KELOMPOK 3
BAB I PENDAHULUAN
III.8. Perhitungan PPh Pasal 21 Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas,
Pemagang, dan Calon Pegawai …………………………………………………………. 42
PENDAHULUAN
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh pemerintah merupakan sumber terpenting dari
penerimaan Negara. Lagipula penerimaan Negara dari pajak dapat dijadikan indicator atas
peran serta masyarakat (sebagai subjek pajak) dalam kontribusinya melakukan kewajiban
perpajakan, karena pembayaran pajak yang dilakukan akan dikembalikan lagi kepada
masyarakat dalam bentuk tidak langsung, dan berupa pengeluaran rutin dan pembangunan
yang berguna bagi rakyat.
PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi
B. Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui pengertian
dari PPh Pasal 21, pemotong PPh Pasal 21, hak dan kewajiban pemotong PPh Pasal 21, wajib
pajak dan tidak termasuk wajib pajak PPh Pasal 21, hak dan kewajiban PPh Pasal 21, obyek
pajak dan bukan obyek pajak PPh Pasal 21, PPh Pasal 21 bersifat final dan ditanggung
pemerintah, ketentuan tarif dan dasar pengenaan PPh Pasal 21, serta perhitungan PPh Pasal
21.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan
oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Subjek Pajak Dalam Negeri, yang selanjutnya disebut PPh
Pasal 21, merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau
jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri.
Pembayaran PPh ini dilakukan dalam tahun berjalan melalui pemotongan oleh pihak-
pihak tertentu. Pihak yang wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh
Pasal 21 adalah pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, dana pension, badan, perusahaan,
dan penyelenggara kegiatan. Jumlah pajak yang telah dipotong dan disetorkan dengan benar
oleh pemberi kerja dan pemotong lainnya dapat digunakan oleh Wajib Pajak untuk dijadikan
kredit pajak atas PPh yang terutang pada akhir tahun.
Pemotong PPh Pasal 21 adalah setiap orang pribadi atau badan yang diwajibkan oleh
UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU No.
17 Tahun 2000 dan terakhir UU No. 36 Tahun 2008 untuk memotong PPh Pasal 21.
Termasuk pemotong PPh Pasal 21 dalam Peraturan Menteri Keungan Nomor
252/KMK.03/2008 adalah:
Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk melakukan
pemotongam pajak adalah:
a. Pemotong pajak berhak atas kelebihan jumlah penyetoran PPh Pasal 21 yang terjadi
karena jumlah PPh Pasal 21 yang terutang dalam 1 (satu) tahun takwim yang lebih
kecil daripada jumlah PPh Pasal 21 yang telah disetor. Jumlah kelebihan tersebut akan
diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutangatas gaji untuk bulan pada waktu
dilakukan perhitungan tahunan, dan jika masih ada sisa kelebihan, diperhitungkan
untuk bulan-bulan lainnya dalam tahun berikutnya.
b. Pemotong pajak berhak mengajukan permohonan untuk memperpanjang jangka
waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) PPh Pasal 21. Permohonan diajukan
secara tertulis selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun takwim berikutnya dengan
menggunakan formulir yang telah ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak disertai
surat pernyataan mengenai perhitungan sementara PPh Pasal 21 yang terutang dan
bukti pelunasan kekurangan pembayaran PPh Pasal 21 yang terutang untuk tahun
takwim yang bersangkutan.
c. Pemotong pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak dan
permohonan banding kepada Badan Peradilan Pajak.
a. Setiap Pemotong Pajak wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau
Kantor Penyuluhan Pajak setempat.
b. Pemotong Pajak mengambil formulir-formulir yang diperlukan dalam rangka
pemenuhan kewajiban perpajakannya pada Kantor Penyuluhan Pajak setempat.
c. Pemotong Pajak wajib menghitung, memotong, dan menyetorkan PPh Pasal 21 yang
terutang untuk setiap akhir bulan takwim. Penyetoran pajak menggunakan Surat
Setoran Pajak (SSP) ke Kantor Pos atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), atau bank-bank lain yang ditunjuk oleh
Direktur Jenderal Anggran, selamabat-lambatnya tanggal 10 bulan takwim
berikutnya.
d. Pemotong Pajak wajib melaporkan penyetoran PPh Pasal 21 tersebut sekalipun nihil
dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ke Kantor Pelayanan Pajak
atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat, selambat-lambatnya pada tanggal 20 bulan
takwim berikutnya.
e. Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh pasal 21 baik diminta
maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan
sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima Jaminan Hari Tua,
penerima uang pesangon, dan penerima dana pensiun.
f. Pemotong Pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh pasal 21 kepada pegawai
tetap, termasuk penerima pensiun bulanan, dengan menggunakan formulir yang
ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam waktu 2 bulan setelah tahun pajak
terakhir. Apabila pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun
takwim, maka Bukti Pemotongan diberikan kepada pemberi kerja yang bersangkutan
selambat-lambatnya satu bulan setelah pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja
atau pensiun.
Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah
orang pribadi yang merupakan:
1. Pegawai;
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau
jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;
3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
pemberian jasa, meliputi:
a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaries, penilai, dan aktuaris;
b. Pemain music, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara,kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain
drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya.
c. Olahragawan;
d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
e. Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
f. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik computer dan system
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan social serta
pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
g. Agen iklan;
h. Pengawas atau pengelola proyek;
i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
j. Petugas penjaja barang dagangan;
k. Petugas dinas luar asuransi;
l. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan
sejenis lainnya;
4. Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak menangkap sebagai
pegawai tetap pada perusahaan yang sama;
5. Mantan pegawai;
6. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi:
a. Peserta lombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga, seni,
ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan perlombaan lainnya;
b. Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
c. Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelanggara kegiatan
tertentu;
d. Peserta pendidikan dan pelatihan;
e. Peserta kegiatan lainnya.
Tidak termasuk dalam pengertian Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21
adalah:
1. Pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat lain dari Negara asing, dan
orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat
tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan di
Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau
pekerjaannya tersebut, serta Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal
balik;
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh
Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan tidak
menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan
dari Indonesia.
1. Wajib Pajak berhak meminta bukti pemotongan PPh Pasal 21 kepada Pemotong
Pajak. Jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong dapat dikreditkan dari PPh untuk
tahun pajak yang bersangkutan, kecuali PPh Pasal 21 yang bersifat final.
2. Wajib Pajak berhak mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak, jika
PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong Pajak tidak sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Pengajuan surat keberatan ini dilakukan dalam bahasa Indonesia dengan
mengemukakan jumlah pajak yang dipotong menurut perhitungan Wajib Pajak
dengan disertai alasan-alasan yang jelas. Pengajuan surat keberatan ini dilakukan
dalam jangka waktu 3 bulan setelah tanggal pemotongan, kecuali apabila Wajib Pajak
dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan
diluar kekuasaan.
3. Wajib Pajak berhak mengajukan permohonan banding secara tertulis dalam bahasa
Indonesia dengan alasan yang jelas kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pajak. Permohonan banding ini diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia
dengan alasan yang jelas, dan dilakukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan
diterima, dilampiri salinan surat keputusan tersebut. Apabila badan peradilan pajak
belum terbentuk, maka permohonan banding dapat diajukan kepada Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak. Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak bukan
merupakan keputusan Tata Usaha Negara.
Kewajiban Wajib Pajak
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan
yang bersifat teratur maupun tidak teratur;
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur berupa
uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
3. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah
mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
4. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee ,dan
imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;
5. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi,
uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa
pun, dan imbalan sejenis dengan nama apa pun;
6. Penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau
jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka
waktu 2 tahun sejak pegawai berhenti bekerja;
7. Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima
atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap
sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama;
8. Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus, atau imbalan lain yang
bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai;
9. Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih
berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan;
10. Semua jenis penghasilan no. 1 s.d. 9 yang diterima dalam bentuk natura dan/atau
kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh:
a. Wajib Pajak yang dikenakan PPh yang bersifat final; atau
b. Wajib Pajak yang dikenakan PPh berdasarkan norma penghitungan khusus
(deemed profit)
Dalam hal penghasilan tersebut diterima oleh Subjek Pajak luar negeri merupakan
penghasilan yang dipotong PPh Pasal 26.
H. Dikecualikan dari Pemotongan PPh Pasal 21 (Bukan Objek Pajak PPh Pasal 21)
Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:
Seperti halnya menghitung Pajak Penghasilan yang terutang ,PPh Pasal 21 yang
dipotong oleh pemotong pajak secara umum diformulasikan sebagai berikut.
2.Tarif khusus
a. Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan yang bersumber dari APBN yang
diterima oleh Pejabat PNS, anggota TNI/Polri, dan pensiunannya.
1) Tarif 0% dari jumlah bruto honorarium atau imbalan bagi PNS Golongan I dan
Golongan II, Anggota TNI/Polri Golongan Pangkat Perwira Tamtama dan Bintara,
dan pensiunannya.
2) Tarif 5% dari jumlah bruto honorarium atau imbalan bagi PNS Golongan III, Anggota
TNI/Polri Golongan Pangkat Perwira Pertama, dan pensiunannya.
3) Tarif 15% dari jumlah bruto honorarium atau imbalan bagi PNS Golongan IV,
Anggota TNI/Polri Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Tinggi, dan
pensiunannya.
b. Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan berupa uang pensiun yang diterima
sekaligus.
1) Tarif 0% dari penghasilan bruto sampai dengan Rp.50.000.000.
2) Tarif 5% dari penghasilan bruto di atas Rp.50.000.000 sampai dengan
Rp.100.000.000.
3) Tarif 15% dari penghasilan bruto di atas Rp.100.000.000 sampai dengan
Rp.500.000.000.
4) Tarif 25% dari penghasilan bruto di atas Rp500.000.000.
c. Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan berupa uang manfaat pensiun,
tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.
1) Tarif 0% atas penghasilan bruto sampai dengan Rp.50.000.000.
2) Tarif 5% atas penghasilan bruto di atas Rp.50.000.000.
d. Tarif khusus 5% atas upah/uang saku harian, mingguan, borongan, satuan yang
diterima oleh tenaga kerja lepas yang mempunyai total upah sebulan kurang dari
Rp.7.000.000 (dibayarkan tidak secara bulanan).
Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) menjadi lebih tinggi 20% daripada tarif
yang ditetapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan NPWP. Kepemilikan
NPWP dapat dibuktikan oleh Wajib Pajak, antara lain, dengan cara menunjukkan
kartu NPWP.
Contoh:
Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp.75.000.000
Pajak Penghasilan yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP
adalah:
5% x Rp.50.000.000 Rp.2.500.000
15% x Rp.2.500.000 Rp. 3.750.000 (+)
Jumlah Rp. 6.250.000
Pajak Penghasilan yang harus dipotong jika Wajib Pajak tidak memiliki NPWP
adalah:
5% x 120% x Rp.50.000.000 Rp. 3.000.000
15% x 120% x Rp. 25.000.000 Rp. 4.500.000 (+)
Jumlah Rp. 7.500.000
6 Bukan pegawai Imbalan Pasal 17 50% x penghasilan bruto per pembayaran
(honorarium, fee, ayat (1)
imbalan lain) yang huruf a
tidak bersifat UU PPh
berkesinambungan
7 Peserta kegiatan Imbalan (uang Jumlah penghasilan bruto per pembayaran dan tidak
saku, uang rapat, Pasal 17 dipecah-pecah
honorarium, ayat (1)
hadiah/pengharga- huruf a
an, dan lain-lain) UU PPh
8 Pejabat PNS, Honorarium atau 0% bagi PNS Golongan I dan II, anggota TNI/Polri Jumlah
anggota TNI/Polri, imbalan yang golongan pangkat Perwira Tamtama dan Bintara penghasilan
dan pensiunannya bersumber dari dan pensiunannya bruto
APBN/APBD
5% bagi PNS Golongan III, anggota TNI/ Polri
Golongan Pangkat Perwira Pertama dan
pensiunannya
15% bagi PNS Golongan IV, anggota TNI/Polri
Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Tinggi
pensiunannya
9 Penerima uang Uang pesangon 0% : uang pesangon sampai dengan Penghasilan
pensiun, uang diterima sekaligus Rp50.000.000; bruto (uang
manfaat pensiun, 5% : uang pesangon diatas Rp50.000.000 s.d pensiun)
tunjangan hari Rp100.000.000
tua atau jaminan 15% uang pesangon diatas Rp100.000.000 s.d
hari tua sekaligus Rp500.000.000
25% : uang pesangon diatas Rp500.000.000.
Uang manfaat 0% : uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua Penghasilan
pensiun, tunjangan atau jaminan s.d Rp50.000.000; bruto (uang
hari tua atau 5% : manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau manfaat
jaminan hari tua jaminan diatas Rp50.000.000. pensiun,
sekaligus tunjangan
hari tua atau
jaminan hari
tua)
10 Subjek pajak luar Honorarium, 20% atau sesuai P3B Penghasilan
negeri imbalan lainnya bruto
Perhitungan PPh Pasal 21atas penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur
setiap bulan selain bulan Desember atau bulan dimana pegawai tetap berhenti bekerja, terdiri
atas:
1) Pegawai tetap menerima gaji bulanan
2) Pegawai tetap menerima gaji mingguan
3) Pegawai tetap menerima gaji harian
4) Pegawai tetap menerima bonus, THR, jasa produksi, gratifikasi, dan lain-lain (bersifat
tidak teratur)
5) Pegawai tetap dengan sebagian atau seluruh PPh Pasal 21 ditanggung oleh pemberi
kerja
6) Pegawai tetap menerima tunjangan pajak
7. Pegawai tetap dipindah tugaskan dalam tahun berjalan
8. Pegawai tetap berhenti bekerja atau mulai bekerja dalam tahun berjalan
9. Pegawai tetap dengan penghasilan sebagian atau seluruhnya diperoleh dalam mata
uang asing
10. Pegawai tetap menerima penghasilan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya
yang diberikan oleh WP yang pengenaan pajak penghasilannya bersifat final atau
berdasarkan norma perhitungan khusus (Deemed profit)
11. Pegawai tetap yang baru memiliki NPWP pada tahun Berjalan
Dalam paper ini yang akan ada contoh perhitungannya No. 1-6.
Tahapan perhitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur berupa gaji teratur secara
bulanan, mingguan, dan harian
1. Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap, terlebih dahulu
dihitung seluruh penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama sebulan, yang
meliputi seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan pembayaran teratur lainnya,
termasuk uang lembur (overtime) dan pembayaran sejenisnya.
2. Untuk perusahaan yang masuk program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja
(JKK), premi Jaminan Kematian (JK) dan premi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
(JPK) yang dibayar oleh pemberi kerja merupakan penghasilan bagi pegawai.
Ketentuan yang sama diberlakukan juga bagi premi asuransi kesehatan, asuransi
kecelakaan kerja, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa yang
dibayarkan oleh pemberi kerja untuk pegawai kepada perusahaan asuransi lainnya.
Dalam menghitung PPh Pasal 21, premi tersebut digabungkan dengan penghasilan
bruto yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pegawai.
3. Selanjutnya dihitung jumlah penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara
mengurangi penghasilan bruto sebulan dengan biaya jabatan, serta iuran pensiun,
iuran Jaminan Hari Tua, dan/atau iuran Tunjangan Hari Tua yang dibayar sendiri oleh
pegawai yang bersangkutan melalui pemberi kerja kepada Dana Pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau kepada Badan
Penyelenggara Program Jamsostek.
4. Selanjutnya dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jumlah penghasilan neto sebulan
dikalikan 12.
5. Dalam hal seorang pegawai tetap dengan kewajiban pajak subjektifnya sebagai Wajib
Pajak dalam negeri sudah ada sejak awal tahun, tetapi mulai bekerja setelah bulan
Januari, maka penghasilan neto setahun dihitung dengan mengalikan penghasilan neto
sebulan dengan banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan mulai bekerja
sampai dengan bulan Desember.
6. Selanjutnya dihitung Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan Tarif Pasal 17
ayat (1) huruf a UU PPh, yaitu sebesar Penghasilan neto setahun pada huruf a atau b
di atas, dikurangi dengan PTKP.
7. Setelah diperoleh PPh terutang dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a
UU PPh terhadap Penghasilan Kena Pajak, selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 sebulan,
yang harus dipotong dan/atau disetor ke kas negara, yaitu sebesar: 1) jumlah PPh
Pasal 21 setahun atas penghasilan dibagi dengan 12; atau 2) jumlah PPh Pasal 21
setahun atas penghasilan dibagi banyaknya bulan yang menjadi faktor pengali .
8. Apabila pajak yang terutang oleh pemberi kerja tidak didasarkan atas masa gaji
sebulan. Untuk penghitungan PPh Pasal 21,jumlah penghasilan tersebut terlebih
dahulu dijadikan penghasilan bulanan dengan mempergunakan faktor perkalian
sebagai berikut:
1) Gaji untuk masa seminggu dikalikan dengan 4;
2) Gaji untuk masa sehari dikalikan dengan 26.
9. Selanjutnya dilakukan penghitungan PPh Pasal 21 sebulan .
10. PPh Pasal 21 atas penghasilan seminggu dihitung berdasarkan PPh Pasal 21 sebulan
dibagi 4, sedangkan PPh Pasal 21 atas penghasilan sehari dihitung berdasarkan PPh
Pasal 21 sebulan dibagi 26.
11. Jika kepada pegawai di samping dibayar gaji bulanan juga dibayar kenaikan gaji yang
berlaku surut (rapel), misalnya untuk 5 (lima) bulan, Penghitungan PPh Pasal 21 atas
rapel tersebut adalah sebagai berikut :
a) rapel dibagi dengan banyaknya bulan perolehan rapel tersebut (dalam hal ini 5
bulan);
b) hasil pembagian rapel tersebut ditambahkan pada gaji setiap bulan sebelum adanya
kenaikan gaji, yang sudah dikenakan pemotongan PPh Pasal 21;
c) PPh Pasal 21 atas gaji untuk bulan-bulan setelah ada kenaikan, dihitung kembali
atas dasar gaji baru setelah ada kenaikan;
d) PPh Pasal 21 terutang atas tambahan gaji untuk bulan-bulan dimaksud adalah
selisih antara jumlah pajak yang dihitung dikurangi jumlah pajak yang telah dipotong.
12. Apabila kepada pegawai disamping dibayar gaji yang didasarkan masa gaji kurang
dari satu bulan juga dibayar gaji lain yang lebih lama dari satu bulan (rapel), cara
penghitungan PPh Pasal 21-nya sama dengan jika pegawai tersebut selain dibayar
gajibulanan juga dibayar kenaikan gaji yang berlaku surut dengan memperhatikan
apabila pajak yang terutang oleh pemberi kerja tidak didasarkan atas masa gaji
sebulan.
Perhitungan PPh Pasal 21 bagi pegawai tetap atas penghasilan yang bersifat tetap secara
umum dapat dirumuskan sebagai berikut:
● Penghasilan Bruto:
1. Gaji sebulan xxx
2. Tunjangan PPh xxx
3. Tunjangan dan honorarium lainnya xxx
4. Premi asuransi yang dibayar pemberi kerja xxx
5. Penerimaan dalam bentuk natura yang dikenakan pemotongan xxx
6. Jumlah penghasian bruto (jumlah 1 sd 5) xxx
● Pengurangan:
7. Biaya jabatan (5% × penghasilan bruto) xxx
8. Iuran pensiun atau iuran THT/JHT (dibayar oleh penerima penghasilan) xxx
9. Jumlah pengurangan (jumlah 7+8) (xxx)
● Perhitungan PPh Pasal 21:
10. Penghasilan neto sebulan xxx
11. Penghasilan neto setahun (jumlah neto sebulan × 12 bulan) xxx
12. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) xxx
13. Penghasilan Kena Pajak setahun (11-12) xxx
14. PPh Pasal 21 yang terutang (13 × tarif Pasal 17 ayat 1a) xxx
15. PPh Pasal 21 yang dipotong sebulan (14 ÷ 12 bulan) xxx
Catatan:
Besarnya PTKP per bulan adalah PTKP setahun dibagi 12, yaitu:
Dalam hal karyawati menikah dapat menunjukkan keterangan tertulis dari Pemerintah
Daerah setempat serendah-rendahnya kecamatan yang menyatakan bahwa suaminya tidak
menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP adalah PTKP untuk dirinya sendiri
ditambah PTKP untuk status menikah dan PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan
sepenuhnya.
PEMBAHASAN
PTKP (K/-):
- Untuk diri Wajib Pajak Rp.24.300.000
- Tambahan WP menikah Rp. 2.025.000
Rp. 26.325.000
Catatan:
a. Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan
yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai
tetap tanpa memandang mempunyai jawaban ataupun tidak.
b. Contoh di atas berlaku apabila pegawai yang bersangkutan sudah memiliki NPWP.
Dalam hal pegawai yang bersangkutan belum memiliki NPWP, maka jumlah PPh
Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar:
120% x Rp.4.063 = Rp.4.875
c. Untuk contoh-contoh selanjutnya diasumsikan penerima penghasilan yang dipotong
PPh Pasal 21 sudah memiliki NPWP, kecuali disebut lain dalam contoh tersebut.
Contoh 2
Pegawai Tetap dengan Gaji Bulanan
Bambang Yuliawan pegawai pada perusahaan PT Yasa Buana, menikah tanpa anak,
memperoleh gaji Rp.8.000.000 sebulan, tunjangan-tunjangan Rp.4.000.000 sebulan. PT Yasa
Buana mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan
Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30% dari
gaji. PT Yasa Buana menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari
gaji sedangkan Bambang Yuliawan membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2% dari gaji
setiap bulan. Disamping itu PT Yasa Buana juga mengikuti program pension untuk
pegawainya. PT Yasa Buana membayar iuran pension untuk Bambang Yuliawan ke dana
pensiun, yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar
Rp.100.000, sedangkan Bambang Yuliawan membayar iuran pension sebesar Rp.50.000.
Contoh 3
Pegawai Tetap dengan Gaji Bulanan (Wanita, suami tidak berpenghasilan)
Endang Vidyawati adalah seorang karyawati dengan status menikah tanpa anak,
bekerja pada PT Ventura Entiti dengan gaji sebulan sebesar Rp.7.500.000. Endang Vidyawati
membayar iuran pensiun ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan sebesar Rp.50.000 sebulan. Berdasarkan surat keterangan dari Pemda tempat
Endang Vidyawati berdomisili yang diserahkan kepada pemberi kerja, diketahui bahwa
suaminya tidak mempunyai penghasilan apapun. Pada bulan Juli selain menerima gaji, juga
menerima pembayaran atas lembur (overtime) sebesar Rp.2.000.000.
Penghitungan PPh Pasal 21 adalah:
Gaji sebulan Rp. 7.500.000
Lembur (overtime) Rp. 2.000.000
PTKP (K/-):
- Untuk diri Wajib Pajak Rp.24.300.000
- Tambahan WP menikah Rp. 2.025.000
Rp. 26.325.000
Penghasilan kena pajak Rp. 81.375.000
PPh Pasal 21 setahun:
5% x Rp.50.000.000 Rp. 2.500.000
15% x Rp.31.375.000 Rp. 4.706.250
Rp. 7.206.250
Contoh 4
Pegawai Tetap dengan Gaji Bulanan (Wanita, suami berpenghasilan)
Firma Utami karyawati dengan status menikah dan mempunyai tiga anak bekerja pada
PT Unggul Farmindo. Suami Firma bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Dinas
Pendidikan Kabupaten Sleman. Firma Utami menerima gaji sebesar Rp.3.000.000 sebulan.
PT Unggul Farmindo mengikuti program pensiun dan Jamsostek. Perusahaan membayar
iuran pensiun kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan,
sebesar Rp.40.000 sebulan. Firma Utami juga membayar iuran pensiun sebesar Rp.30.000
sebulan, disamping itu perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari Tua karyawannya setiap
bulannya sebesar 3,70% dari gaji, sedangkan Firma Utami membayar iuran Jaminan Hari Tua
setiap bulan sebesar 2% dari gaji. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian
dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing sebesar 1% dan 0,30% dari gaji.
Pada bulan Juli 2013 disamping menerima pembayaran gaji, Firma juga menerima uang
lembur (overtime) sebesar Rp.2.000.000.
Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli 2013 adalah:
Gaji sebulan Rp. 3.000.000
Lembur (overtime) Rp. 2.000.000
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja: 1% x Rp.3.000.000 Rp. 30.000
Premi Jaminan Kematian: 3% x Rp.3.000.000 Rp. 9.000
Penghasilan bruto sebulan Rp. 5.039.000
Pengurangan:
1. Biaya jabatan
5% x Rp.5.039.000 Rp. 251.950
2. Iuran pensiun Rp. 30.000
3. Iuran Jaminan Hari Tua:
2% x Rp. 3.000.000 Rp. 60.000
Rp. 341.950
Penghasilan neto sebulan Rp. 4.697.050
Penghasilan neto setahun:
12% x Rp. 4.697.050 Rp. 56.364.000
PTKP (TK/0):
-untuk WP sendiri Rp. 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp. 32.064.000
Pembulatan Rp. 32.064.000
PPh Pasal 21 setahun
5% x Rp. 32.064.000 Rp. 1.603.200
PPh Pasal 21 sebulan
Catatan:
Karena suami Firma Utami menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP
Firma Utami adalah PTKP untuk dirinya sendiri.
Contoh 5
Dr. Danang (menikah dan mempunyai 3 anak kandung) merupakan dokter spesialis
kandungan yang bekerja sebagai pegawai tetap di rumah sakit swasta Sehat Sentosa dengan
gaji sebulan Rp20.000.000. Pada bulan Maret 2013, dr. Danang menerima pembayaran dari
rumah sakit Sehat Sentosa berupa gaji Rp20.000.000 dan menerima jasa medis sebagai dokter
yang bersumber dari pasien sebesar Rp25.000.000. Dokter Danang membayar iuran pensiun
sebesar Rp200.000 setiap bulan.
Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan dr Danang dari Rumah Sakit Sehat Sentosa pada
bulan Maret 2013 adalah:
Gajisebulan Rp20.000.000
Penghasilanbrutosebulan Rp20.000.000
Pengurangan:
1.Biaya Jabatan: 5% x Rp20.000.000
= Rp1.000.000, maks. diperbolehkan Rp 500.000
2.Iuran pensiun Rp 200.000
Rp 700.000
Penghasilan neto sebulan Rp19.300.00
Penghasilan neto setahun:
12 x Rp19.300.000 Rp231.600.000
PTKP (K/3):
-untuk WP sendiri Rp24.300.000
-tambahan karena menikah Rp 2.025.000
-tambahan 3 orang tanggungan Rp 6.075.000
Rp 32.400.000
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp199.200.000
PPh Pasal 21 terutang setahun:
5% x Rp50.000.000 Rp 2.500.000
15% x Rp149.200.000 Rp22.380.000
Rp24.880.000
PPh Pasal 21 sebulan:
Rp24.880.000 : 12 Rp 2.073.334
Catatan:
Penghitungan PPh Pasal 21atas jasa medis yang diterima oleh dokter Danang dihitung
sebagai penghasilan yang diterima oleh bukan pegawai yang mempunyai NPWP atau
penghasilan berkesinambungan.
Contoh 1
Gaguk Trimanto, belum menikah dan tidak memiliki tanggungan, bekerja sebagai
pegawai tetap pada perusahaan PT Teguh Gumilang menerima gaji yang dibayar mingguan
sebesar Rp600.000. Pada minggu pertama bulan Agustus 2013, Gaguk menerima gaji sebesar
Rp600.000 dan dalam bulan tersebut hanya menerima penghasilan berupa gaji saja.
Contoh 2
Harun Santoso pegawai pada perusahaan PT Segera Hurip dengan memperoleh gaji
mingguan sebesar Rp1.000.000. Harun menikah dan mempunyai seorang anak. PT Segera
Hurip masuk program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan
Kematian oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing setiap bulan sebesar 1% dan
0,30% dari gaji. Pt Segera Hurip membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar
3,70% dari gaji dan Harun membayar iuran pensiun Rp20.000 dan Jaminan Hari Tua sebesar
2% dari gaji. Dalam minggu kedua pada bulan Agustus 2013, Harun hanya memperoleh
pembayaran berupa gaji saja yaitu Rp1.000.000.
Penghitungan PPh Pasal 21 adalah:
Penghasilan sebulan (4 x Rp1.000.000) Rp 4.000.000
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja ( 1% x Rp4.000.000) Rp 40.000
Premi Jaminan Kematian ( 0,3% x Rp4.000.000) Rp 12.000
Penghasilan Bruto Rp 4.052.000
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan:
5% x Rp4.052.000 Rp 202.600
2. Iuran pensiun Rp 20.000
3. Iuran Jaminan Hari Tua:
2% x Rp4.000.000 Rp 80.000
Rp 302.600
Penghasilan neto sebulan Rp 3.749.000
Penghasilan neto setahun
12 x Rp3.749.000 Rp44.992.000
PTKP
-untuk WP sendiri Rp 24.300.000
-tambahan karena menikah Rp 2.025.000
-tambahan 1 anak Rp 2.025.000
Rp28.350.000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp16.642.800
Pembulatan Rp16.642.000
PPh Pasal 21 setahun:
5% x Rp 16.642.000 Rp 832.100
Imam Rahardi pegawai tetap pada perusahaan PT Rejo Indonusa dengan memperoleh gaji
yang dibayar harian sebesar Rp 100.00. Imam menikah dan mempunyai seorang anak. PT
Rejo Indonusa masuk program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi
Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing setiap bulan
sebesar 1% dan 0,30% dari gaji. PT Rejo Indonusa membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap
bulan sebesar 3,70% dari gaji dan Imam membayar iuran pensiun Rp 15.000 dan jaminan
Hari Tua sebesar 2% dari gaji.
Penghitungan PPh Pasal 21 adalah:
Penghasilan sebulan (26 x Rp100.000) Rp 2.600.000
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (1% x Rp 2.600.000) Rp 26.000
Premi Jaminan Kematian (0,30% x Rp 2.600.0000) Rp 7.800
Penghasilan bruto Rp 2.633.800
1. Biaya Jabatan
5% x Rp 2.633.800 Rp131.690
2. Iuran pensiun Rp 15.000
3. Iuran Jaminan Hari Tua (2% x Rp 2.600.000) Rp 52.000
Rp 198.690
Penghasilan neto sebulan Rp 2.435.110
Penghasilan neto setahun
12% x Rp 2.435.110 Rp29.221.320
PTKP
-untuk WP sendiri Rp24.300.000
-tambahan karena menikah Rp 2.025.000
-tambahan seorang anak Rp 2.025.000
Rp28.350.000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 871.320
Pembulatan Rp 871.000
PPh Pasal 21 setahun
5% x Rp 871.000 Rp 43.550
PPh Pasal 21 sebulan
Rp 43.550 : 12 Rp 3.629
PPh Pasal 21 sehari
Rp 3.629 : 26 Rp 140
Dalam Pasal 5 Ayat (1) Huruf a Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-31/PJ/2012, di sana diatur bahwa salah satu penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang
bersifat teratur maupun tidak teratur. Di Pasal 1 Angka 16 dijelaskan bahwa penghasilan
pegawai tetap yang bersifat tidak teratur adalah penghasilan bagi pegawai tetap selain
penghasilan yang bersifat teratur, yang diterima sekali dalam satu tahun atau periode lainnya,
antara lain berupa bonus, Tunjangan Hari Raya (THR), jasa produksi, tantiem, gratifikasi,
atau imbalan sejenis lainnya dengan nama apapun.Apabila kepada pegawai tetap diberikan
penghasilan tidak teratur, dalam hal ini adalah bonus, maka PPh Pasal 21 dihitung dan
dipotong dengan cara sebagai berikut :
Contohnya:
Joko Qurnain (tidak kawin) bekerja pada PT. Qalbu Jaya dengan memperoleh gaji Rp
2.500.000 sebulan.Pada bulan Juli 2013 Joko menerima bonus sebesar Rp 5.000.000. Setiap
bulannya Joko membayar iuran pensiun ke dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan sebesar Rp 60.000.
Bonus Rp 5.000.000
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% × Rp 35.000.000 Rp 1.750.000
2. Iuran pensiun setahun
12 × Rp 60.000 Rp 720.000
Rp 2.470.000
PTKP
5% × Rp 8.230.000 Rp 411.500
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% × Rp 30.000.000 Rp 1.500.000
2. Iuran pensiun setahun
12 × Rp 60.000 Rp 720.000
Rp 2.220.000
Rp 27.780.000
PTKP
5% × Rp 3.480.000 Rp 174.000
Dalam Pasal 5 Ayat (1) Huruf a Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-31/PJ/2012, di sana diatur bahwa salah satu penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang
bersifat teratur maupun tidak teratur. Di Pasal 1 Angka 16 dijelaskan bahwa penghasilan
pegawai tetap yang bersifat tidak teratur adalah penghasilan bagi pegawai tetap selain
penghasilan yang bersifat teratur, yang diterima sekali dalam satu tahun atau periode lainnya,
antara lain berupa bonus, Tunjangan Hari Raya (THR), jasa produksi, tantiem, gratifikasi,
atau imbalan sejenis lainnya dengan nama apapun.Apabila kepada pegawai tetap diberikan
penghasilan tidak teratur, dalam hal ini adalah THR, maka PPh Pasal 21 dihitung dan
dipotong dengan cara sebagai berikut :
1. Dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan ditambah
dengan THR.
2. Dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan tanpa THR.
3. Selisih antara PPh Pasal 21 menurut penghitungan poin 1 dan poin 2 adalah PPh
Pasal 21 atas THR.
Contohnya:
Karyawati Ken Prameswari (tidak kawin) bekerja pada PT. Prabu Kedaton dengan
memperoleh gaji sebesar Rp 2.750.000 sebulan. Perusahaan ikut dalam program Jamsostek.
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dan iuran Jaminan Hari Tua
dibayar oleh pemberi kerja setiap bulan masing-masing sebesar 1%, 0,30%, dan 3,70% dari
gaji. Prameswari membayar iuran pensiun Rp 50.000 dan iuran jaminan Hari Tua sebesar 2%
dari gaji untuk setiap bulan.Dalam tahun berjalan dia juga menerima tunjangan hari raya
(THR) sebesar Rp 4.000.000.
THR Rp 4.000.000
12 × Rp 27.500 Rp 330.000
12 × Rp 8.250 Rp 99.000
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% × Rp 37.429.000 Rp 1.871.450
2. Iuran pensuin setahun
12 × Rp 50.000 Rp 600.000
3. Iuran jaminan Hari Tua
12 × Rp 55.000 Rp 660.000
Rp 3.131.450
PTKP
Dibulatkan Rp 9.997.000
5% × Rp 9.997.000 Rp 499.850
Pengurangan :
1. Biaya Jabatan
5% × Rp 33.429.000 Rp 1.671.450
Rp 2.931.450
PTKP
Dibulatkan Rp 6.197.000
5% × Rp 6.197.000 Rp 309.850
Dalam hal pegawai tetap PPh Pasal 21 atas gaji pegawai tetap ditanggung oleh
pemberi kerja pajak yang ditanggung pemberi kerja tersebut termasuk dalm pengertian
kenikmatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) hurus b dan bukan merupakan
penghasilan pegawai yang bersangkutan.Dasar hukum yang digunakan untuk menghitung
PPh 21 bila PPh 21 tersebut sebagaian atau seluruhnya ditanggung oleh pemberi kerja adalah,
pertama, Peraturan Menteri Keuangan PMK-162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian
Penghasilan Tidak Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribad. Kedua, Peraturan Dirjen
Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran,
Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan
Dengan Pekerjaan, Jasa Dan Kegiatan Orang Pribadi.
Contohnya:
Arip Mulyana adalah seorang pegawai dari PT. Lautan Otomata dengan status
menikah dan mempunyai 3 orang anak.Dia menerima gaji Rp 4.000.000 sebulan dan PPh
ditanggung oleh pemberi kerja. Tiap bulan ia membayar iuran pensiun ke Dana Pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Kuangan sebesar Rp 150.000.
Pengurangan :
1. Biaya Jabatan
5% × Rp 4.000.000 Rp 200.000
2. Iuran Pensiun Rp 150.000
Rp 350.000
12 × Rp 3.650.000 Rp 43.800.000
PTKP
Rp 570.000 ÷ 12 Rp 47.500
PPh Pasal 21 sebesar Rp 47.500 ini ditanggung dan dibayar oleh pemberi
kerja.Jumlah sebesar Rp 47.500 tidak dapat dikurangkan dari Penghasilan Bruto pemberi
kerja dan bukan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak kepada Arip Mulyana.
Namun, apabila pemberi kerja adalah Wajib Pajak selain pemerintah atau Wajib Pajak
yang pengenaan pajaknya berdasarkan PPh final atau berdasarkan norma perhitungan khusus
(deemed profit), maka kenikmatan berupa pajak yang ditanggung pemberi kerja ditambahkan
ke dalam penghasilan dari pegawai yang bersangkutan.
Apabila kepada pegawai diberikan tunjangan pajak, maka tunjangan pajak tersebut
merupakan penghasilan pegawai yang bersangkutan dan ditambahkan pada penghasilan yang
diterimanya.Dasar hukum penghitungan PPh 21 Pegawai Tetap yang menerima tunjangan
pajak adalah, pertama, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan PMK-162/PMK.011/2012
tentang Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribad. Kedua,
Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan,
Penyetoran, Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan Atau Pajak Penghasilan Pasal 26
Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa Dan Kegiatan Orang Pribadi.
Contohnya:
Peri Irawan (status tidak kawin tanpa tanggungan) bekerja pada PT. Kartika
Kawashima Pionirindo dengan memperoleh gaji sebesar Rp 2.500.000 sebulan.Kepada Peri
Irawan diberikan tunjangan pajak sebesar Rp 25.000.Iuran pensiun yang dibayar oleh Peri
Irawan adalah sebesar Rp 25.000 sebulan.
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% × Rp 2.525.000 Rp 126.250
Rp 151.250
12 × Rp 2.373.750 Rp 28.485.000
PTKP
5% × Rp 4.185.000 Rp 209.250
Rp 209.250 ÷ 12 Rp 17.438
H. Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang, dan Calon Pegawai
1. Pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, pemagang, dan calon pegawai
menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, uang saku
harian.
2. Pegawai tidak tetap , tenaga kerja lepas, pemagang, dan calon pegawai menerima
upah yang dibayarkan bulanan.
1.a. Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian belum melebihi
Rp 200.000 dan jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam satu bulan kalender
yang bersangkutan belum melebihi Rp 2.025.000, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang harus
dipotong.
Contoh 1 Upah sehari kurang dari Rp 200.000 dan jumlah kumulatif sebulan kurang
dari Rp 2.025.000
Sentot dengan status belum menikah pada bulan Januari 2013 bekerja sebagai buruh
harian pada PT Harapan Sentosa. Dia bekerja selama 10 hari dan menerima upah harian
sebesarRp 200.000.
Jawab: Sentot menerima upah sehari tidak melebihi Rp 200.000 dan upah dalam bulan
Januari sebesar 10 × Rp 200.000 = Rp 2.000.000 (kurang dari Rp 2.025.000). Dengan
demikian Sentot tidak dikenakan PPh Pasal 21 atas upah yang diterimanya.
1.b. Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian telah melebihi Rp
200.000 dan jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam satu bulan kalender yang
bersangkutan belum melebihi Rp 2.025.000, PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah:
Contoh 2 Upah sehari melebihi Rp 200.000 dan jumlah kumulatif sebulan kurang dari
Rp 2.025.000
Rizal Fahmi dengan status belum menikah adalah seorang karyawan yang bekerja
sebagai perakit TV pada perusahaan elektronik PT Tronika. Upah yang dibayarkan setiap
jumlah unit/satuan yang diselesaikan yaitu Rp 75.000 per buah dan dibayarkan setiap
minggu. Dalam waktu satu minggu (6 hari kerja) dihasilkan sebanyak 24 buah TV dengan
total upah Rp 1.800.000.
5% × Rp 100.000 Rp 5.000
6 × Rp 5.000 Rp 30.000
1.c. Dalam hal jumlah upah yang diterima atau diperoleh dalam bulan yang bersangkutan
telah melebihi Rp 2.025.000 dan kurang dari Rp 2.025.000 dan kurang dari Rp 7.000.000,
PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah:
Contoh 3 Jumlah kumulatif upah sebulan melebihi Rp 2.025.000 tetapi kurang dari Rp
7.000.000
Marwan (belum menikah) pada bulan April 2013 mengerjakan pembuatan taman
sebuah rumah dengan upah borongan sebesar Rp 3.500.000. Upah borongan tersebut tidak
termasuk material dan tanaman. Pekerjaan borongan tersebut diselesaikan dalam waktu 20
hari.
Rp 3.500.000 ÷ 20 Rp 175.000
PTKPsehari :
5% × Rp 107.500 Rp 5.375
20 × Rp 5.375 Rp 107.500
1.d. Dalam hal jumlah upah yang diterima atau diperoleh dalam bulan yang bersangkutan
telah melebihi Rp 7.000.000, PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah:
12 × Rp 7.500.000 Rp 90.000.000
PTKP
Rp 26.325.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 63.675.000
5% × Rp 50.000.000 Rp 2.500.000
Rp 4.551.250
Rp 4.551.250 ÷ 12 Rp 379.270
2. Dalam hal upah diterima secara bulanan, PPh Pasal 21 yang harus dipotong sama dengan
hitungan 1.d.adalah:
Contoh 5 Pegawai tidak tetap, tenaga kerja lepas, pemagang, calon pegawai menerima
upah secara bulanan
Bagus Hermanto (menikah dengan satu tanggungan) bekerja pada perusahaan garmen
dengan dasar upah harian yang dibayarkan secara bulanan. Dalam bulan Juli 2013 Bagus
Hermanto hanya bekerja selama 20 hari dengan menerima upah sehari Rp 160.000.
20 × Rp160.000 Rp 3.200.000
12 × Rp 3.200.000 Rp 38.400.000
PTKP
Rp 28.350.000
5% × Rp10.050.000 Rp 502.500
Rp 502.500 ÷ 12 Rp 41.875
PERTANYAAN-PERTANYAAN DARI TEMAN-TEMAN
Resmi, Siti. 201.3Perpajakan: Teori dan Kasus. Edisi 7 Buku 1. Jakarta: Salemba
Empat. BAB 5 PPh Pasal 21.
file:///E:/Documents/BS-5B/Perpajakan/Penghitungan%20PPh%20Pasal%2021.htm.
14 September 2014.
file:///E:/Documents/BS5B/Perpajakan/Agus%20Winarno%20%20PPh%20Pasal
%2021%20atas%20Tunjangan%20Hari%20Raya%20(THR).htm. 14 September 2014. Agus
Winarno. PPh Pasal 21 atas THR.