Anda di halaman 1dari 17

Pajak Penghasilan (PPh 21)

Petemuan ke 7
Dasar hukum perhitungan dan pemotongan pajak penghasilan
terdapat dalam:

•Undang-Undang No. 36 Tahun 2008


•Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016 tentang
Tarif Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) 2019.

Penghitungan PPh Pasal 21 untuk tahun 2019 masih merujuk pada PTKP 2016.
Komponen-komponen Perhitungan PPh Pasal 21

Berikut komponen-komponen dan konsep dasar cara perhitungan PPh 21 :


1.Penghasilan Bruto PPH 21
Unsur-unsur penambahan penghasilan yang termasuk dalam penghasilan
bruto adalah gaji poko, tunjangan.
2.Penghasilan Tidak Rutin
Bonus, Tunjangan Hari Raya (THR), Upah Lembur
3.Iuran BPJS atau premi asuransi pegawai yang dibayarkan perusahaan
4.Jaminan Kecelakaan Kerja
5.Jaminan Kematian
6.Jaminan Kesehatan
7.Tunjangan PPh 21 (yang dibayar perusahaan jika ada)
8.Tunjangan BPJS (yang dibayarkan perusahaan jika ada)
9.Pengurang penghasilan bruto (biaya jabatan, biaya pensiun, iuran BPJS yang
dibayar karyawan, Penghasilan Tidak Kena Pajak)
1. Penghasilan Bruto (Penghasilan Kotor) PPh Pasal 21
Penghasilan bruto atau penghasilan kotor adalah jenis penghasilan yang
dikenakan pemotongan PPh Pasal 21.

Unsur-unsur penambah penghasilan yang termasuk dalam penghasilan bruto,


adalah:

•Penghasilan Rutin
Cara perhitungan PPh 21 tidak akan terlepas dari penghasilan rutin wajib pajak
orang pribadi, yakni upah atau gaji yang diterima secara teratur dalam jangka
waktu tertentu, seperti:
• Gaji Pokok 
Gaji pokok adalah gaji dasar yang ditetapkan untuk melaksanakan satu
jabatan atau pekerjaan tertentu pada golongan pangkat dan waktu
tertentu. 
• Tunjangan
Tunjangan adalah penghasilan tambahan di luar gaji pokok yang berkaitan
dalam pelaksanaan tugas dan sebagai insentif. Misalnya adalah
tunjangan jabatan, tunjangan transportasi, tunjangan makan, dll.
2. Penghasilan Tidak Rutin
Penghasilan tidak rutin adalah upah atau gaji yang diterima secara tidak teratur oleh
seorang pegawai atau penerima penghasilan lainnya, seperti:

•Bonus 
Bonus adalah tambahan penghasilan di luar gaji kepada pegawai atau dividen
tambahan kepada pemegang saham.

•Tunjangan Hari Raya Keagamaan (THR)


THR adalah pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada
pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan dengan perhitungan
proposional dan dibayarkan menjelang hari raya keagamaan. 

•Upah Lembur
Upah lembur adalah tambahan upah yang dibayarkan perusahaan karena pekerja
melakukan perpanjangan jam kerja dari jam kerja normal yang telah ditentukan 
3. Iuran BPJS atau premi asuransi pegawai yang dibayarkan perusahaan
BPJS adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS).
Setiap warga negara Indonesia dan asing yang telah tinggal di Indonesia selama
lebih dari 6 bulan wajib menjadi anggota BPJS.
Iuran BPJS dibayar oleh pemberi kerja dan pekerja dengan persentase iuran dari
gaji atau upah ditentukan dalam Peraturan Pemerintah.

4. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)


Jaminan Kecelakaan Kerja adalah kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja
yang mengalami kecelakaan saat mulai berangkat kerja sampai tiba kembali di
rumah atau menderita penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan.
Iuran JKK dibayar sepenuhnya oleh perusahaan. Besarnya iuran berdasarkan
kelompok jenis usaha dan risiko:
•Kelompok I : premi sebesar 0,24% x upah kerja sebulan.
•Kelompok II : premi sebesar 0,54% x upah kerja sebulan.
•Kelompok III : premi sebesar 0,89% x upah kerja sebulan.
•Kelompok IV : premi sebesar 1,27% x upah kerja sebulan.
•Kelompok V : premi sebesar 1,74% x upah kerja sebulan.
5. Jaminan Kematian (JK)
Jaminan Kematian diperuntukkan bagi ahli waris dari peserta program BPJS
Ketenagakerjaan yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja.
Pengusaha wajib menanggung iuran program Jaminan Kematian sebesar 0,3% dari gaji
atau upah.

6. Jaminan Kesehatan (JKes / BPJS Kesehatan) berlaku sejak Juli 2015


Jaminan Kesehatan adalah program BPJS Kesehatan yang diikuti wajib pajak.
Sejak 1 Juli 2015, tarif iuran Jaminan Kesehatan adalah 5% dari gaji per bulan yaitu
sebanyak 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% oleh pegawai.
Gaji atau upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan iuran Jaminan Kesehatan
terdiri dari gaji atau upah pokok dan tunjangan tetap.
Batas paling tinggi gaji atau upah per bulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan
iuran adalah 2 kali PTKP dengan status kawin dengan 1 anak.
Untuk keluarga lainnya, yaitu terdiri dari anak keempat dan seterusnya, orang tua dan
mertua, besarnya iuran adalah 1% per orang dari gaji/upah.

7. Tunjangan PPh 21 (yang dibayarkan perusahaan, jika ada)


Bagi pemberi kerja yang memberikan tunjangan PPh 21 kepada pegawainya, dalam hal
ini tunjangan PPh 21 penuh atau sebagian, maka jumlah tunjangan PPh 21 ini
merupakan komponen penambah penghasilan bruto.
Sedangkan metode perhitungan gaji bagi pegawai yang menerima tunjangan PPh 21
adalah metode gaji bersih atau gross-up.
8. Tunjangan BPJS (yang dibayarkan perusahaan, jika ada)
Bagi pemberi kerja yang memberikan tunjangan BPJS (JKK, JK, JP, JKes) secara penuh
dengan metode perhitungan gaji bersih atau gross up, maka tunjangan ini dijadikan
komponen penambah penghasilan bruto.

9. Pengurang Penghasilan Bruto


Pengurang penghasilan bruto adalah biaya-biaya yang dapat mengurangi penghasilan
bruto atau kotor. Termasuk di dalamnya adalah:

•Biaya Jabatan
Biaya jabatan adalah biaya yang diasumsikan petugas perpajakan sebagai
pengeluaran (biaya) selama setahun yang berhubungan dengan pekerjaan.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016 menetapkan, biaya
jabatan adalah sebesar 5% dari penghasilan bruto setahun dan setinggi-tingginya
Rp 500.000 sebulan atau Rp 6 juta setahun. Dari staf biasa hingga direktur
berhak mendapatkan pengurang penghasilan bruto ini.

•Biaya Pensiun
Biaya pensiun adalah pengurang penghasilan bruto dalam menghitung PPh Pasal
21 yang terutang dan harus dipotong atas penghasilan yang diterima penerima
pensiun secara bulanan. Besarnya biaya pensiun yang ditetapkan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016 adalah 5% dari penghasilan bruto
dan setinggi-tingginya Rp 200.000 per bulan atau Rp 2.400.000 per tahun.
•Iuran BPJS yang Dibayarkan Karyawan
Dalam hal iuran BPJS yang persentasenya dibayarkan karyawan, maka komponen dimasukkan
sebagai pengurang penghasilan bruto. Iuran BPJS yang termasuk sebagai pengurang
penghasilan bruto tersebut adalah:

• Jaminan Hari Tua (JHT)


Program ini ditujukan sebagai pengganti terputusnya penghasilan tenaga kerja karena
meninggal, cacat atau hari tua dan diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua.
Jumlah iuran program jaminan hari tua yang ditanggung perusahaan adalah 3,7%,
sedangkan yang ditanggung pekerja adalah 2%. Premi JHT yang diberikan pemberi
kerja tidak dimasukkan sebagai komponen penambah penghasilan. Pengenaan
pajaknya akan dilakukan pada saat karyawan menerima JHT. Sedangkan premi JHT
yang dibayar sendiri oleh karyawan merupakan pengurang penghasilan bruto.
• Jaminan Pensiun (JP)
Jaminan pensiun adalah jaminan sosial yang bertujuan memberikan derajat kehidupan
yang layak bagi pesertanya dan/atau ahli warisnya dengan memberikan penghasilan
setelah peserta memasuki usia pensiun, cacat total atau meninggal dunia. Jaminan
Pensiun (JP) berlaku sejak Juli 2015. Iuran program JP adalah 3%, yang terdiri atas 2%
iuran pemberi kerja dan 1% iuran pekerja.
• Jaminan Kesehatan (JKes)
Sejak 1 Juli 2015, tarif iuran Jaminan Kesehatan yang dibayarkan pegawai adalah 1%.
•PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang merupakan komponen penting cara
perhitungan PPh 21 2018 adalah jumlah nilai penghasilan bruto bagi wajib pajak
yang tidak dikenakan pajak. Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No.
PER-16/PJ/2016 dan PMK No. 101/PMK.010/2016, berikut ini tarif PTKP terbaru
yang perlu Anda ketahui:
• Rp 54.000.000 per tahun atau Rp 4.500.000 per bulan untuk diri Wajib
Pajak orang pribadi
• Rp 4.500.000,- per tahun atau Rp 375.000 per bulan tambahan untuk Wajib
Pajak yang kawin
• Rp 54.000.000 per tahun atau Rp 375.000 per bulan untuk istri yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
• Rp 4.500.000 per tahun atau Rp 375.000 per bulan tambahan untuk setiap
anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan
lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling
banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
Tarif PPh 21

Tarif PPh 21 merupakan tarif pajak yang dikenakan kepada wajib pajak orang
pribadi dengan jumlah penghasilan tertentu.
Tarif ini merupakan salah satu komponen penting dalam perhitungan PPh 21 dan
ditentukan berdasarkan Pasal 17 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 36 Tahun 2008.

Dua Jenis Tarif PPh 21


Tarif PPh 21 pada dasarnya dibedakan menjadi 2, yaitu tarif PPh 21 untuk
penerima penghasilan (wajib pajak) yang memiliki NPWP dan penerima
penghasilan (wajib pajak) yang tidak memiliki NPWP.
Selain itu, tarif pajak penghasilan ini juga ditentukan berdasarkan penghasilan
yang diterima wajib pajak tiap tahunnya (bersifat progresif).
Artinya, semakin tinggi penghasilan yang Anda terima, semakin tinggi pula tarif
PPh 21 yang dikenakan pada Anda.
Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015, berikut ini tarif PPh 21 untuk
Wajib Pajak (WP) yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan tidak memiliki
NPWP:
Tarif Pajak Penghasilan PPh21 Dengan NPWP

Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak


Penghasilan tahunan hingga Rp50.000.000 5%
Penghasilan tahunan di atas Rp50.000.000 – Rp250.000.000 15%
Penghasilan tahunan di atas Rp250.000.000 – Rp500.000.000 25%
Penghasilan tahunan di atas Rp500.000.000 30%
Tarif Pajak Penghasilan PPh 21 Tanpa NPWP

Bagi penerima penghasilan (wajib pajak) yang tidak punya NPWP, tarif yang dikenakan
lebih tinggi 20% dari tarif yang diterapkan terhadap wajib pajak yang memiliki NPWP.
Berikut ini rincian tarifnya:

•Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar 120% dari jumlah PPh Pasal
21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki NPWP.
•Ketentuan di atas diterapkan untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat tidak
final.
•Dalam hal pegawai tetap atau penerima pensiun berkala sebagai penerima
penghasilan yang telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi
mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dalam tahun kalender yang
bersangkutan paling lama sebelum pemotongan PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak
Desember, selisih pengenaan tarif sebesar 20% lebih tinggi tersebut diperhitungkan
untuk bulan-bulan selanjutnya setelah memiliki NPWP.
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah dasar pengenaan pajak yang diperoleh dari penghasilan kena
pajak dari wajib pajak penerima penghasilan. Berikut dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal
21:

a)Penghasilan Kena Pajak (PKP), yang berlaku bagi:


a) Pegawai tetap
b) Penerima pensiun berkala
c) Pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif
penghasilan yang diterima dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp4.500.000
d) Bukan pegawai yang menerima imbalan bersifat berkesinambungan
b)Jumlah penghasilan yang melebihi Rp450.000 sehari, yang berlaku bagi pegawai tidak tetap atau
tenaga kerja lepas yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan,
sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam satu bulan kalender telah melebihi
Rp4.500.000.
c)Dasar pengenaan dan pemotongan PPh 21 selanjutnya adalah 50% dari jumlah penghasilan bruto
yang berlaku bagi bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam Perdirjen Pajak No.
PER-32/PJ/2015 Pasal 3 huruf c yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan.
d)Jumlah penghasilan bruto yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima penghasilan
di atas.
Contoh perhitungan tarif PPh 21 yang benar:

Jumlah Penghasilan Kena Pajak: Rp600.000.000


Pajak Penghasilan yang Terutang
5% x Rp50.000.000 Rp2.500.000
15% x Rp200.000.000 Rp30.000.000
25% x Rp250.000.000 Rp62.500.000
30% x Rp100.000.000 Rp30.000.000
Total Rp125.000.000
Kasus :

1.Joko (status kawin) dan memiliki 4 orang anak, bekerja pada PT ABC dengan
memperoleh gaji sebesar Rp20.000.000 per bulan. Perusahaan mengikuti program
jamsostek, Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), dan premi Jaminan Kematian (JKM)
dan Iuran Jaminan Hari Tua (JHT) dibayar oleh pemberi kerja setiap bulan masing-
masing sebesar 1,5%, 0,3%, dan 3,7% dari gaji. Selain dari pada itu, Joko juga membayar
iuran pensiun Rp150.000 dan iuran jaminan hari tua sebesar 2% dari gaji untuk setiap
bulan. Pada tahun berjalan, Joko juga menerima bonus sebesar Rp10.000.000.
Pertanyaannya, berapa besar PPh Pasal 21

2.Ujang melakukan jasa perawatan mesin konveksi untuk PT CDE dengan imbalan
Rp30.000.000. Ujang mempergunakan tenaga 5 orang pekerja dengan membayarkan
upah harian masing-masing sebesar Rp500.000. Upah harian yang dibayarkan untuk 5
orang pekerja selama 3 hari melakukan pekerjaan adalah Rp7.500.000. Selain itu, Ujang
membeli spare part mesin yang dipakai untuk perawatan sebesar Rp 5.000.000. Maka,
berapakah PPh Pasal 21 yang terutang?
Tugas :

1.Deskripsikan poin-poin penting materi PPh 21 !


2.Selesaikan Kasus di atas ? (halaman 16)

Anda mungkin juga menyukai