Anda di halaman 1dari 21

BAB 3

Taat Pajak Dengan Efisien Pada PPh Pasal 21

Dasar hukum yang digunakan dalam taat pajak dengan efisien pada
Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21,yaitu:

 PER 31/PJ/2012 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan,


Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26. (Lama).
 UU PPh Pasal 26, dalam UU PPh No 36 tahun 2008.
 Peraturan Pemerintah (PP) No 149 Tahun 2000.
 PER-32/PJ/2015. Petunjuk Pelaksanaan Dalam, Memotong, Menyetor,
dan Melaporkan PPh Pasal 21 dan Pasal 26. (Terbaru).
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122 /PMK.010/2015, Tentang
Penghasilan Tidak Kena Pajakpada Tabel I(PTKP).
 PER 16/PJ /2016

Pemotongan PPh Pasal 21 Secara Umum

 Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan


pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan dilakukan oleh pegawai
dan bukan pegawai.
 Bendaharawan pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa,
atau kegiatan.
 Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun dalam rangka
pensiun.
 Perusahaan, badan dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang membayar
honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan
jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.
 Yayasan, lembaga, kepanitiaan, asosiasi, perkumpulan, organsasi masa,
organisasi sosial politik, dan organisasi lainnya sebagai pembayar gaji,
upah, honorarium, atau imbalan dengan nama dan dalam bentuk
apapun sehubungan dengan pekerjaan jasa, kegiataan yang dilakukan
oleh orang pribadi.
 Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan
dengan pelaksanaan suatu kegiatan.

Subjek Pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26

 Karyawan Tetap dan Karyawan Tidak Tetap.


 Penerima Pensiun.
 Pegawai Tidak Tetap/Pemegang/Calon Pegawai/Distibutor Multi Level
Marketing/Direct Selling.
 Pihak-pihak yang menerima honorarium, uang saku, hadiah dan
penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan
atas jasa atau kegiatan yang jumlahnya tidak dihitung atas dasar
banyaknya hari yang digunakan untuk menyelesaikan jasa atau
kegiatan tersebut, seperti pemain musik, olahragawan, pengarang, agen,
iklan, dan lain-lain.
 Penerima uang pesangon, uang pensiun, THT atau JHT yang dibayar
sekaligus.
 Pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI/POLRI yang menerima
honorarium yang sumber dananya berasal dari keuangan negara atau
keuangan daerah.
 Wajib Pajak Luar Negeri yang menerima imbalan sehubungan dengan
jasa,pekerjaan, dan kegiatan.
Sedangkan Objek PPh Pasal 21.

 Penghasilan yang sifatnya teratur seperti gaji, uang pensiun bulanan,


penghasilan yang melekat pada gaji dan tunjangan, beasiswa, serta
premi asuransi yang dibayar oleh pemberi kerja.
 Penghasilan yang sifatnya tidak teratur seperti jasa produksi, tantiem,
gratifikasi, tunjangan cuti, dan sebagainya.
 Upah baik yang dibayar harian, mingguan, satuan maupun borongan.
 Uang tebusan pensiun, uang tabungan hari tua, tunjangan hari tua,
uang pesangon dan pembayaran lain sejenisnya.
 Honorarium, uang saku, hadiah, penghargaan, komisi, beasiswa.
 Imbalan tenaga ahli, pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan,
notaris, penilai dan aktuaris.
 Imbalan lain-lain yang diterima oleh kolportir iklan, pengawas, panitia,
peserta sidang/rapat, tenaga lepas.
 Penerimaan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh bukan wajib
pajak atau wajib pajak yang dikenakan PPh yang bersifat final (deemed
tax) dan yang dikenakan PPh berdasarkan norma perhitungan khusus
(deemed profit) .

Bukan Objek PPh Pasal 21

 Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi


kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
 Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang diberikan oleh
bukan wajib pajak dan wajib pajak yang diberikan oleh bukan wajib
pajak dan wajib pajak yang dikenakan deemed tax dan deemed profit.
 Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun, yang
pendiriaannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan penyelenggara
TASPEN, serta iuran THT/Tunjangan Hari Tua kepada PT Jamsostek
dan BPJS yang dibayar oleh pemberi kerja.
 Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja.
 Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan pemerintah.

Formulasi Kebijakan PPh Pasal 21

Dari perspektif penangung pajak, maka kebijakan PPh pasal 21 dapat


disimpulkan menjadi tiga bentuk:

PPh Pasal 21 ditanggung oleh karyawan, PPh Pasal 21 yang di potong atas
gaji karyawan tersebut sehingga benar-benar mengurangi penghasilan.
Istilah yang sering digunakan adalah PPh Pasal 21 dipotong oleh
perusahaan.

PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan, dimana PPh Pasal 21 atas gaji


karyawan ditanggung oleh perusahaan sehingga gaji yang diterima oleh
karyawan tidak dikurangi dengan PPh Pasal 21. Untuk biaya PPh Pasal 21
yang muncul dilaporan keuangan perusahaan tidak boleh dibebankan
(nondeductuible expenses) dalam menghitung penghasilan bruto
perusahaan.

PPh pasal 21 dalam bentuk tunjangan, maka jumlah tunjangan tersebut


akan menambah penghasilan karyawan dan kemudian baru dikenakan PPh
Pasal 21. Dalam hal ini, perhitungan PPh Pasal 21 dilakukan dengan metode
gross up dimana besarnya tunjangan pajak sama dengan jumlah PPh Pasal
21 terutang untuk masing-masing karyawan. Biaya PPh Pasal 21 dengan
metode gross up dapat dibiayakan (deductible expenses) sehingga ini akan
berdampak terjadi penghematan di pajak perusahaan secara menyeluruh.
ANALISA:

Gross Up/ Tunjangan Ditanggung Perusahaan

Beban Gaji 100.000.000. 100.000.000.

Tunjangan PPh 21 10.000.000. 0

110.000.000. 100.000.000.

Biaya PPh 21 (NDE) 10.000.000

Beban Gaji DE 110.000.000. 100.000.000.

Tax Saving= 25 % x Rp 10.000.000 = Rp 2.500.000.

Tata Cara Perhitungan PPh Pasal 21

Rumus Perhitungan PPh Pasal 21 Karyawan Tetap

• GAJI SEBULAN xxxx

• Tunjangan dan Bonus xxxx

• Asuransi yg dibayar pemberi kerja xxxx

• Penghasilan BRUTO xxxx

Pengurang:

Biaya Jabatan 5% x Penghasilan Bruto(Max 500.000) = xxxx

Iuran Pensiun =xxxxXXX

Penghasilan Neto sebulan xxxx

Penghasilan Neto di setahunkan:


PTKP Setahun:

WP Sendiri xxxx.

Tambahan WP Nikah+ tanggungan xxxx. (xxx)

PKP xxx.

PKP x Tarif Pasal 17 Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP)

PTKP = Penghasilan Tidak Kena Pajak

PKP = Penghasilan Kena Pajak

Biaya Jabatan:

5% x Penghasilan Bruto Sebulan.

Ketentuan Biaya Jabatan :

Maksmimal 1 bulan = Rp500.000.

Maksimal 1 tahun = Rp6.000.000.

Iuran Pensiun

Disuaikan dengan nilai THT yang dibayarkan kepada Jamsostek.

Tidak Ber-NPWP

Jika tak ber NPWP, lebih tinggi 20% dari perhitungan dengan NPWP.
Tabel I

PTKP Mulai Tahun Pajak 2016

   
Diri WP Orang Pribadi 54.000.000
Tambahan untuk WP Kawin 4.500.000
Tambahan untuk istri yang penghasilannya digabung 54.000.000
dengan penghasilan suami
Tambahan untuk setiap tanggungan 4.500.000

Tarif Wajib Pajak Orang Pribadi Berdasarkan PPh Pasal 177

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak


Rp 0 sampai dengan Rp50.000.000 5%
>Rp50.000.000 sampai dengan Rp250.000.000 15%
>Rp250.000.000 sampai dengan Rp500.000.000 25%
> Rp500.000.000 30%

Rumus Menghitung PPh Pasal 21 Pegawai Tidak Tetapyang Menerima


Penghasilan Secara Berkesinambungan

Penghasilan Kena Pajak (PKP) = (Penghasilan Bruto x 50%)

PPh Pasal 21 = PKP x Tarif PPh Pasal17 Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP)

Rumus Menghitung PPh Pasal 21 untuk Penerima Pensiunan Berkala

Penghasilan Kena Pajak (PKP) = Penghasilan Bruto-Biaya Pensiun- PTKP


PPh Pasal 21= PKP x Tarif PPh Pasal 17

Rumus Menghitung PPh Pasal 21 untuk Bukan Pegawai

Penghasilan Kena Pajak(PKP) = (Penghasilan Bruto x 50%)-PTKP Perbulan

PPh Pasal 21= Tarif Pasal 17 x PKP

Rumus Mengitung Pegawai Tetap yang Menerima Penghasilan Harian atau


Borongan.

Penghasilan Kena Pajak= Penghasilan Bruto Perhari – Batasan PTKP PPh Pasal
21 Perhari

Catatan: Berdasarkan PER-32/PJ/2015, PTKP Perhari adalah Rp300.000.

Penerima Penghasilan yang Tidak Berhak Mendapatkan Pengurang Biaya


Jabatan dan PTKP

Penerima honorarium, uang saku, hadiah, atau penghargaan dengan


nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan atas jasa atau kegiatan yang
jumlahnya tidak dihitung atas dasar banyaknya hari yang digunakan untuk
menyelesaikan jasa atau kegiatan tersebut, seperti pemain musik,
olahragawan, pengarang, penerjemah, agen iklan, artis,dan MC.

 Komisi petugas penjaja barang dan pegawai dinas luar asuransi.


 Honorium komisaris/pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai
tetap.
 Jasa produksi, tantiem, dan bonus kepada mantan pegawai.

Tenaga Ahli yang Melakukan Pekerjaan Bebas

 Pengacara
 Akuntan
 Arsitek
 Dokter
 Notaris
 Penilai
 Aktuaris
 Konsultan

Perhitungannya: 50% dari Penghasilan Bruto lalu dikalikan tarif WPOP PPh
pasal 17.

Penghasilan yang Dikenakan PPh Pasal 21 Bersifat Final

Penerima Pesangon dengan tarif Pajak PPh 21 Finalnya sebagai berikut:

Tarif PPh 21 atas Pesangon

• Pesangon :Rp0 sampai dengan Rp50.000.000 Tarif 0%

• Pesangon :diatas Rp50.000.000 Tarif 5%

• Pesangon :Rp100.000.000 sampai dengan Rp500.000.000 Tarif 15%

• Pesangon :diatas Rp500.000.000 Tarif 25%

Tunjangan Hari Tua Dikenakan PPh Pasal 21 bersifat Final


Tunjangan Hari Tua adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh
badan penyelenggara tunjangan hari tua kepada orang pribadi yang telah
mencapai usia pensiun.

Jaminan Hari Tua

Jaminan Hari Tua adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh


badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja kepada orang pribadi yang
berhak dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau keadaan lain yang
ditentukan.

Tarif PPh Pasal 21 Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau
Jaminan Hari Tua

Sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan


Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas


Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Batas Lapor SPT Masa PPh Pasal 21

 Tanggal 20 bulan berikutnya.

Batas Setor SPT Masa PPh Pasal 21

 Tanggal 10 bulan berikutnya.

Beberapa Metode Pendukung Taat Pajak Dengan Efisien dalam Perusahaan

Klausul Pajak Dalam Kontrak Kerja

Klausul pajak dalam kontrak kerja hendaknya diperjelas siapa yang


akan menanggung pajak atas penghasilan karyawan.
Tim perencaan pajak perlu memberikan arahan kepada pihak
managemen perusahaan agar memberikan kejelasan didalam klausul pajak di
dalam kontrak kerja apakah ditanggung oleh perusahaan atau dipotongke
pengasilan karyawan.Sehingga hal ini dapat dilakukan penghitungan dengan
akurat dalam rencana pembayaran pajak oleh tim administrasi perpajakan
perusahaan.

Pajak Ditanggung Pemberi Kerja (MetodeGross Up)

Jika yang diinginkan dari kesepakatan antara karyawan dan pihak


manajemen perusahaanadalah PPh Pasal 21 karyawan ditanggung oleh
perusahaan. Metode gross up sebaiknya diterapkan karena semua biaya atas
pajak penghasilan yang ditanggung dapat dibiayakan oleh perusahaan.

Rumus gross up secara matematis untuk karyawan tetap:

Lapisan1: UntukPKP 0 - 47.500.000
                         Tunjangan PPh = (PKP setahun - 0) x 5/95 + 0
Lapisan2: Untuk PKP 47.500.000 - 217.500.000
                         Tunjangan PPh = (PKP setahun - 47.500.000) x 15/85 +
2.500.000
Lapisan3: Untuk PKP 217.500.000 - 405.000.000
                         Tunjangan PPh = (PKP setahun - 217.500.000) x 25/75 + 32.500.000
Lapisan4: Untuk PKP > 405.000.000
                         Tunjangan PPh = (PKP setahun - 405.000.000) x 30/70 + 95.000.000
Contoh: Metode Gross Up PPh Tenaga Ahli

Neto tidak Gross Up

Nilai Pekerjaan Rp50.000.000

PPh Rp1.250.000 = (50% x Rp50.000.000) x 5%

Nilai Kontrak Rp50.000.000

Neto dengan Gross Up

Nilai Pekerjaan Rp50.000.000

PPh Rp1.282.051

Nilai Kontrak Rp51.282.051 (Rp50.000.000 x 100/97,5)

Contoh Metode Gross Up Karyawan Tetap yang Terkena Lapisan Satu

Ibu Lili, Karyawan PT Jolakus, berstatus TK/0, pada tahun 2016 memiliki
penghasilan perbulan Rp5.000.000.PT Jolakus mengikuti program
Jamsostek/BPJS sesuai dengan peraturan pemerintah. Ibu Lili mendapat
bonus dalam tahun 2016 Rp10.000.000.PT Jolakus menggunakan metode
gross up dalam menanggung PPh Pasal 21 karyawannya sesuai dengan
kontrak kerja.
Tahap Perhitungan PPh Pasal 21 Gross Up

Gaji Pertahun Rp60.000.000

JKK 1,27% x Rp60.000.000 Rp 762.000

JKM 0,30% x Rp60.000.000 Rp180.000

Rp60.942.000

Bonus Rp10.000.000

Penghasilan Bruto Rp70.942.000

Pengurang

Biaya Jabatan 5 % x Rp 70.942.000 = (6.000.000).(MaxRp 6 Jt /thn)

Iuran Pensiun 2% x Rp 60.000.000 = (1.200.000)

(Rp7.200.000)

Penghasilan Neto Rp63.742.000

PTKP TK/0 (Rp54.000.000)

PKP Rp9.742.000

Karena Penghasilan Kena Pajak dilapisan Pertama, maka rumus gross up


yang dipakai adalah Lapisan Satu.

Lapisan Pertama = (9.742.000-0 ) x 5/95 = Rp 512.736, 84

Tunjangan Pajaknya = Rp 512.736 dibulatkan Rp 512.700.

Tahap Pembuktian
Gaji Pertahun Rp60.000.000

Tunjangan Pajak Hasil Gross Up Rp512.700

JKK 1,27% x Rp60.000.000 Rp762.000

JKM 0,30% x Rp60.000.000 Rp180.000

Rp61.454.700.

Bonus Rp10.000.000

Penghasilan Neto Rp 71.454.700.

Pengurang

Biaya Jabatan 5% x Rp70.942.000 = (Rp6.000.000). (Max Rp6.000.000Jt/thn)

Iuran Pensiun 2% x Rp60.000.000 = (Rp1.200.000)

Penghasilan Neto Rp 64.254.700

PTKP TK/0 Rp 54.000.000

PKP Rp 10.254.700

PPh 21 = 5% x Rp 10.254.700 = Rp 512.700.

Contoh Metode Gross Up Karyawan Tetap yang terkena Lapisan Dua

Bapak Jaka, Manager PT Mansari Sidikalang, berstatus TK/0, pada


tahun 2016 memiliki penghasilan perbulan Rp10.000.000. PT Mansari
Sidikalang mengikuti program Jamsostek/BPJS sesuai dengan peraturan
pemerintah. Ibu Lili mendapat Bonus dalam tahun 2016 Rp5.000.000.PT
Mansari Sidikalang menggunakan metode Gross Up dalam menangung PPh 21
Karyawannya sesuai dengan kontrak kerja.

Gaji Pertahun Rp120.000.000

Uang Makan Rp3.600.000


JKK 1,27% x Rp120.000.000 Rp1.524.000

JKM 0,30% x Rp120.000.000 Rp3.600.000

Rp128.724.000

Bonus Rp5.000.000

Penghasilan Bruto Rp133.724.000

Pengurang

Biaya Jabatan 5% x Rp138.116.000 = (Rp6.000.000). (Max Rp6Jt/thn)

Iuran Pensiun 2% x Rp120.000.000 = (Rp2.400.000)

JHT = 2% x Rp120.000.000 =(Rp2.400.000). (Dibayar sendiri)

(Rp10.800.000)

Penghasilan Neto Rp122.924.000

PTKP TK/0 (Rp54.000.000)

PKP Rp 68.924.000

Karena Penghasilan Kena Pajak Dilapisan Kedua, maka rumus gross up yang
dipakai adalah Lapisan Kedua.

LapisanKedua= (Rp68.924.000 - Rp47.500.000)x 15/85 + Rp2.500.000. = Rp


6.280.705.

Tunjangan Pajaknya = Rp6.280.705, dibulatkan Rp 6.280.700.

Tahap Pembuktian

Gaji Pertahun Rp120.000.000


Uang Makan Rp3.600.000

Tunjangan Pajak hasil Gross Up Rp 6.280.700

JKK 1,27 % x Rp120.000.000 = Rp1.524.000

JKM 0,30 % x Rp120.000.000 = Rp3.600.000

Rp135.004.700

Bonus Rp5.000.000

Penghasilan Bruto Rp140.004.700

Pengurang

Biaya Jabatan 5% x Rp135.344.300 = (6.000.000).

Iuran Pensiun 2% x Rp120.000.000 = (2.400.000)

JHT 5% x Rp120.000.000 = (2.400.000)

Penghasilan Neto Rp129.204.700.

PTKP TK/0 Rp 54.000.000

PKP Rp 75.204.700

PPh Pasal 21 = 5 % x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000.

15% x Rp 25.204.700 = Rp 3.780.700

Rp 6.280.700.

PPh 21 dibulatkan menjadi Rp 6.280.700


Metode Pemberian Uang Saku Secara Lump-Sum atau Reimbursement

Masalah prosedur pembayaran uang saku dalam perjalanan


dinas,pendidikan, ataupun jenis pengeluaran perusahaan lainnya juga sering
kali menimbulkan aspek pajak berbeda.

Pembayaran secara lump-sump akan mengakibatkan PPh Pasal 21


dihitung dari seluruh nilai yang dibayarkan meskipun didalamnya mungkin
terdapat biaya lainnya.

Pengertian metode lump-sum adalah perusahaan memberikan sekaligus


dalam jumlah tertentu yang meliputi uang saku, transport, akomodasi, atau
unsur biaya lainnya, tanpa harus dimintakan pertanggungjawaban dan bukti
penggunaannya.

Sedangkan dalam metode reimbursement, pembayaran disertai dengan


kewajiban untuk mempertanggungjawabkan penggunaan dana dengan
meminta bukti pengeluaran.

Ketika terjadi kekurangan dapat diminta kembali (reimbursement)


sedangkan jika terdapat kelebihan dapat dikembalikan ke perusahaan. Untuk
perhitungan PPh pasal 21 hanya akan dihitung dari uang saku atau tunjangan
berupa uang lainnya yang benar-benar diterima/diperoleh karyawan.

Metode Pemberian Tunjangan Makan atau Disiapkan Makan Bersama oleh


Pihak Pemberi Kerja

Setelah berlakuknya UU PPh tahun 2000, tunjangan atas makan dan


minum untuk karyawan sudah dapat dibiayakan di PPh Badan. Namun,
pemberian tunjangan makan dan minuman berupa uang tunai akan
mengakibatkan bertambahnya PPh Pasal 21.

Maka dari aspek penghematan pajak lebih menguntungkan jika


disiapkan makan bersama untuk seluruh karyawan. Tetapi kondisi
dilapangan penggunaan jasa catering akan timbul pemotongan PPh Pasal 23
atas jasa tersebut dengan tarif 2% dari penghasilan bruto.Maka metode ini
juga dapat dipertimbangkan dalam perencanaan pajak PPh Pasal 21.

Metode Pemberian Tunjangan Kesehatan atau Diberikan Fasilitas


Pengobatan

Biaya kesehatan perusahaan yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk


karyawan atau menyediakan fasilitas pengobatan bagi karyawan dengan
menggunakan metode reimbursement biaya pengobatan.

Jika perusahaan sehubungan dengan pemberian tunjangan kesehatan


maka perlakuan pajaknya akan bersifat taxable dan deductible. Artinya,
merupakan obyek PPh Pasal 21 bagi karyawan dan merupakan biaya bagi
perusahaan.

Sedangkan jika perusahaan memilih menyediakan fasilitas pengobatan


karyawan maka perlakuan pajaknya bersifat non taxable dan non
deductible.Ini dimaksudkan bukan penghasilan bagi karyawan dan bukan
biaya bagi perusahaan.

Bila Perusahaan menggunakan metode reimbusment dalam memberikan


biaya pengobatannya, maka dampak perpajakan adalah sebagai berikut:

 Bersifat non-taxable dan non-deductible, semua bukti asli diserahkan ke


perusahaan, bukti dibuat atas nama karyawan dengan qq perusahaan
dan diatur dalam kontrak kerja antara perusahaan dengan karyawan.
 Bersifat taxable dan deductible bila persyaratan reimbusment diatas
tidak dapat dipenuhi. Dalam efisiensinya adalah karyawan menerima
uang dari perusahaan yang pada akhirnya akan digunakan untuk
membayar biaya pengobatan oleh karyawan.

Untuk lebih jelasnya, penulis akan menggunakan table untuk

memetakan kondisi ini.


Fasilitas Kesehatan Berupa Perusahaan PPh Pasal 21 Karyawan

Uang DE Taxable

Premi Asuransi DE Taxable

Klinik/Natura NDE Non-Taxable

Rumah Sakit Rujukan NDE Non-Taxable

Tabel

Objek Pajak PPh Pasal 21 dan Perlakuan Pajak Sesuai dengan Undang-
Undang Perpajakan

Akun Objek PajakKaryawan PerusahaanKeterangan

1. Gaji, Bonus, dan Insentif Taxable DE

2. Honorarium Taxable DE

3. Tunjangan yang diberikandalam


Taxable DE
bentuk uang

4. Pesangon Taxable Dihitung Sendiri

5. Premi Jamsostek (JKK/JKM,


Askes, kecelakaan, bila
dimasukkan sebagai kematian,
Non-Taxable NDE
beasiswa, yang penghasilan
karyawan ditanggung pemberi
kerja)

6. PPh Pasal 21 ditanggung


Non-Taxable NDE
perusahaan
7. Iuran Dana Pensiun yang
Non-Taxable DE
ditanggung perusahaan

8. JHT yang ditanggung perusahaan Non-Taxable DE

9. Beban antar jemput pegawai Non-Taxable DE

10 Beban Perjalanan Dinas


Taxable DE
.

11 Imbalan Jasa Profesional


Taxable NDE
.

12 Bonus, gratifikasi, dan jasa


. produksi yang dibebankan ke Taxable NDE
laba ditahan

13 Tantiem
Taxable NDE
.

14 Pemberian dalam bentuk Natura


Non Taxable NDE
.

15 Pemberian dalam bentuk Natura


Non Taxable DE
. ditempat terpencil

Keterangan

Non Taxable = Tidak dikenakan PPh Pasal 21

Taxable = Dikenakan PPh Pasal 21

NDE = Non Deductible Expenses = Tidak dapat dibiayakan


DE = Deductible Expenses = Dapat dibiayakan

Anda mungkin juga menyukai