Anda di halaman 1dari 8

Nama : Nova Theresia Sihite

Npm : 1610023

Dosen : Syamsul Bahri Arifin., SE., MM.,Ak

Tax Planning

BAB III

TAX PLANNING PPH PASAL 21 / 26

1. Pendahuluan

Pajak pennghasilan sehubungan dengan pekerjaan jasa dan kegiatan yang dilakukan wajib
pajak orang pribadi subjek pajak dalam negeri, yang selanjutnya disebut Pph 21, adalah pajak
atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain, dengan
nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan
kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri, sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 21 Undang-undang Pajak Penghasilan.

2. Pemotong PPH Pasal 21

Pemotong PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26 sesuai Per Dirjen Pajak No. PER-31/PJ./2012
Meliputi :

Pemberi kerja yang terdiri dari OP dan badan, Cabang perwakilan atau untuk dalam
hal yang melakukan sebagian atau seluruh administrasi
Bendahara atau pemegang kas pemerintah
Dana pensiun badan penyelenggara jamsos tenaga kerja, dan badan badan lain
OP yang melakukan pekerjaan bebas serta badan yang membayar honorarium,komisi
fee atau pembayaran lain
Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat
nasional atau internasional perkumpulan, OP serta lembaga lainnya.

3. Subjek Pemotongan Pph Pasal 21/ 26

Subjek pajak yang dipotong Pph 21 atau Pasal 26, atau disebut Subjek Pemotongan adalah
Orang Pribadi yang menerima atau memperoleh penghasila.
Penerima penghasilan yang dipotong Pph pasal 2 dan atau Pph Pasal 26 sesuai Per-Dirjen
Pajak No. PER-31/PJ./202 adalah orang pribadi yang merupakan :

Pegawai
Penerima Uang pesangon pensiun atau uang manfaat pensiun
Bukan pegawai yang meliputi Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, pemain
musik, olahragawan, penasihat, pengajar, pengarang, peneliti, pemberi jasa dalam
segala bidang, agen iklan, pengelola proyek, pembawa pesanan, petuga penjaja
barang dagangan, petugas dinas, distributor perusahaan
Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap
Mantan pegawai
Peserta kegiatan
Peserta perlombaan dalam segala bidang
Peserta Rapat konferensi, sidang
Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan
Peserta pendidikan dan pelatihan
Peserta kegiatan lainnya.

4. Objek PPh Pasal 21

Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26 adalah sebagai berikut :

1. Penghasilan yang dipotong Pph 2 dan Pph pasal 26 sesuai Per Dirjen Pajak No. PER-
31/ PJ./ 2012
2. Peghasilan yang dipotong Pph Pasal 21 dan atau Pph Pasal termasuk pula penerimaan
dalam bentuk natura dan atau kenikmatan lainnya
3. Penghasilan diterima atau diperoleh dalam mata uang asing perhitungan Pph Pasal 21
dan atau Pph pasal 26 didasarkan pada nilai tukar yang ditetapkan Menteri Keuangan.
4. Perhitungan Pph pasal 21 dan atau Pph pasal 26 atas penghasilan berupa penerimaan
dalam bentuk natura dan atau kenikmatan lainnya.

5. Non Objek Pph Pasal 21

Yang tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong Pph Pasal 2 sesuai Per-
Dirjen pajak No. PER-31/PJ./2012 :

1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi


2. Penerimaan dalam bentuk natuna atau kenikmatan
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan
4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amal
zakat
5. Beasiswa dalam pasal 4 ayat (3) huruf I UU Pph 2008
6. Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja

6. Kebijakan/ Metode Pemotongan PPh Pasal 21

1. Pph Pasal 21 ditanggung oleh karyawan ( potong gaji )


2. Pph Pasal 21 ditanggung perusahaan ( ditanggung )
3. Pph Pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan ( ditunjang )

7. Tata Cara Perhitungan Pph Pasal 21

1. Dasar Pengenaan Pajak ( DPP )

a. Penghasilan Kena Pajak Berlaku bagi :

1. Pegawai Tetap
Pengh. Kena Pajak = Pengh. Bruto – Biaya Jabatan – PTKP
2. Penerima Pensiun Berkala
Pengh. Kena Pajak = Pengh.Bruto – Biaya Pensiun - PTKP
3. Pegawai Tidak Tetap
Pengh. Kena Pajak = Pengh. Bruto – PTKP
4. Bukan Pegawai
Pengh. Kena Pajak = Pengh. Bruto – PTKP yang dihitung bulanan

b. Jumlah penghasilan yang melibihi bagian penghasilan yang tidak dikenai pemotongan PPh
Pasal 21, sesuai Pasal 21 ayat (4) UU Pph .

Pengh. Kena Pajak = Pengh. Bruto – Batasan Pasal 21 ayat (4)

c. Jumlah penghasilan bruto yang berlaku bagi penerima penghasilan lainnya

2. Pengurangan yang Diperbolehkan

a. Biaya Jabatan

Berdasarkan Per-Menkeu No. 252/PMK/2009, besarnya biaya jabatan yang dapat


dikurangkan dari penghasilan bruto untuk perhitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi
pegawai tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) UU Pph No 7 Tahun 1983,
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU no.36 tahun 2008, ditetapkan
sebesar 5% dari penghasilan Bruto dan setinggi-tingginya Rp.6.000.000 setahun atau Rp.
500.000 sebulan.

b.Biaya Pensiun

Berdsarkan Per-Menkeu No. 252/PMK/2009, besarnya biaya pensiun yang dapat


dikurangkan dari penghasilan bruto untuk perhitingan pemotongan Pajak Penghasilan bagi
pensiunan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) UU Pph No 7 Tahun 1983
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UU No 36 Tahun 2008, ditetapkan
sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp. 2.400.000 setahun atau
Rp.200.000 sebulan.

c. Iuran yang terkait dengan gaji

Yaitu iuran yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan Penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan
hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan ileh
Menteri Keuangan.

d. Penghasilan Tidak Kena Pajak ( PTKP )

Dalam perhitngan PPh Pasal 21 merupakan batasan penghasilan yang tidak dikenai pajak
bagi orang pribadi yang berstatus sebagai pegawai.

Tarif Pajak

1. Tarif Pasal 17 UU No. 36 Tahun 2008 yang berlaku mulai 1 Januari 2009

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Tarif Non NPWP


 sampai dengan Rp 50.000.000 5% 120% x 5% = 6%
 di atas Rp 50.000.000 s/d Rp 250.000.000 15 % 120% x 15% = 18%
 di atas Rp 250.000.000 s/d Rp 500.000.000 25 % 120% x 25% = 30%
 di atas Rp 500.000.000 30 % 120% x 30% = 36%

Penghasilan yang diterima oleh orang pribadi WP luar negeri


 Dikenai PPh Pasal 26 dengan tarif 20% penghasilan bruto, kecuali bila ada tax treaty dari
negara yang bersangkutan , maka tarif berdasarkan tax treaty itulah yang menjadi
pedoman.

8. Rekonsiliasi Objek PPh Pasal 21

Untuk meyakinkan bahwa atas seluruh objek Pph Pasal 21 telah dipotong pajaknya perlu
dilakukan rekonsiliasi antara data laporan keuangan, baik yang berasal dariakun neraca
maupun akun biaya. Jika perhitungan Pph Pasal 21 dilakukan oleh bagian SDM, maka
rekonsiliasi juga harus dilakukan untuk data SDM dengan data yang ada dibagian akuntansi/
keuangan. Rekonsiliasi ini sangat berguna dalam rangka pelaksanaan pengendalian dan
pembuktian bahwa seluruh objek PPh Pasal 21 telah dipotong Pphnya .

9. Taxability dan Deductibility Objek PPh Pasal 21

Strategi memaksimalkan pengurangan ( Maximizing Deductions )

Prinsip Taxability Deductibility adalah prinsip yang menjelaskan tentang pos pos yang
dapat/ tidak dapat dikenai pajak penghasilan dan pos pos yang dapt atau tidak dapat
dibiayakan , yang mekanismenya jika pada pihak pemberi kerja dapat dibiayakan, maka pada
pihak karyawan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak . Prinsip Taxability
Deductibility merupakan prinsip dasar yang lazim diterapkan dalam perencanaan pajak, yang
ada umumnya dilakukan dengan mengubah atau mengkonversikan penghasilan yang
merupakan objek pajak yang menjadi penghasilan yang bukan objek pajak atau sebaliknya.

Prinsip Taxability-Deductibility Mengenai Imbalan ( Natura/Uang )

Jenis Imbalan Perlakuan Biaya Bagi Perlakuan Pph Ps. 21


Perusahaan/Pemberi Kerja Bagi Penerima
Imbalan dalam bentuk uang Deductible Taxable
Imbalan dalam bentuk natura Non Deductible Non Taxable

10. Terapan Tax Planning Terkait dengan PPh Pasal 21

1. Klausul Pajak dalam Perjanjian/Kontrak Kerja

Secara normatif undang-undang perpajakan telah mewajibkan perusahaan pemilik proyek


melaksanakan pemungutan PPh Pasal 21 dari pihak ketiga sedangkan pihak pemberi jasa
tidak bersedia dipotong pajaknya dengan alasan pada saat perjanjan atau kontrak kerja
disepakati, masalah pihak tidak dibahas sehingga mereka bersikukuh bahwa harga kontrak
yang disepakati sudah tidak dipotong lagi. Tambahan beban bagi pemilik proyek atau
pemberi kerja tersebut adalah jumlah yang signifikan yang akan mengurus keuntungan
perusahaan.

2. Pajak Ditanggung Pemberi Kerja atau Tunjangan Pajak Secara Gross-Up?

 Tidak termasuk Pajak, pajak akan menjadi beban pemberi kerja atau ditanggung oleh
perusahaan atau pemberi kerja
 Agar Pph yang ditanggung oleh pemberi kerja dapat dibiayakan, maka perhitungan
PPh harus menggunakan metode gross-up.

3. Pemberian Uang Saku Sexara Lump-Sum atau Reimbursement

 Pembayaran secara lump-sum akan mengakibatkan PPh Pasal 21 dihitung dari


seluruh nilai yang dibayarkan, meskipun didalamnya mungkin terdapat biaya lainnya
isal transportasi dan akomodasi.
 Prosedur reimbursement, pembayaran disertai dengan kewajiban untuk
mempertanggungjawabkan penggunaan dana dengan meminta nukti pengeluaran

4. Pemberian Tunjangan Makan atau Menyiapkan Makan bersama

Sejak berlaku UU PPh Tahun 2000, makanan dan minuman bagi karyawan sudah boleh
dibiayakan di PPh Badan. Dari sisi PPH badan, dengan asumsi jumlah beban yang sama,
keduanya tidak menimbulkan pengaruh apapun, karena sama sama bisa dibiayakan ( Pasal 9
ayat (1) huruf e UU Pph 2008) tetapi pemberian tunjangan makan akan mengakibatkan
bertambahnya Pph Pasal 21.

5. Memberian Tunjangan Kesehatan atau Fasilitas Pengobatan

 Bila perusahaan memilih memberikan tunjangan kesehatan, maka perlakuan pajaknya


bersifat taxable-deductible
 Bila perusahaan menyediakan fasilitas pengobatan, maka bersifat non taxable non
deductible
 Bila metode reimbursement, maka perlakuan pajaknya :
1. bersifat non taxable- non deductible
2. bersifat taxable- deductible

6. Meminimalkan Tarif Pajak ( PPh Pasal 21 )


Penerapan Tax Planning dalam PPh Pasal 21, antara lain dengan cara :

1. Pada perusahaan Pph badannya tidak dikenai pajak bersifat final, diupayakan seminimal
mungkin memberikan kesejahteraan karyawan dalam bentuk natursa karena pengeluaran tsb
tidak dapat dibiayakan sebagai biaya bagi perusahaan.

2. Untuk perusahaan yang PPh badannya dikenakan pajak bersifat final, memberikan
tunjangan kepada karyawan dalam bentuk natura atau kenikmatan merupakan salah satu
pilihan untuk menghindari lapisan tarif maksimun PPh Ps 21.

3. Untuk perusahaan yang PPh badannya dikenaik pajak bersifat final selain itu pengeluaran
untuk pemberian natura atau kenikmatan tersebut tidak mempengaruhi besarnya PPh Badan.

11. Alur Perrrennncanaan Pajak PPh Pasal 21

Perencanaan PPh Pasal 21

Berdasarkan UU PPh

Mekanisme Taxability Metode Pemotongan


Dan Deductibility PPh Pasal 21

Metode Net

Metode Gross Up Metode Gross

Metode Gross Up
Penghasilan Kena Pajak Yang

Lebih Rendahpajak dalam


Upaya penghematan

Mengefensiensikan Beban Pajak Terutang

PPh Badan Yang Lebih Efesien

SPT PPh Badan


12. Strategi Perencanaan Pajak Untuk Mengefisiensikan Beban Pajak

Menyusun Perencanaan pajak sesuai dengan kondisi perusahaan dimulai dengan strategi
menefisiensikan beban pajak. Selain itu apa yang dilakukan perusahaan harus bersifat legal
( Tax Avoiudance ) supaya terhindar dari sanksi pajak dikemudian hari. Dalam perhitungan
PPh Pasal 21 terdapat 3 metode yang bisa aplikasikan, yakni metode Net, metode Gross, dan
Metode Gross Up

1. Net Method : Merupakan metode pemotongan pajak dimana perusahaan menanggung PPh
Pasal 21 Karyawan

2. Gross Method : Merupakan metode pemotongan pajak dimana karyawan menanggung


sendiri jumlah pajak penghasilannya

3. Gross Up Method : Merupakan pemotongan Pajak di mana perusahaanya memberikan


tunjangan pajak PPh Pasal 2 yang di formulasikan jumlahnya sama besar dengan jumlah
pajak PPh Pasal 21 yang di potong dari karyawan.

PENGHEMATAN / EFISIENSI PAJAK

Implikasi Penerapan Perencanaan PPh Pasal 21 Terhadap Beban Pajak

Implikasi dari kebijakan perusahaan atas penerapan dari masing-masing metode perhitungan
PPh Pasal 21 ( Metode Net, Metode Gross, dan Metode Gross Up ) terhadap Laporan Laba
Rugi dan Efisiensi Pajak perusahaan secara Komparatif.

Anda mungkin juga menyukai