Anda di halaman 1dari 12

Nama : Kayla Leandra Nasution

Kelas : Kelas A
NPM : 170610200023
Mata Kuliah : Administrasi Perpajakan
Resume Materi Administrasi Perpajakan 7
PPh Pasal 21
Materi yang pertama membahas tentang PPh Pasal 21. Mulai dari pengertian, objek
PPh 21, bukan objek pajak PPh 21, pengurang penghasilan yang diperbolehkan, dan lain
sebagainya. Yang pertama adalah pengertian PPh Pasal 21 itu sendiri, PPh 21 adalah pajak
atas penghasilan yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan,
dan pembayaran lain dengan nama dan bentuk apapun yang diterima oleh wajib pajak orang
pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan jasa dan kegiatan.
Objek PPh 21 mencakup, penghasilan yang diterima oleh pegawai tetap baik secara
teratur maupun tidak, penghasilan yang diterima oleh penerima pensiun secara teratur,
penghasilan sehubungan dengan pemutusan kerja dan pensiun, penghasilan pegawai tidak
tetap atau tenaga kerja lepas, imbalan kepada bukan pegawai, imbalan kepada peserta
kegiatan, dan penghasilan natura yang diberikan oleh bukan wajib pajak.
Sementara, bukan objek pajak PPH 21 terdiri atas, pembayaran olej perusahaan
asuransi, iuran pensiun dan THT yang dibayarkan oleh pemberi kerja, natura yang diberikan
oleh pemerintah, kenikmatan pajak yang diberikan oleh pemberi kerja, dan yang terakhir
beasiswa.
Terdapat pengurang penghasilan yang diperbolehkan:
1. Biaya Jabatan

 Tanpa melihat memiliki jabatan atau tidak


 Besarnya 5% dari penghasilan bruto maksimum Rp 6.000.000 setahun atau Rp 500.000
sebulan
2. Iuran Pensiun dan THT

 Iuran pensiun dan THT


 Yang dibaya pegawai
 Yayasan dana pensiun yang disetujui menteri keuangan
 Jumlahnya tidak dibatasi
3. Biaya Pensiun

 Khusus untuk penerima pensiun berkala atau bulanan


 Besarnya 5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 2,4 juta setahun atau Rp 200.000
sebulan
4. Penghasilan Tidak Kena Pajak

 Menurut keadaan wajib pajak tanggal 1 Januari/ awal tahun, khususnya WPDN
 Keadaan pada saat datang ke Indonesia khusus WNA
Kemudian mengenai tarif PPh pasal 17 WP pribadi. Terdapat 6 lapisan penghasilan beserta
tarifnya. Yang pertama, s.d. 60jt bertarif 5%. Selanjutnya, di atas 60jt s.d. 250jt bertarif 15%.
Lalu 250jt s.d. 500jt bertarif 25%. Kemudian >500jt s.d. 5M bertarif 30%. Yang terakhir >5M
bertarif 35%
Selanjutnya mengenai ketentuan tarif PPh pasl 17 WP badan dengan 3 lapisan
penghasilan. Yang pertama s.d. 50jt bertarif 5%. Di atas 50jt s.d. 100jt bertarif 15%. Yang
terakhir, di atas 100jt bertarif 30%. Terdapat pula ketentuan baru (mulai tahun 2020) khusus
WP badan dengan omzet >50jt. Tahun 2020 dan 2021 bertarif 22%, Tahun 2022 bertarif 20%.
Selanjutnya masih mengenai tarif PPh pasal 17 WP badan, terdapat keputusan perubahan
yang berlaku mulai tanggal 1 Januari 2009:
- Tarif tunggal 30%
- Diturunkan menjadi 28% pada tahun 2009, dan menjadi 25% pada tahun 2010.
- PT yang 40% sahamnya diperdagangkan di bursa efek diberikan tarif 5% lebih rendah
dari tarif yang berlaku.
- Peredaran bruto sampai dengan Rp. 50.000.000.000 Pengurangan 50% dari yang
seharusnya
Tarif PPh pasal 17 dikenakan atas:
1. Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Yang dibayarkan kepada:
- Pegawai tetap
- Penerima pensiun berkala
- Pegawai honorer, pegawai tidak tetap, Pemagang, calon pegawai yang dibayar bulanan
- Distributor Multilevel marketing
2. Penghasilan Bruto berupa:
- Honorarium, Beasiswa, uang saku, hadiah atau penghargaan, komisi, sebagai imbalan
jasa atau kegiatan
- Honorarium anggota dewan komisaris/ pengawas tidak merangkap peg. Tetap pada
perusahaan yang sama
- Jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus yang diterima mantan pegawai selama 1 tahun
takwim
- Penarikan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menkeu
Terdapat pula tarif yang dikenakan atas tenaga ahli dengan norma perhitungan 50% dari
penghasilan bruto yang terbagi atas empat lapisan penghasilan kena pajak. Yang pertama, s.d.
50jt bertarif 5%. >50jt s.d. 250jt bertarif 15%. Di atas 250jt s.d. 500jt bertarif 25%. >500jt bertarif
30%, sedangkan tarif 10% dikenakan atas upah harian, mingguan, satuan, dan borongan. Jika
upah yang diterima sehari diatas Rp 450.000 sehari dan tidak lebih dari Rp 4.500.000 sebulan
dan tidak dibayarkan secara bulanan.
Penerima uang tebusan pensiun tunjangan hari tua atau tabungan hari tua yang dibayarkan
sekaligus dipotong pajak (yang bersifat final) sebesar: 0% dari penghasilan bruto jika
penghasilan brutonya tidak lebih dari Rp 50.000.000,00. 5% dari penghasilan bruto jika
penghasilan brutonya lebih dari Rp 50.000.000,00 Diberlakukan atas jumlah kumulatif dari uang
manfaat pensiun, tunjangan hari tua, dan jaminan hari tua dalam jangka waktu paling lama 2
tahun kalender. Selanjutnya, Penerima uang pesangon yang dibayarkan sekaligus Dipotong
pajak (yang bersifat final) sebesar 0% dari penghasilan bruto jika penghasilan brutonya tidak
lebih dari Rp 50.000.000,00. 10% dari penghasilan bruto jika penghasilan brutonya lebih dari Rp
50.000.000,00 sampai dengan Rp 100.000.000. 15% dari penghasilan bruto jika penghasilan
brutonya lebih dari Rp 100.000.000,00 sampai dengan Rp 500.000.000. Diterapkan atas jumlah
kumulatif uang pesangon yang dibayarkan sebagian atau seluruhnya dalam jangka waktu
paling lama 2 tahun kalender.
Selanjutnya mengenai ketentuan penerima hadian dan penghargaan perlombaan. Jika
hadiah tersebut berhubungan dengan undian, maka tarif yang digunakan adalah 25% baik
untuk wajib pajak orang pribadi maupun badan. Jika hadiah tersebut sehubungan dengan
kegiatan, maka tarif yang dikenakan terbagi menjadi tiga, yakni:
- Dalam hal penerima penghasilan adalah orang pribadi wajib pajak dalam negeri,
potongan yang dikenakan didasarkan pada tarif Pasal 17.
- Dalam hal penerima penghasilan adalah wajib pajak luar negeri selain Bentuk Usaha
Tetap (BUT), dikenakan pemotongan PPh Pasal 26 sebesar 20% dari jumlah bruto
dengan memerhatikan ketentuan dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
yang berlaku
- Dalam hal penerima penghasilan adalah wajib pajak badan termasuk Bentuk Usaha
Tetap, dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf a
angka 4 sebesar 15% dari jumlah penghasilan bruto
Contoh Kasus PPh Pasal 21: PPh 21 bagi wajib pajak bukan pegawai dan PPh 21 bagi
wajib pajak penerima manfaat pensiun
Materi yang kedua adalah mengenai PPh 21 bagi wajib pajak bukan pegawai dan PPh
21 bagi wajib pajak penerima manfaat pensiun. Diawali dengan PPh pasal 21 bukan pegawai.
Bukan Pegawai dalam pengertian PPh Pasal 21 adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan
pegawai tidak tetap / tenaga kerja lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan
dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagai imbalan
jasa yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.
Selanjutnya mengenai cara penghitungannya:
1. PPh pasal 21 bukan pegawai berkesinambungan memperoleh PTKP
PPh 21 = ((50% x Penghasilan Bruto)-PTKP Sebulan) x Tarif Pasal 17 Dihitung
secara kumulatif
2. PPh pasal 21 bukan pegawai berkesinambungan tidak memperoleh PTKP
PPh 21 = (50% x Penghasilan Bruto) x Tarif Pasal 17 Dihitung secara kumulatif
3. PPh pasal 21 bukan pegawai tidak berkesinambungan
PPh 21 = (50% x Penghasilan Bruto) x Tarif Pasal 17

Catatan:
Bagi penerima penghasilan Bukan Pegawai yang tidak memiliki NPWP maka
dikenakan tarif 20% lebih tinggi

Kemudian mengenai ketentuan pengurangan PPh 21 bukan pegawai


Syarat wajib pajak bukan pegawai untuk memperoleh pengurangan berupa PTKP:
1. Wajib Pajak telah mempunyai NPWP
2. Wajib Pajak hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan satu
pemotong PPh Pasal 21/PPh Pasal 26
3. Wajib Pajak harus menyerahkan fotocopy kartu NPWP
Bagi Wajib Pajak yang merupakan seorang wanita yang telah menikah harus menyerahkan
fotocopy kartu NPWP milik suami, surat nikah, dan kartu keluarga

Contoh 1 (memiliki NPWP)


Dina adalah seorang pengajar les Matematika dan Bahasa Inggris di Neutron yang memiliki
NPWP dan hanya memiliki satu pemberi kerja. Pada tahun 2021, penghasilan yang diterima
oleh Dina sebagai pengjar bimbel dari Neutron :

Penghitungan PPh pasal 21 untuk bulan Januari s/d Desember 2021 adalah
Komisi : Rp260.000.000
50% komisi : Rp130.000.000
PTKP : Rp54.000.000
Penghasilan Kena Pajak : Rp76.000.000
PPh pasal 21:
5% x Rp60.000.000 : Rp3.000.000
15% x Rp16.000.000 : Rp2.400.000
Total PPh Pasal 21 tahun 2021 : Rp5.400.000
Contoh 2 (tidak memiliki NPWP)
Dina adalah seorang pengajar les Matematika dan Bahasa Inggris di Neutron yang tidak
memiliki NPWP dan hanya memiliki satu pemberi kerja. Pada tahun 2021, penghasilan yang
diterima oleh Dina sebagai pengjar bimbel dari Neutron :

Perhitungan PPh 21 untuk bulan Januari s/d Desember 2021:


Komisi : Rp260.000.000
50% komisi : Rp130.000.000
PTKP : Rp0
Dasar Pemotongan PPh 21 : Rp130.000.000
PPh pasal 21:
5% x 120% x Rp60.000.000 : Rp3.600.000
15% x 120% x Rp70.000.000 : Rp12.600.000
Total PPh Pasal 21 tahun 2021 : Rp16.200.000
Contoh 3 ( PPh 21 bukan pegawai tidak berkesinambungan)
Doni melakukan jasa perbaikan komputer kepada PT Komputer Canggih dengan fee sebesar
Rp 7.500.000,00. Doni sudah memiliki NPWP, berapa PPh 21 yang harus dibayarkan oleh
Doni?
(50% x Rp 7.500,000,00) x 5% = Rp 187.500,00
Jadi, PPh 21 yang harus dibayar Doni adalah Rp 187.500,00
Namun, jika Doni belum memiliki NPWP, maka perhitungannya sebagai berikut :
(50% x Rp 7.500,000,00) x 5% x 120% = Rp 225.000,00

PPh pasal 21 penerima manfaat pension


1. Secara umum seseorang yang sudah memasuki usia tertentu, sesuai dengan
ketentuan yang berlaku harus pensiun atau disebut juga purna bakti.
2. Ketika bekerja, perusahaan yang mendaftarkan pegawainya untuk menjadi peserta
program pensiun, akan membayar iuran pensiun/Jaminan Hari Tua/Tunjangan Hari
Tua atas nama pegawai ke Dana Pensiun. Selain dibayar perusahaan, pegawai juga
berkontribusi membayar iuran tersebut. Nantinya uang tersebut akan dikembalikan
kepada pegawai setelah memasuki masa pensiun. Sedangkan bagi pegawai negeri,
uang pensiun dibayar dari APBN.
3. Beberapa perusahaan (swasta/BUMN) memiliki ketentuan bahwa pegawai dapat
mengambil dana pensiun sebelum memasuki masa pensiun. Namun, untuk pegawai
negeri, pembayaran uang pensiun hanya dilakukan setelah pegawai tersebut
memasuki masa pensiun dan dibayarkan secara berkala.
Tarif PPh pasal 21 untuk penghasilan berupa uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua,
atau jaminan hari tua dibayarkan sekaligus (Pembayaran dianggap sekaligus jika sebagian atau
seluruh pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun kalender) bersifat
final, sampai dengan Rp 50.000.000 sebesar 0% dan diatas Rp 50.000.000 sebesar 5%
Contoh:
Tuan Amar pada terhitung 1 Juli 2020 memasuki usia pensiun dan pada tanggal 10 Agustus
2020 mendapatkan uang manfaat pensiun yang dibayarkan sekaligus sebesar Rp
150.000.000,00. Berapakah PPh 21 atas penghasilan uang pensiun tersebut?
PPh 21 terutang :
0% x Rp 50.000.000,00 Rp 0
5% x Rp 100.000.000,00 Rp 5.000.000,00
Jumlah PPh terutang atas pensiun Rp 5.000.000,00
Jumlah uang pensiun yang diterima Rp 145.000.000,00
Tarif pajak PPh pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh penerima pension berkala
yang dibayarkan secara bulanan adalah:

Bagi pegawai yang tidak mempunyai NPWP dikenakan tarif lebih tinggo 20% dari tarif.
PPh pasal 21 atas penarikan dana pension oleh peserta program pension yang masih
berstatus pegawai, contohnya: Tuan Ali adalah pegawai PT Jaya Abadi menerima gaji
Rp5.000.000,00 sebulan. PT Jaya Abadi mengikuti program pensiun untuk para pegawainya.
PT Jaya Abadi membayar iuran dana pensiun untuk Tuan Ali sebesar Rp100.000,00 sebulan ke
Dana Pensiun Jaya Abadi, yang merupakan dana pensiun yang dibentuk bagi pengelolaan
uang pensiun pegawai PT Jaya Abadi yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan. Tuan Ali membayar iuran serupa ke dana pensiun yang sama sebesar Rp50.000,00
sebulan. Bulan Juli 2020 Tuan Ali memerlukan biaya untuk renovasi rumahnya maka ia
mengambil iuran dana pensiun yang telah dibayar sendiri sebesar Rp20.000.000,00. Kemudian
pada bulan September 2020 ia menarik lagi dana sebesar Rp15.000.000,00. Pada Desember
2020, ia menarik lagi dana sebesar Rp35.000.000,00 untuk keperluan lainnya. Berapa PPh
Pasal 21 yang terutang?
Jawab:
a) atas penarikan dana sebesar Rp20.000.000,00 pada bulan Juli 2020 terutang PPh Pasal 21
sebesar:
5% x 20.000.000 = 1.000.000
b) atas penarikan dana sebesar Rp15.000.000,00 pada bulan September 2020 (kumulatif
Rp35.000.000,00) terutang PPh Pasal 21 sebesar:
5% x 15.000.000 = 750.000
c) atas penarikan dana sebesar Rp35.000.000,00 pada bulan Desember 2020 (kumulatif
Rp70.000.000,00) terutang PPh Pasal 21 sebesar
5% x 25.000.000 = 1.250.000
15% x 10.000.000 = 1.500.000
(Dijumlah: Rp 2.750.000)
Selanjutnya mengenai perhitungan PPh 21 di tempat pemberi kerja sebelum pensiun.
Jika waktu pensiun sudah dapat diketahui dengan pasti pada awal tahun, maka penghitungan
PPh Pasal 21 perbulannnya berdasarkan penghasilan kena pajak yang akan diperoleh dalam
periode dimana pegawai yang bersangkutan akan bekerja dalam tahun berjalan (sebelum
memasuki masa pensiun). Namun, jika waktu pensiun belum dapat diketahui dengan pasti,
maka penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada perkiraan penghasilan neto setahun.
Contoh:
Tuan Ali (K/2) bekerja sebagai pegawai tetap pada PT Jaya Abadi dengan gaji sebulan sebesar
Rp30.000.000,00. Tuan Ali membayar iuran pensiun setiap bulannya sebesar Rp300.000,00 ke
Dana Pensiun AYABA yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Berdasarkan
ketentuan yang berlaku di PT Jaya Abadi, terhitung mulai 1 Juli 2020, Tuan Ali memasuki masa
pension

Jawab:
Penghitungan PPh Pasal 21:
Gaji sebulan = 30.000.000
Iuran Pensiun = 300.000
Penghasilan neto sebulan
= Gaji sebulan - [Biaya jabatan (maksimal)+luran pensiun]
= 30.000.000 - [500.000 + 300.000]
= 29.200.000
Penghasilan neto 6 bulan (Januari – Juni 2020)
= 6 x 29.200.000
= 175.200.000
Penghasilan Kena Pajak
= penghasilan neto 6 bulan - PTKP (K/2)
= 175.200.000 - 67.500.000
= 107.700.000
PPh Pasal 21 terutang
5% x 60.000.000 = 3.000.000
15% x 47.700.000 = 7.155.000
Jumlah = 10.155.000
PPh Pasal 21 terutang sebulan
= 10.155.000 : 6
= 1.692.500

Selanjutnya, terkait PPh atas uang pensiun bulanan pada tahun pegawai mulai pensiun.
Untuk kemudahan dan kesederhanaan, bagi pensiunan yang tidak mempunyai penghasilan
selain dari pekerjaan dari satu pemberi kerja dan uang pensiun, Dana Pensiun menghitung
pemotongan PPh Pasal 21 atas uang pensiun pada tahun pertama pegawai menerima uang
pensiun dengan berdasarkan pada gunggungan penghasilan neto dari pemberi kerja sampai
dengan pensiun dan perkiraan uang pensiun yang akan diterima dalam tahun kalender yang
bersangkutan
Contoh:
Melanjutkan contoh kasus sebelumnya (Tuan Ali), mulai bulan Juli 2020, Tuan Ali
memperoleh uang pensiun dari Dana Pensiun AYABA sebesar Rp6.000.000,00 sebulan.
Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang atas uang pensiun adalah sebagai berikut:

Jawab:
Penghitungan PPh Pasal 21:
Uang pensiun sebulan = 6.000.000
Penghasilan neto dari PT Jaya Abadi (Januari-Juni 2020)= 175.200.000
Penghasilan neto sebulan
= Uang pensiun sebulan - Biaya pensiun (5% x penghasilan bruto) , (maksimal 200.000)
= 6.000.000 - 200.000
= 5.800.000
Jumlah penghasilan neto 2020
= Penghasilan neto dari PT Jaya Abadi (Januari-Juni 2020) + Penghasilan neto Juli-
Desember 2020
= 175.200.000 + [6 x 5.800.000]
= 175.200.000 + 34.800.000
= 210.000.000
Penghasilan Kena Pajak
= Jumlah penghasilan neto 2020 - PTKP (K/2)
= 210.000.000 - 67.500.000
= 142.500.000
PPh Pasal 21 terutang
5% x 60.000.000 = 3.000.000
15% x 82.500.000 = 12.375.000
Jumlah = 15.375.000
PPh Pasal 21 terutang pada Dana Pensiun AYABA selama 6 bulan
= Jumlah PPh Pasal 21 terutang- PPh Pasal 21 terutang pada PT Jaya Abadi
= 15.375.000 - 10.155.000
= 5.220.000
PPh Pasal 21 yang harus dipotong tiap bulan
= 5.220.000 : 6 = 870.000

PPh 21 atas pembayaran uang pension secara bulanan pada tahun kedua dan seterusnya
Jawab:
Penghitungan PPh Pasal 21:
Uang pensiun sebulan = 6.000.000
Penghasilan neto sebulan
= Uang pensiun sebulan - Biaya pensiun (maksimal)
= 6.000.000 - 200.000 = 5.800.000
Penghasilan neto setahun
= 12 x 5.800.000 = 69.600.000
Penghasilan Kena Pajak
= Penghasilan neto setahun - PTKP (K/2)
= 69.600.000 - 67.500.000 = 2.100.000
PPh Pasal 21 terutang
5% x 2.100.000 = 105.000
PPh Pasal 21 terutang sebulan
= 105.000 : 12 = 8.750
Perhitungan PPh 21 (Komisaris, Mantan Pegawai, dan Peserta Kegiatan)
Materi yang ketiga dan terakhir adalah mengenai perhitungan PPh 21 kepada komisaris,
mantan pegawai, dan peserta kegiatan. Komisaris Bukan Pegawai Tetap adalah anggota
dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada
suatu perusahaan yang sama. Sesuai dengan Petunjuk pada Lampiran PER-16/PJ/2016, maka
Penghitungannya yaitu Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Anggota Dewan Pengawas atau
Dewan Komisaris Yang Tidak Merangkap Sebagai Pegawai Tetap PPh Pasal 21 dihitung
dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas kumulatif jumlah penghasilan
bruto yang diterima atau diperoleh selama 1 (satu) tahun kalender.
Bagi yang tidak memiliki NPWP atau memperoleh penghasilan lainnya selain dari
hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 serta memperoleh
penghasilan lainnya PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a
UU PPh atas jumlah kumulatif 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto dalam
tahun kalender. Sedangkan, bagi yang memiliki NPWP akan dikenakan 50% (lima puluh
persen) dari penghasilan bruto dan dikurangi PTKP per bulan.
Selanjutnya mengenai mantan pegawai, Penghasilan Mantan Pegawai yang dibayarkan
oleh perusahaan sehubungan dengan pekerjaannya di masa lalu merupakan objek PPh Pasal
21. Dalam PER32/PJ/2015 mengenai Pedoman teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan
Pelaporan PPh 21/26, penghasilan tersebut dapat berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi,
bonus, atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur.
Kemudian mengenai peserta kegiatan, Penghasilan yang diperoleh oleh seseorang
karena keikutsertaannya dalam suatu kegiatan (kuis, lomba, rapat, dan lain-lain) adalah salah
satu jenis penghasilan lain yang merupakan penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan
(PPh) Pasal 21. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 sebagaimana diatur dalam
PER-32/PJ/2015 pada Pasal 1 nomor (7)
Jenis kelompok penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 menurut Pasal 3
huruf (f) dalam PER-32/PJ/2015 antara lain : 1.Peserta perlombaan dalam segala bidang,
antara lain perlombaan olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan
perlombaan lainnya. 2.Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja.
3.Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu.
4.Peserta pendidikan dan pelatihan. 5.Peserta kegiatan lainnya
Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut:
1. Komisaris Bukan Pegawai Tetap= Jumlah kumulatif Ph bruto (honorarium/imbalan tidak
teratur) x tarif Pasal 17
2. Mantan Pegawai= Jumlah kumulatif Ph bruto (jasa produksi/tantiem/gratifikasi/bonus
/imbalan tidak teratur) x tarif pasal 17
3. Peserta Kegiatan= Ph Bruto x tarif Pasal 17
Contoh Soal:
1. Komisaris Bukan Pegawai Tetap
Aulia Rais adalah seorang komisaris di PT Media Primatama, yang bukan sebagai pegawai
tetap. Pada bulan Desember 2020 menerima honorarium sebesar Rp 60.000.000
Perhitungan Pajak Atas Penghasilan PPh 21 Sebulan
Penghasilan Bruto x Tarif Pajak (Rp 50.000.000 x 5%) + (Rp 10.000.000 x 15%) = Rp
2.500.000 + Rp 1.500.000 = Rp 4.000.000
2. Mantan Pegawai
Vinka Agatha bekerja pada PT Panji Gemilang. Pada tanggal 1 Januari 2016 telah berhenti
bekerja pada PT Panji Gemilang karena pensiun. Pada bulan Maret 2016 Vinka Agatha
menerima jasa produksi tahun 2015 dari PT Panji Gemilangsebesar Rp.55.000.000. PPh Pasal
21 yang terutang adalah:
5% x Rp.50.000.000 = Rp.2.500.000
15% x Rp.5.000.000 = Rp. 750.000
PPh Pasal 21 yang harus dipotong = Rp.3.250.000
3. Peserta Terutang
Imran Ali merupakan manajer produksi PT. Bintang Gemerlap yang berkedudukan di Bandung.
Guna meningkatkan kualitas kerja pegawai bagian produksi PT. Bintang Gemerlap, Imran Ali
dikirim oleh PT. Bintang Gemerlap untuk mengikuti seminar “Meningkatkan Kinerja dan
Produktivitas Karyawan” di Jakarta selama 5 hari. Imran Ali mendapatkan uang saku sebesar
Rp.500.000 tiap harinya selama berada di Jakarta. PPh Pasal 21 yang terutang atas uang saku
yang diterima oleh Imran Ali adalah:
5% x Rp.2.500.000 (5 x Rp.500.000) = Rp.125.000

Anda mungkin juga menyukai