Anda di halaman 1dari 32

PPH PASAL 21

Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) merupakan jenis pajak yang


dikenakan terhadap penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan
dan pembayaran lain yang diterima oleh pegawai, bukan pegawai, mantan
pegawai, penerima pesangon dan lain sebagainya.
Berdasarkan Bab V Pasal 9 Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER)
Nomor PER-16/PJ/2016, Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh 21
adalah sebagai berikut:
1. Penerima penghasilan kena pajak, antara lain:
 Pegawai tetap
 Penerima pensiun berkala
 Pegawai tidak tetap dengan penghasilan per bulan melewati Rp
4.500.000
 Bukan pegawai seperti yang dimaksud dalam PER-16/PJ/2016
Pasal 3(c) yang menerima imbalan yang sifatnya
berkesinambungan.
2. Seseorang yang menerima penghasilan melebihi Rp 450.000 per hari,
yang berlaku bagi pegawai tidak tetap atau tenaga lepas yang menerima
upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang
penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 bulan kalender belum
melebihi Rp 4.500.000.
3. 50% dari penghasilan bruto, yang berlaku bagi bukan pegawai
sebagaimana dimaksud dalam PER-16/PJ/2016 Pasal 3(c) yang menerima
imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan.
4. Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan
selain penerima penghasilan, sebagaimana yang dimaksud dalam tiga
poin di atas.
Selain dasar pengenaan dan pemotongan, perhitungan PPh 21 juga
didasarkan atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Artinya, pengenaan PPh tidak secara mentah diterapkan sesuai tarif,
melainkan dikurangi PTKP terlebih dahulu. Anda dapat menemukan tarif
PTKP yang berlaku di bawah ini.
Perhitungan PPh 21 dengan PTKP Terbaru
Perhitungan PPh 21 selalu disesuaikan dengan tarif PTKP yang
ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Saat ini, hukum terbaru
yang mendasari tentang PTKP adalah Undang-Udang Harmonisasi
Perpajakan No. 7 Tahun 2021 pada bab III pasal 7. Berikut ini adalah
besaran PTKP terbaru yang berlaku:
 Bagi wajib pajak orang pribadi sebesar Rp54.000.000
 Bagi wajib pajak yang kawin memperoleh tambahan sebesar
Rp4.500.000
 PTKP bagi istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan
suami, sebesar Rp54.000.000
 Bila ada tambahan, maksimal 3 orang untuk tanggungan keluarga
sedarah dalam satu garis keturunan, semenda, atau anak angkat,
sebesar Rp4.500.000.
Adapun yang dimaksud dengan keluarga sedarah adalah orang tua
kandung, saudara kandung, dan anak. Sedangkan keluarga semenda
adalah mertua, anak tiri, dan ipar.
Selain adanya penyesuaian pada tarif PTKP, terdapat perubahan pada
tarif progresif yang digunakan untuk menghitung penghasilan kena pajak
(PKP). Berikut ini adalah besaran tarif progresif yang berlaku.
 Tarif 5% dikenakan untuk PKP hingga Rp60 juta
 Tarif 15% dikenakan pada PKP dari Rp60 juta sampai dengan
Rp250 juta.
 Tarif 25% dikenakan pada PKP dari Rp250 juta sampai dengan
Rp500 juta.
 Tarif 30% dikenakan pada PKP dari Rp500 juta hingga Rp5 miliar.
 Tarif 35% dikenakan pada PKP di atas Rp5 miliar.
Dengan berlakunya UU HPP, tarif PTKP yang ditetapkan oleh DJP telah
mengalami perubahan. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai PTKP
terbaru, baca artikel berikut ini.

Penghasilan yang Dikenakan Pajak


Dengan penyesuaian tarif progresif terbaru, maka ada beberapa
perubahan terhadap besaran penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 21.
 Perubahan tarif progresif tidak menambah pajak penghasilan bagi
orang pribadi yang berpenghasilan sampai dengan Rp5 miliar per
tahun.
 Wajib pajak orang pribadi dengan penghasilan sampai dengan
Rp4.5 juta tidak perlu membayar PPh sama sekali.
 Maka, wajib pajak orang pribadi dengan penghasilan di bawah
Rp4.5 juta, baik itu merupakan gaji UMR atau di bawah UMR,
tidak perlu membayar PPh sama sekali.
Mari mencoba menghitung pajak penghasilan orang pribadi dengan
penghasilan Rp4.5 juta tiap bulannya dengan tanggungan TK/0.
 Penghasilan per bulan= Rp4.5 juta
 Penghasilan per tahun= Rp4.5 juta x 12 bulan= Rp54 juta
 Penghasilan per tahun – PTKP= Rp54 juta – Rp54 juta= 0
Berdasarkan penghitungan ini, orang pribadi dengan gaji sampai dengan
Rp4.5 juta tidak memiliki PPh terutang sehingga tidak perlu membayar
pajak.
Persentase Potongan PPh 21
Jadi, berapa besaran persentase potongan PPh 21 dari gaji karyawan tiap
bulannya?
Untuk menemukan besaran persentase potongan PPh 21 karyawan,
terlebih dahulu menghitung penghasilan kena pajak yang didapatkan
selama setahun, kemudian menguranginya dengan PTKP dan
mengkalikannya dengan tarif progresif. Jika sudah ditemukan besaran
PPh terutang selama setahun, baru dibagi 12 bulan atau sesuai jumlah
bulan aktif karyawan bekerja di perusahaan tersebut.

Ragam Metode Perhitungan Gaji Karyawan


Walaupun perhitungan PPh 21 telah diatur oleh DJP, namun pada
praktiknya, setiap perusahaan memiliki metode perhitungan PPh 21
sendiri yang disesuaikan dengan tunjangan pajak atau gaji bersih yang
diterima karyawannya.
Ada 3 metode perhitungan PPh 21 yang paling umum, yaitu:
1. Metode Gross (Gaji Kotor Tanpa Tunjangan Pajak)
Metode gross diterapkan bagi pegawai atau penerima penghasilan yang
menanggung PPh 21 terutangnya sendiri. Ini berarti gaji pegawai tersebut
belum dipotong PPh 21.
Misalnya, Ardi seorang laki-laki lajang (TK/0) menerima gaji bulanan
senilai Rp 10.000.000, maka perhitungannya sebagai berikut:
 Gaji pokok: Rp 10.000.000/bulan atau Rp 120.000.000/tahun
 Tarif PPh: 15%
 PPh 21 (yang ditanggung sendiri): Rp 9.900.000/tahun atau Rp
825.000/bulan
 Gaji bersih (take home pay): Rp 9.175.000
2. Metode Gross-Up (Gaji Bersih dengan Tunjangan Pajak)
Metode gross-up diterapkan bagi karyawan atau penerima penghasilan
yang diberikan tunjangan pajak (gajinya dinaikkan terlebih dahulu)
sebesar pajak yang dipotong.
Misalnya, Ardi seorang laki-laki lajang (TK/0) menerima gaji bulanan
senilai Rp 10.000.000, maka perhitungannya:
 Gaji pokok: Rp 10.000.000/bulan atau Rp 120.000.000/tahun
 Tarif PPh: 15%
 Tunjangan pajak (dari perusahaan): Rp 9.900.000/tahun atau Rp
825.000/bulan
 Total gaji bruto: 10.825.000
 Nilai PPh 21 (yang dibayarkan perusahaan): Rp 825.000/bulan
 Gaji bersih (take home pay): Rp 10.000.000/bulan

3. Metode Net (Gaji Bersih dengan Pajak Ditanggung Perusahaan)


Metode net diterapkan bagi karyawan atau penerima penghasilan yang
mendapatkan gaji bersih dengan pajak yang ditanggung perusahaan.
Misalnya jika Ardi, seorang laki-laki lajang (TK/0) menerima gaji
bulanan sejumlah Rp 10.000.000, maka: perhitungannya:
 Gaji pokok: Rp 10.000.000/bulan atau Rp 120.000.000/tahun
 Total gaji bruto: Rp 10.000.000
 Tarif PPh 21: 15%
 Pajak yang ditanggung perusahaan: Rp 9.900.000/tahun atau Rp
825.000/bulan
 Nilai PPh 21 (yang dibayarkan perusahaan): Rp 825.000/bulan
 Gaji bersih (take home pay): Rp 10.000.000/bulan

A. Cara Perhitungan PPh 21 Karyawan Tetap


Sebelum menghitung PPh 21 untuk karyawan tetap, ada baiknya untuk
memahami pengertiannya.
Dikutip dari situs DJP, karyawan tetap adalah karyawan yang menerima
penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur atau pegawai yang
berstatus kontrak dalam jangka waktu yang telah ditentukan, yang
menerima penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur.
Berikut ini adalah contoh-contoh penghitungan PPh 21 untuk karyawan
atau pegawai tetap dengan memperhitungkan PTKP.
Perhitungan yang dilakukan secara manual maupun perhitungan otomatis
menggunakan aplikasi.
Tanpa panjang lebar lagi, mari kita lihat contoh cara penghitungan PPh
Pasal 21 secara manual:
Sita Rianti adalah karyawati pada perusahaan PT. Onix Komunika
dengan status menikah dan mempunyai tiga anak.
Suami Sita merupakan pegawai negeri sipil di Kementrian Komunikasi &
Informatika. Sita menerima gaji Rp 6.000.000 per bulan.
PT. Onix Komunika mengikuti program pensiun dan BPJS Kesehatan.
Perusahaan membayarkan iuran pensiun dari BPJS
Ketenagakerjaan sebesar 1% dari perhitungan gaji, yakni senilai Rp
60.000 per bulan.
Di samping itu perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari Tua (JHT)
karyawannya setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji, sedangkan Sita
membayar iuran (JHT) setiap bulan sebesar 2,00% dari gaji.
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JK)
dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing sebesar 0,24%
dan 0,3% dari gaji.
Pada bulan Juli 2016, di samping menerima pembayaran gaji, Sita juga
menerima uang lembur (overtime) senilai Rp 2.000.000.
Maka hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
Gaji Pokok 6.000.000
(i) Tunjangan Lainnya (jika ada) 2.000.000
(ii) JKK 0,24% 14.400
JK 0,3% 18.000
Penghasilan Bruto 8.032.400
Pengurangan:
1. (iii) Biaya jabatan 5% x 8.032.400 401.620
2. Iuran Jaminan Hari Tua (JHT), 2% dari
120.000
gaji pokok
3. (iv) Jaminan Pensiun (JP), 1% dari gaji
60.000
pokok
(581.620)
Penghasilan neto (bersih) sebulan 7.450.780

(v) Penghasilan neto setahun 12 x 7.450.780 89.409.360


(vi) PTKP 54.000.000
(54.000.000)
Penghasilan Kena Pajak Setahun 35.409.360
(vii) Pembulatan ke bawah 35.409.000
PPh Terutang 5% x 35.409.000 1.770.450

PPh Pasal 21 Bulan Juli: 1.770.450/12 147.538


Ilustrasi di atas berlaku bagi wajib pajak yang memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP). Sementara, bagi wajib pajak yang tidak memiliki
NPWP, akan dikalikan 120%, sehingga PPh Pasal 21 Bulan Juli menjadi
Rp 147.538 x 120% = Rp 177.046.
Penjelasan:
(i) Tunjangan lainnya seperti tunjangan transportasi, uang lembur,
akomodasi, komunikasi, dan tunjangan tidak tetap lainnya. Umumnya
tunjangan tersebut dapat diberikan oleh perusahaan atau tidak, tergantung
dari kebijakan perusahaan itu sendiri.
(ii) Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) berkisar antara 0.24% –
1.74% sesuai kelompok jenis usaha seperti yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 76 Tahun 2007.
(iii) Biaya Jabatan sebesar 5% dari Penghasilan Bruto, setinggi-
tingginya Rp 500.000 sebulan, atau Rp 6.000.000 setahun
(iv) Jaminan atau Iuran Pensiun ditentukan oleh lembaga keuangan
yang pendiriannya disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan dan
ditunjuk oleh perusahaan.
Jumlah persentase yang diterapkan di sini adalah 1%.
(v) Penghasilan Neto: Jika pegawai merupakan pegawai lama (lebih dari
satu tahun) atau pegawai baru yang mulai bekerja pada bulan Januari
tahun itu, maka penghasilan neto dikalikan 12 untuk memperoleh nilai
penghasilan neto setahun.
Namun jika pegawai merupakan pegawai baru yang mulai bekerja pada
bulan Mei (sekadar contoh), maka penghasilan neto setahun dikalikan 8
(diperoleh dari penghitungan bulan dalam setahun: Mei-Desember = 8
bulan).
Pada contoh ini diasumsikan pegawai merupakan pegawai baru yang
mulai bekerja pada bulan Januari.
(vi) Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) berfungsi untuk
mengurangi penghasilan bruto, agar diperoleh nilai Penghasilan Kena
Pajak yang akan dihitung sebagai objek pajak penghasilan milik wajib
pajak.
Pada contoh ini WP sudah menikah dan memiliki tiga tanggungan anak,
namun karena suami WP menerima atau memperoleh penghasilan,
besarnya PTKP WP Sita adalah PTKP untuk dirinya sendiri (TK/0).
(vii) Penghasilan Kena Pajak harus dibulatkan ke bawah hingga
nominal ribuan penuh, atau 3 angka di belakang (ratusan rupiah) adalah
0. Contoh: 56.901.200,00 menjadi 56.901.000.

Cara Perhitungan PPh 21 Karyawan dengan Tunjangan Pajak


Cara menghitung PPh 21 karyawan atau pegawai tetap yang menerima
tunjangan pajak (gross up) dari perusahaan tempatnya bekerja adalah
dengan memperlakukan tunjangan pajak sebagai penghasilan pegawai
dan ditambahkan pada penghasilan yang diterimanya.
Contoh Perhitungan PPh 21 secara manual untuk karyawan yang
menerima tunjangan pajak adalah sebagai berikut:
Fahri bekerja pada PT Kartika Kawashima. Status-nya belum menikah
dan tidak mempunyai tanggungan dengan gaji bersih senilai Rp
5.500.000 sebulan.
Perusahaan tempatnya bekerja memberikan tunjangan pajak penuh
kepada Fahri sejumlah Rp 35.167. Sementara, iuran pensiun yang dibayar
Fahri adalah Rp 55.000 sebulan.
Jadi, Contoh Hasil Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 bulan
Agustus 2016 bagi Fahri yang tidak menerima penghasilan lain dari PT.
Kartika Kawashima selain gaji adalah:
Gaji Pokok 5.500.000
(i) Tunjangan Pajak 35.167
Penghasilan bruto (kotor) sebulan 5.464.833
Pengurangan
1. (iii) Biaya Jabatan: 5% x 5.464.833,00
= 276.758,00 276.758
2. Iuran/Jaminan Pensiun, 1% dari gaji
pokok 55.000
3. (iv) JP (Jaminan Pensiun), 1% dari
gaji pokok, jika ada 60.000
(331.758)
(v) Penghasilan neto (bersih) sebulan 5.203.408
Penghasilan neto setahun 12 x
5.203.408,00 62.440.900
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) 54.000.000
(54.000.000)
(vii) Penghasilan Kena Pajak Setahun 8.440.000
PPh Terutang
5% x 8.440.000,00 422.000

PPh Pasal 21 Bulan September =


422.000 / 12 35.167
Jika wajib pajak tidak memiliki NPWP, maka PPh 21 perlu dikalikan
120%, sehingga PPh 21 terutangnya menjadi Rp 35.167 x 120% = Rp
42.200.
Andi merupakan pegawai tetap pada PT Lapak Buka yang memperoleh
gaji Rp7.000.000 per bulan. Perusahaan mengikuti program BPJS
Ketenagakerjaan dan Kesehatan. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
dan Premi Jaminan Kematian (JKM) dibayar oleh perusahaan dengan
jumlah masing-masing 0,24% dan 0,30% dari gaji. Perusahaan
menanggung iuran Jaminan Hari Tua (JHT) setiap bulan sebesar 3,7%
dari gaji sedangkan Andi membayar sendiri iuran JHT sebesar 2% dari
gaji setiap bulan. Premi BPJS Kesehatan dibayar oleh perusahaan sebesar
4% dan dibayar oleh Andi sebesar 1% tiap bulannya. Perusahaan
membayar iuran pensiun untuk Andi ke dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh menteri keuangan setiap bulan sebesar Rp100.000,
sedangkan Andi membayar iuran pensiun sendiri sebesar Rp50.000.
Diketahui bahwa Andi sudah menikah dan memiliki satu orang anak.
Pada April 2022, Andi hanya menerima pembayaran berupa gaji. Berikut
penghitungan PPh Pasal 21 Andi pada bulan April 2022. Pegawai Tetap
yang Masuk di Pertengahan Tahun
PEGAWAI TETAP YANG RESIGN

PINDAH CABANG
B. Pengertian Pegawai Tidak Tetap & Aspek Perpajakannya
Pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas adalah pegawai yang hanya
menerima penghasilan jika bekerja berdasarkan jumlah hari bekerja,
jumlah unit pekerjaan yang dihasilkan, atau menyelesaikan suatu jenis
pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.
Istilah yang digunakan bagi penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga
kerja lepas adalah imbalan atau upah harian, mingguan, atau upah
borongan.
Meski ketentuan perpajakannya berbeda dengan pegawai tetap, jenis
pajak yang dikenakan sama yakni PPh Pasal 21.

Apa itu PPh 21? PPh 21 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan
baik berupa gaji, tunjangan atau pembayaran dalam bentuk apapun yang
berhubungan dengan jabatan atau jasa yang dilakukan seseorang.
Seperti sudah disebutkan di atas, PPh 21 pegawai tidak tetap punya
ketentuannya sendiri. Salah satu contoh ketentuan itu misalnya, PPh 21
hanya dikenakan pada tenaga kerja lepas yang memiliki penghasilan
senilai Rp 450.000 per hari atau lebih.
Berikut ini daftar ketentuan khusus dalam PPh 21 pegawai tidak tetap:
Tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 jika penghasilan sehari belum
melebihi Rp 300.000.
Dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, jika penghasilan sehari sebesar atau
melebihi Rp 450.000 merupakan jumlah yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto.
Bila pegawai tidak tetap memperoleh penghasilan kumulatif dalam 1
bulan kalender melebihi Rp 4.500.000 , maka jumlah tersebut dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto.
Rata-rata penghasilan sehari adalah rata-rata upah mingguan, upah
satuan, atau upah borongan untuk setiap hari kerja yang digunakan.
PTKP sebenarnya adalah untuk jumlah hari kerja yang sebenarnya.
PTKP sehari sebagai dasar untuk menetapkan PTKP yang sebenarnya
adalah sebesar PTKP per tahun Rp 54.000.000 dibagi 360 hari.
Bila pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas tersebut mengikuti
program jaminan atau tunjangan hari tua, maka iuran yang dibayar sendiri
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 102/
PMK.010/2016 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan
dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai
Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak
Penghasilan ada beberapa ketentuan yang harus Anda ketahui seperti:
PPh 21 pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang
penghasilannya kurang dari Rp 450.000 per hari tidak dikenakan
pemotongan penghasilan.

Ketentuan penghasilan tidak kena pajak itu tidak berlaku jika:


1. Penghasilan bruto dimaksud jumlahnya melebihi Rp
4.500.000 sebulan
2. Penghasilan dimaksud dibayar secara bulanan
3. Penghasilan berupa honorarium
4. Komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dan petugas
dinas luar asuransi.
Tarif PPh 21 Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas
Tarif dan Dasar
Penghasilan
Penghasilan Sehari Pengenaan Pajak
Kumulatif Sebulan
(DPP)
< Rp 450.000 < Rp 4.500.000 Tidak Ada PPh 21
5% x (Upah – Rp
< Rp 4.500.000
450.000)
5% x (Upah –
< Rp 450.000
(PTKP/360)
5% x (Upah – (PTKP/360)
Tarif pada Undang-
Undang Pajak
< Rp 450.000
Penghasilan Pasal 17
ayat (1) huruf (a)
Tarif pada Undang-Undang
Pajak Penghasilan Pasal 17
ayat (1) huruf (a)
Saat membaca tabel di atas, kita harus memahami bahwa tarif tersebut
hanya diterapkan atas
Jumlah penghasilan bruto sehari yang melebihi Rp 450.000 atau
Jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP yang sebenarnya, dalam hal
jumlah penghasilan kumulatif dalam 1 bulan kalender telah melebihi Rp
4.500.000.
Bagi pegawai tidak tetap dengan penghasilan kumulatif yang telah
melebihi Rp 8.200.000, maka PPh Pasal 21-nya dihitung dengan
menerapkan Pasal 17 ayat 1 huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan
atas jumlah Penghasilan Kena Pajak yang disetahunkan.
Setelah mengetahui tarif PPh 21 bagi pegawai tidak tetap, mari kita simak
cara menghitung pajak penghasilannya seperti dipaparkan di bawah ini:
Cara Perhitungan PPh 21 Karyawan Tidak Tetap Tidak
Berkesinambungan
Sebelum memulai perhitungan, mari kita pahami lebih dulu apa yang
dimaksud dengan pegawai tidak tetap tidak berkesinambungan.
Mengutip situs resmi DJP, pegawai tidak tetap tidak berkesinambungan
adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap/tenaga
kerja lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam
bentuk apapun dari Pemotong PPh 21 dan/atau PPh 26 sebagai imbalan
jasa yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi
penghasilan.
Berikut ini adalah cara menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 pegawai
tidak tetap yang menerima penghasilan tidak berkesinambungan:

Ardi adalah pegawai tenaga lepas untuk desain grafis di PT. Cahaya
Kurnia dengan penghasilan Rp 5.000.000.
Besarnya PPh 21 yang terutang adalah:
5% x 50% x Rp 5.000.000,00 = Rp 125.000.
Bila Aditya tidak memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yang
terutang adalah:
120% x 5% x 50% x Rp 5.000.000,00 = Rp 150.000.
Penjelasan:
Karena Ardi bukan pegawai tetap di PT. Cahaya Kurnia, maka PKP yang
dikenakan sebesar 50% dari jumlah penghasilan bruto.
Hal ini sesuai dengan peraturan PER-32/PJ/2015 Pasal 3 huruf c.
Sedangkan tarif PPh Pasal 21 untuk penghasilan tahunan sampai dengan
Rp 50.000.000 adalah 5%.
Contoh Perhitungan PPh 21 untuk Karyawan Tidak Tetap
(Karyawan Lepas Harian)
Fajar merupakan seorang pekerja belum menikah. Pada bulan Januari
2018, Fajar bekerja sebagai tenaga kerja harian PT Morisa TV serta
mendapat upah Rp 125.000 per jumlah unit TV yang dapat diselesaikan.
Dalam satu minggu (6 hari kerja) Fajar menyelesaikan 24 buah TV
dengan total upah Rp 3.000.000. Berapa PPh 21 yang dikenakan?
Cara hitung:
Upah per hari : Rp 3.000.000 / 6 = Rp 500.000
Upah di atas Rp 450.000: Rp 500.000 – Rp 450.000 = Rp 50.000
PPh 21 terutang: 6 x (5% x Rp 50.000) = Rp 15.000

Pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas merupakan pegawai yang
hanya menerima penghasilan jika bekerja berdasarkan jumlah hari
bekerja atau jumlah unit pekerjaan yang dihasilkan atau diselesaikan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tentang PTKP 2016, PPh 21
pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang penghasilannya kurang
dari Rp 450.000 per hari tidak dikenakan pemotongan penghasilan

C. BUKAN PEGAWAI

Bukan Pegawai adalah wajib pajak orang pribadi selain pegawai dan
penerima pensiun yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam
bentuk apa pun sebagai imbalan atas jasa yang dilakukan berdasarkan
perintah/permintaan dari pemberi penghasilan.
Peraturan Dirjen Pajak No 16 Tahun 2016, mengelompokkan Bukan
Pegawai seperti berikut:
1. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari
pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan
aktuaris.
2. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film,
bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,
peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis,
dan seniman lainnya.
3. Olahragawan
4. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator
5. Pengarang, peneliti, dan penerjemah
6. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan
sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi
dan sosial, serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan
7. Agen iklan
8. Pengawas atau pengelola proyek
9. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang
menjadi perantara
10. Petugas penjaja barang dagangan
11. Petugas dinas luar asuransi
12. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan
kegiatan sejenis lainnya

Sifat Penghasilan Bukan Pegawai


Sumber penghasilan Bukan Pegawai dapat berasal dari satu atau beberapa
pemberi kerja. Misalnya, seorang konsultan dapat menangani beberapa
klien sekaligus.
Berdasarkan sifat penghasilannya, Bukan Pegawai dibedakan menjadi
dua:
1. Bukan Pegawai berkesinambungan, apabila menerima penghasilan
lebih dari sekali dalam satu tahun kalender sehubungan dengan
pekerjaan/jasa.
2. Bukan Pegawai tidak berkesinambungan, apabila menerima
penghasilan sekali dalam satu tahun kalender sehubungan dengan
pekerjaan/jasa.

Perhitungan pajak penghasilan Bukan Pegawai berkesinambungan


dibedakan menjadi dua, yaitu pajak penghasilan Bukan Pegawai yang
menerima penghasilan dari beberapa pemberi kerja dan pajak penghasilan
Bukan Pegawai yang menerima penghasilan dari satu pemberi kerja.
PPh 21 Bukan Pegawai Berkesinambungan yang Menerima
Penghasilan dari Beberapa Pemberi Kerja
Tarif PPh 21 Bukan Pegawai mengikuti tarif progresif pajak penghasilan
untuk wajib pajak orang pribadi terbaru di Undang-Undang Harmonisasi
Peraturan Perpajakan berikut ini:
T
arif progresif pajak penghasilan bukan pegawai | Gadjian

Berdasarkan tarif PPh 21 di atas dikenakan atas jumlah kumulatif


penghasilan kena pajak. Sedangkan penghasilan kena pajak Bukan
Pegawai adalah 50% penghasilan bruto. Sehingga rumus perhitungan
pajak penghasilan bukan pegawai adalah:
PPh 21 = tarif pajak x 50% x penghasilan bruto
Contoh: Mario adalah seorang aktuaris senior yang bekerja di perusahaan
keuangan A sekaligus di perusahaan asuransi B. Dari perusahaan A, ia
menerima penghasilan empat kali dalam setahun, pada bulan Februari,
Mei, Agustus, dan November, masing-masing sebesar Rp40.000.000.
Perhitungan PPh 21 Mario:
Contoh perhitungan PPh 21 bukan pegawai
PPh 21 dipotong perusahaan A:

Metode perhitungan pajak penghasilan Bukan Pegawai |

PPh 21 Bukan Pegawai Berkesinambungan yang Menerima


Penghasilan dari Satu Pemberi Kerja
Bukan Pegawai yang menerima penghasilan berkesinambungan hanya
dari satu pemberi kerja dapat memperoleh pengurangan berupa
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dengan syarat telah memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Rumus PPh 21-nya adalah:
PPh 21 = tarif pajak x {(50% x penghasilan bruto) – PTKP}
PTKP Bukan Pegawai per bulan adalah:
1. Rp4.500.000 untuk diri wajib pajak orang pribadi
2. Rp375.000 tambahan untuk wajib pajak yang kawin
3. Rp375.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang
menjadi tanggungan sepenuhnya, maksimal 3 orang

Contoh: Ruli merupakan tenaga ahli teknis yang hanya bekerja di


perusahaan X. Selama tahun 2021, ia menerima penghasilan bruto
sebesar Rp60 juta pada Maret, Rp70 juta pada Juni, Rp40 juta pada
Agustus, dan Rp30 juta pada Oktober. Ruli belum kawin dan tidak punya
tanggungan.
Perhitungan PPh 21 Ruli:

Perhitungan PPh 21 bukan pegawai berkesinambungan | Gadjian


PPh 21 Bukan Pegawai tidak berkesinambungan
Tarif pajak Bukan Pegawai yang menerima penghasilan tidak
berkesinambungan dikenakan atas 50% penghasilan bruto, sehingga
rumus pajaknya adalah:
PPh 21 = tarif pajak x 50% x penghasilan bruto
Dalam kasus ini, pajak dikenakan terhadap pembayaran imbalan yang
diterima Bukan Pegawai, bukan terhadap jumlah kumulatif penghasilan
kena pajak.
Contoh: Riko adalah akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan
perusahaan Y dan menerima pembayaran Rp60.000.000. Perhitungan
pajaknya adalah:

Perhitungan PPh 21 bukan pegawai tidak berkesinambungan | Gadjian


Dalam hal ini, perusahaan Y memberikan bukti potong PPh 21 Bukan
Pegawai yaitu form 1721-VI untuk pemotongan PPh 21 tidak final.
UU NO 58 TAHUN 2023
PPH PASAL 21

Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap mekanisme penghitungan


tarif pemotongan pajak penghasilan pasal 21 atau PPh 21. Mulai 1 Januari
2024, pemerintah menggunakan tarif efektif rata-rata (TER) untuk
menghitung PPh 21. Penyesuaian itu diatur melalui Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 58 Tahun 2023. Lewat aturan ini, pemerintah berupaya untuk
mempermudah perhitungan pemotongan PPh bagi wajib pajak (WP).
"Penerapan TER memberikan kemudahan dan kesederhanaan bagi Wajib
Pajak untuk menghitung pemotongan PPh Pasal 21 di setiap masa pajak,"
Melalui PP Nomor 58 Tahun 2023, pemerintah membagi TER menjadi 2
jenis, yakni TER bulanan dan TER harian. TER bulanan diberikan kepada
WP yang mendapat penghasilan bulanan dan berstatus pegawai tetap.
Adapun TER harian dikenakan untuk WP dengan penghasilan harian,
mingguan, satuan, atau borongan bersatatus pegawai tidak tetap. TER
digunakan untuk menghitung besaran PPh pada setiap masa pajak selain
masa pajak terakhir atau periode 11 bulan pertama. Sementara untuk
menghitung PPh pada masa pajak terakhir atau 1 bulan terakhir
menggunakan ketentuan lama yang tertuang dalam tarif pasal 17 ayat (1)
huruf a UU PPh.

Adapun besaran TER bulanan dibagi menjadi tiga kategori, yakni A, B,


dan C. Kategori tersebut didasarkan pada Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP) sesuai dengan status perkawinan dan jumlah tanggungan WP.
Besaran tarif yang dikenakan setiap kategori adalah nol persen hingga 34
persen, tergantung besaran penghasilan yang diterima setiap bulan.

Secara lebih rinci pengkatogerian TER bulanan sebagai berikut. TER A,


PTKP: Tidak Kawin tanggungan 0 (TK/0), TK/1, dan Kawin tanggungan
0 (K/0) TER B, PTKP: TK/2, TK/3, K/1, dan K/2 TER C, PTKP: K/3.

Sementara itu, untuk menghitung besaran PPh pada masa pajak terakhir
dengan menggunakan tarif pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh adalah
sebagai berikut. Penghasilan Rp 0 sampai dengan Rp 60 juta per tahun
dikenakan tarif pajak 5 persen Penghasilan di atas Rp 60 juta sampai Rp
250 juta per tahun dikenakan tarif pajak 15 persen Penghasilan di atas Rp
250 juta sampai Rp 500 juta per tahun dikenakan tarif pajak 25 persen
Penghasilan di atas Rp 500 juta sampai Rp 5 miliar per tahun dikenakan
tarif pajak 30 persen Penghasilan di atas 5 miliar per tahun dikenakan
tarif pajak 35 persen. Contoh penghitungan. Tuan R merupakan pegawai
tetap perusahaan PT ABD dan memperoleh gaji sebulan Rp 10 juta serta
membayar iuran pensiun sebesar Rp 100,000 per bulan. Tuan R menikah
dan tidak memiliki tanggungan. Dengan demikian, Tuan R tergolong ke
dalam TER A lapisan 9 (penghasilan di atas Rp 9,65 juta sampai Rp
10,05 juta) sehingga TER bulanan yang dikenakan sebesar 2 persen.

Contoh penghitungan. Tuan R merupakan pegawai tetap perusahaan PT


ABD dan memperoleh gaji sebulan Rp 10 juta serta membayar iuran
pensiun sebesar Rp 100,000 per bulan. Tuan R menikah dan tidak
memiliki tanggungan. Dengan demikian, Tuan R tergolong ke dalam
TER A lapisan 9 (penghasilan di atas Rp 9,65 juta sampai Rp 10,05 juta)
sehingga TER bulanan yang dikenakan sebesar 2 persen.
juga: Tidak Padankan NPWP dan NIK, Wajib Pajak Tidak Bisa Lapor
SPT hingga Kena Potongan PPh Lebih Besar Cara penghitungan lama.

Gaji = Rp 10 juta
Biaya jabatan = 5 persen x Rp 10 juta = Rp 500.000
Iuran pensiun = Rp 100.000
Penghasilan neto = gaji - biaya jabatan - iuran pensiun = Rp 9,4 juta.
Penghasilan neto setahun = Rp 9,4 juta x 12 = Rp 112,8 juta
PTKP setahun = Rp 58,5 juta
Penghasilan kena pajak (PKP) = penghasilan neto setahun - PTKP
setahun = Rp 54,3 juta.
PPh 21 terutang = Rp 54,3 juta x 5 persen = Rp 2,715 juta
PPh 21 per bulan (Januari sampai Desember) = Rp 226.250 Dengan
penghitungan lama,
Tuan R dikenakan PPh 21 sebesar Rp 2,715 juta per tahun atau sebesar
Rp 226.250 per bulan.

Cara penghitungan baru. PPh 21 per bulan periode Januari hingga


November =
penghasilan bruto x TER bulanan = Rp 10 juta x 2 persen = Rp 200.000
per bulan
PPh 21 bulan Desember = PPh 21 terutang penghitungan lama - PPh 21
periode Januari hingga November

= Rp 2,715 juta - Rp 2,2 juta = Rp 515.000.

Dengan demikian, total PPh 21 setahun yang dikenakan terhadap Tuan R


sebesar Rp 2,715 juta.

Dari Kasus Diatas Bagaimana anda dapat melihat perbedaan perhitungan


antara UU No 36 Tahun 2008

3. Tarif Efektif Harian


<= Rp 450 ribu TER harian 0%.
> Rp 450 sampai dengan Rp 2,5 juta Ter Harian 0,5%.

Hitungan PPh untuk pegawai tidak tetap:


Tuan L bekerja pada PT O pada bulan Juni 2024, Tuan L melakukan
pekerjaan perakitan bingkai foto selama 10 hari. Atas penyelesaian
pekerjaan tersebut Tuan L menerima penghasilan sebesar Rp 4.500.000.
Jumlah penghasilan bruto sehari sebesar Rp 4.500.000:10 = Rp 450.000

Penghitungan PPh Pasal 21 menggunakan tarif efektif harian:


0% x Rp 450.000 = Rp 0

Contoh lainnya, Tuan K bekerja di PT P pada bulan Januari 2024. Tuan K


melakukan pekerjaan perakitan jam tangan selama 20 hari dan menerima
atau memperoleh penghasilan yang dibayarkan secara harian sebesar Rp
500 ribu per hari.

Perhitungan PPh Pasal 21 menggunakan tarif efektif harian:


0,5% x Rp 500.000 = Rp 2.500 per hari

TAHAPAN PEMBELAJARAN

FASE I
KEGIATAN INTI
1. Peserta Didik Mengamati Video Pembelajaran / Materi Modul
Tentang Perbedaan antara Perhitungan PPH 21 Pegawai Tetap , Pegawai
Tidak Tetap dan Bukan Pegawai

2. Peserta didik mengamati Power Point/PPT yang tertera pada LKPD

3. Peserta didik menanyakan permasalahan pada perhitungan PPH 21


Pegawai Tetap, Pegawai tidak Tetap dan Bukan Pegawai

4. Perhatikan Penyelesaian Permasalahan Perhitungan PPH 21, Pegawai


Tetap, Pegawai Tidak Tetap dan Bukan Pegawai

5. Menurut Kalian dimana letak perbedaan cara perhitungan PPh 21


Pegawai Tetap, Pegawai Tidak Tetap dan Bukan Pegawai ?
6. Sebutkanlah langkah langkah dalam melakukan perhitungan PPH
21 Pegawai Tetap, Pegawai Tidak Tetap dan Bukan Pegawai ?

FASE II
7. Guru membagi peserta didik ke dalam kelompok belajar sesuai dengan
kesiapan belajar ? ( Satu Kelompk sebanyak 5 Orang)
8. Masing masing kelompok belajar mendiskusikan pemecahan masalah
dari masalah yang diberikan
9. Peserta didik mengamati dan melengkapi LKPD yang diberikan guru

FASE III
10. Bimbingan penyelidikan individual maupun kelompok

11. Selama proses melakukan kegiatan, guru mengobservasi dan


memantau pemahaman murid

12. Guru mendatangi kelompok


Mengajukan pertanyaan
Dan memberi pertanyaan lanjutan kepada murid yang membutuhkan
bantuan

13. Peserta didik menuliskan jawaban hasil diskusi dan perhitungan di


lembar LPD

FASE IV
14. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Peserta didik dapat menyajikan hasil diskusi dalam bentuk
poster/video/laporan kegiatan hal hal yang didiskusikan meliputi :
Soal Kasus Pegawai Tetap, Pegawai Tidak Tetap dan Bukan Pegawai

FASE V Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah


Kelompok mempresentasikan
Guru dan Peserta Didik mengamati

Penutup
Guru Melakukan Penilaian
Siswa dapat mengerjakan tugas tambahan jika penguasaan materi masih
belum dikuasai dengan baik
Membuat Mind Mapping, Perhitungan PPh 21 Pegawai Tetap , Tidak
Tetap dan Bukan Pegawai
Refleksi Pembelajaran
Informasi Materi Berikutnya

LKPD
NAMA :
KELAS :
KELOMPOK :

SOAL PPH 21 PEGAWAI TETAP

Dimas adalah karyawan pada perusahaan PT. SUMBER ENERGI dengan


status menikah dan mempunyai tiga anak. Dimas menerima gaji Rp
16.000.000 per bulan.
PT. SUMBER ENERGI mengikuti program pensiun dan BPJS
Kesehatan.
Perusahaan membayarkan iuran pensiun dari BPJS
Ketenagakerjaan sebesar 1% dari perhitungan gaji, yakni senilai Rp
160.000 per bulan.
Di samping itu perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari Tua (JHT)
karyawannya setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji, sedangkan Sita
membayar iuran (JHT) setiap bulan sebesar 2,00% dari gaji.
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JK)
dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing sebesar 0,24%
dan 0,3% dari gaji.
Pada bulan Juli 2016, di samping menerima pembayaran gaji, Dimas juga
menerima uang lembur (overtime) senilai Rp 14.000.000.

Hitunglah PPh 21 Per Tahun dan Per Bulan yang dibayarkan oleh Dimas,
dan berapa PPh terutang jika tidak memiliki NPWP

SOAL PEGAWAI TIDAK TETAP


Doni merupakan seorang pekerja belum menikah. Pada bulan Mei 2018,
Fajar bekerja sebagai tenaga kerja harian PT AC Dingin serta mendapat
upah Rp 200.000 per jumlah unit Pendingin yang dapat diselesaikan.
Dalam satu minggu (6 hari kerja) Fajar menyelesaikan 30 buah Alat
Pendingin dengan total upah Rp 6.000.000. Berapa PPh 21 yang
dikenakan?

SOAL BUKAN PEGAWAI

Kemala merupakan tenaga ahli teknis yang hanya bekerja di perusahaan


X. Selama tahun 2021, ia menerima penghasilan bruto sebesar Rp 80 juta
pada Maret, Rp90 juta pada Juni, Rp460 juta pada Agustus, dan Rp55
juta pada Oktober. Kemala belum kawin dan tidak punya tanggungan.
Buatlah Perhitungan PPh 21 Kemala
Dari soal diatas buatlah hasil diskusi dalam bentuk
poster/video/laporan/Mind Mapping/PPT

Adapun kegiatan hal hal yang didiskusikan meliputi :

Menurut Kalian dimana letak perbedaan cara perhitungan PPh 21


Pegawai Tetap, Pegawai Tidak Tetap dan Bukan Pegawai ?
Sebutkanlah langkah langkah dalam melakukan perhitungan PPH
21 Pegawai Tetap, Pegawai Tidak Tetap dan Bukan Pegawai ?
Penyelesaian Soal Kasus Pegawai Tetap, Pegawai Tidak Tetap dan
Bukan Pegawai

Buatlah Refleksi pembelajaran tentang Perhitungan PPH 21 Pegawai


Tetap , Pegawai Tidak Tetap dan Bukan Pegawai

Anda mungkin juga menyukai