Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PERPAJAKAN

PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26

Disusun oleh ;

1. Diva Riswan Feryanto (22200277)


2. Pramita Juliantika (22200288
3. Zidhane Daffa (22200294)
4. Octaviani Sekar (22200304)

FAKULTAS EKONOMI
PRODI MANAJEMEN
UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA
1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian PPh Pasal 21
B. Subjek Pajak PPh Pasal 21 (Wajib Pajak PPh
C. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21
D. Hak dan kewajiban Wajib Pajak PPh pasal 21
E. Hak Dan Kewajiban Pemotong Pajak PPh Pasal 21
F. Objek Pajak PPh Pasal 21
G. Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 2 1
H. Pengertian PPh Pasal 26
I. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 26
J. Tarif dan Objek PPh Pasal 26
K. Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan PPh Pasal 26
L. Contoh soal
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN

2
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga para penulis dapat menyusun makalah
ini
tepat pada waktunya. Makalah ini membahas pengenaan pajak PPh Pasal 21 dan PPh
Pasal 26 kepada wajib pajak.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan
akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh
karena itu, para penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga
bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Para penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari
bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang digunakan untuk
membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan
pribadi individu seperti kepentingan rakyat, pendidikan, kesejahteraan rakyat,
kemakmuran rakyat dan sebagainya. Sehingga pajak merupakan salah satu alat
untuk mencapai tujuan Negara.
PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk
apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.
PPh Pasal 26 merupakan pajak atas wajib pajak luar negeri selain bentuk
usaha tetap, pajak tersebut dikenakan apabila Wajib Pajak luar negeri tersebut
mendapat nilai maupun pendapatan dari negara Indonesia, maka dari itu
dikenakan pajak kepada wajib pajak pribadi luar negeri tersebut.

B. Tujuan Penulisan
 Untuk mengetahui segala hal mengenai PPh pasal 21
 Untuk mengetahui segala hal mengenai PPh pasal 26 atas pengenaan
pajak kepada wajib pajak luar negeri
 Menambah wawasan para pembaca dan dapat menjadi referensi untuk
penulis-penulis lainnya

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian PPh Pasal 21


PPh pasal 21 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan atau sebagai imbalan atas jasa.

B. Subjek Pajak PPh Pasal 21 (Wajib Pajak PPh Pasal 21)


Wajib pajak yang dipotong PPh pasal 21 adalah orang pribadi yang merupakan :
1. Pegawai, karyawan atau karyawati tetap
Adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja dan atas jasanya itu ia
memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala.
2. Pegawai, karyawan atau karyawati lepas
Adalah orang pribadi yang berkeja untuk pemberi kerja dan hanya menerima
upah jika ia bekerja.
3. Penerima honorarium
Adalah orang pribadi atau sekelompok orang pribadi yang memberikan
jasanya, dan atas jasanya ia memperoleh imbalan tertentu sesuai dengan jasa
yang diberikan.
4. Penerima upah
Adalah orang pribadi yang atas jasanya ia memperoleh upah, seperti upah
harian, upah borongan, upah satuan dll

5
C. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21
Pemotong PPh pasal 21 adalah setiap orang pribadi atau badan yang
diwajibkan oleh UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah diubah dengan UU No. 17 tahun 2000 dan terakhir UU No 36 tahun 2008
untuk memotong PPh Pasal 21. Termasuk pemotong PPh Pasal 21 dalam
peraturan Menteri Keuangan No. 252/KMK.03/2008 adalah :
1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat
maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh
pegawai atau bukan pegawai.
2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah termasuk bendahara atau pemegang
kas yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran
lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan
atau jabatan, jasa dan kegiatan.
3. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan social tenaga kerja dan badan –
badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan
hari tua.
4. Perusahaan dan badan yang membayar honorarium atau pembayaraan lain
atas jasa yang dilakukan di Indonesia oleh tenaga ahli dan atau kelompok
tenaga ahli sebagai wajib pajak dlam negeri yang melakukan pekerjaan bebas.

D. Hak dan kewajiban Wajib Pajak PPh pasal 21


1. Hak-hak WP PPh 21
a. Wajib pajak berhak meminta bukti pemotongan PPh pasal 21 kepada
pemotong pajak. Jumlah PPh pasal 21 yang telah dipotong dapat
dikreditkan dari pajak penghasilan untuk tahun yang bersangkutan.
b. Wajib pajak berhak mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jendral
Pajak, jika PPh pasal 21 yang dipotong oelh pemotong pajak tidak sesuai

6
dengan peraturan yang berlaku dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal
pemotongan.
c. Wajib pajak berhak mengajukan banding kepada badan peradilan pajak
dalam jangka waktu 3 bulan sejak diterbitkannya surat keputusan Direktur
Jendral Pajak yang berhubungan dengan keberatannya.

2. Kewajiban Wajib Pajak PPH pasal 21


a. Wajib Mendaftarkan Diri ke KPP
b. Pegawai, Penerima Pensiun Berkala, dan Bukan Pegawai tertentu Wajib
Membuat Surat Pernyataan Yang Berisi Jumlah Tanggungan Keluarga
Pada Awal Tahun Kalender Atau Pada Saat Menjadi Subjek Pajak Dalam
Negeri
c. Wajib Menyerahkan Surat Pernyataan Tanggungan Keluarga kpd
Pemotong Pajak Pada Saat Mulai Bekerja Atau Mulai Pensiun

E. Hak Dan Kewajiban Pemotong Pajak PPh Pasal 21


1. Hak-hak pemotong pajak PPh pasal 21
a. Pemotong pajak berhak utnuk mengajukan permohonan memperpanjang
jangka waktu penyampaina SPT tahunan PPh pasal 21
b. Pemotongan pajak berkhak untuk memperhitungkan kelebihan setoran
pada SPT tahuna terhadap pajak yang terhutang untuk bulan pada waktu
dilakukan perhitungan kembali.
c. Pemotong pajak berhak untuk membetulkan sendiri SPT dengan
menyampaikan pernyataan tertulis kepada Kepala Inspeksi Pajak setempat
atau tempat lai yang ditentukan oleh Direktur Jendral Pajak sepanjang
belum dimulai tindakan pemeriksaan.
d. Pemotong pjaka berhak mengajukan surat keberatan kepada Kepala
Inspeksi pajak atau suatu ketetapan pajak

7
e. Pemotong pajak berhak mengajukan banding kepada badan peradilan pajak
terhadap keputusan yang ditetapkan oleh Kepala Inspeksi Pajak mengenai
keberatan.

2. Kewajiban pemotong pajak PPh pasal 21


a. Wajib Mendaftarkan Diri ke KPP
b. Wajib menghitung, memotong, menyetorkan dan melaporkan PPh Pasal 21
dan Pasal 26 yang terutang untuk setiap bulan kalender.
c. PPh Pasal 21/26 yang dipotong wajib disetor ke Kantor Pos atau Bank
paling lama 10 hari setelah Masa Pajak berakhir.
d. Pemotong Pajak wajib lapor sekalipun nihil, paling lama 20 hari setelah
Masa Pajak berakhir.
e. Wajib Membuat Catatan atau Kertas Kerja Perhitungan PPh Ps. 21/26
Untuk Setiap Masa Pajak
f. Wajib Menyimpan Catatan atau Kertas Kerja Sesuai Ketentuan
g. Wajib Membuat Bukti Potong dan Memberikannya Kepada Penerima
Penghasilan

F. Objek Pajak PPh Pasal 21


Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah :
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa
penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur;
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima paensiun secara teratur
berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan
sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang

8
pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua dan
pembayaran lain jenis;
4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian,
upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan
secara bulanan;
5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee,
dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan;
6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang
representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama
dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun;

G. Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21


Rumus pengitungan PPH pasal 21 atas pegawai tetap:

Tarif Pajak pasal 17 x (PKP)


PKP = Penghasilan bruto- (Biaya Jabatan + iuran pensiun + Iuran Jamsostek)- PTKP

1. PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)


adalah penghasilan yang menjadi batasan tidak kena pajak bagi Wajib Pajak
Orang Pribadi, dengan kata lain apabila penghasilan neto Wajib Pajak Orang
Pribadi jumlahnya dibawah PTKP tidak akan terkena Pajak Penghasilan (PPh)
Pasal 25/29 dan apabila berstatus sebagai pegawai atau penerima penghasilan
sebagai objek PPh Pasal 21, maka penghasilan tersebut tidak akan dilakukan
pemotongan PPh Pasal 21.

9
Besarnya penghasilan tidak kena pajak (PTKP) untuk tahun pajak 2013
sebagai berikut
PTKP
Untuk wajib pajak Rp 24.300.000,-
Tambahan WP kawin Rp 2.025.000,-
Tambahan istri bekerja Rp 24.300.000,-
Tambahan tanggunan Rp 2.025.000,-

2. Tarif Pajak
Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak
Orang Pribadi Dalam Negeri adalah sebagai berikut:

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak


Sampai dengan Rp 50.000.000,- 5%
di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,- 15%
di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,- 25%
di atas Rp 50.000.000,- 30%

3. Penghasilan dan biaya yang dikenakan


a. Penghasilan bruto (penghasilan, honor, upah, gaji, bunga, komosi,
imbalan, uang pensiun, uang pesangon)
b. Biaya-biaya yang dikenakan:
1) biaya jabatan, khusus untuk pegawai tetap. Besarnya adalan 5% dari
pengahsialn bruto maksimal yang diperkenakan adalah Rp 6.000.000,-
setahun dan Rp. 500.000,- sebulan
2) Iuran pensiun/ THT:
a) Yang dibayar pegawai
b) Yayasan dana pensiun yang disetujui oleh Menkeu

10
c) Jumlah tidak dibatasi
3) Biaya pensiun. Khusus untuk penerima pensiun berkala bulanan
besarnya 5% dari uang pensiun maksimal yang diperkenannkan adalah
Rp. 2.400.000,- setahun dan Rp. 200.000,- sebulan

4. Contoh Penghitungan PPh Pasal 21


Budiyanta pada tahun 2013 bekerja di PT Aman Bahagia dengan gaji sebulan
Rp 8.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 200.000,00.
Budiyanta menikah tetapi belum mempunyai anak. Pada bulan Juli 2013
menerima kenaikan gaji, menjadi Rp 10.000.000,00 sebulan dan berlaku surut
sejak 1 Januari 2013. Dengan adanya kenaikan gaji yang berlaku surut
tersebut, Budiyanta menerima rapel sejumlah Rp 12.000.000,00 (kekurangan
gaji untuk masa Januari s.d. Mei 2013). Pada bulan Oktober 2013 menerima
bonus tahunan sebesar Rp 20.000.000,00.

A. Penghitunga
Gaji sebulan
Pengurangan

B. Penghitun
Gaji sebul
11

Penguran
C. Penghitu
Gaji seta
Bonus
Penghas
12 Pengura
H. Pengertian PPh Pasal 26
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas
penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.

Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya


dipersamakan dengan subjek pajak badan.

Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, adalah
Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang
sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner).

I. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 26

1. Badan Pemerintah;
2. Subjek Pajak dalam negeri;
3. Penyelenggara Kegiatan;
4. BUT;
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di Indonesia.

J. Tarif dan Objek PPh Pasal 26


1. 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak Luar Negeri berupa :
a. dividen;
b. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang;
c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta;
d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
e. hadiah dan penghargaan
f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
g. Premi swap dan transaksi lindung lainnya; dan/atau
h. Keuntungan karena pembebasan utang.

13
2. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa :
a. penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;
b. premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun
melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
3. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan atau pengalihan
saham perusahaan antara conduit company atau spesial purpose company
yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan
perlindungan pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang
didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau BUT di Indonesia;
4. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu
BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di
Indonesia.
5. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara
Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan.

K. Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh


Pasal 26
1. PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir
bulan terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu.
2. Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26
rangkap 3 :
a. lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri;
b. lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak;
c. lembar ketiga untuk arsip Pemotong.
3. PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan
takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.

14
4. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti
pemotongan lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP
setempat paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

L .Contoh soal
PT ABC memiliki perwakilan di luar negeri dan mengasuransikan bangunan
bertingkat ke perusahaan asuransi di luar negeri dengan membayar jumlah premi pada
tahun 1995 sebesar Rp1 miliar. Dengan demikian, penghitungan PPh Pasal 26-nya
adalah sebagai berikut.

• Perkiraan penghasilan = 50% x Rp1.000.000.000 = Rp500.000.000,-


• PPh Pasal 26 = 20% x Rp500.000.000 = Rp100.000.000 (10% x
Rp1.000.000.000)

Sering kali untuk memudahkan proses,PT ABC bisa saja asuransi melalui perusahaan
aa di indonesia,misal PT XYZ dengan membayar jumplah premi yang sama sebesar
Rp 1 Milyar,Pt XYZ mengikutkan (reasuransi) perusahaan tersebut ke perusahaan
asuransi diluar negeri,misalnya PT KLM dengan membayar premi sebesar Rp. 500
juta maka ketentuan PPh pasal 26-nya adalah

Perkiraan penghasilan neto= 10%X Rp 500.000.000=Rp 50.000.000


PPh Pasal 26 PT ABC= 20% x Rp 50.000.000=Rp 10.000.000(2%xRp 500.000.000)

15
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan
oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri. Pemotong PPh pasal 21 adalah
setiap orang pribadi atau badan yang diwajibkan oleh UU No. 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 tahun
2000 dan terbarupada tahun 2013 untuk memotong PPh Pasal 21.
Dan PPh Pasal 21 merupakan pajak yang dikenakan/dipotong atas penghasilan
yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP)
luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Yang dimana Wajib
Pajak tersebut masih belum terdaftar dalam NPWP karena subjek nya sesungguh
nya adalah orang luar negeri yang dinyatakan masih belum menetap di Indonesia

16
17

Anda mungkin juga menyukai