Anda di halaman 1dari 26

TUGAS PERPAJAKAN

BAB 5
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

Disusun oleh :
1. Putri Nabila (4121600211)
2. Amanda Maydzatulizza (4121600151)
3. M. Dodi Abdullah (4121600003)

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL
2023
PENDAHULUAN

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah Pajak Penghasilan yang dikenakan atas
penghasilan berupa upah,gaji,tunjangan dan honorarium dan pembayaran lain atas nama apa
pun sehubungan degan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang
pribadi dalam negeri.
Pajak Penghasilan Pasal 21 disetor, dipotong dan dilaporkan oleh Pemotong Pajak,
yaitu, pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, dana pensiun,perusahaan,penyelenggara
kegiatan,badan. Pajak Penghasilan yang tercantum pada Pasal 21 yang telah disetorkan dan
dipotong secara benar oleh pemberi kerja atas penghasilan yang diperoleh yang berhubungan
dengan pekerjaan dari satu pemberi kerja merupakan pelunasan pajak yang terutang untuk
tahun pajak yang bersangkutan.
Bagi orang pribadi atau pekerja yang memperoleh penghasilan lain selain penghasilan
yang pajaknya telah dibayar atau dipotong dan bersifat final. pada akhir tahun pajak
diwajibkan untuk menyampaikan SPT Tahunan PPh dan atas Pajak Penghasilan Pasal 21
yang telah dipotong oleh pemberi kerja dapat dijadikan sebagai kredit pajak atas Pajak
Penghasilan yang terutang pada akhir tahun.
Selanjutnya dasar hukum pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah Pasal 21
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atau Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan; Kep 545/1/2000 Tanggal 29 Desember 2000
tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 21 dan Pasal
26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi; Peraturan Pemerintah
Nomor 149 Tahun 2000 tentang Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Uang Pesangon,
Uang Tebusan Pensiun. dan THT atau JHT beserta peraturan pelaksanaannya.
Dari bab yang kami sampaikan ini, harapanya pembaca dapat memahaminya dengan
jelas dan mengerti poin-poin seperti menjelaskan pengertian dan mekanisme Pemotongan
PPh Pasal 21; Menjelaskan yang bertindak sebagai Pemotongan Pajak serta kewajibannya;
Menjelaskan Subjek Pajak dan Nonobjek Pajak PPh Pasal 21, serta hak dan kewajibannya;
Menjelaskan objek dan Nonobjek PPh Pasal 21, serta objek yang dipotong PPh Pasal 21
Final; Menjelaskan cara penghitungan PPh Pasal 21.
ISI DAN PEMBAHASAN

1. PEMOTONG PAJAK
a. Pengertian Pemotongan Pajak
Pemotongan pajak atas penghasilan yang berhubungan langsung dengan pekerjaan,
jasa, atau pekerjaan atas nama dan dengan bentuk apa pun itu yang diperoleh Wajib Pajak
Orang Pribadi dalam negeri, Wajib Pajak dikerjakan oleh:
1. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, dan pembayaran lain
sebagai imbalan berhubungan dengan kegiatan yang akan dilakukan oleh pegawai
atau bukan pegawai; Pemberi kerja yang wajib melaksanakan pemotongan pajak
adalah pribadi ataupun pihak badan. yang termasuk pusat, cabang, unit perusahaan,
yang membayar upah, gaji, tunjangan, honorarium,berdasarkan nama kepada pegawai
atau bukan pegawai, sebagai imbalan yang berhubungan dengan kegiatan, jasa, atau
kegiatan yang dilakukan lainnya.. Pengertian "pembayaran” yang lainnya adalah
pembayaran atas nama apa pun itu selain upah, gaji, honorarium dan tunjangan, dan
pembayaran lain seperti gratifikasi, bonus , tantiem. Demikian juga pengertian "bukan
pegawai" adalah orang yang telah mendapatkan pendapatan dari pemberi kerja
berhubungan dengan ikatan kerja tidak tetap misalnya
2. Bendahara pemerintah yang membayarkan upah, gaji,tunjangan,honorarium,yang
sehubungan dengan pekerjaan, jasa. Bendahara pemerintah termasuk bendahara
pemerintah pusat, pemerintah daerah.lembaga pemerintah, dan Kedutaan Besar
Republik Indonesia di luar negeri yang membayarkan upah.gaji,honorarium,dan
tunjangan.
3. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain
atas nama apa pun dalam rangka pensiun; Dana pensiun seperti badan pemberi
jaminan sosial tenaga kerja dengan membayar uang pensiun, tabungan di hari tua,
tunjangan hari tua.
4. Badan yang membayar honorarium sebagai imbalan berhubungan dengan jasa
termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas; Dalam pengertian badan
termasuk organisasi internasional yang tidak dikecualikan berdasarkan Ayat (2).
Termasuk tenaga ahli orang pribadi misalnya dokter, pengacara,akuntan yang
melakukan pekerjaan bebas.
5. Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran berhubungan dengan
penyelenggaraan kegiatan. Pelaksanaan kegiatan wajib melakukan pemotongan pajak
dalam bentuk apa pun yang diterima Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri.
6. Pejabat Negara, adalah:
a. Presiden dan Wakil Presiden.
b. Ketua, Wakil Ketua, dan anggota DPR/MPR, DPRD Propinsi, dan
DPRD Kabupaten/Kota. c. Ketua dan Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan.
d. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Mahkamah Agung. e. Ketua dan
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung.
f. Menteri dan Menteri Negara.
g. Jaksa Agung.
h. Gubernur dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Propinsi i. Bupati dan Wakil Bupati
Kepala Daerah Kabupaten
j. Walikota dan Wakil Walikota.
7. Pegawai Negeri Sipil (PNS), adalah PNS-Pusat, PNS-Daerah, dan PNS lainnya yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah sebagaimana diatur dalam UU Nomor 8
tahun 1974.

2. TARIF PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

Tarif pajak yang digunakan sebagai tarif pemotongan atas penghasilan yang
terutang Pajak Penghasilan Pasal 21 yaitu tarif pajak sebagaimana diatur dalam Pasal
17 Ayat (1) Undang- Undang Pajak Penghasilan, kecuali ditetapkan lain dengan
Peraturan Pemerintah. Besarnya tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 yang diterapkan
terhadap wajib pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
menjadi lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang ditetapkan terhadap
Wajib Pajak yang dapat menunjukkan NPWP. Kepemilikan Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP) dapat dibuktikan dengan cara menunjukkan kartu NPWP

Contoh:
Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp. 75.000.000,00. Pajak yang di haruskan untuk
dipotong Wajib Pajak yang memiliki NPWP:

5% X Rp 50.000.000,00 Rp 2.500.000,00
15% X Rp 25.000.000,00 Rp 3.750.000 ,00
Jumlah Rp 6.250.000.00

PPh yang harus dipotong jika Wajib Pajak tidak memiliki NPWP:

5% X 120% X Rp 50.000.000,000 Rp 3.000.000,00


15% X 120% X Rp 25.000.000,00 Rp 4.500.000,00
Jumlah Rp 7.500.000,00

b. Dikecualikan Sebagai Pemotong Pajak


Yang tidak termasuk sebagai Pemotong Pajak yang wajib melakukan pemotongan,
penyetoran dan pelaporan pajak PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:
1. Kantor Perwakilan Negara Asing.
2. Organisasi Internasional yang dikecualikan sebagai Pemotong Pajak PPh Pasal 21
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan sebagai contoh IMF. ILO, dan lain
sebagainya (perhatikan Pasal 3 Undang-Undang PPh).
c. Kewajiban Pemotong Pajak
1. Kewajiban mendaftarkan diri adalah sebagai berikut:
a. Setiap Pemotong Pajak, termasuk organisasi internasional yang tidak dikecualikan
sebagai Pemotong Pajak diwajibkan mendaftarkan ke Kantor Pelayanan Pajak atau
Kantor Penyuluhan Pajak dan Pengamatan Potensi Perpajakan setempat.
b. Pemotong Pajak mengambil sendiri formulir yang diperlukan untuk memenuhi
kewajiban perpajakan kepada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak dan
Pengamatan Potensi Perpajakan setempat.
2. Kewajiban menghitung, memotong, dan menyetorkan adalah sebagai berikut:
a. Pemotong Pajak wajib memotong, menyetorkan, dan mengitung PPh Pasal 21 dan
Pasal 26 yang terutang untuk setiap bulan takwim.
b. Penyetoran pajak dilaksanakan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke
Bank BUMN atau BUMD yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran,atau PT
Posindo, paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya.
c. Pemotong Pajak wajib melaporkan penyetorannya meskipun nihil dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor
Penyuluhan Pajak dan Pengamatan Potensi Perpajakan setempat, paling lambat tanggal
20 bulan takwim berikutnya.
d. Jika dalam satu bulan takwim meengalami kelebihan penyetoran PPh Pasal 21 atau PPh
Pasal 26, maka kelebihan tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 dan Pasal
26 yang terutang dalam bulan selanjutnya ketika tahun takwim yang bersangkutan.
e. Pemotong Pajak diwajibkan memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 atau PPh
Pasal 26 pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai
pegawai tetap. penerima uang tebusan pensiun. penerima jaminan hari tua, penerima
pesangon, dan penerima dana pensiun.
f. Pemotong Pajak wajib menerima bukti pemotongan PPh Pasal 21 tahunan kepada
pegawai tetap, dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh Direktur Jenderal
Pajak dalam waktu 2 (dua) bulan setelah tahun takwim berakhir. Namun, apabila pegawai
tetap berhenti bekerja pada bagian tahun takwim, maka bukti pemotongan tersebut
diberikan oleh pemberi kerja selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah pegawai yang
bersangkutan berhenti bekerja.
3. Kewajiban menghitung kembali PPh Pasal 21 yang terutang adalah sebagai
berikut:
a. Pada saat waktu 2 (dua) bulan setelah tahun takwim berakhir, Pemotong Pajak
diwajibkan menghitung kembali jumlah PPh Pasal 21 yang terutang oleh pegawai
b. Jumlah penghasilan yang dijadikan dasar penghitungan kembali PPh Pasal 21 tersebut.
tetap dan penerima pensiun bulanan menurut tarif Pasal 17.yang didasarkan pada
kewajiban pajak subjektif yang melekat pada pegawai tetap yang melekat pada pegawai
tetap yang bersangkutan dan untuk pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya
berawal atau berakhir dalam Tahun Pajak, dengan penghitungan sebagai berikut:
1) Jika pegawai tetap adalah Wajib Pajak dalam negeri dan mulai atau berhenti bekerja
dalam tahun berjalan, penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada jumlah penghasilan
yang diterima dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.
2) Jika pegawai tetap adalah Wajib Pajak dalam negeri yang merupakan penduduk
pendatang dari luar negeri, dan mulai bekerja di Indonesia dalam tahun berjalan,
penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada jumlah penghasilan yang sebenarnya
diperoleh dalam bagian tahun pajak yang bersangkutan dan disetahunkan.
3) Jika pegawai tetap berhenti bekerja sebelum tahun takwim berakhir karena
meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau meninggal dunia, maka pada akhir
bulan berhentinya pegawai tersebut, penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada jumlah
penghasilan yang sesungguhnya diperoleh dalam Bagian Tahun Pajak yang bersangkutan
atau berhubungan dan disetahunkan.
c. Jika jumlah pajak yang terutang didasarkan pada perhitungan kembali tersebut lebih
besar dari jumlah pajak yang telah dipotong, kekurangannya dipotong dari pembayaran
gaji pegawai yang bersangkutan untuk bulan pada waktu dilakukannya penghitungan
kembali.
d. Jika jumlah pajak terutang didasarkan pada penghitungan kemba;li tersebut lebih
rendah dari jumlah pajak yang telah dipotong, kelebihannya diperhitungkan dengan pajak
yang terutang atas gaji untuk bulan pada waktu dilakukan penghitungan kembali.
4. Kewajiban mengisi, menandatangani, dan menyampaikan SPT adalah sebagai
berikut
a. Setiap Pemotong Pajak wajib menandatangani,mengisi dan menyampaikan SPT
Tahunan PPh Pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemotongan Pajak terdahar atau
Kantor Penyuluhan Pajak dan Pengamatan Potensi Perpajakan setempat.
b. Dalam perihal Pemotong Pajak adalah badan, SPT Tahunan PPh Pasal 21 harus
ditandatangani oleh pengurus atau direksi
c. Dalam hal SPT Tahunan PPh Pasal 21 diisi dan ditandatangani oleh orang lain selain
Pemotong Pajak, harus dilampiri Surat Kuasa Khusus.
d. Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Pasal 21 harus disampaikan paling lambat tanggal 31
Maret tahun takwim berikutnya, meskipun tahun pajak tidak sama dengan tahun takwim..
e. Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Pasal 21 harus dilampirkan bersama lampiran-
lampiran yang ditentukan dalam Petunjuk Pengisian SPT Tahunan PPh Pasal 21 untuk
Tahun Pajak yang bersangkutan.
f. Jika terdapat pegawai berkebangsaan asing. SPT Tahunan Pasal 21 yang berhubungan
harus dilampiri atau dicantumkan fotokopi surat izin kerja yang diterbitkan oleh
Departemen Tenaga Kerja atau instansi yang berwenang.
g. Pemotong Pajak bisa mengajukan permohonan untuk memperpanjang jangka waktu
penyampaian SPT. Permohonan tersebut diajukan secara tertulis paling lambat tanggal 31
Maret tahun takwim berikutnya dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh
Direktur Jenderal Pajak disertai dengan surat pernyataan mengenai penghitungan
sementara PPh Pasal 21 yang terutang untuk tahun takwim yang berhubungan dan bukti
pelunasan atau bukti selsei kekurangan pembayaran PPh Pasal 21 yang terutang.
h. Jika jumlah dari PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26 yang terutang dalam suatu tahun
takwim lebih besar dari PPh Pasal 21 dan Pasal 26 yang telah disetor, maka
kekurangannya harus disetor sebelum penyampaian SPT Tahunan PPh Pasal 2 paling
lambat tanggal 25 Maret tahun takwim berikutnya.
i. Jika jumlah PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26 yang terutang dalam suatu tahun takwim
lebih kecil daripada PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26 yang telah disetor maka kelebihan
tersebut diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bulan pada waktu
dilakukannya penghitungan tahunan, dan jika masih ada sis kelebihan, maka sisa tersebut
diperhitungkan untuk bulan-bulan lainnya dalam tahun berikutnya.
3. SUBJEK PAJAK PPh PASAL 21
Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21
Penerima penghasilan atau pendapatan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 yaitu
sebagai berikut:
1. Pegawai, yaitu setiap orang, yang melakukan pekerjaann atau kegiatan yang
berdasarkan kesepakatan kerja baik tertulis maupun tidak tertulis, termasuk yang
melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Pegawai dapat dibedakan menjadi dua yaitu
pegawai lepas dan pegawai tetap.,pegawai lepas adalah orang pribadi yang bekerja pada
pemberi kerja yang hanya menerima imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan
bekerja.sedangkan, Pegawai tetap adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja
yang menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk
anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara runtut terus-menerus
ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung.
2. Penerima pensiun, yaitu orang atau ahli warisnya yang memperoleh imbalan untuk
pekerjaan yang dilakukan di masa lalu, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang
menerima uang pensiun, Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua.
3. Penerima honorarium, adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh hasil
berkaitan dengan jasa. jabatan atau kegiatan yang dilakukannya.
4. Penerima upah, yaitu orang pribadi yang menerima upah harian, upah mingguan, upah
borongan, atau upah satuan.
5. Orang pribadi lainnya yang menerima atau memperoleh penghasilan berkaitan dengan
pekerjaan, jasa, dan kegiatan dari pemotong pajak.

Tidak Termasuk Penerima Penghasilan


Dibawah ini yang tidak termasuk pengertian penerima penghasilan yang dipotong Pajak
Penghasilan Pasal 21:
1. Pegawai, yaitu setiap orang pribadi, yang bertindak pekerjaan berdasarkan suatu
perjanjian atau kesepakatan kerja baik tertulis maupun tidak tertulis, termasuk yang
melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau badan usaha milik negara dan badan
usaha milik daerah. Pegawai itu dapat dibedakan menjadi dua aspek, aspek yg
pertama yaitu pegawal tetap dan aspek yg kedua yaitu pegawal lepas. Pegawai tetap,
merupakan orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang menerima atau
memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk anggota dewan
komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur terus-menerus ikut
mengelola kegiatan perusahaan secara langsung, sedangkan pegawai lepas adalah
orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya menerima imbalan apabila
orang pribadi yang bersangkutan bekerja;
2. Penerima pensiun, adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau
memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan di masa lalu, termasuk orang
pribadi atau ahli warisnya yang menerima uang pensiun, Tabungan Hari Tua atau
Tunjangan Hari Tua.
3. Penerima honorarium, adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh imbalan
sehubungan dengan jasa, jabatan atau kegiatan yang dilakukannya;
4. Penerima upah, adalah orang pribadi yang menerima upah harian, upah mingguan,
upah borongan, atau upah satuan;
5. Orang pribadi lainnya yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan dari pemotong pajak.

Di bawah ini yang Tidak Termasuk Penerima Penghasilan Tidak termasuk


pengertian penerima penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21:

1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan
orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat
tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia dan di
Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau
pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal
balik;
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan, dengan syarat bulan warga negara Indonesia dan tidak
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan di Indonesia.

Hak dan Kewajiban Penerima Penghasilan

1. Pada saat orang memulai bekerja atau mulai pensiun, untuk mendapatkan

pengurangan PTKP, penerima penghasilan harus menyerahkan surat pernyataan


kepada pemotong pajak yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada
permulaan tahun takwim atau pada permulaan menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri.
2. Kewajiban tersebut dilaksanakan pula dalam hal ada perubahan jumlah
tanggungan keluarga menurut keadaan pada permulaan tahun takwim.
3. Jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong yaitu kredit pajak bagi penerima penghasilan
yang dikenakan pemotongan untuk tahun pajak yang bersangkutan. kecuali PPh Pasal
21 yang bersifat final.
4. Wajib Pajak bagi orang pribadi dalam negeri yang menerima penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan dari badan perwakilan negara asing dan organisasi
internasional dikecualikan sebagai pemotong Pajak PPh Pasal 21, hal ini diwajibkan
untuk menghitung dan membayar sendiri jumlah Pajak Penghasilan yang terutang
dalam yang tahun berjalan dan atas penghasilan tersebut dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan.
3. OBJEK PAJAK PPh PASAL 21
Pengahsilan - Penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21:
1. Penghasilan diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang pensiun
bulanan, upah honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau
anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu,
uang ganti rugi, tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan
jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transportasi, tunjangan pajak, tunjangan iuran
pensiun, tunjangan pendidikan anak, bea siswa, hadiah, premi asuransi yang dibayar
pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apa pun;
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur berupa jasa produksi,
tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus,
premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap;
3. Upah harian, upah mingguan, upah satuan dan upah borongan;
a. Upah harian yaitu upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar jumlah dari hari
kerja pada umumnya .
b. Upah mingguan yaitu upah yang terutang atau dibayarkan secara mingguan;
c. Upah satuan yaitu upah terutang atau yang dibayarkan atas dasar banyaknya satuan
yang dihasilkan setiap kerja .
d. Upah borongan yaitu upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar penyelesaian
pekerjaan tertentu.
4. Uang tebusan pensiun, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, uang
pesangon, dan pembayaran lain sejenis;
5. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk
apa pun, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri, terdiri
dari:

a. Tenaga ahli, ini terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris,
penilai dan aktuaris;
b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, crew film, foto model, peragawan/ peragawati, pemain
drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
c. Olahragawan;
d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, dan moderator;
e. Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
f. Pemberi jasa dalam bidang teknik, komputer dan sistem aplikasiny telekomunikasi,
elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial;
g. Agen iklan;
h. Pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada kepanitiaan, peserta
sidang atau rapat, dan tenaga lepas lainnya dalam sega bidang kegiatan;
i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan;
J. Peserta perlombaan;
k. Petugas penjaja barang dagangan;
l. Petugas dinas luar asuransi;
m. Peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan;
n. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiata sejenis
lainnya.
6. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain terkait gaji yang diterima oleh
pejabat negara, PNS serta uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang terkait
uang pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak-
anaknya.
7. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apa pun
yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak
Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan
norma penghitungan khusus (deemed profit).
Penghasilan - Penghasilan yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21
Yang tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong Pasal 21antara lain:
1. Pembayaran asuransi diperoleh dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi
kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
2. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang telah diberikan, kecuali
penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya yang disebutkan dalam
butir 7 subbab Penghasilan yang Dipotong Pasal 21;
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya ini telah
disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran Jaminan Hari Tua kepada badan
penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja;

4. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apa yang
diberikan oleh Pemerintah;
5. Kenikmatan berupa pajak yang ditanggungkan oleh pemberi kerja;
6. Penghasilan yang dibayarkan kepada Pegawai Negeri Sipil golongan IId dan
anggotaTNI/Polri berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah atau Ajun Inspektur
Tingkat Satu ke bawah yang dibebankan kepada keuangan negara atau keuangan
daerah berupa honorarium atau imbalan .
7. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak diberikan dari badan atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 Final

Penghasilan- penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat


final yaitu :

1. Uang tebusan pensiun yang dibayarkan oleh dana pensiun yang telah disahkan oleh
Menteri Keuangan dan Tunjangan Hari Tua atau Tabungan Hari Tua dan dibayarkan
sekaligus oleh badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja;
2. Hadiah dan penghargaan perlombaan;
3. Uang pesangon;
4. Honorarium atau komisi yang dibayarkan kepada penjaga barang dan petugas
dinas luar asuransi; Yang dimaksud dengan penjaja barang dagangan adalah barang
dagangan berupa kosmetik, sabun, pasta gigi, buku, dan barang-barang keperluan
rumah tangga sehari-hari lainnya.
5. Penghasilan bruto yang berupa honorarium dan imbalan lain dengan nama apa pun
diterima oleh pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI/POLRI yang sumber
dananya berasal dari keuangan negara atau keuangan daerah, kecuali yang dibayarkan
oleh pegawai negeri sipil golongan Ild ke bawah dan anggota TNI/POLRI berpangkat
Pembantu Letnan Satu ke bawah atau Ajun Inspektur Tingkat Satu ke bawah.

Saat Terutang

Pemotongan pajak penghasilan ini dilakukan oleh pihak-pihak sebagai pemotong PPh
Pasal 21yang sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 ayat (1) Undang-undang Pajak
Penghasilan tersebut telah terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau
pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan tergantung peristiwa
yang terjadi terlebih dahulu.

CARA MENGHITUNG PPh PASAL 21 :

Pajak Penghasilan Pasal 21 pada prinsipnya sama dengan cara penghitungan Pajak
Penghasilan pada umumnya. Namun, dalam perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21
bagi penerima penerima penghasilan dari pekerjaan, jana, atau kegiatan yang
dilakukan Wajib Pajak Orang Pribadi yaitu Wajib Pajak dalam negeri selain
pengurangan berupa PTKP, juga diberikan pengurangan - pengurangan penghasilan
berupa biaya jabatan, biaya pensiun, dan luran pensiun. Kemudian , tarif yang
diterapkan juga bervariasi yaitu tarif sesuai Pasal 17 Undang-undang Pajak
Penghasilan atau tarif yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah atau aturan
pelaksanaan lainnya. Aturan dan cara penghitungannya dapat diuraikan secara rinci
seperti dibawah ini :

Pegawai Tetap
1. Untuk menentukan besarnya penghasilan netonya pegawai tetap, penghasilan brato
dikurangi dengan:
a. Biaya jabatan, yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang besarnya 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-
tingginya Rp 1.296.000,00 (satu juta dua ratus sembilan puluh enam ribu rupiah)
setahun atau Rp 108.000,00 (seratus delapan ribu rupiah) sebulan. Biaya jabatan ini
dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai negeri
tetap tanpa memandang mempunyai jabatan atau tidaknya.

b. Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayarkan oleh pegawai kepada dana pensiun,
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara
Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua di samakan dengan dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan pula oleh Menteri Keuangan.

2. Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, penghasilan netonya dikurangi


dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang sebenarnya.

a. Dalam hal yang menyangkut karyawati kawin, PTKP yang dikurangkan adalah
hanya untuk dirinya sendiri, dan dalam hal tidak kawin pengurangan PTKP selain
untuk dirinya sendiri ditambah dengan PTKP untuk keluarga yang menjadi
tanggungan sepenuhnya.
b. Bagi karyawati-karyawati yang menunjukkan keterangan tertulis dari pemerintah
daerah setempat (serendah-rendahnya kecamatan) bahwa suami tersebut tidak
menerima atau memperoleh penghasilan, maka diberikan tambahan PTKP
sebesar Rp 1.320.000.00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) setahun atau
seratus sepuluh ribu rupiah sebulan dan ditambah PTKP untuk keluarganya yang
menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak tiga orang, masing-masing sebesar
Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) setahun atau Rp
110.000,00 (seratus sepuluh ribu rupiah) sebulan. hal ini menyesuaikan dengan
PTKP yang berlaku mulai 1 Januari 2009. Sedangkan untuk tahun 2008 masih
menggunakan ketentuan lama yaitu tambahan PTKP sebesar Rp 1.200.000,00
setahun Rp 100.000,00 selama sebulan.
c. Besarnya PTKP tersebut ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun
takwim. Ada pun bagi pegawai yang baru datang dan menetap di Indonesia dalam
bagian tahun takwim, besarnya PTKP tersebut dihitung berdasarkan keadaan pada
awal bulan dari bagian tahun takwim yang bersangkutan tersebut.
4. Tarif yang diterapkan adalah Tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh.
Cara menentukan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk pegawai tidak tetap,
pemagang, dan calon pegawai adalah sebagai berikut:
1. Untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak dari pegawai tidak tetap,
pemagang dan calon pegawai adalah penghasilan bruto dikurangi dengan PTKP yang
sebenarnya telah terhitung .
2. Tarif yang diterapkan adalah Tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh yang diterapkan
atas Penghasilan Kena Pajak (penghasilan bruto dikurangi dengan PTKP).
Penerimaan Pensiun
Cara menentukan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk penerima pensiun adalah
Sebagai berikut:
1. menentukan besarnya penghasilan neto penerima pensiun, penghasilan bruto
berupa uang pensiun dikurangi dengan biaya pensiun yaitu biaya untuk mendapatkan.
menagih, dan 5% (lima persen) uang pensiun dari penghasilan bruto berupa uang
pensiun setinggi-tingginya Rp 432.000,00 (empat ratus tiga puluh dua ribu rupiah)
setahun atau Rp 36.000,00 (tiga puluh enam ribu rupiah) selama sebulan
2. Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, penghasilan netonya
dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang sebenarnya.
3. Tarif yang diterapkan adalah Tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh.
4. Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan yang diterima atau diperoleh
penerima pensiun pada tahun pertama pensiun dihitung sebagai berikut:
a. Terlebih dahulu dihitung dengan penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan
cara mengurangi penghasilan dengan biaya penslun, kemudian dikalikan banyaknya
bulan sejak pegawai yang bersangkutan menerima pensiun sampai selesai
b. Penghasilan neto tersebut ditambah dengan penghasilan neto dalam tahun yang
bersangkutan dan diterima atau diperoleh dari pemberi kerja sebelum pegawai yang
bersangkutan pensiun dengan yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21
sebelum pensiun.
c. Untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak, jumlah penghasilan pada huruf b
tersebut dikurangi dengan PTKP, dan selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 atas
Penghasilan Kena Pajak tersebut.
d. PPh Pasal 21 atas uang pensiun dalam tahun yang sedang bersangkutan dihitung
dengan cara mengurangi PPh Pasal 21 pada huruf c dengan PPh Pasal 21 yang
terutang dari pemberi kerja sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai
dengan yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun.
e. PPh Pasal 21 atas uang pensiun uang bulanan adalah sebesar PPh Pasal 21 seperti
tersebut pada huruf d dibagi dengan banyaknya bulan sebagaimana dimaksud pada
huruf a.
5. Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan untuk tahun kedua dan
selanjutnya dihitung sebagai berikut :
a. Terlebih dahulu dihitung dalam penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan
cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun.
b. Selanjutnya PPh Pasal 21 dihitung dengan cara sama seperti pada butir 4 huruf
a,c, dan d.
Pegawai yang Menerima Upah Harian, Upah Mingguan, Upah Satuan, Upah
Borongan, dan Uang Saku Harian
Berdasar pada Peraturan Menteri Keuangan No. 138/PMK03/2005 tanggal 30
Desember 2005 tentang Penetapan Bagian Penghasilan sehubungan dengan Pekerjaan
dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak
Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan, selanjutnya terdapat perubahan sebagai
berikut:
1. Batas penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh pegawai harian dan
mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
Ayat (4) Undang- Undang Pajak Penghasilan sampai dengan jumlah Rp 110.000,00
(seratus sepuluh ribu rupiah) sehari tidak dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan.
2. Ketentuan pada butir 1 di atas tidak berlaku dalam hal penghasilan bruto dimaksud
jumlahnya melebihi Rp 1.100.000,00 (satu juta seratus ribu rupiah) sebulan atau
dalam hal penghasilan tersebut dibayar secara bulanan.
3. Ketentuan pada butir 1 dan butir 2 tidak berlaku atas penghasilan berupa
honorarium atau komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dan petugas dinas
luar asuransi. Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku pada sejak tanggal 1 Januari
2006.
Sampai saat ini belum adanya pembaruan aturan yang terbaru (September 2008)
mengenal batas penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh pegawai harian dan
mingguan. Apabila nantinya dikeluarkan aturan baru dengan tetap menggunakan pola
aturan menghitungnya sama, sehingga dengan perubahan PTKP sebesar Rp
15.840.000,00 maka batasan tidak dikenakan pajak akan menjadi Rp 132.000,00 dan
butir 2 akan menjadi Rp 1.320.000,00.
Penerimaan Beasiswa
Penghasilan berupa beasiswa yang diterima atau diperoleh pegawai setelah digabun
dengan penghasilan sebagai pegawai dilakukan pengurangan PTKP yang sebenarnya.
Pada tahun 2009 beasiswa tidak menjadi Objek Pajak Penghasilan Pasal 21.
Uang Tebusan Pensiun, Jaminan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua (THT).
Uang Pesangon, dan Pembayaran Lain Sejenis yang Dibayarkan Sekaligus
Pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Pesangon. Uang Tebusan
Penarum, dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua telah diatur dalam
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 112/KMK.03/2001 tanggal 6 Maret 2001.
Pokok-pokok aturan tersebut adalah sebagai berikut:
1.Pengertian Dasar
a. Ulang pesangon merupakan penghasilan yang dibayarkan oleh pemberi kerja
kepada karyawan dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan
berakhirnya masa kerja atau terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) termasuk uang
penghargaan masa kerja dan uang ganti kerugian.
b. Uang tebusan pensiun merupakan penghasilan yang dibayarkan oleh dana pensiun
yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan baik dana pensiun pemberi kerja maupun
dana pensiun lembaga keuangan, kepada orang pribadi yang berhak menerimanya
sekaligus.
c. Tunjangan Hari Tua merupakan penghasilan yang dibayarkan oleh Badan
Penyelenggara Tunjangan Hari Tua kepada orang pribadi yang berhak menerimanya
secara sekaligus dalam jangka waktu yang ditentukan.

d. Jaminan Hari Tua merupakan penghasilan yang telah dibayarkan oleh badan
penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja kepada orang pribadi yang berhak
menerimanya secara sekaligus dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau
keadaan lain yang telah ditentukan.
2 Tarif Pemotongan
Tarif Pemotongan Atas penghasilan berupa Uang Pesangon. Uang Tebusan Pensiun,
dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dipotong
Pajak Penghasilan.
a. penghasilan bruto sampai dengan Rp 25.000.000,00 dikecualikan dari pemotongan
pajak.
b. penghasilan bruto di atas Rp 25.000.000,00 sebesar 5% .
c. penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000,00 sampai dengan Rp 100.000.000,00
sebesar 10% .
d. penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000,00 sampai dengan Rp 200.000.000,00
sebesar 15% .
e. penghasilan bruto di atas Rp 200.000.000,00 sebesar 25% .
3. Sifat Pemotongan
Atas penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Tebusan Pensiun, dan Tunjangan Hay
Tua atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan secara sekaligus dipotong Pajak
Penghasilan yang bersifat final oleh pihak-pihak yang membayarkan.
Pada dasarnya uang pesangon dapat dibayarkan oleh pemberi kerja secara langsung
pada saat karyawan berhenti bekerja (masa kerja berakhir) atau dialihkan kepada
yayasan yang mengelola uang pesangon tenaga kerja tersebut menjadi dana tabungan
pesangon yang selanjutnya memberikan uang pesangon kepada karyawan. Dengan
pengalihan tanggung jawab pembayaran uang pesangon dari pemberi kerja kepada
yayasan dana tabungan pesangon tenaga kerja, maka perlakuan perpajakan
pembayaran uang pesangon sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE
37/P.43/1999 tanggal 3 Agustus 1999 yang diatur:
a. pada saat tanggung jawab pembayaran uang pesangon dialihkan, karyawan
dianggap telah menerima hak atas manfaat uang pesangon, sehingga pemberi kerja
wajib melakukan pemotongan PPh 21 (ingat ketentuan pemotongannya di atas).
b. bunga atas tabungan uang pesangon merupakan hak karyawan yang akan diberikan
oleh yayasan pada saat karyawan berhenti bekerja yang terlebih dahulu dipotong PPh
sebesar 15% dari jumlah bruto (ingat Pasal 23 Ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh):
Selanjutnya saat yayasan membayar uang pesangon kepada karyawan tidak dilakukan
lagi pemotongan PPh Pasal 21 karena PPh Pasal 21 telah dibayar pada saat pengalihan
uang pesangon dari pemberi kerja kepada yayasan.
4. Atas penghasilan berupa hadiah undian dengan nama dan bentuk apa pun
dipotong atau dipungut Pajak Penghasilan bersifat final sebesar 25% dari jumlah
bruto hadiah undian.
5. Atas penghasilan berupa honorarium atau komisi yang dibayarkan kepada
penjaja barang dan petugas dinas asuransi dipotong Pajak Penghasilan bersifat final
sebesar 5% jumlah bruto.
Pemotongan PPh Pasal 21 atas Dana Pensiun yang Dialihkan kepada
Perusahaan Asuransi Jiwa dengan Cara Membeli Anuitas Seumur Hidup
Masalah terkait pemotongan PPh Pasal 21 atas dana pensiun yang dialihkan kepada
perusahaan asuransi jiwa yang sudah mendapat izin dari Menteri Keuangan yang
dipilih oleh peserta atau pihak yang berhak atas benefit pensiun sesuai Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak Nomor SE 35/P) 43/1999 tanggal 24 Agustus 1999.
Pengaturan tersebut sebagai berikut:
1. Pasal 30 Ayat (6) dan Ayat (7) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang
Dana Pensiun disebutkan bahwa tanggung jawab pembayaran pensiun dapat dialihkan
dari pengelola Dana Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan menggunakan
cara memberi anuitas seumur hidup
2. Pembayaran pensiunan dapat dilakukan secara berkala maupun sekaligus.
3. Sesuai Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Petunjuk Pemotongan
PPh Pasal 21 dan Pasal 26 bahwa yang dipotong PPh Pasal 21 adalah timbal balik
yang diterima atau diperoleh secara teratur antara lain berupa uang pensiun. Demikian
pula atas uang tebusan pensiun, uang Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hati Tua
atau Jaminan Hari Tua (HT) juga dipotong PPh Pasal 21.
4. Perlakuan perpajakan sebagai akibat pengalihan tanggung jawab yaitu
sebagai berikut:
a. Pada saat tanggung jawab pembayaran dialihkan, peserta telah dianggap
memperoleh hak atas manfaat pensiun yang dibayar sekaligus, sehingga pengelola
dana pensiun wajib memotong PPh Pasal 21 dengan ketentuan:
1) apabila penghasilan bruto sebesar Rp 8.640.000,00 atau kurang, dikecualikan dari
pemotongan PPh Pasal 21. (Seharusnya diterbitkan aturan baru yg berhubungan
dengan perubahan PTKP Tahun 2006 sehingga menjadi Rp 18.000.000.00 demikian
pula butir a.2 dan butir a 3);
2) penghasilan bruto sampai dengan Rp 25.000.000,00 dipotong PPh Pasal 21 sebesar
5% dari penghasilan bruto bersifat final (penyesuaian struktur tarif):
3) penghasilan bruto di atas Rp 25.000.000.00 dipotong PPh Pasal 21 sebesar 10%
dari penghasilan bruto bersifat final (penyesuaian struktur tarif).
b. Akibat perpindahan tanggung jawab pembayaran, maka program pensiun berubah
menjadi program asuransi. Oleh karena itu, saat peserta menerima hak manfaat
pensiun, perusahaan asuransi jiwa tidak lagi melakukan pemotongan PPh Pasal 21.
c. Apabila sebelum memperoleh manfaat pensiun peserta atau pemberi kerja masih
membayar luran pensiun kepada perusahaan asuransi Jiwa, maka atas juran pensiun
tersebut diperlakukan sebagai pembayaran premi asuransi. Sedangkan perlakuan
perpajakannya atas pembayaran premi asuransi oleh karyawan tidak dapat
dikurangkan dari penghasilan dalam menghitung PPh Pasal 21 yang terutang Namun,
premi asuransi yang dibayar oleh pemberi kerja dapat dibebankan sebagai biaya yang
dapat mengurangi penghasilan bruto pemberi kerja dalam menghitung Penghasilan
Kena Pajak apabila pembayaran tersebut juga sebagai penghasilan karyawan.
Uang Lembur
Pemotongan PPh Pasal 21 PPh atas uang lembur dan penghasilan lain serupa yang
diterima atau diperoleh pegawai bersamaan dengan gaji bulanannya, yaitu dirinci
dengan cara menggabungkan penghasilan lain tersebut pada gaji bulanannya.
Uang Rapel
1. Jika kepada pegawai di samping dibayar gaji bulanan juga dibayar kenaikan gan
yang berlaku surut (rapel), misalnya untuk masa 5 (lima) bulan, maka penghitungan
PPh Pasal 21 atas rapel tersebut sebagai berikut:
a. Rapel dibagi dengan banyaknya bulan perolehan rapel tersebut (5 bulan):
b. Hasil pembagian rapel tersebut ditambahkan pada gaji setiap bulan sebelum adanya
kenaikan gaji, yang sudah dikenakan pemotongan PPh Pasal 21:
c. PPh Pasal 21 atas gaji untuk bulan-bulan setelah ada kenaikan, dihitung kemba atas
dasar gaji baru setelah ada kenaikan:
d. PPh Pasal 21 terutang atas tambahan gaji untuk bulan-bulan dimaksud adalah
selisih antara jumlah pajak yang dihitung berdasarkan huruf e dikurangi jumla pajak
yang telah dipotong berdasarkan huruf b.
2. Apabila kepada pegawai di samping dibayar gaji yang didasarkan masa gaji kurang
dari satu bulan juga dibayar gaji lain mengenal masa yang lebih lama dari satu bulan
(rapel) seperti tersebut di atas, maka cara penghitungan PPh Pasal 21-nya adalah
sesuai dengan yang telah ditetapkan di atas dengan memerhatikan ketentuan:
a. Apabila pajak yang terutang oleh pemberi kerja tidak didasarkan atas masa ga
sebulan, maka untuk penghitungan PPh Pasal 21. jumlah penghasilan tersebu terlebih
dahulu dijadikan penghasilan bulanan dengan mempergunakan fakt perkalian sebagai
berikut:
1) Gaji untuk masa seminggu dikalikan dengan 4:
2) Gaji untuk masa sehari dikalikan dengan 26.
b. PPh Pasal 21 atas penghasilan seminggu dihitung berdasarkan PPh Pasal 21 sebula
dibagi 4. sedangkan PPh Pasal 21 atas penghasilan sehari dihitung berdasarkan pp
Pasal 21 sebulan dibagi 26.
Penghasilan Karyawati
1. Dalam hal karyawati kawin dan suami menerima atau memperoleh penghasilan,
PTKE yang dikurangkan adalah hanya untuk dirinya sendiri yaitu sebesar Rp
15,840,000,00 setahun.
2. Bagi karyawati yang menunjukkan keterangan tertulis dari pemerintah daerah
setempat (serendah-rendahnya kecamatan) bahwa suaminya tidak menerima atau
memperoleh penghasilan, diberikan tambahan PTKP sebesar Rp 1.320.000,00 setahun
ata Rp 110.000,00 sebulan dan ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi
tanggungan sepenuhnya paling banyak tiga orang, masing-masing sebesar Rp
1.320.000,00 setahun dan Rp 110.000,00 sebulan..
3. Pada karyawati tidak kawin pengurangan PTKP selain untuk dirinya sendiri,
sebesar Rp 15:840.000,00 setahun, ditambah dengan PTKP untuk keluarga yang
menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak tiga orang, masing-masing sebesar Rp
1.320.000,00 setahun.
Ketentuan PTKP mengikuti perubahan PTKP yang berlaku mulai 1 Januari 2009
sedangkan tahun 2008 masih menggunakan PTKP yang lama.
Jasa Produksi, Tantiem, Gratifikasi, Tunjangan Hari Raya atau Tahun Bar Bonus.
Premi, dan Penghasilan Sejenis Lainnya yang Sifatnya Tidak Tetap dan pada
Umumnya Diberikan Sekali Saja atau Sekali Setahun
1. Tarif yang diterapkan adalah Tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh.
2. Terlebih dahulu dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan
ditambah dengan penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan
sebagainya.
3. Kemudian dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan tanpa
tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.
4. Selisih antara PPh Pasal 21 menurut penghitungan butir 2 dan 3 adalah PPh Pasal 21 atas
penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya,
5. Dalam hal penerimaan penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi. Tunjangan
Hari Raya atau Tahun Baru, bonus dan premi tersebut adalah mantan pegawai, maka PPh
Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
atas jumlah penghasilan bruto.
Imbalan atas Jasa atau Kegiatan yang Jumlahnya tidak Dihitung atas Dasar
Banyaknya Hari yang Diperlukan untuk Menyelesaikan Jasa/Kegiatan yang
Diberikan
Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas honorarium, uang saku, hadiah atau
penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, komisi, beasiswa, dan pembayaran
lain dengan nama apa pun sebagai timbal balik atas jasa atau kegiatan yang jumlahnya
dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau
kegiatan yang diberikan, termasuk yang diperoleh Wajib Pajak yang terdiri atas:
1. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron.
bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama,
penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya:
2. olahragawan.
3. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh dan moderator;
4. pengarang, peneliti, dan penterjemah;
5. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya.
telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial;
6. agen iklan:
7. pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan,
peserta sidang atau rapat, dan tenaga lepas lainnya dalam segala bidang kegiatan:
8. peserta perlombaan;
9. petugas penjaja barang dagangan: 10. petugas dinas luar asuransi;
II. peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan;
12. distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis
Lainnya.
Dilakukan dengan cara mengalikan "Tarif yang bersumber dari Pasal 17 dengan
Penghasilan Bruto".
Pengertian pada angka 3 di atas tidak termasuk guru non-PNS yang menerima upah/
gaji baik dari beban APBN/APBD atau pun dari sekolah atau lainnya yang mengajar
pada tingkat pendidikan Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah lanjutan Tingkat
Pertama. dan Sekolah Menengah Umum atau yang setaraf.
Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Sehubungan dengan Kegiatan Multilevel
Marketing
Penghasilan Wajib Pajak yang diterima atau diperolehnya dari kegiatan multilevel
marketing dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh
yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak yaitu penghasilan bruto dikurangi dengan
PTKP
Honorarium Anggota Dewan Komisaris/Pengawas yang Tidak Merangkap
Pegawai Tetap
Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Honorarium yang diterima atau diperoleh
anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai
tetap pada perusahaan yang sama, dihitung dengan cara mengalikan "Tarif Pasal 17
dengan Penghasilan Bruto."
Jasa Produksi, Tantiem, Gratifikasi, dan Bonus untuk Mantan Pegawai
Atas jasa produksi, tantiem, gratifikasi, dan bonus yang diterima atau diperoleh manta
pegawai, Pajak Penghasilan Pasal 21 dihitung dengan cara mengalikan "Tarif Pasal 17
dengan Penghasilan Bruto Penghasilan Tenaga Ahli Atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh tenaga ahli yang terdiri dari pengacara. akuntan, arsitek, dokter, konsultan,
notaris, penilai, dan aktuaris, Pajak Penghasilan Pasal 21 dihitung dengan cara
mengalikan tarif sebesar 15% dengan perkiraan penghasilan neto Perkiraan penghasilan
neto untuk tenaga ahli sebesar 50% dari penghasilan bruto berupa honorium atau imbalan
lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
“PPh Pasal 21 = 15% x 50% x penghasilan bruto"
Penghasilan yang Sebagian atau Seluruhnya Diperoleh dalam Mata Uang Asing
Pada penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam mata uang asing, maka untuk
menghitung PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 26 harus dihitung terlebih dahulu ke dalam
mata uang rupiah berdasarkan nilai kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan secara
berkala yang berlak pada saat pembayaran penghasilan atau pada saat dibebankan
sebagai biaya
PPh Pasal 21 Seluruh/Sebagian Ditanggung oleh Pemberi Kerja
PPh Pasal 21 atas gaji pegawai ditanggung dan dibayarkan oleh pemberi kerja, pajak
ya ditanggung oleh pemberi kerja tersebut termasuk dalam pengertian
imbalan/penghas berupa kenikmatan yang tidak dipotong PPh Pasal 21 sehingga
dalam penghitungan PPh
Pasal 21 atas gaji pegawai yang bersangkutan, jumlah pajak yang ditanggung aleh
pember kerja tersebut tidak ditambahkan pada penghasilan pegawai yang
bersangkutan
Tunjangan Pajak
Apabila kepada pegawai diberikan tunjangan pajak, tunjangan pajak tersebut
merupakan penghasilan bagi pegawai yang bersangkutan, sehingga dalam
penghitungan PPh Pasal 21s gal pegawai yang bersangkutan, tunjangan pajak tersebut
ditambahkan pada penghasila yang diterimanya.
Penerimaan dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan Lainnya
Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apa pun yang
diberikan oleh bukan Wajib Pajak merupakan penghasilan yang dipotong PPh Pasal
21, sehingga dalam penghitungan PPh Pasal 21 atas gaji pegawai yang bersangkutan,
penerimaan dalam bentuk natura atau kenikmatan tersebut ditambahkan pada
penghasilan pegawai yang bersangkutan.
Pengambilan Dana Pensiun oleh Peserta Pensiun yang Dibayarkan oleh
Penyelenggara Program Pensiun
1. Tarif yang diterapkan adalah tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh.
2. Cara penghitungan: Tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh kalikan dengan
penghasilan bruto berupa penerimaan dana pensiun.
3. Apabila penarikan dana pensiun tersebut dilakukan beberapa kali dalam satu tahun
takwim, pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Tarif 5% diterapkan atas jumlah penarikan kumulatif sampai dengan Rp
25.000.000.00
b. Tarif 10% diterapkan atas jumlah penarikan kumulatif di atas Rp 25.000.000,00
sampai dengan Rp 50.000.000,00;
c.Tarif 15% diterapkan atas jumlah penarikan kumulatif di atas Rp 50.000.000.00
sampai dengan Rp 100.000.000,00;
d. Tarif 25% diterapkan atas jumlah penarikan kumulatif di atas Rp 100.000.000.00
sampai dengan Rp 200.000.000,00:
e. Tarif 35% diterapkan atas jumlah penarikan kumulatif di atas Rp 200.000.000,00
4. CONTOH PENGHITUNGAN PPh PASAL 21
1. Dewi adalah pegawai tidak tetap di PT Makmur jaya yang berlokasi di Provinsi jawa
tengah. Dewi belum menikah menerima penghasilan sebesar Rp 1.000.000.00
sebulan. PPh 21 yang harus dipotong oleh pemberi kerja adalah sebagai berikut:

PPh Pasal 21 terutang :


Penghasilan sebulan Rp 1.320.000,00
PTKP (TK/-) sebulan (Rp 1.320.000,00
Penghasilan Kena Pajak NIHIL
PPh Pasal 21 NIHIL
2. Bapak slamet telah beristri dan mempunyai satu anak, bekerja pada perusahaan PT
surya dengan menerima gaji mingguan sebesar Rp 400.000,00
Penghitungan PPh Pasal 21:
Gaji mingguan sebesar Rp 500.000,00
Gaji sebulan 4x Rp 500.000,00 Rp2.000.000,00
Pengurangan:

1. Biaya jabatan 5% x Rp 2.000.000.00 Rp 100.000,00


Penghasilan neto sebulan RP 1.900.000,00
Penghasilan neto setahun
12x Rp 1.900.000,00 Rp 22.800.000,00

2. PTKP (K/1):
Untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00
Tambahan WP kawin Rp 1.320.000,00
Tambahan untuk 1 tanggunga Rp 1.320.000,00
Rp 18.480.000,00 (-)
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 4.320.000,00

PPh Pasal 21 setahun:


5% x Rp 4.320.000,00 Rp 216.000,00
PPh Pasal 21 sebulan:
Rp 216.000,00 /= Rp 18.000,00
PPh Pasal 21 atas gaji atau gaji mingguan sebesar Rp 18.000,00 adalah
Rp 18.000,00 x ¼ = Rp 4.500.00
Catatan:
Dalam hal Bpk.slamet menerima gaji harian, untuk menghitung PPh Pasal 21 hana
terlebih dahulu dicari gaji sebulan yaitu gaji sehari dikalikan dengan 26.
3. Ibu narti bekerja pada perusahaan PT sejahtera dengan memperoleh gaji sebulan
Rp 2.800.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 50.000,00 sebulan. Untuk
bulat Juni 2009 ibu narti menerima uang lembur sebesar Rp 300.000,00 yang dibayark
bersamaan dengan gaji bulanannya. Ibu narti sudah bersuami, tetapi belum
mempunyai anak.

Penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan Juni 2005 sebagai berikut:

Gaji sebulan Rp 2.550.000,00


Uang lembur Rp 300.000,00

Penghasilan bruto Rp 2. 850.000,00

Pengurangan:
1. Biaya jabatan
5% x Rp 2.850.000,00 Rp 142.500,00
Maksimum Rp108.000,00
2. luran pensiun 25.000,00

Rp. 133.000,00

Penghasilan neto sebulan Rp. 2.717.000,00


Penghasilan neto setahun
12 x Rp 2.717.000,00 Rp 32.604.000,00

3. PTKP (K/0):
Untuk WP sendiri - Rp 12.000.000,00

Untuk WP kawin = Rp 1.200.000,00 Rp13.200.000,00

Penghasilan Kena Pajak setahun Rp19.404.000,00

PPh Pasal 21 5% x Rp 19.404.000,00 = Rp 970.200,00


PPh Pasal 21 sebulan = 1/12 x Rp 970.200,00 Rp 80.850,00
Pembayaran Uang Rapel

4. Tuan ganjar bekerja pada perusahaan PT sinarjaya dengan memperoleh gaji sebulan
Rp 1.650.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 25.000,00. Tuan ganjar
status sudah beristri dan belum mempunyai anak. Pada bulan Juni 2005 menerima
kenaikan gaji, menjadi Rp 1.900.000,00 sebulan yang berlaku surut sejak 1 Januari
2005. Dengan adanya kenaikan gaji yang berlaku surut tersebut tuan ganjar menerima
uang rapel sebesar Rp 1.250.000,00 yang merupakan kekurangan pembayaran gaji
untuk bulan Januari sampal dengan bulan Mei 2005.

Penghitungan PPh Pasal 21 atas gaji sebelum ada kenaikan:

Gaji sebulan Rp 1.650.000,00


Pengurangan:
1. Biaya jabatan
5% x Rp 1.650.000,00 Rp 82.500,00

2. luran pensiun Rp 25.000,00

Penghasilan neto sebulan Rp. 107.500,00


Penghasilan neto setahun Rp. 1.542.500,00

12 x Rp 1.542.500,00 Rp. 18.510.00,00

Perhitungan PPh Pasal 21 yang Terutang oleh Pegawal Tetap yang Mulai
Bekerja dalam Tahun Berjalan (Kewajiban Pajak Subjektif sebagai WP Dalam
Negeri Telah Ada Sejak Awal Tahun)

4. Bapak robi telah menikah (belum mempunyai anak), bekerja pada perusal PT bahagia
selalu sebagai pegawai tetap sejak 1 September 2005, Galle Rp 4.000.000,00 dan
iuran pensiun yang dibayar tiap bulan sebesar Rp 25.000

Penghitungan PPh Pasal 21 dilakukan sebagal berikut:


Gaji sebulan Rp 4.000.000,00
Pengurangan:
1. Biaya jabatan:
5% x Rp 4.000.000,00 Rp 200.000,00

Maksimum Rp 108.000,00
2. Iuran pensiun Rp 25.000,00

Penghasilan neto sebulan Rp 133.000,00


Penghasilan neto 4 bulan
Rp 3.867.000,00
4 x Rp 3.867.000,00 Rp 15.468.000,00
3. PTKP (K/0)

Untuk WP sendiri - Rp12.000.000,00

Untuk WP kawin Rp 1.200.000,00

Rp 13.200.000,00

Penghasilan Kena Pajak Rp 2.268.000,00

PPh Pasal 21 terutang untuk tahun 2005:


5% x Rp 2.268.000,00 = Rp 113.400,00
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Penerima Bea Siswa
1. andini bekerja pada PT sosro. andini telah menikah dan mempunyai 3 orang anak.
Pada tahun 2005 andini ditugaskan oleh perusahaan tempat ia bekerja untuk
mengikuti program pendidikan dengan mendapatkan bea siswa sebesar Rp
5.000.000,00 sebulan. Atas bea siswa yang diterima oleh andini tersebut, dipotong
PPh Pasal 21 yang dihitung sebagai berikut:

Penghasilan berupa bea siswa sebulan Rp 5.000.000,00


PPh Pasal 21 sebulan = 5% x Rp 5.000.000,00 = Rp 250.000,00
Honorarium yang Jumlahnya tidak Dihitung atas Dasar Banyaknya Hari yang
Diperlukan untuk Menyelesaikan Jasa yang Diberikan, Komisi Agen Wajib
Pajak, Pajak Orang Pribadi, dan Jasa Produksi yang Diterima Mantan Pegawai
1. citra adalah seorang penceramah, memberikan ceramah pada suatu lokakarya
sehari yang diadakan oleh suatu yayasan, dengan menerima honorarium sebesar
3.000.000
Perhitungan PPh Pasal 21 = 5% x Rp 3.000.000,00 Rp 150.000,00

Uang Pesangon, Uang Tebusan Pensiun, dan Tunjangan Hari Tua atau Tabungan
Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus
1. Tuan sodikin telah bekerja pada PT sidomuncul selama 5 (lima) tahun. Pada bulan
November 2005 ia berhenti bekerja karena pengurangan pegawai dan penerimaan
pesangon untuk 5 (lima) bulan gaji sebesar Rp 5.000.000,00. Karena jumlah bruto
uang pesangon di bawah Rp 25.000.000,00, maka atas uang pesangon tersebut
tidak dipotong PPh Pasal 21 (Nihil).
RANGKUMAN
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 yaitu Pajak Penghasilan yang dikenakan atas
penghasilan berupa gaji, upah, honorium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan
nama apa pun sehubungan degan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.
Dalam paper ini terdapat banyak poin-poin yang dapat dipahami dengan
mudah, seperti; Dari bab yang kami sampaikan ini, harapanya pembaca dapat
memahaminya dengan jelas dan mengerti poin-poin seperti menjelaskan pengertian
dan mekanisme Pemotongan PPh Pasal 21; Menjelaskan yang bertindak sebagai
Pemotongan Pajak serta kewajibannya; Menjelaskan Subjek Pajak dan Nonobjek
Pajak PPh Pasal 21, serta hak dan kewajibannya; Menjelaskan objek dan Nonobjek
PPh Pasal 21, serta objek yang dipotong PPh Pasal 21 Final; Menjelaskan cara
penghitungan PPh Pasal 21.
Dalam paper ini diantaranya ada wajib pajak pph pasal 21 dan penerimanya
diantaranya yaitu; pejabat negara, pegawai negri sipil, pegawai, pegawai tetap,
pegawai dengan status wajib pajak luar negri, pegawai lepas, penerima pensiun,
penerima honoriun, penerima upah. Kegiatan adalah keikutsertaan dalam suatu
rangkaian tindakan, termasuk mengikuti rapat, sidang, seminar, workshop,
pendidikan, pertunjukan, dan olahraga. Hal ini dengan catatan bahwa Upah harian
adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar jumlah hari kerja, Upah
mingguan adalah upah yang terutang atau dibayarkan secara mingguan, Upah
borongan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar penyelesaian
pekerjaan tertentu dan Upah satuan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas
dasar banyaknya satuan produk yang dihasilkan.
TUGAS
1.Apa pengertian pemotong pajak?
2. Siapa saja orang yang wajib pajak?
3. Apa saja kewajiban - kebawajiban pemotong pajak
4.siapa saja penerima penghasilan yang dipotong pajak pasal 21 ?
5. Siapa saja yang tidak termasuk pengertian penghasilan yang di potong pajak pasal
21 ?
6.apa saja Penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final ?
7. Apa saja hak dan kebajiban penerima penghasilan?
8.Pasal 30 Ayat (6) dan Ayat (7) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 berisi tentang
?
9.Apa saja Perlakuan perpajakan sebagai akibat pengalihan tanggung jawab ?
10. Apa saja Pengambilan Dana Pensiun oleh Peserta Pensiun yang Dibayarkan oleh
Penyelenggara Program Pensiun?
DAFTAR PUSTAKA

Mardiaso. (2003). PERPAJAKAN. Yogyakarta: Andi Offset.


Waluyo. (2005). PERPAJAKAN INDONESIA EDISI 5. Jakarta: Salemba Empat.
Waluyo. (2008). PERPAJAKAN INDONESIA. EDISI 8 Jakarta: Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai