
Total PPh Pasal 23 yang dipotong (untuk 20 orang) = 20 x Rp 1,500,000
Total PPh Pasal 23 yang dipotong (untuk 20 orang) = Rp 30,000,000

Atas pembagian dividen tersebut, PT. Sukses Gemilang:

1). Pada tanggal 10 May 2008, melakukan pencatatan atas pembagian dividen dan
pemotongan PPh Pasal 23, dengan jurnal:

[Debit]. Dividen = Rp 200,000,000 (Jumlah bruto x 20)


[Credit]. Cash = Rp 170,000,000 (Total Bruto PPh Pasal 23)
[Credit]. Utang PPh Pasal 23 = Rp 30,000,000

2). Pada tanggal 10 May 2008, melakukan pemotongan dan menerbitkan bukti
pemotongan PPh Pasal 23 atas dividen yang diterima oleh pemegang saham
masing-masing sebesar Rp 1,500,000 kepada keduapuluh penerima dividen.

3). Pada penutupan buku Tanggal 30 May nanti, di neraca PT. Sukses Gemilang akan
muncul: Dividen (pengurang retained earning) sebesar Rp 200,000,000 di sisi
Pasiva, pada kelompok equity, dan Utang PPh Pasal 23 sebesar Rp 30,000,000 di sisi
aktiva lancar (current asset). Itulah disebut saat pengakuan PPh Pasal 23
terhutang (baca kembali FAQ).
4). Pada tanggal 10 June 2008 (latest) menyetorkan PPh Pasal 23 (yang telah
dipungut olehnya) ke kas negara melalui bank persepsi (disebut Saat
penyetoran), dan atas penyetoran tersebut dicatat dengan jurnal:

[Debit]. Utang PPh Pasal 23 = Rp 30,000,000


[Credit]. Cash = Rp 30,000,000

Dengan jurnal di atas, maka Utang PPh pasal 23 menjadi nol, dan akumulasi cash-
out adalah Rp 200,000,000 (sama dengan pengakuan dividen-nya: Rp 170,000,000
telah dicatat tanggal 10 May dan Rp 30,000,000 telah dicatat tanggal 10 June
2008).

5). Tanggal 10 June 2008 (latest), melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23 disertai:
a). Daftar pemotongan
b). Bukti Pemotong masing-masing 1 copy
c). SSP atas setoran yang telah dilakukan melalui bank persepsi.

Apa pengaruhnya terhadap besarnya PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 29 PT. Sukses
Gemilang (selaku pemotong)?, Jawabannya: Tidak ada pengaruhnya. PT. Sukses
Gemilang telah mengakui pembagian dividen sepenuhnya (Rp 200,000,000) dan
pengakuan cash-out sejumlah yang sama. Dividen bukanlah cost/expense. Hanya
saja, atas pembagian dividen tersebut PT. Sukses Gemilang akan memasukkan
pembagian dividen tersebut pada SPT PPh Badan Tahunan-nya pada blanko 1771-V
(Bagian:B).

b) Di pihak terpotong (penerima dividen).

Pada tanggal 10 May 2008, melakukan pencatatan atas penerimaan dividen dan
potongan PPh Pasal 23 dengan jurnal:

[Debit]. Cash = Rp 8,500,000 (Nilai neto setelah dipotong PPh Pasal 23)
[Debit]. PPh Pasal 23 = Rp 1,500,000
[Credit]. Pendapatan dividen = Rp 10,000,000

Pada tanggal 10 May 2008, menerima bukti pemotongan PPh Pasal 23 dari PT.
Sukses Gemilang dan mengarsipkannya.

Pada saat pembuatan SPT PPh Pasal 29 nantinya, PPh Pasal 23 tersebut dimasukkan
ke dalam blanko 1770 S-1 (Bagian:B) dan akan menjadi kredit pajak (Blanko 1770-S
Bagian:D), dengan melampirkan bukti potong yang telah diterima dari PT. Sukses
Gemilang.
Itulah prosedur dan perlakuan akuntansi atas PPh Pasal 23 pembagian dividen.
Untuk obyek pajak yang dihitung berdasarkan jumlah bruto lainnya, silahkan lihat
kembali FAQ).

[-]. Obyek pajak yang PPH Pasal 23 yang menggunakan Jumlah Neto sebagai DPP.

Besarnya jumlah neto telah ditentukan oleh undang-undang dengan persentase


tertentu dari jumlah bruto-nya berdasarkan jenis jasa yang diserahkan (silahkan
baca kembali FAQ).

(1). DPP-nya 30% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN): Jasa Konsultan Akuntansi

Contoh:

Pada tanggal yang sama (10 May 2008), PT. Sukses Gemilang menerima Debit Note
dari Asal-asalan Solusindo Consultant yang menangani pembukuannya sebesar Rp
5,500,000 (termasuk PPn). Untuk itu PT. Sukses Gemilang wajib melakukan
pemotongan PPh Pasal 23 sebelum dilakukan pembayaran, dengan perhitungan
sebagai berikut:

PPh Pasal 23 = Tarif x DPP


PPh Pasal 23 = Tarif x [30% x (Jumlah Bruto - PPn)]
PPh Pasal 23 = 4.5% x [30% x (5,500,000 500,000)]
PPh Pasal 23 = 4.5% x [30% x 1,500,000]
PPh Pasal 23 = 4.5% x Rp 2,500,000
PPh Pasal 23 = Rp 67,500
IV.PPH PASAL 24

PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

(KREDIT PAJAK LUAR NEGERI)

Penghasilan yang diperoleh WP Dalam Negeri yang terhutang pajak berasal dari :

Penghasilan dari dalam negeri dan Penghasilan dari Luar Negeri.


Bila Penghasilan dari Luar Negeri telah dikenakan Pajak di Luar Negeri, maka pajak
yang telah dibayar di Luar Negeri tersebut bisa dikreditkan (dikurangkan) terhadap
pajak terhutang di Dalam Negeri.

Pengkreditan pajak yang dibayar di Luar Negeri tersebut diatur dalam KMK No.
640/KMK 04/1994.>>>> KMK No.164/KMK.03/2002 tentang kredit pajak Luar
Negeri.

PPh terhutang = penghasilan kena pajak x tarif ps.17.

Formula perhitungan PPh Ps.24 yang dihitung di Indonesia ;

Penghasilan Luar Negeri x PPh Terhutang atas Penghasilan Kena Pajak

Penghasilan Kena Pajak

Untuk melaksanakan pengkreditan kredit pajak luar negeri, maka wajib pajak dalam
negeri harus menyampaikan permohonan pengkreditan pajak luar negeri kepada
Direktur Jendral Pajak dengan melampirkan :

Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri

Foto copy Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri

Dokumen pembayaran pajak di luar negeri

Penyampaian permohonan kredit pajak luar negeri dilakukan bersama dengan


penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan.

Contoh Perhitungan :

PT. Trimegah pada tahun 2009 dengan peredaran bruto Rp.400.000.000.000,-


memperoleh Penghasilan Kena Pajak sbb :

Di Australia, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 10.000.000.000,- dengan tarif


pajak 35 %

(Rp. 3.500.000.000,-)

Di Belanda, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 30.000.000.000,- dengan tarif pajak


20 %

(Rp. 6.000.000.000,-)

Di Cina, menderita kerugian Rp. 20.000.000.000,-

Di Indonesia, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 40.000.000.000,-

Pertanyaan :
Berapakah jumlah pajak luar negeri yang dapat dikreditkan ?

Berapakah PPh yang disetor di Dalam Negeri untuk tahun pajak 2009 ?

Jawab :

A. Pajak Luar Negeri yang dapat dikreditkan:

1. Penghasilan dari LN : Laba di Australia Rp.


10.000.000.000,-

Laba di Belanda Rp. 30.000.000.000,-

Rugi di Cina Rp.

Jml.Penghasilan di LN Rp. 40.000.000.000,-

2. Penghasilan Dalam Negeri Rp. 40.000.000.000,-

3. Jumlah PKP(LN & DN) Rp.


80.000.000.000,-

4. PPh terhutang (28 % x Rp. 80.000.000.000,-) Rp.


22.400.000.000,-

5. Batas maximum kredit pajak untuk masing-masing negara sbb:

- Di Australia

10.000.000.000 x 22.400.000.000= Rp. 2.800.000.000,-

80.000.000.000

Pajak yang dibayar di Australia Rp. 3.500.000.000,- maka maximum kredit pajak
yang dapat dikreditkan di Indonesia adalah Rp. 2.800.000.000,- (pilih yang
terendah)

- Di Belanda

30.000.000.000 x 22.400.000.000= Rp. 8.400.000.000,-

80.000.000.000

Pajak yang dibayar di Belanda sebesar Rp. 6.000.000.000, maka maximum kredit
pajak yang dapat dikreditkan Rp. 6.000.000.000,-

- Di Cina
Menderita rugi Rp. 2.000.000.000,-.Kerugian ini tidak dapat dimasukkan dalam
perhitungan penghasilan kena pajak. Kerugian ini juga tidak dapat
dikompensasikan sebagai kredit pajak luar negeri.

Jadi jumlah pajak luar negeri yang diperkenankan adalah:

Rp. 2.800.000.000,-+ Rp. 6.000.000.000,-

= Rp. 8.800.000.000,-

B. PPh yang harus disetor di Dalam Negeri untuk tahun pajak 2009 :

= Rp.22.400.000.000,- Rp.8.800.000.000,-

= Rp. 13.600.000.000,-

V.PPH PASAL 25

Pengertian

1. Wajib Pajak Baru adalah Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang baru pertama
kali memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak
berjalan.
2. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak orang pribadi
yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan yang mempunyai tempat
usaha lebih dari satu, atau mempunyai tempat usaha yang berbeda alamat dengan
domisili.
3. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.
4. Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah angsuran Pajak Penghasilan dalam
tahun pajak berjalan untuk setiap bulan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Angsuran PPh Ps 25 untuk WP Baru

(1) Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak baru adalah
sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas
penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).

(2) Penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah :


a. dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menyelenggarakan
pembukuan dan dari pembukuannya dapat dihitung besarnya penghasilan neto
setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan pembukuannya;
b. dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya
menyelenggarakan pencatatan dengan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto atau menyelenggarakan pembukuan tetapi dari pembukuannya
tidak dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto
fiskal dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atas peredaran
atau penerimaan bruto.

(3) Untuk Wajib Pajak orang pribadi baru, jumlah penghasilan neto fiskal yang
disetahunkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikurangi terlebih dahulu
dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak.

(4) Dalam hal Wajib Pajak baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Wajib
Pajak badan yang mempunyai kewajiban membuat laporan berkala, besarnya
angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang
dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas proyeksi laba-rugi fiskal pada
laporan berkala pertama yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).

Angsuran PPh Pasal 25 untuk WP Bank dan sewa guna usa dengan hak opsi

Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak bank dan sewa
guna usaha dengan hak opsi adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung
berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan
triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi Pajak Penghasilan Pasal 24 yang
dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua
belas).

Angsuran PPh Pasal 25 untuk WP BUMN dan BUMD

(1) Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Badan Usaha
Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk
apapun, kecuali Wajib Pajak bank dan Sewa Guna Usaha dengan hak opsi, adalah
sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas
laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun
pajak yang bersangkutan yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar
negeri tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).
(2) Dalam hal Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) belum disahkan, maka besarnya angsuran Pajak
Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum bulan pengesahan adalah sama
dengan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak
sebelumnya.

Angsuran PPh Ps 25 untuk WP masuk Bursa dan Wajib Pajak lainnya yang
berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala

Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak masuk bursa dan
Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan
keuangan berkala, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan
penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan berkala
terakhir yang disetahunkan di kurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar
negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).

Angsuran PPh Ps 25 untuk WP OP tertentu


(1) Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak orang pribadi
pengusaha tertentu, ditetapkan sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen)
dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha
tersebut.
(2) Ketentuan pelaksanaan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak
orang pribadi pengusaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
VI.PPH PASAL 26

A.Pengertian PPh pasal 26

Pasal 26 UU No.17 Tahun 2000 mengatur tentang pemotongan atas penghasilan


yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar
negeri, selain bentuk usaha tetap.

Pemotongan PPH Pasal 26 wajib dilakukan oleh:

Badan pemerintah

Subjek pajak dalam negeri

Penyelenggara kegiatan

Bentuk usaha tetap

Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya yang melakukan pembayaran kepada


Wajib Pajak luar negeri, selain bentuk usaha tetap.

B.Penghasilan yang dipotong pasal 26

Dividen

Bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap, dan imbalann sehubungan


dengan jaminan pengembalian utang.

Royalti,sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta

Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan & kegiatan

Hadiah & penghargaan

Pensiun dan pembayaran berkala lainnya

Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia

Premi asuransi dan reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi bentuk
usaha tetap di Indonesia, kecuali jika penghasilan tersebut ditanamkan kembali di
Indonesia.

PKP sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, kecuali jika
penghasilan tersebut ditanamkan kembali di indonesia.

C.Tarif Perhitungan PPh Pasal 26


Tarif yang dikenakan adalah 20% untuk setiap jenis penghasilan yang dikenakan
PPh Pasal 26 atau sesuai dengan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
antar negara atau tax treaty.

Tarif 20% dikenakan dari dasar pengenaan pajak, dengan ketentuan sbb:

Tarif 20% dari penghasilan bruto

Tarif 20% dari penghasilan neto

Tarif 20% dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh.

Contoh:

Pt Perdana merupakan penerbit buku cerita anak-anak. Pada bulan Maret 2007
membayarkan royalti sebesar Rp100 jt kepada Akira Toriyama sebagai penulis buku
cerita anak-anak Dragon Ball. Akira Toriyama adalah WP luar negri. Berapa PPh
pasal 26?

Jawab:

PPH pasal 26 yang dipotong oleh PT Perdana adalah :

20% x Rp 100 jt = Rp 20jt

Jane adalh atelt dari singapura. Pada bulan Mei 2007 mengikuti perlombaan lari
maraton di Indonesia & merebut hadiah uang sebesar US$20.000. Kurs untuk US$1
pada saat itu adalah Rp8.500.

PPH Pasal 26 yg dipotong oleh penyelenggara kegiatan di Indonesia adl : 20% x


US$20.000 x Rp8.500 = Rp34.000.000

Anda mungkin juga menyukai