1. Pegawai tetap
Berikut ini daftar ketentuan khusus dalam PPh 21 pegawai tidak tetap:
- Tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 jika penghasilan sehari belum melebihi Rp
300.000.
- Dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, jika penghasilan sehari sebesar atau melebihi Rp
450.000 merupakan jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
- Bila pegawai tidak tetap memperoleh penghasilan kumulatif dalam 1 bulan kalender
melebihi Rp 4.500.000 , maka jumlah tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
- Rata-rata penghasilan sehari adalah rata-rata upah mingguan, upah satuan, atau upah
borongan untuk setiap hari kerja yang digunakan.
- PTKP sebenarnya adalah untuk jumlah hari kerja yang sebenarnya.
- PTKP sehari sebagai dasar untuk menetapkan PTKP yang sebenarnya adalah sebesar
PTKP per tahun Rp 54.000.000 dibagi 360 hari.
- Bila pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas tersebut mengikuti program jaminan atau
tunjangan hari tua, maka iuran yang dibayar sendiri dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto.
PPh 21 pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang penghasilannya kurang dari Rp 450.000
per hari tidak dikenakan pemotongan penghasilan.
Ketentuan penghasilan tidak kena pajak itu tidak berlaku jika:
- Penghasilan bruto dimaksud jumlahnya melebihi Rp 4.500.000 sebulan
- Penghasilan dimaksud dibayar secara bulanan
- Penghasilan berupa honorarium
- Komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dan petugas dinas luar asuransi.
Contoh Perhitungan PPh 21 untuk Karyawan Tidak Tetap (Karyawan Lepas Harian)
Fajar merupakan seorang pekerja belum menikah. Pada bulan Januari 2018, Fajar bekerja
sebagai tenaga kerja harian PT Morisa TV serta mendapat upah Rp 125.000 per jumlah unit TV
yang dapat diselesaikan. Dalam satu minggu (6 hari kerja) Fajar menyelesaikan 24 buah TV
dengan total upah Rp 3.000.000. Berapa PPh 21 yang dikenakan?
Cara hitung:
Upah per hari : Rp 3.000.000 / 6 = Rp 500.000
Upah di atas Rp 450.000: Rp 500.000 – Rp 450.000 = Rp 50.000
PPh 21 terutang: 6 x (5% x Rp 50.000) = Rp 15.000
3. Bukan Pegawai
Bukan Pegawai dalam pengertian PPh Pasal 21 adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan
pegawai tidak tetap / tenaga kerja lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam
bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagai imbalan jasa yang
dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.
1. Penghasilan kena pajak atau perhitungan PPh 21 bukan pegawai adalah sebesar 50% dari
jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan.
2. Bila bukan pegawai tersebut memberikan jasa kepada pemotong PPh Pasal 21 dan/atau
PPh Pasal 26, maka:
● Bila pemotong PPh Pasal 21 mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya,
maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jumlah pembayaran
setelah dikurangi dengan bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan
tersebut, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan dengan
bagian gaji atau upah pegawai tersebut maka besar penghasilan bruto adalah
sebesar jumlah yang dibayarkan;
● Bila ia hanya melakukan penyerahan material atau barang, maka besarnya jumlah
penghasilan bruto hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dalam
kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan material
atau barang maka besarnya penghasilan bruto tersebut termasuk pemberian jasa
dan material atau barang.
Berikut ini adalah tarif-tarif PPh 21 bukan pegawai:
1. Tarif PPh 21 Bukan Pegawai berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang
Pajak Penghasilan diterapkan atas jumlah kumulatif dari:
● Penghasilan Kena Pajak (PKP) sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah
penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan, yang diterima atau diperoleh bukan
pegawai yang memenuhi ketentuan pengurangan PPh 21 di atas.
● 50% dari jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran imbalan kepada
bukan pegawai yang bersifat kesinambungan yang tidak memenuhi ketentuan
pengurangan PPh 21 di atas.
● Jumlah penghasilan bruto berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak
teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan
pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang
sama.
● Jumlah penghasilan bruto berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau
imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan
pegawai; atau
● Jumlah penghasilan bruto berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program
pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
2. Tarif PPh 21 bukan pegawai berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak
Penghasilan diterapkan atas:
● 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran
imbalan kepada bukan pegawai yang tidak bersifat berkesinambungan; dan
● Jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan
tidak dipecah, yang diterima oleh peserta kegiatan.
Penghasilan kena pajak Bukan Pegawai adalah 50% penghasilan bruto. Sehingga rumus
perhitungan pajak penghasilan bukan pegawai adalah:
Contoh:
Mario adalah seorang aktuaris senior yang bekerja di perusahaan keuangan A sekaligus di
perusahaan asuransi B. Dari perusahaan A, ia menerima penghasilan empat kali dalam setahun,
pada bulan Februari, Mei, Agustus, dan November, masing-masing sebesar Rp40.000.000.
PPh 21 Bukan Pegawai berkesinambungan yang menerima penghasilan dari satu pemberi
kerja
Bukan Pegawai yang menerima penghasilan berkesinambungan hanya dari satu pemberi kerja
dapat memperoleh pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dengan syarat
telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Rumus PPh 21-nya adalah:
3. Rp375.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis
keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, maksimal 3
orang
Contoh:
Ruli merupakan tenaga ahli teknis yang hanya bekerja di perusahaan X. Selama tahun 2021, ia
menerima penghasilan bruto sebesar Rp60 juta pada Maret, Rp70 juta pada Juni, Rp40 juta pada
Agustus, dan Rp30 juta pada Oktober. Ruli belum kawin dan tidak punya tanggungan.
Tarif pajak Bukan Pegawai yang menerima penghasilan tidak berkesinambungan dikenakan atas
50% penghasilan bruto, sehingga rumus pajaknya adalah:
Dalam kasus ini, pajak dikenakan terhadap pembayaran imbalan yang diterima Bukan Pegawai,
bukan terhadap jumlah kumulatif penghasilan kena pajak.
Contoh: Riko adalah akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan perusahaan Y dan
menerima pembayaran Rp60.000.000. Perhitungan pajaknya adalah:
4. Penerima Pensiun
Penerima Pensiun adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau memperoleh
imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan di masa lalu, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya
yang menerima tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.
Tarif progresif terbaru yang telah ditetapkan oleh UU HPP:
Objek PPh 21 atas penghasilan berupa pensiun dapat dikategorikan menjadi 3 jenis, yaitu:
● Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang
pensiun atau penghasilan sejenisnya.
● Penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau
jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka waktu
2 tahun sejak pegawai berhenti bekerja.
● Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih
berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan.
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa
uang pensiun atau penghasilan sejenisnya. Objek PPh 21 ini dikenakan tarif
progresif yang dihitung setiap tahun pajak.
Contoh:
Pengurangan:
Biaya Pensiun
5% X Rp 4.000.000 = Rp 200.000
Penghasilan disetahunkan
12 X Rp 3.800.000 = Rp 45.600.000
PTKP setahun
5% X Rp 0 = Rp 0
Tidak ada PPh Pasal 21 yang dipotong setiap bulannya karena penghasilan pensiun tidak
melebihi PTKP
2. Penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua,
atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati
jangka waktu 2 tahun sejak pegawai berhenti bekerja. Objek PPh 21 ini dikenakan
tarif progresif yang bersifat final selama 2 tahun. Jika melebihi dua tahun maka
dikenakan tarif progresif yang bersifat tidak final yang berlaku sejak melebihi
batas waktu 2 tahun tersebut.
Contoh:
Tuan B menerima uang manfaat pensiun sebanyak Rp 100.000.000 yang diberikan pada
bulan:
0% x Rp 30.000.000 = Rp 0
0% x Rp 20.000.000 = Rp 0
5% x Rp 15.000.000 = Rp 750.000
5% x Rp 35.000.000 = Rp 1.750.000
3. Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang
masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan. Objek PPh 21 ini dikenakan tarif progresif.
Contoh:
Tuan C adalah pegawai PT X menerima gaji Rp 4.000.000 sebulan. PT X mengikuti program
pensiun untuk para pegawainya. PT X membayar iuran dana pensiun untuk Tuan C sebesar Rp
200.000 sebulan ke Dana Pensiun X, yang merupakan dana pensiun yang dibentuk bagi
pengelolaan uang pensiun pegawai PT X yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan. Tuan C membayar iuran serupa ke dana pensiun yang sama sebesar Rp 100.000
sebulan.
● Pada bulan Juni 2019 Nicholas Sinulingga memerlukan biaya untuk perbaikan rumahnya,
maka ia mengambil iuran dana pensiun yang telah dibayar sendiri sebesar Rp 35.000.000.
● Pada bulan November 2019 ia menarik lagi dana sebesar Rp 20.000.000.
● Kemudian pada bulan Desember 2019 untuk keperluan lainnya ia menarik lagi dana
sebesar Rp 15.000.000.
5% x Rp 35.000.000 = Rp 1.750.000
● Atas penarikan dana sebesar Rp 20.000.000 pada bulan November 2019 terutang PPh
Pasal 21 sebesar:
5% x Rp 15.000.000 = Rp 750.000
● Atas penarikan dana sebesar Rp Rp 15.000.000 pada bulan Desember 2019 terutang PPh
Pasal 21 sebesar:
5. Peserta Kegiatan
Peserta kegiatan adalah orang pribadi yang terlibat dalam suatu kegiatan tertentu,
termasuk mengikuti rapat, sidang, seminar, lokakarya (workshop), pendidikan, pertunjukan,
olahraga, atau kegiatan lainnya dan menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan
keikutsertaannya dalam kegiatan tersebut.
Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang
rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan
imbalan sejenis dengan nama apapun
Berikut adalah jenis-jenis peserta kegiatan:
1. Peserta perlombaan dalam segala bidang
2. Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan/kunjungan kerja
3. Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu
4. Peserta pendidikan & pelatihan
Teknis Perhitungan:
Menurut PER-16/PJ/2016, PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) a
UU PPh sebagaimana telah diubah terakhir dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 mengenai
tarif pajak progresif PPh 21 yaitu:
PPh Pasal 21 yang terutang atas hadiah turnamen Indonesia Grand Prix Gold tersebut adalah:
5% x Rp60.000.000,00 = Rp3.000.000,00
6. Penerima Pesangon
Atas penghasilan uang pesangon yang diterima oleh pegawai akan dikenakan dan dipotong PPh
Pasal 21 yang bersifat final, PPh pasal 21 atas pesangon tersebut wajib disetor ke Negara paling
lama 10 hari setelah masa pajak berakhir dan dilaporkan pada SPT PPh 21 masa dengan
membuat Formulir 1721-VII Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 (Final). Berikut
dasar hukum PPh 21 atas Pesangon :
- Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009 Pasal 4
- UU PPh Pasal 17 ayat 1 huruf a
- PMK No.16/PMK.03/2010 Pasal 1 ayat 4
Besarnya tarif yang dikenakan
- Penghasilan bruto < Rp50.000.000 = 0%
- Penghasilan bruto Rp50.000.000 - Rp100.000.000 = 5%
- Penghasilan bruto Rp100.000.000 - Rp500.000.000 = 15%
- Penghasilan bruto > Rp500.000.000 = 25%
Contoh perhitungan pajak pesangon
Denia merupakan pegawai PT Karunia Jaya. Tahun 2019, berdasarkan hasil rapat besar
perusahaan bersama dewan direksi dan pemegang saham, PT Karunia Jaya akan melakukan
Pemutusan Hubungan Kerja karena kerugian produksi. Denia mendapat pesangon senilai
Rp300.000.000 yang dibayarkan sekaligus oleh perusahaan. Bagaimana perhitungan pajak
pesangon Denia?
Jumlah Pesangon: Rp300.000.0000
Perhitungan pajak pesangon:
0% x Rp50.000.000 = 0
5% x Rp50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp200.000.000 = Rp 30.000.000
Total pajak pesangon terutang adalah Rp 32.500.000
● Penghasilan yang diterima oleh PNS juga tidak lepas dari kewajiban pajak. Hanya saja,
pajak yang menjadi tanggung jawab PNS kemudian dibayarkan oleh negara berdasarkan
jumlah gaji yang didapatkan oleh PNS tersebut. Jika dilihat besarannya, sebenarnya sama
dengan tarif yang dikenakan pada karyawan swasta. Penghitungan didapatkan dari
jumlah penghasilan neto (penghasilan bruto – biaya jabatan dan iuran pensiun) dikurangi
dengan penghasilan tidak kena pajak yang disesuaikan dengan status dan tanggungan
wajib pajak tersebut. Tarif PPh 21 ini kemudian sama, diterapkan pula secara progresif
sehingga dapat berlaku adil.
Hitungan yang digunakan adalah:
1. Penghasilan sampai dengan Rp. 50.000.000 dikenai pajak sebesar 5%.
2. Penghasilan Rp. 50.000.000 hingga Rp. 250.000.000 dikenai pajak sebesar 15%.
3. Penghasilan Rp. 250.000.000 hingga Rp. 500.000.000 dikenai pajak sebesar 25%.
4. Penghasilan lebih dari Rp. 500.000.000 dikenai pajak sebesar 30%.
● Pajak yang dibayarkan dari penghasilan atau gaji PNS tersebut kemudian dipotong oleh
instansi secara langsung. Sebagai bukti, bahwa PNS terkait sudah membayar pajak, maka
instansi akan memberikan formulir 1721-A2 sebagai bukti bahwa penghasilan yang
diterima PNS sudah dipotong pajak penghasilan dan disetorkan ke kas negara. Formulir
ini juga diberikan untuk aparatur negara lain seperti anggota TNI dan POLRI serta
pejabat negara dan pensiunan. Yang bertugas dan berwenang memberikan formulir ini
adalah bendahara instansi tempat di mana PNS tersebut bekerja. Ada 4 informasi yang
masuk dalam setiap formulir 1721-A2 :
1. Identitas diri (nama, alamat, NPWP, NIK, jenis kelamin, status perkawinan,
jumlah tanggungan dan jabatan atau pangkat atau golongan).
2. Rincian penghasilan dalam 1 tahun (gaji pokok, tunjangan istri, tunjangan
perbaikan penghasilan, tunjangan fungsional, tunjangan beras, tunjangan khusus
dan tunjangan lain).
3. Perhitungan PPh 21.
4. Nama dan NPWP instansi pemerintah yang menerbitkan bukti potong.
● Pajak penghasilan PNS sendiri memiliki beberapa ‘keuntungan’ yang tidak didapatkan
oleh jenis pekerjaan lain. Misalnya saja seperti yang sudah disampaikan sebelumnya,
bahwa pajak ini ditanggung oleh negara. Sehingga tidak banyak berpengaruh pada
besaran total penghasilan yang diterima oleh PNS tersebut.
● Selain itu, pajak penghasilan yang dibebankan juga tidak perlu repot diurus oleh PNS
sendiri karena sudah secara langsung dipotong oleh bendahara instansi terkait. Tentu ini
sedikit berbeda dengan subjek pajak yang lain, dimana pembayaran pajak penghasilan
dilakukan secara mandiri dan harus sesuai dengan batas waktu yang diberlakukan.Selain
itu, karena dipotong oleh bendahara secara langsung, maka tidak mungkin penyampaian
pajak yang dilakukan oleh PNS terlambat.
● Secara kolektif, pajak yang harus diselesaikan akan diurus oleh bendahara instansi.
Sehingga semua akan terlaksana sesuai aturan yang berlaku dan tanpa resiko
keterlambatan pembayaran.
8. WP luar negeri
Pengertian PPh 21 WNA
Peraturan Direktur Jenderal Pajak (DJP) Nomor Per-43/PJ/2011 tentang Penentuan Subjek Pajak
Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) menjelaskan kategori SPDN sebagai
berikut:
1. Individu yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari
dalam satu tahun (12 bulan) atau dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan
memiliki niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
2. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
Pada dasarnya, Warga Negara Asing termasuk Subjek Pajak Luar Negeri. Namun saat WNA
bersangkutan telah memenuhi kriteria pertama pada syarat di atas hingga menjadi Subjek Pajak
Dalam Negeri, secara otomatis WNA akan dikenakan PPh 21, bukan PPh 26.
Kriteria lebih lanjut untuk SPLN yang wajib dikenakan pajak orang asing (PPh 21) adalah
bertempat tinggal di Indonesia, berniat untuk tinggal di Indonesia yang ditunjukkan dengan visa
kerja atau KITAS (Kartu Izin Tinggal Terbatas) serta menyetujui untuk memperpanjang kontrak
perjanjian selama lebih dari 183 hari.
Cara menghitung PPh 21 tenaga kerja asing (TKA) sama dengan perhitungan PPh 21 umumnya.
Namun, apabila karyawan WNA mulai bekerja dari tengah tahun, atau setelah bulan Januari,
maka perhitungan penghasilannya disetahunkan
Tarif PPh 21 WNA juga menggunakan tarif PPh 21 terbaru di UU Harmonisasi Peraturan
Perpajakan (HPP). Ada 5 lapisan tarif pajak progresif:
Untuk karyawan asing, berlaku pula PTKP 2016 sebagai berikut:
1. Rp54.000.000 untuk diri karyawan
2. Tambahan Rp4.500.000 jika menikah
3. Tambahan Rp4.500.000 jika punya tanggungan 1 orang anak, Rp9.000.000 untuk 2 orang
anak, dan Rp13.500.000 untuk 3 orang anak (maksimal 3 orang).
Pengertian PPh 26 WNA
Berdasarkan UU No 36 Tahun 2008, PPh 26 merupakan pajak penghasilan yang dipotong dari
sebuah badan usaha yang melakukan transaksi pembayaran baik berupa gaji, bunga, dan royalti
kepada wajib pajak luar negeri.
Hal yang menentukan bahwa seseorang individu atau sebuah perusahaan harus dikenakan PPh 26
adalah:
1. Individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, atau individu yang tinggal di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun (12 bulan) dan perusahaan yang tidak
didirikan atau berada di Indonesia yang mengoperasikan usahanya melalui Bentuk Usaha
Tetap (BUT) di Indonesia.
2. Individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di Indonesia
tidak lebih dari 183 hari dalam setahun (12 bulan) dan perusahaan yang tidak didirikan
atau berada di Indonesia serta memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak melalui suatu
Bentuk Usaha Tetap di Indonesia.
Melihat kriteria di atas, dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang tidak didirikan atau berada di
Indonesia ataupun yang mengoperasikan usahanya melalui BUT di Indonesia dikenakan PPh
Pasal 26. Semua badan usaha yang melakukan transaksi kepada wajib pajak luar negeri
diwajibkan untuk memotong PPh 26 atas transaksi tersebut.
Pengenaan PPH:
1. PPh 26 = 20% x penghasilan bruto
2. PPh 26 = tarif P3B x penghasilan bruto
PPh 21 Kylian Mbappe pada tahun pajak 2022 lebih besar dari PPh 21 Rocky Kambuaya. Sebab,
penghasilan Mbappe disetahunkan, sementara penghasilan Rocky dihitung 6 bulan atau sesuai
jumlah bulan bekerja.
Selanjutnya pada tahun pajak 2023, dengan asumsi variabel PTKP sama, potongan pajak
penghasilan kedua pemain bola ini sama besar.
Di sisi lain, penghasilan orang pribadi subjek pajak luar negeri akan dikali tarif PPh Pasal 26
sebesar 20% bersifat final.
Contoh:
Karyawati Shanaya Aqeela (tidak kawin) bekerja pada PT Prabu Kedaton dengan memperoleh
gaji sebesar 5.000.000,00 sebulan. Perusahaan ikut dalam program BPJS Ketenagakerjaan. Premi
Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dan iuran Jaminan Hari Tua dibayar
oleh pemberi kerja setiap bulan masing-masing sebesar 1,00%, 0,30% dan 3,70% dari gaji.
Shanaya Aqeela membayar iuran Pensiun Rp 50.000,00 dan iuran Jaminan Hari Tua sebesar
2,00% dari gaji untuk setiap bulan. Pada bulan April 2016 Shanaya Aqeela memperoleh bonus
sebesar Rp6.000.000,00 sehingga pada bulan April 2016 Shanaya Aqeela menerima pembayaran
berupa gaji sebesar sebesar R5.000.000,00 dan bonus sebesar Rp6.000.000,00. Cara menghitung
PPh Pasal 21 atas bonus adalah sebagai berikut:
PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus (penghasilan setahun)
PT Abadi Berkarya memiliki perwakilan di luar negeri dan mengasuransikan bangunan
bertingkat ke PT XYZ yang merupakan perusahaan asuransi di luar negeri dengan membayar
jumlah premi pada tahun 2015 sebesar Rp2 miliar. Hitunglah PPh Pasal 26 dari PT Abadi
Berkarya tahun 2015?
Penghitungan PPh Pasal 26 adalah sebagai berikut:
Perkiraan penghasilan neto: 50% × Rp2.000.000.000 = Rp1.000.000.000
PPh Pasal 26: 20% x Rp1.000.000.000 = Rp200.000.000
Sementara, apabila PT Abadi Berkarya mengikuti asuransi melalui perusahaan yang ada di
Indonesia, misal PT Asuransi Raya, dengan membayar jumlah premi yang sama sebesar Rp2
miliar. PT Asuransi Raya mengikutkan (reasuransi) perusahaan tersebut ke perusahaan asuransi
yang berada di luar negeri, misalnya PT XYZ, dengan membayar premi sebesar Rp 1 miliar.
Maka ketentuan PPh Pasal 26 adalah sebagai berikut:
Perkiraan penghasilan neto: 10% × Rp1.000.000.000 = Rp100.000.000
PPh Pasal 26 PT Abadi Berkarya: 20% x Rp1.000.000 = Rp20.000.000